Minggu, 20 November 2022
Banten Segehan
BARONG RATU AYU MAS SAPUH JAGAT
https://web.facebook.com/putramanikaryana/posts/10209838108386825
Sarana Sembahyang; Bunga Teratai Terbaik, Dupa Pengusir Roh Jahat
Untuk melaksanakan sembahyang perlu adanya sarana sembahyang. Tanpa sarana, pelaksanaan persembahyangan rasanya bakti kita kepada Ida Sang Hyang Widhi kurang begitu hidmat. Sarana persembahyangan berasal dan isi alam semesta, berarti manusia menghaturkan suksemannig idepnya atas berlimpah ruahnya anugerah Tuhan.
Sarana pada dasarnya berupa material seperti Bunga, daun, buah-buahan serta hasil bumi lainnya. Api atau Dupha, Air atau tirtha ketiga sarana pokok tersebut mempunyai fungsi masing-masing. Bunga mempunyai dua fungsi penting yakni Sebagai simbul Tuhan (Siwa). Yang kedua sebagai sarana persembahan. Bunga sebagai simbul Tuhan diletakkan di ujung cakupan tangan pada saat menyembah dan sesudahnya bunga tersebut diletakkan di atas kepala atau disumpingkan di telinga.
Bunga sebagai sarana persembahan maka bunga dipakai mengisi sesajen. Bunga perlambang ketulus ikhlasan dan kesucian hati untuk menghadap pada sang pencipta. “Dari bunga, daun, buah-buahan serta isi bumi lainnya menurut tatwa agama dibuatlah rangkaian yang me-ngandung filosopi tinggi yang dinama-kan canang,” ujar Mangku Dalang I Nyoman Sudanta yang diwawancarai Jumat (3/3).
Lebih lanjut dijelaskan, unsur pokok pembentuk canang yakni Porosan bahan dasarnya pinang kapur dan sirih inilah simbolis Tri Murti karena kehidupan manusia terkait dengan unsur ini. Bila diartikan lebih mendalam makna banten canang adalah sebagai simbul perjuangan manusia yang selalu mohon petunjuk dan bantuan dari Ida Sanghyang Widhi. Selain itu, canang juga merupakan simbol pikiran yang jernih serta tulus, karena pikiran merupakan sumber segalanya tercermin dari frint out yang berupa perbuatan dan perkataan.
Bunga sebagai lambang makna, hal ini tampak jelas dalam kekawin Ramayana ketika Rama berperang melawan Rahwana. Para dewa berpihak pada Sang Rama dengan menghujani bunga yang harum baunya. Dalam kitab Surya Sewana yang merupakan kitab pagelaran sang Pandita, ketika akan membuat Tirtha, bunga sebagai lambang Dewi Gangga dewanya tirtha. Bunga sebagai lambang keprawiraan. “Lontar Dasa Nama menyebutkan para prajurit atau mahapatih dalam penokohan kesenian Bali selalu memakai kembang sepatu yang memancar gagah berani bergelar Wira Kusuma,” tuturnya.
Dalam Kekawin Negara Kerthagama dijelaskan bunga dipakai Upacara Saradha yaitu upacara penyucian Roh Leluhur tahap kedua di Bali disebut Puspa Lingga. Tahap pertama dinamakan Puspa Sarira yang artinya berbadan bunga. Inilah yang dibakar sebagai simbul badan manusia. Tujuannya agar jiwatman bisa menyatu ke alam Ketuhanan yang dinamakan Mur Amungsi Maring Siwa Buda Loka.
Fungsi bunga berbeda beda tidak setiap bunga bisa dipakai sebagai sarana persembahyangan. Untuk bunga yang paling baik menurut ajaran agama dan multi guna adalah bunga Teratai. Bunga ini akarnya di lumpur daunnya di air dan bunganya membujur di udara. “Bunga yang terbaik adalah bungan teratai untuk digunakan sebagai persembahan,” jelasnya.
Bagian kedua dari Sarana persembahyangan adalah Dupa atau Api. Api atau Dupa adalah sejenis harum-haruman yang dibakar sehingga berbau harum dan menyala sebagai lambang Agni dan berfungsi sebagai Perantara yang menghubungkan pemuja dengan yang dipuja. Sebagai pembasmi segala mala dan pengusir roh jahat. dan sebagai saksi dalam upacara. “Dupa itu juga menjadi simbol agni, pengusir roh jahat,” sambungnya.
Pemangku atau Pinandhita dalam memimpin upacara menggunakan api dalam bentuk Pasepan yang isinya Menyan untuk memuja Dewa Siwa, Majegau untuk memuja Dewa Sada Siwa dan Cendana untuk memuja Parama Siwa. Disinilah Pemangku atau Pinandita menggunakan Puja Seha sebagai medianya. Mengenai pasepan atau asep sangat jelas terdengar pada bait Kidung Warga Sari yang biasa disuarakan pada upacara panca yadnya sebagai permohonan agar para Dewata segera turun.
Makna Dupa sebagai pembasmi segala kotoran tampak jelas pada persembahyangan sehari hari dimana melalui mantram Ong Ang Dipastraya namah swaha berarti mohon disucikan diri atas sinar suci Ida Sanghyang Widhi. Api juga sebagai saksi upacara dalam kehidupan. Dalam persembah¬angan dupa sebagai saksi dan asapnya sebagai lambang gerakan rohani ke angkasa sebagai stana para Dewa. Dupa sebagai sarira Sanghyang Agni maha melihat perbuatan manusia. Dalam Mitos Hindu yang terdapat pada Lontar Siwa Gama dijelaskan saat rapat para dewa di Sorga yang dipimpin oleh Dewa Siwa, saat itu hadir pula Dewa Surya, oleh karena penampilan Dewa Surya sangat simpatik maka dewa Siwa menganugrahkan tugas agar mewakili dirinya di dunia yaitu sebagai saksi alam semesta. Pada saat itu pula Dewa Siwa bergelar Siwa Raditya. Begitu pula Dewa Surya mulai saat itu berguru padanya sehingga diberi nama Batara Guru. Lontar Siwa Gama menyebutkan bahwa matahari sebagai ciptaan Tuhan dan saksi di dunia, maka dari konsepsi ini merupakan dasar setiap upacara panca yadnya selalu dibuatkan Sanggar Surya mengarah dimana matahari terbit sebagai stana Siwa Raditya.
Yang ketiga adaah air, air merupakan sarana yang Penting dalam persembahyangan. Ada dua jenis air yng digunakan untuk persembahyangan, yakni Air pembersihan secara pisik dan Air untuk suci (tirtha). “Berdasarkan cara pembuatannya tirtha dibedakan atas dua jenis tirtha yang dimohonkan pada Tuhan dan tirtha yang dibuat oleh pandita melalui mantra atau puja,” terangnya.
Air suci (tirtha) berfungsi sebagai pembersihan diri dan kecemaran pikiran sabda, bayu dan idep. Tirtha pada dasarnya merupakan air biasa bila diuraikan secara kimia maka unsurnya adalah H2O tetapi karena dilandasi dengan kepercayaan dan keyakinan agama maka materi tersebut disakralkan sehingga mampu menumbuhkan keheningan pikiran bahkan memiliki kekuatan magis.
Hubungannya dengan persembahyangan fungsi tirta sebagai pembukaan dan penutup. Pembukaan yaitu tirtha pengelukatan dan penutup adalah tirta wangsuh sebagai perlambang anugerah yang dipuja. Tirtha hanya bisa dibuat oleh Pendeta (Dwijati), tapi tirtha bisa dimohon oleh siapa saja sepanjang memenuhi syarat agama, sesuai desa kala dan patra dengan cara nuur kehadapan dewa Siwa. Tirtha yang digunakan sebagai pengurip atau penciptaan caranya dengan dipercikkan di atas banten maka secara resmi menjadi sarana agama yang bernilai sacral dan berjiwa sepiritual.
Nama bebanten akan sah bila sudah mendapat tirtha pengurip bebanten sebelum itu masih merupakan rangkaian bunga, daun dan buah-buahan. “Demikian sarana persembahyangan mempunyai makna sesuai ajaran agama Hindu bila kita yakini akan memberi manfaat yang besar untuk kehidupan umat yang percaya.” tutup Sudanta.
(bx/gus /rin/yes/JPR) –sumber
Bhagavadgita Cara Mencapai Kepada Yang Mahakuasa
Bhagavadgita Bab VIII - Cara Mencapai Kepada Yang Mahakuasa
Bhagavad-gita 8.1
8.1 Arjuna berkata; O Tuhan Yang Maha Esa, o kepribadian yang paling utama, apa arti Braman? Apa itu sang diri? Apa arti kegiatan untuk membuahkan hasil? Apa arti manifestasi material ini? Apa arti para dewa? Mohon menjelaskan hal-hal ini kepada hamba.
Bhagavad-gita 8.2
8.2 siapakah penguasa korban suci, dan bagaimana cara beliau bersemayam di dalam badan, wahai Madhusudana? Bagaimana cara orang yang tekun dalam bhakti dapat mengenal Anda pada saat meninggal?.
Bhagavad-gita 8.3
8.3 Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Makhluk hidup yang tidak dapat dimusnahkan dan bersifat rohani disebut Brahman, dan sifatnya yang kekal disebut adhyatma, atau sang diri. Perbuatan berhubungan dengan perkembangan badan-badan jasmani para mahluk hidup disebut karma atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI |
Bhagavad-gita 8.4
8.4 wahai yang paling baik diantara para mahluk yang berada di dalam badan, alam, Yang berubah senantiasa, disebut adhibhuta(manifestasi material). Bentuk semesta tuhan, termasuk semua dewa, seperti dewa matahari dan dewa bulan, disebut adhidaiva. Aku, Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud sebagai Roh Yang Utama di dalam hati setiap makhluk yang berada di dalam badan, disebut adhiyajna (penguasa korban suci ).
Bhagavad-gita 8.5
8.5 Siapapun yang meninggalkan badannya pada saat ajalnya sambil ingat kepada-Ku, segera mencapai sifat-Ku. Kenyataan ini tidak dapat diragukan.
Bhagavad-gita 8.6
8.6 Keadaan hidup manapun yang diingat seseorang pada saat ia meninggalkan badannya, pasti keadaan itulah yang akan dicapainya, wahai putera Kunti.
Bhagavad-gita 8.7
8.7 Wahai Arjuna, karena itu, hendaknya engkau selalu berpikir tentang-Ku dalam bentuk Krsna dan pada waktu yang sama melaksanakan tugas kewajibanmu, yaitu bertempur. Dengan kegiatanmu dipersembahkan kepada-Ku pikiran dan kecerdasanmu dipusatkan kepada-Ku, tidak dapat diragukan bahwa engkau akan mencapai kepada-Ku.
Bhagavad-gita 8.8
8.8 Orang yang bersemadi kepada-Ku sebagai kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dengan pikirannya senantiasa tekun ingat kepada-Ku, dan tidak pernah menyimpang dari jalan itu, dialah yang pasti mencapai kepada-Ku, wahai Partha.
Bhagavad-gita 8.9
8.9 Hendaknya seseorang bersemadi kepada kepribadian Yang Paling Utama sebagai yang Mahatahu. Yang paling tua, yang mengendalikan, lebih kecil daripada yang paling kecil, pemelihara segala sesuatu, yang berada di luar segala paham material, yang tidak dapat dibayangkan, dan selalu bersifat kepribadian. Beliau bercahaya seperti matahari, dan Beliau bersifat rohani, di luar alam material ini.
Bhagavad-gita 8.10
8.10 Pada saat meninggal, orang yang memusatkan udara kehidupannya di tengah-tengah antara kedua alis matanya dan tekun ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam bhakti sepenuhnya melalui kekuatan yoga, dengan pikiran yang tidak pernah menyimpang, pasti akan mencapai kepada kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Bhagavad-gita 8.11
8.11 Orang yang berpengetahuan tentang veda, yang mengucapkan omkara dan menjadi resi-resi yang mulia pada tingkatan hidup untuk meninggalkan hal-hal duniawi masuk ke dalam Brahman. Jika seseorang menginginkan kesempurnaan seperti itu, ia berpantang hubungan suami istri. Sekarang Aku akan menjelaskan kepadamu secara singkat proses yang memungkinkan seseorang mencapai pembebasan.
Bhagavad-gita 8.12
8.12 Keadaan yoga ialah ketidakterikatan terhadap segala kesibukan indria-indria. Dengan menutup segala pintu indria-indria dan memusatkan pikiran pada jantung dan udara kehidupan pada ubun-ubun, seseorang menjadi mantap dalam yoga.
Bhagavad-gita 8.13
8.13 Sesudah seseorang mantap dalam latihan yoga ini dan mengucapkan suku kata suci Om, gabungan huruf yang paling utama, kalau dia berpikir tentang kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan meninggalkan badannya, pasti dia akan mencapai planet-planet rohani.
Bhagavad-gita 8.14
8.14 Wahai putera Prtha, Aku mudah sekali dicapai oleh orang yang selalu ingat kepada-Ku tanpa menyimpang sebab dia senantiasa tekun dalam bhakti.
8.15 Sesudah mencapai kepada-Ku, roh-roh yang mulia, yogi-yogi dalam bhakti, tidak pernah kembali ke dunia fana yang penuh kesengsaraan, sebab mereka sudah mencapai kesempurnaan tertinggi.
Bhagavad-gita 8.16
8.16 Dari planet tertinggi di dunia material sampai dengan planet yang paling rendah, semuanya tempat-tempat kesengsaraan, tempat kelahiran dan kematian dialami berulang kali. Tetapi orang yang mencapai tempat tinggal-Ku tidak akan pernah dilahirkan lagi, wahai putera Kunti.
Bhagavad-gita 8.17
8.17 Menurut perhitungan manusia, seribu jaman sama dengan kurun waktu satu hari bagi Brahma. Malam hari bagi Brahma sepanjang itu pula.
Bhagavad-gita 8.18
8.18 Pada awal satu hari bagi Brahma, semua makhluk hidup diwujudkan dari keadaan tidak terwujud. Sesudah itu, bila malam hari mulai, sekali lagi mereka terlebur ke dalam keadaan tidak berwujud.
Bhagavad-gita 8.19
8.19 Semua makhluk hidup terwujud berulangkali bila hari sudah siang bagi Brahma, lalu dengan mulainya malam hari bagi Brahma, mereka dilebur dalam keadaan tidak berdaya.
Bhagavad-gita 8.20
8.20 Namun ada alam lain yang tidak terwujud, kekal, dan melampaui alam ini yang terwujud dan tidak terwujud. Alam itu bersifat utama dan tidak pernah dibinasakan. Bila seluruh dunia ini dilebur, bagian itu tetap dalam kedudukannya.
Bhagavad-gita 8.21
8.21 Yang diuraikan sebagai yang tidak terwujud dan tidak pernah gagal oleh para ahli Vedanta, yang dikenal sebagai tujuan tetinggi, dan sesudah mencapai tempat itu, seseorang tidak kembali lagi- itulah tempat tinggal-Ku yang paling tinggi.
Bhagavad-gita 8.22
8.22 Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang lebih agung daripada semua kepribadian lainnya, dapat dicapai oleh bhakti yang murni. Walaupun Beliau berada di tempat tinggal-Nya, Beliau berada di mana-mana, dan segala sesuatu berada di dalam Diri-Nya.
Bhagavad-gita 8.23
8.23Wahai yang paling baik di antara para Bharata, sekarang Aku akan menjelaskan kepadamu tentang berbagai jenis waktu untuk meninggal dunia. Kalau seorang yogi meninggal dunia pada saat-saat tertentu itu, dia kembali atau tidak kembali ke dunia ini.
Bhagavad-gita 8.24
8.24 Orang yang mengenal Brahman Yang paling utama mencapai kepada Yang Mahakuasa dengan cara meninggal dunia selama pengaruh dewa api, dalam cahaya, pada saat suci pada waktu siang , selama dua minggu menjelang bulan purnama, atau selama enam bulan pada waktu matahari berjalan menuju utara.
Bhagavad-gita 8.25
8. 25 Seorang ahli kebatinan yang meninggal dunia selama masa asap, malam hari, selama dua minggu menjelang bulan mati, atau selama enam bulan pada waktu matahari berjalan menuju selatan akan mencapai planet bulan, tetapi dia akan kembali lagi.
Bhagavad-gita 8.26
8.26 Menurut pendapat veda, ada dua cara untuk meninggalkan dunia ini-yang satu dalam cahaya dan yang lain dalam kegelapan. Jika seseorang meninggal dunia dalam cahaya ia tidak akan kembali lagi; tetapi kalau ia meninggal dalam kegelapan, ia akan kembali lagi.
Bhagavad-gita 8.27
8.27 Kendatipun para penyembah mengenal dua jalan tersebut, mereka tidak pernah dibingunkan, wahai Arjuna. Karena itu, jadilah selalu mantap dalam bhakti.
Bhagavad-gita 8.28
8.28 Orang yang mulai mengikuti jalan bhakti tidak kekurangan hasil yang diperoleh dari mempelajari veda, melakukan korban suci dengan kesederhanaan dan pertapaan, memberi sumbangan atau mengikuti kegiatan di bidang filsafat atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala. Hanya dengan melakukan bhakti, ia mencapai segala hasil tersebut, dan akhirnya ia mencapai tempat tinggal kekal yang paling utama.
Sumber : cakepane.blogspot.com
Minggu, 13 November 2022
Makna Filosofi Purnama Kapat
Purnama Kapat, dalam bahasa Sansekerta disebut dengan Kartika.
Selain itu, Purnama Kapat ini juga disebut dengan suba dewasa atau hari yang sangat baik selain Purnama Kedasa.
Di mana dalam konsep realita alam semesta, sama sesuai dengan nyanyian kidung Warga Sari, ‘’Kartika panedenging sari’’.
Artinya, Purnamaning Kapat merupakan musim semi, dimana bunga-bunga sedang bermekaran.
Agama Hindu merupakan agama bhakti. Dalam mewujudkan bhakti pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, kita tidak pernah terlepas dari bunga.
Sebab bunga merupakan simbol kesucian.
Karena itulah, di saat bunga-bunga bermekaran, hari menjadi spesial untuk menggelar ritual keagamaan.
Namun ketika kita berbicara dari sudut pandang astronomi, khususnya di Bali, matahari dalam Purnama Kapat tepat berada pada garis katulistiwa.
Dalam bahasa Bali matahari itu disebut dalam posisi majeg atau berada di atas ubun-ubun.
Nah ketika berbicara di atas ubun-ubun, di situlah titik nol (0).
Titik nol itu adalah simbol daripada sunya (tidak ada) atau niskala. Keadaan ini akan dimulai dari 15 hingga 21 Oktober.
Selama rentang hari tersebut, masyarakat diharapkan melakukan pembersihan dan membangun sifat-sifat kedewataan, sehingga tumbuh berkembang ibaratkan bunga.
Hal tersebut tidak hanya dilakukan pada raga manusia itu sendiri.
Namun juga harus dilakukan pada alam semesta beserta isinya.
Dimana hal tersebut dilakukan dengan ritual.
Karena itulah, kenapa setiap Purnama Kapat, pulau Bali dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan keagamaan.
Sejatinya, kegiatan upacara atau bhakti yang kita lakukan di Purnama Kapat ini, pahala yang akan kita tuai akanlah sangat maksimal.
Sebab matahari tepat berada di garis khatulistiwa atau yang disebut dengan Wiswayana.
Apapun kegiatan ritual atau dana punia yang akan dilakukan, itu selalu mendapatkan limpahan karunia kelipatan yang berlimpah daripada hari-hari ketika kita melakukan yadnya tidak di musim kapat.
Inilah sebenarnya makna filosofis, makna astrologi di dalam kita melakukan pelaksanaan perayaan Purnama Kapat. (*) –sumber
MANFAAT TRI SANDYA TEPAT WAKTU
Om Swastiastu,
Om Awignamastu,
Tri Sandya adalah sembahyang tiga waktu, yaitu : pagi, siang, dan sore. Idealnya umat melakukannya dengan tepat waktu. Namun dengan berbagai alasan banyak yang belum bisa melakukan dengan tepat, ada yang sekali, dua kali, dan bahkan Senin Kamis.
Sebelumnya mari kita lihat apa sebenarnya makna melakukan sembahyang tri sandya di tiga waktu tersebut.
1. Pagi hari, saat bangun dari tidur yang gelap. Pikiran masih segar, diharapkan kita mendapatkan semangat dan motivasi untuk berbuat baik di hari ini. Maka tri sandya pagi adalah untuk menguatkan guna sattwam agar dituntun berbuat baik sepanjang hari.
2. Siang hari, saat siang semangat kerja tinggi, guna rajas menguat. Agar tetap dalam batasan dharma maka perlu dikendalikan guna rajas tersebut dengan melakukan tri sandya tengah hari.
3. Sore hari, saat malam menjelang, panggilan untuk beristirahat atau tidur. Saat ini guna tamasika menguat dan untuk mengatasinya agar tidak terpengaruh menjadi malas maka tri sandya sore dilakukan.
Demikian kurang lebih manfaatnya tiada lain untuk menjaga diri agar tetap sadar dan eling menghindari diri berbuat dosa/karma buruk. Catatannya tentu dilakukan dengan disiplin dan penuh penghayatan.
Umat yg ragu karena belum bisa melaksanakan tepat waktu, apakah salah, boleh atau tidak? Hal itu dalam Hindu tidak ada paksaan, sesuai kemampuan. Hindu hanya mengenal hukum karma, kalau melakukan baik maka hasil baik, melakukan kurang maka hasil kurang. Jadi kalau di ibaratkan mandi, dalam sehari sekali saja tidak cukup, ibarat makan sekali saja tidak cukup, kekurangan itu dapat menyebabkan sakit. Demikian juga dengan tri sandya, ada manfaat yang kurang jika dilakukan tidak lengkap.
Umat juga ragu dengan pelaksanaan tri sandya yang tidak tepat waktu meskipun kuota tiga kali tercapai. Ya itu tidak apa sekali lagi tidak ada paksaan. Namun jika melakukan sesuatu tidak pada waktu yg tepat tentu beda maknanya. Seperti tidur malam bangun pagi itu menyegarkan, tidur pagi bangun sore itu membuat lemas. Demikian juga tri sandya, kurang pas waktunya lain manfaatnya.
Semoga ada perenungan. Ampure Suksma.
Om Santih Santih Santih Om –sumber
Sabtu, 12 November 2022
Huruf - Huruf Suci Agama Hindu - Sumber Alam Semesta
Huruf-huruf suci yang merupakaran sumber dari alam semesta termasuk manusia adalah dasaaksara. mungkin sudah banyak yang sering mendengar kata Dasa Aksara ini, berikut ini akan diulas kembali Dasa Aksara tersebut..
10 Huruf Suci (Dasa Aksara) yang merupakan sumber alam semesta
Ini merupakan wejangan yang teramat mulia, diceritakan dalam setiap tubuh manusia terdapat huruf – urup yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa - dewa dari huruf suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’.
Dasa aksara merupakan sepuluh huruf utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya. Dari sepuluh huruf bersatu menjadi panca brahma(lima huruf suci untuk menciptakan dan menghancurkan), panca brahma menjadi tri aksara(tiga huruf), tri aksara menjadi eka aksara (satu huruf). Ini hurufnya: “OM”. Bila sudah hafal dengan pengucapan huruf suci tersebut agar selalu di ingat dan diresapi, karena ini merupakan sumber dari kekuatan alam semesta yang terletak di dalam tubuh kita (bhuana alit) ataupun dalam jagat raya ini (bhuana agung).
- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI
Begini caranya menyatukan ataupun menempatkan sang hyang dasa aksara dalam badan ini. Yang pertama sang hyang sandhi reka yang terletak dalam badan kita ini. Beliau bertapa-beryoga sehingga beliau menjelma menjadi sang hyang eka jala resi. Sang hyang eka jala rsi beryoga muncul sang hyang ketu dan sang hyang rau.
Aksara modre bersatu dengan sembilan huruf wreasta yaitu dari ha –wa, yang kemudian disebut dasa sita.
Aksara swalelita, bersatu dengan sembilan huruf wreasta lainnya yaitu dari la – nya, yang kemudian disebut ‘dasa sila’ dan ‘dasa bayu’.
Bertemu ketiga induk dari aksara suci tersebut; dasa sita, dasa sila, dasa bayu menjadi ‘dasa aksara’.
GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI
Begini cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan;
Sa ditempatkan di jantung,
Ba ditempatkan di hati,
Ta ditempatkan di kambung,
A ditempatkan di empedu,
I ditempatkan di dasar hati,
Na ditempatkan di paru - paru,
Ma ditempatkan di usus halus,
Si ditempatkan di ginjal,
Wa ditempatkan di pancreas,
ya ditempatkan di ujung hati.Dasa aksara diringkas menjadi panca brahma (sa, ba, ta, a, i).
panca brahma diringkas menjadi tri aksara (a, u, ma).
Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik).
Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang.
mantra untuk memuja tuhan, Mang Ang Ong Ung Yang.
mantra untuk memanggil agar tuhan berkenan hadir, Ang Ong Ung Yang Mang
mantra untuk mempersembahan sesajen jamuan dari kita, Ong Ung Yang Mang Ang
mantra untuk memohon anugrah dari tuhan YME, Ung Yang Mang Ang Ongyang disebut Panca tirta, ini aksaranya:
Sang sebagai tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).
Bang sebagai tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).
Tang merupakan tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).
Ang merupakan tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).
Ing merupakan tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).Ini yang dikatakan panca brahma, berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;
Mang disimpan di tenaga
Sing disimpan di hati/perasaan
Wang disimpan di pikiran
Yang disimpan di nafas.Kemudian balikkan huruf tersebut:
Yang disimpan di jiwa
Wang disimpan di guna/aura
Sing disimpan di pangkal tenggorokan
Mang disimpan di lidah
Nang disimpan di mulutIni menyimpan Rwa bhineda (dua sisi dunia), ini suaranya; Ong Ung. Ong di hati putih, ung di hati hitam. Ung di empedu, ong di pancreas. Ong di dubur, ung di usus.
Ini suara inti sari; ekam evam dwityam Brahman, disebut ONG. Berupa api rwa bhineda Ang, berupa air rwa bineda Ah.
Dasar mantra antuk tri aksara; Mang Ang Ung
Kemulan mantra; Ang Ung Mang
Pengastiti widhi dewa bethara; Ung Mang Ang
Iki pengeraksa jiwa antuk catur aksara; Mang Ang Ung Ong
Pengundang bhuta dengen antuk kahuripan; Ang Ung Ong Mang
Pemageh bayu ring raga antuk catur resi; Ung Ong Mang Ang
Pangemit bayu antuk catur dewati; Ong Mang Ang Ung
Ini pertemuan sastra yang delapan belas (wreastra), bertemu ujung dengan pengkalnya menjadi dasa aksara, diantaranya;
ha – nya menjadi sang
na – ya menjadi nang
ca – ja menjadi bang
ra – pa menjadi mang
ka – nga menjadi tang
da – ba menjadi sing
ta – ga menjadi ang
sa – ma menjadi wang
wa – la menjadi ing, yangIni merupakan maksud dari sastra wreastra, dibaca dari belakang. diantaranya;
nyaya berarti sang Hyang Pasupati, tuhan
japa berarti sang hyang mantra,
ngaba berarti Sang Hyang guna,
gama berarti kekal, abadi,
lawa berarti manusia
sata berarti hewan dan binatang
daka berarti pendeta, nabi, orang suci
raca berarti tumbuhannaha berarti moksa, nirvanaDemikianlah sastra yang ada di alam ini yang berada juga didalam tubuh kita. Jagalah kesucian dan keseimbangan dari huruf suci tersebut. Semoga setelah membaca dan meresapi sastra ini, dunia ini akan menjadi semakin sejahtera.