Menurut Lontar Raja Purana Gama. Ekajati yang tergolong pamangku dibedakan jenisnya, sesuai dengan tempat dan kedudukannya, dimana beliau ini melaksanakan tugasnya, yaitu:
Jumat, 27 Mei 2022
JENIS PAMANGKU
Kamis, 26 Mei 2022
DEVI UMA
DEVI UMA adalah dari Sakti Deva Siva diberi nama sesuai dengan perwujudannya yang ganda, yaitu berwujud “santa” atau tenang, dan bersifat “raudra” atau “krodha”.
Ketika dalam wujud santa, sakti Deva Siva ini disebut dengan Parvati, yaitu seorang devi dengan penuh kecantikan dan kasih sayang. Selain disebut dengan Parvati, juga disebut dengan Devi Uma atau dewi Kedamaian.
Didalam kitab Purana disebutkan Devi Parvati pada penjelmaan pertamanya adalah Daksayani, yaitu putri dari Daksa dan Prasuti dan menikah dengan Siva. Karena tidak mampu memahami keagungan Siva, Daksa memakinya dan mulai membencinya. Ketika Daksa melakukan suatu upacara Yajna Agung, salah satu tamu yang tak diundang adalah Siva. Sangat bertentangan dengan saran pasangannya, Daksayani pergi ke tempat upacara tanpa diundang dan mengakhiri hidupnya dengan membakar diri dalam api yoga. Oleh sebab itu, kemudian ia dikenal dengan sebutan Sati yang tak berdosa.
Berikutnya dia terlahir kembali menjadi Parvati, putri dari Himawan dan Mena. Setelah melakukan tapa yang mendalam, dia mampu menyenangkan Siva dan membuat Siva dapat menerimanya kembali sebagai pendampingnya.
Selama Parvati melakukan pertapaan, dia menolak untuk makan dan minum, walau daun kering sekalipun. Sehingga dia memperoleh penampakan Aparna Ibunya Mena yang tidak tega menyaksikan putri kesayangannya menderita dalam melakukan tapa, dan berusaha mencegahnya dengan kata-kata “Uma, sayangku janganlah berbuat seperti ini” yang kemudian nama Uma menjadi nama lainnya.
Seperti pendamping Siva, Parvati juga memiliki dua aspek yang berbeda, yaitu aspek lemah lembut, penyayang, dan berparas cantik, serta satu aspek lain adalah aspek menakutkan dan mengerikan.
Sebagai Parvati atau Uma dia dinyatakan dengan aspek yang lemah lembut, penyayang, penuh cinta kasih. Dimana dalam aspek ini, dia selalu bersama dengan Siva. Kemudian dalam aspek ini dia memiliki dua tangan, yang kanan memegang teratai biru, dan yang kiri menggantung bebas disebelahnya. Bila dinyatakan secara mandiri (Parvati Tunggal/tanpa Siva), dia tampak dengan empat tangan, dua tangan memegang taratai merah dan biru, sedangkan dua tangan yang lain memegang Varada dan Abhaya Mudra.
Semoga penjelasan singkat ini bermanfaat bagi pemahaman dan Sraddha Bhakti kita semua. Manggalam astu.
Om Santih Santih Santih Om
Kontributor: I Wayan Sudarma –sumber
Sebelum Bharata Yuda, Arjuna Meminta Restu Dewi Durga
Sebelum maju ke medan pertempuran, atas saran Krisna Arjuna terlebih dahulu memuja Dewi Durga. Ini dikisahkan pada bagian Bisma Parwa agar pada saat peperangan Dewi Durga menganugerahkan kemenangan bagi pihak pandawa.
Berkat Dewi Durga Arjuna dapat mengalahkan pihak-pihak yang membela korawa sehingga Pandawa mampu memenangkan pertempuran selama delapan belas hari di hamparan medan perang Kuru Ksetra.
Dewi Durga merupakan Dewi Shakti yang merupakan istri dari Siwa. Dewi Durga diwujudkan dalam bentuk Dewi yang cantik dengan memiliki delapan belas lengan yang masing-masing membawa senjata. Dewi Durga digambarkan dengan menunggangi harimau.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI
Wujud Durga adalah kemarahan, dimana Durga Dewi juga merupakan Parvati Dewi atau Uma. Kemarahan dari Durga merupakan kemarahan ilahi yang bertujuan untuk menghancurkan kejahatan dan pertentangan terhadap kebenaran.
Pada perang Bharata Yuda yang merupakan perang besar wangsa Kuru merupakan bentuk pertentangan dua kubu besar, antara Pandawa dan Korawa atau perang antara kebenaran melawan ketidakbenaran. Hal ini kemudian menyebabkan Krisna memberikan saran kepada Arjuna untuk memuja Durga untuk memberikan anugrah menghancurkan kejahatan Korawa.
Durga dalam wujud menyeramkan dan kekuatan dikenal sebagai Dewi kematian yang merupakan pedamping Dewa Siwa yang juga sebagai Dewa pelebur. Segala tatanan kehidupan yang telah melewati batas kebenaran maka Durga akan menghancurkan ketidakbenaran sehingga kembali pada jalan kebenaran. (SB-Skb) –sumber
Selasa, 24 Mei 2022
Upacara Napak Sithi
Pawetonan atau Otonan dan upacara turun ke tanah yang juga disebut Napak Sithi, merupakan kelanjutan dari pelaksanaan upacara tiga bulanan. Upacara ini dilaksanakan tepat saat bayi berusia 210 hari. Bagaimana sejatinya upacara ini?
Otonan atau pawetonan berasal dari bahasa Jawa kuna, yakni ‘wetu’ atau ‘metu’ yang artinya keluar, lahir atau menjelma. Dari kata ‘wetu’ menjadi ‘weton’ dan selanjutnya berubah menjadi ‘oton’ atau “’otonan’.
Demikian pula kata ‘piodalan’ dari kata ‘wedal’ berubah menjadi ‘odal’ atau ‘odalan’ yang juga mengandung makna yang sama dengan ‘weton’ . “Di dalam bahasa Sanskerta kata yang mengandung pengertian kelahiran adalah ‘janma’dan kata ‘janmadina’ atau ‘janmastami’ mengandung makna ‘hari kelahiran’ atau hari ulang tahun,” ujar Mangku I Wayan Satra kepada Bali Express (Jawa Pos Group), Rabu (1/2).
Selain itu, ada juga yang mengatakan Otonan berasal dari kata ‘pawetuan’, yaitu peringatan hari lahir menurut tradisi agama Hindu di Bali yang didasarkan pada sapta wara, panca wara, dan wuku. Dalam kalender Bali otonan dirayakan setiap 210 hari (setiap 6 bulan).
Jadi, secara etimologi Otonan adalah hari kelahiran bagi umat Hindu yang datang dan diperingati setiap 210 hari sekali berdasarkan perhitungan sapta wara, panca wara dan wuku yang berbeda dengan pengertian hari ulang tahun pada umumnya yang didasarkan pada perhitungan kalender atau tahun Masehi. Misalnya orang yang lahir pada hari Rabu, Keliwon Sinta, selalu otonannya akan diperingati pada hari yang sama persis seperti itu, yang datangnya setiap enam bulan sekali
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI
Dalam menentukan hari Otonan yang harus dijadikan patokan adalah sistem kalender Saka-Bali. Yang mana dalam pergantian hari atau tanggal, yaitu ketika matahari terbit (sekitar jam 6 pagi).
Jika untuk bayi, Otonan pertama kali dilakukan ketika sudah berumur 105 hari atau tiga bulanan, karena organ tubuh dianggap sudah berkembang sempurna dan semua panca indra sudah aktif, di mana panca indra anak itu dapat membawa dampak positif dan negatif pada kesucian jiwa, sehingga harus dilakukan Otonan.
“Jika belum dilakukan Otonan atau diupacarai tiga bulanan, maka anak itu masih cuntaka atau belum suci,” imbuhnya.
Upacara Pawetonan atau Otonan untuk bayi memiiki dua sudut pandang. Sudut pandang sekala (duniawi) dan sudut pandang filsafat agama. Jika dipandang dari sudut duniawi, seoarang bayi boleh diturunkan ke tanah setelah menginjak umur enam bulan. Bayi tersebut belum dianggap penuh waktunya beradaptasi dengan alamnya, sehingga belum secara penuh mendapat kekebalan pada tubuhnya,
Dijelaskan lebih lanjut Mangku Satra, jika diteliti dari sudut pandang filsafat agama, pelaksanaan upacara pawetonan dan napak sithi menggunakan pedoman angka 210 hari. Angka tersebut merupakan petunjuk angka Samkhya, sebagai dasar tattwa dengan menjumlahkan angka tersebut, dari penjumlahan tersebut didapat angka tiga. Angka tiga merupakan simbol mulai aktifnya Tri Pramana (Bayu, Sabda dan Idep) bayi terhadap rangsangan dari luar. Sehingga, dalam keadaan demikianlah dimohonkan kepada Ida Sang Hyang Widi melalui pelaksanaan upacara Pawetonan dan Napak Sithi.
Jika dilihat dari kata enam bulan, akan mendapatka angka Samkhya, dengan angka enam yang mengandung makna sebagai simbol Sad Ripu. Dengan adanya sifat Sad Ripu yang dibawa bayi sejak lahir, maka upacara Pawetonan atau dan Napak Sithi harus dilaksanakan agar dapat meminimalisasi kekuatan Sad Ripu yang ada dalam diri si bayi.
Dalam upacara Otonan yang sederhana, sarana cukup banten pajati (untuk Bhatara Guru/Kemulan), dapetan (sebagai tanda syukur) dan sesayut pawetuan (untuk Sang Manumadi), segehan (untuk Bhuta) dan dapat diisi kue taart di atasnya dikasi canang sari dan dupa, kemudian didoakan.
Otonan tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah, yang terpenting adalah nilai rohaninya, sehingga nilai tersebut dapat mentransformasikan pencerahan kepada setiap orang yang melaksanakan Otonan. Tidak ada gunanya Otonan yang besar, namun si anak tidak pernah diajarkan untuk sungkem dan hormat pada orang yang lebih tua. Akan sia-sia upacara Otonan itu, jika hanya untuk pamer kepada tetangga. Otonan harus dapat mengubah perilaku yang tidak benar menjadi tindakan yang santun, hormat, bijaksana dan welas asih, baik kepada orang tua, saudara, dan masyarakat. Otonan yang dilaksanakan dengan sadhana akan mengarahkan orang tersebut kepada realisasi diri yang tertinggi. Karena dalam upacara Otonan terkandung makna bahwa kita berasal dari Brahman dan harus kembali kepadaNya.
Dalam prosesi Otonan, terdapat sebuah simbolis, yaitu pemasangan gelang di tangan berwarna putih. Kenapa menggunakan benang? karena benang mempunyai konotasi ‘beneng’. Dalam bahasa Bali halus dapat diartikan dua hal, pertama, karena benang sering dipergunakan sebagai sepat membuat lurus sesuatu yang diukur. Ini maksudnya agar hati yang Otonan selalu di jalan yang lurus dan benar. Kedua, benang memiliki sifat lentur dan tidak mudah putus sebagai simbol kelenturan hati yang Otonan dan tidak mudah patah semangat. Khusus untuk bayi yang baru pertama kali melaksanakan upacara Otonan, biasanya menggunakan sarana banten yang lebih besar, yakni Udel Kurenan yang disertai upacara natab ke Bale Agung, dilanjutkan dengan madagang-dagangan, serta dilanjutkan dengan membopong bayi menyentuh tanah untuk pertama kalinya. Upacara inilah yang disebut Napak Sithi dan dipuput oleh pemangku.
Sarana upacaranya pun banyak, atara lain adalah menggunakan Rerajahan Badawang Nala yang merupakan simbol kekuatan pertiwi yang tak lain adalah pijakan semua mahluk hidup di bumi. Sangkar Ayam yang merupakn simbol akasa untuk memberikan kehidupan di alam semesta. Yuyu, ikan nyalian dan udang, merupakan simbol Tri Pramana. Pane dan air merupakan simbol angga sarira dan pikiran manusia. Megogo-gogoan merupakan cerminan permohonan kehadapan Sang Hyang Widi agar dianugerahkan kesempurnaan Tri Pramana.
“Khusus untuk ritual ini yang memangku sang bayi harus seorang anak yang belum maketus atau giginya belum tanggal, karena diyakini masih memiliki sifat Dewata dan pikiran yang bersih.” tutup Satra.
(bx/gus /rin/yes/JPR) –sumber
Madagang-dagangan dalam Otonan
Dalam upacara Otonan pertama bagi bayi di Bali, ada prosesi yang dinamai dengan madagang-dagangan. Aktivitas ini kebanyakan dilaksanakan di Bale Delod atau Bale Semenggon.
Upacara Otonan di Bali, hendaknya dilaksanakan di natar Mrajan atau Sanggah. Hal ini disebabkan karena bayi telah disucikan, sehingga dibenarkan masuk ke dalam merajan. “Pelaksanaan upacara di merajan mengacu kepada palinggih Bhatara Hyang Guru yang tak lain adalah leluhur kita yang manumadi atau reinkarnasi ke dalam diri si bayi, ” ujar Ida Pedanda Gede Manara Putra Kekeran.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI
Selain itu, adanya pelaksanaan Madagang-dagangan adalah sebagai simbol permohonan kehadapan Sang Hyang Widi agar nantinya setelah bayi menjadi dewasa dianugerahkan kawigunan atau profesi. Dalam sastra agama dijelaskan bahwa setiap manusia lahir ke dunia, telah memiliki garis tangan atau wiguna yang banyaknya sepuluh wiguna. Yakni, Guna Resi, di mana seoarang mampu menjadi sulinggih atau brahmana.
Guna Wibawa adalah seseorang akan mampu menjadi pejabat pemerintahan. Guna Balian, di mana seseorang akan mampu menjadi dukun atau dokter. Guna Dagang, seseoarang akan mampu menjadi pedagang. Guna Pacul, di mana seseorang mampu menjadi seoarang petani.
Selanjutnya Guna Sastra, di mana seseorang akan mampu menjadi penulis. Kemudian, Guna Dalang, di mana seseoarang akan mampu menjadi dalang. Guna Pragina, dimana seseoarang akan mampu menjadi penari, penabuh atau pelawak. Guna Sangging, dimana seseorang akan mampu menjadi pematung, pelukis, dan pemahat. Guna Tukang, seseoarang akan mampu menjadi tukang, serati, dan ahli teknik. Dengan penjelasan tersebut, setiap manusia yang lahir ke dunia telah disiapkan sepuluh kewigunan untuk mencari amertha kehidupan,” tutup Ida Pedanda Gede Menara Putra Kekeran.
(bx/gus /rin/yes/JPR) –sumber
Senin, 23 Mei 2022
BANTEN CANE
Suci 9 tamas cenik ala bajra Tabanan