Acara Megibung di Bali biasanya di lakukan setelah ada upacara-upacara besar seperti pernikahan, odalan dan upacara-upacara besar lainnya. Daerah di Bali yang masih melanjutkan tradisi ini adalah daerah-daerah yang ada di Karangasem, Bali. Mengapa demikian, itu karena konon pencetus pertama acara megibung adalah raja dari kerajaan karangasem yang saat ini menjadi Kabupaten Karangasem. Seorang raja bernama I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem sekitar tahun 1614 Caka atau 1692 Masehi. Beliau pada saat itu masih melakukan sebuah exspedisi perluasan wilayah sampai ke kawasan lombok. Di dalam exspedisinya setelah usai berperang, beliau bersama pasukannya beristirahat untuk melepas lelah dan untuk beristirahat makan. Raja I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem kemudian memberikan titah untuk makan bersama dengan menggunakan piring (wadah) besar yang kemudian acara makan besar bersama itu diberi nama Megibung. Megibung dilaksanakan setelah ada upacara-upacara besar seperti pernikahan, odalan dan yang lainnya. Sebelum itu para kaun istri (sebutan untuk kaum wanita di bali) memasak secara besar-besaran untuk menjamu sanak saudara, tetangga atau para Dadie (anggota pemilik sanggah/pura). Kemudian setelah masakan selesai, makanan akan diletakkan di sebuah wadah yang besar menyerupai piring dimana tata letaknya adalah nasi di tengah-tengah dan lauk pauknya diletakkan di pinggiran nasi. Wadah besar ini berjumlah lebih dari satu sehingga para tamu akan makan bersama secara berkelompok. Banyak sekali keuntungan yang diperoleh dari acara makan dengan cara megibung ini, manfaat yang paling penting adalah mempererat hubungan antara kerabat, sanak saudara ataupun para tetangga.
Rabu, 07 Mei 2025
TRADISI UNIK MEGIBUNG DI BALI
TENTANG POSISI TIDUR YANG BENAR MENURUT HINDU-BALI
Didalam Hindu khususnya di Bali, pembahasan tentang posisi tidur yang benar telah dianjurkan. Di Bali terdapat konsep hulu-teben. Konsep ini terkait dengan kosmologi mata angin. Hulu Teben adalah konsep penataan sebuah tempat secara vertikal dan horisontal yang dapat membawa tatanan kehidupan skala (nyata) dan niskala (tidak nyata). Hulu Teben berasal dari dua kata yaitu hulu dan teben, Hulu artinya arah yang utama, sedangkan Teben artinya hilir atau arah berlawanan dengan hulu. Orang Bali umumnya meletakkan tempat tidur searah utara-selatan atau timur-barat. Jadi, ketika tidur, kepala kita ke arah utara atau timur, kaki ke arah selatan atau barat. Tapi ada juga yang menggunakan posisi tidur dengan hulu patokannya gunung dan teben patokannya laut.
![]() |
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI |
TENTANG DEWA HYANG/DEWA PITARA DALAM HINDU-BALI
Agama Hindu khususnya di Bali mempunyai keyakinan tentang Dewa Hyang atau Dewa Pitara, Dewa Hyang atau Dewa Pitara adalah atman leluhur yang telah mencapai alam Swah Loka (Alam Dewa – Dewi dan Brahman) karena Sang Hyang Atma yang sudah mencapai tingkatan Dewa Pitara diyakini setara dengan Dewa. Untuk mencapai tahapan Dewa Pitara ada beberapa upacara yang mesti dilakukan seperti upacara ngaben dan memukur / nyekah. Dalam Lontar Gayatri disebutkan bahwa saat orang meninggal rohnya disebut Preta. Kemudian setelah melalui prosesi upacara ngaben maka rohnya disebut Pitra. Dalam prosesi upacara ngaben terdapat upacara yang disebut Sawa Wedana.
![]() |
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI |
Tujuan Sawa Wedana ialah untuk mengembalikan unsur- unsur Panca Maha Bhuta (Sthula sarira) dan menyucikan atma orang yang telah meninggal dunia. Jika upacara ngaben telah dilewati maka nantinya akan dilanjutkan dengan Memukur atau Nyekah. Tujuan Memukur atau Nyekah adalah untuk memutuskan ikatan atma roh leluhur dari unsur Panca Maha Bhuta dan Panca Tan Matra. Ini merupakan rangkaian dari upacara Atma Wedana, yang mana Atma Wedana merupakan upacara yang bertujuan untuk menyucikan suksma sarira dan atma sebagai kelanjutan dari upacara Sawa Wedana. Setelah melalui semua prosesi upacara maka roh suci itu disebut Dewa Pitara. Upacara Ngalinggihang Dewa Pitara (Dewa Hyang) dapat dilaksanakan berupa menstanakan kembali atma (roh suci) yang diyakini telah mencapai “Atmasiddha dewata” di Sanggah Kamulan (Pemerajan) atau Pura Kawitan (Pura Leluhur).
Senin, 10 Maret 2025
Apakah Mebayuh Otonan dalam Ritual Hindu Bali Dapat Mengurangi Karma Buruk Seseorang?
