Selasa, 28 Juni 2022

Melakukan Renungan Suci pada Malam Buda Wage Merakih







TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Setiap enam bulan sekali atau tepatnya 210 hari sekali, masyarakat Hindu di Bali melaksanakan hari raya Buda Wage Merakih.

Hari ini, Rabu (13/2/2019) merupakan hari raya Buda Wage Merakih.

Hari raya ini juga dikenal dengan nama Buda Cemeng Merakih.

Buda Wage Merakih merupakan hari raya yang dirayakan berdasarkan pertemuan Saptawara Buda (Rabu), Pancawara Wage, dan wuku Merakih.

Dalam lontar Sundarigama, terkait Buda Wage disebutkan;

Buda Waga, ngaraning Buda Cemeng, kalingania adnyana suksema pegating indria, Betari Manik Galih sira mayoga, nurunaken Sang Hyang Ongkara Mertha ring sanggar, muang ring luwuring aturu, astawakna ring seri nini kunang duluring diana semadi ring latri kala.

Artinya berdasarkan terjemahan lontar Sundarigama yang diterbitkan oleh Parisada Hindu Darma Kabupaten Tabanan tahun 1976 yakni:


Buda Waga, juga disebut Buda Cemeng.
Maknanya ialah, mewujudkan inti hakekat kesucian pikiran, yakni dengan memutuskan atau mengendalikan sifat-sifat kenafsuan atau indria.

Hari ini merupakan payogan Bhatari Manik Galih, dengan jalan menurunkan Sang Hyang Omkara Amrta (inti hakekat kehidupan), di luar ruang lingkup dunia skala.

Maka dalam hal ini patut melakukakan persembahan berupa canang wangi-wangi.

Pemujaan dilakukan di sanggar dan di atas tempat tidur serta menghaturkan persembahan kepada Sang Hyang Sri.

Pada malam harinya juga melakukan renungan suci.

Hal ini bertujuan untuk menenangkan pikiran, dan memperoleh kedamaian serta kebahagiaan. (*) –sumber


Nyeda Raga Pada Proses Mediksa

 


Cerita mistis sangat lekat dengan tradisi Bali. Salah satunya adalah saat Madiksa yang melalui prosesi ‘Nyeda Raga’ atau ‘Mati Raga’. Kala itu diyakini banyak gangguan yang muncul dari alam niskala.

Pada saat upacara ‘Nyeda Raga’ dilaksanakan, sesaat sebelumnya pasti dilaksanakan persiapan, baik secara sekala maupun niskala. Secara sekala, sanak saudara yang sangat dipercaya akan ditempatkan di ring satu atau barisan terdepan untuk mengamankan prosesi. “Sedangkan secara niskala dilaksanakan ritual tertentu untuk pengamanan yang dilakukan oleh orang-orang khusus dengan kesaktian yang mumpuni,” ujar Penulis Keagamaan, I Nyoman Kanduk Supatra kepada Bali Express (Jawa Pos Group).

 - JUAL ES KRIM PERNIKAHAN KLIK DISINI

Dikatakan Kanduk, dahulu pernah ada cerita saat dilaksanakan ‘Nyeda Raga’, secara tiba-tiba ‘serangan’ datang tengah malam. Entah darimana datangnya seekor ayam hitam terbang menuju ke tempat upacara ‘Nyeda Raga’. Walaupun tak langsung menuju ke sosok yang sedang ‘Nyeda Raga’, kehadiran ayam hitam tersebut tentu membuat pangabih (penjaga urusan sekala niskala) terkaget-kaget. Hal ini membuat seluruh pangabih menjadi siaga dan memperhatikan gerak-gerik ayam tersebut.Tak lama kemudian, ayam tersebut hilang di tengah gelapnya malam.

Semua pangabih meyakini bahwa ayam tersebut merupakan perwujudan manusia sakti yang bertujuan untuk menggagalkan upacara ‘Nyeda raga’. Dapat disimpulkan bahwa, Madiksa yang tujuannya adalah untuk menapaki kesucian saja mendapat gangguan yang bersifat magis, apalagi yang menjadi ‘bangke matah’ saat pementasan Calonarang.

“Jelas, tujuanya adalah untuk mencoba diri atau menguji kawisesan atau kesaktian ilmu yang dimiliki,” tutup Kanduk

(bx/gus /rin/yes/JPR) –sumber

Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan






Diceritakan pada abad ke 17, sosok penguasa Nusa Penida, yakni, Ida Ratu Gede Mecaling sempat tinggal di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar. Selama tinggal disana Ia gemar melakukan semedi, agar tidak ada yang mengganggu maka ia menciptakan sebuah pagar gaib agar orang yang mendekatinya, menjadi ketakutan.

Hal ini membuat resah warga Batuan, maka I Dewa Agung Anom, Raja Sukawati kala itu mengutus Patih I Dewa Babi untuk mengusir I Gede Mecaling dari Desa Baturan. I Gede Mecaling menantang Dewa Babi untuk bertanding ilmu menggunakan sarana babi guling. Babi guling milik I Gede Mecaling kakinya diikat dengan tali pelepah pisang dan milik Dewa Babi diikat dengan tali benang. Guling siapa yang ikatannya putus pertama saat dipanggang maka harus meninggalkan Desa Batuan. Dalam adu ilmu tersebut, Ratu Gede Mecaling kalah dan akhirnya diusir dari Batuan dan kembali ke Nusa Penida.


Merasa dicurangi, Ratu Gede Mecaling mengutuk warga Batuan bahwa setiap Sasih Kelima (mulai besok) hingga Sasih Kepitu, pasukan mahkluk halus Ratu Gede Mecaling akan mencari tetadahan (tumbal) di Desa Batuan. Dan barangsiapa warga Batuan yang datang ke Nusa Penida dan mengaku dirinya dari Batuan akan celaka. Benar saja, setiap Sasih Kelima di Batuan ada saja yang meninggal tak wajar, Seorang Pemangku menyarankan pada sasih kalima sampai kesanga agar masyarakat tidur di bawah tempat tidur supaya dilihat seperti babi.

Lama-kelamaan warga merasa jenuh dengan bayang-bayang Ratu Gede Mecaling, Ida Bhatara yang berstana di Pura Desa Batuan memberikan bisikan kepada jro mangku untuk menyuguhkan tarian Rejang Sutri dan Gocekan sebagai penyambutan datangnya Ida Ratu Gede Mecaling bersama pasukan mahkluk halusnya ke Desa Batuan. Diharapkan dengan menonton tarian itu dapat meluluhkan dendam beliau.

Namun pada masa kini beberapa warga Batuan sudah sering melakukan persembahyangan ke Pura Dalem Ped Nusa Penida, tempat berstananya Ratu Gede Mecaling, dan tak terjadi apa-apa, semoga beliau melupakan kejadian masa lalu dan memberikan keselamatan kepada kita.

Cara Mengatasi Ilmu Pelet Pengasih atau Ilmu Guna-Guna







Om swastyastu..

Kali ini kami kembali lagi dengan tajuk yang agak lebih menarik untuk dibincangkan. setelah kemarin kami mencoba memaparkan tentang Ilmu pelet pengasih atau ilmu guna guna dan tentang ilmu kawisesan kiri atau Ilmu Liak (leak), berikut ini kami akan mencoba mengumpulkan cara beserta beberapa ilmu yang sempat kami baca, terapkan dan beberapa info yang biasanya digunakan untuk menghilangkan pengaruh Ilmu pelet pengasih atau ilmu guna guna tersebut.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

kami ingat kan kembali, bahwa Ilmu pelet pengasih atau ilmu guna guna itu tidak akan sehebat isu yang dihembuskan bilamana yang menggunakan tersebut orangnya belum memahami tehnik kawisesan. seperti halnya mobil canggih yang lengkap dengan semua fasilitas pendukungnya. apabila dikendarai atau dipakai oleh orang awam apalagi belum pernah mengendarai mobil maka ilmu / alat tersebut tidak akan jalan, andai jalan palingan cuma sekedar jalan dan efeknya tidak seberapa. tetapi bila digunakan oleh orang yeng berkompeten dibidang kawisesan, alat tersebut akan sangat manjur.. jadi tidak usah terlalu risau.

Berbahaya atau tidak, itu semua tergantung pemakainya.

Analoginya sebilah pisau, bila digunakan oleh tukang masak maka akan berguna untuk orang lain, tapi bila digunakan oleh penjahat maka pisau tersebut bisa digunakan untuk menyakiti hingga membunuh orang lain.

Menurut pemahaman kami, menimbang dari berbagai masukan tetua yang sempat ditemui saat mulai mengenal dunia keilmuan, Ilmu pelet pengasih atau ilmu guna guna itu boleh dipergunakan oleh :



Orang cacad fisik
Orang yang dihina atau direndahkan serta dicemooh
Orang yang susah mencari pasangan hidup tapi umurnya sudah mendekati masa pasif: umur 35 tahun bagi wanita (atau mendekati masa monopose) dan umur 40 tahun bagi lelaki.



Jadi intinya Ilmu pelet pengasih atau ilmu guna guna boleh digunakan oleh orang yang jauh dari harapan dan andai kata terpaksa menggunakan ilmu tersebut tentunya tidak boleh sampai menyakiti.

Baiklah, berikut ini cara untuk membebaskan dan memunahkan efek dari Ilmu pelet pengasih atau ilmu guna guna tersebut, baik dengan sarana benda maupun dengan menggunakan ilmu kawisesan.




Tehnik menggunakan ilmu kawisesan - MANTRA

Terlebih dahulu gunakanlah 2 mantra berikut ini :




Iki Pengater Mantra

Mantranya : Ong ang ung, teka ater 3x, ang ah, teka mandi 3x, ang.
BACA JUGA
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Muput Piodalan Alit di Merajan / Sanggah




Iki Pangurip Mantra (saluwiring mantra wenang)

Mantranya : Ong betare indra turun saking suargan, angater puja mantranku, mantranku sakti, sing pasanganku teka pangan, rumasuk ring jadma menusa, jeneng betara pasupati. Ong ater pujanku, kedep sidi mandi mantranku, pome.

Ang urip ung urip mang urip, teka urip 3x urip, bayu urip sabda urip idep urip, teka urip 3x, jeneng.




Setelah menggunakan mantra tersebut, silahkan pilih tehnik kawisesan berikut ini:

Iki Pamancut salwiring guna (kaliput baan guna)


Sarananya: Toya ring batok areng, atau Yeh pasereyan tunun, mandikan orang yang terkena

Mantranya : idep aku meme bapa pertiwi akasa, saguna japa mantra lekas, sama kamisayan, satru musuhku wus, kabancut 3x.

Panglebur lara

Iki panglebur lara roga, mwang kenēng upa drawa, mwang dening durjana, mwang ipyan ala, kalebur dēnya

Sarananya : air putih

Mantranya : sang, bang, tang, ang, ing, tirta paritra, ang ung mang enyana, Om mrtha.




Sumber : cakepane.blogspot.com

Pura Anjasmoro Jombang Jawa Timur

 Pura Anjasmoro, terletak di Dusun Jarak, Desa Wonosalam, Jombang, Jawa Timur. Pada umumnya pura ini tak jauh beda dengan pura-pura yang lain. Memiliki satu padmasana, satu penglurah dan satu candi yang didalamnnya terdapat patung dewa surya.


Pemangku pura Anjasmoro Romo Mangku Supri Hardianto sedang memimpin persembahyangan.

Pura ini hanya memiliki satu plangkiran yang terdapat di madya Madala. Plangkiran ini diletakkan di tiang tepat di depan pintu tengah masuk ke Utama Mandala. Biasanya digunakan ketika pembelajaran anak pasraman.


Pura ini hanya memiliki satu Kran air bersih yang terletak di Madya Mandala tepatnya di sebelah kanan sudut pada saat masuk ke Madya Mandala. Air ini digunakan sebagai pernyucian atau permbersihan ketika masuk ke Utama Mandala.


Tampilan pagar Pura Anjasmoro jika dilihat dari luar depan pintu masuk Madya Mandala.


Meja yang digunakan ketika melaksanakan persembahyangan.


Penglurah yang terdapat di sebelah kiri Padmasana

 Padmasana Pura Anjasmoro.


Candi dibagian kanan Padmasana Pura Anjasmoro


Plang Nama Pura yang terbuat dari Kayu.

Tampilan Pura Anjasmoro pada Utama Mandala

Pintu Masuk ke Madya Mandala Pura Anjasmoro





Terdapat satu patung yang terletak pada samping kiri padmasana

Untuk Nista Mandala masih dalam tahap pembangunan.

Sabtu, 25 Juni 2022

Makna “Melukat”












MELUKAT merupakan bagian dari pelaksaan upacara Manusa Yadnya, yang memiliki tujuan untuk membersihkan dan menyucikan pribadi secara lahir dan batin. Yang dibersihkan ialah hal negatif dan malapetaka yang diperoleh dari dosa-dosa baik berasal dari sisa perbuatan terdahulu atau Sancita Karmaphala maupun dari perbuatan hidup saat ini.
Pengertian Melukat

Melukat berasal dari kata “lukat” dalam Bahasa Kawi-Bali berarti bersihin, ngicalang. Jika dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “lukat” berarti melepaskan (tentang barang yang dilekatkan). Kemudian mendapat awalan “me” menjadi melukat yang diartikan melakukan suatu pekerjaan untuk melepaskan sesuatu yang melekat dinilai kurang baik melalui upacara keagamaan secara lahir dan batin.
Makna Melukat

Melaksanakan upacara melukat merupakan salah satu usaha untuk membersihkan dan menyucikan diri pribadi agar dapat mendekatkan diri pada yang suci yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang tak lain merupakan tujuan akhir dari pada kehidupan manusia. Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah Maha Suci dan tentu merupakan sumber Kesucian. Maka sangat diperlukan adanya kesucian dalam pribadi kita untuk dapat mendekatkan diri dengan Beliau yang Maha Suci. Dan dengan melukat merupakan salah satu upayanya.
Dalam Pustaka Suci “Manawa Dharma Sastra” Bab V sloka 109, dinyatakan sebagai berikut :
“Adbhir gatrani cuddhyanti manah satyena cuddhyti,cidyatapobhyam buddhir jnanena cuddhyatir.”
Artinya :

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dengan ilmu dan tapa, akal dibresihkan dengan kebijaksanaan.
Apabila makna dan arti sloka tuntunan ini dihayati secara mendalam, maka melukat menggunakan sarana air untuk pembersihan tubuh secara lahir (sekala), sedangkan untuk sarana penyucian menggunakan Tirtha Penglukatan, yang mana telah dimohonkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa oleh pemimpin upacara melalui doa,puja dan mantram dengan diikuti oleh yang akan melukat.
Jenis Upacara Melukat
Jika ditinjau dari pelaksanaan dan tujuan upacaranya. Ada 7 macam upacara melukat, yaitu sebagai berikut :
Melukat Astupungku, untuk membersihkan dan menyucikan malapetaka seseorang yang diakibatkan oleh Pengaruh hari kelahiran dan Tri Guna (Satwam, Rajas, Tamas) yang tidak seimbang dalam dirinya.
Melukat Gni Ngelayang, untuk pengobatan terhadap seseorang yang sedang ditimpa penyakit.
Melukat Gomana, untuk penebusan Oton atau hari kelahiran yang diakibatkan oleh pengaruh yang bernilai buruk dari Wewaran dan Wuku. Misalnya pada mereka yang lahir pada wuku Wayang.
Melukat Surya Gomana, untuk melepaskan noda dan kotoran yang ada pada diri Bayi. Misalnya pada saat Nelu Bulanin.
Melukat Semarabeda, untuk menyucikan Sang Kama Jaya dan Sang Kama Ratihdari segala noda dan mala pada upacara Pawiwahan (Perkawinan).
Melukat Prabu, untuk memohonkan para pemimpin agar kelak dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan kejayaan dan kemakmuran.
Melukat Nawa Ratna, dapatkan dikatakan mempunyai makna yang sama dengan Melukat Prabu.
Selain melukat berdasarkan upacaranya, juga terdapat melukat untuk membersihkan diri secara sekala dan niskala melalui tempat suci seperti Tirtha Empul, Sebatu dll. Dan jika ingin melukat yang lebih sederhana dirumah bisa dengan melukat menggunakan Bungkak Nyuh Gading. Dewasa yang baik adalah pada Rahina Purnama.
Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma. –sumber



istilah NARAKA


Avīci hell in Buddhism | KASKUS
istilah NARAKA itu sudah digunakan oleh kaum Buddha lebih dari 2600 tahun yang lalu,
secara leterlek NARAKA baik dalam Bhs Sanskerta & Pali berarti 'TERBAKAR',
istilah lain yang digunakan oleh kaum Buddha yang bersinonim dng NARAKA adalah NIRAYA yang terdiri dari 2 kata NIR + AYA.
Nir = TIADA
Aya = KEBAJIKAN
NIRAYA = TIADA KEBAJIKAN,
ajaran Buddha yang telah ada lebih dari 2600 tahun yang lalu mengajarkan adanya 31 DIMENSI ALAM KEHIDUPAN, berdasar pada sifat kehidupannya dikelompokkan ke dalam 2 kelompok alam besar, yaitu SUGATI dan DUGATI.
SU = akar kata dari kata SUKHA = KEBAHAGIAAN
DU = akar kata dari kata DUKHA = PENDERITAAN
GATI = akar katanya adalah GA = PERGI / MENUJU KE.
SUGATI = Pergi / menuju ke dalam ALAM KEBAHAGIAAN.
DUGATI = Pergi / menuju ke dalam ALAM PENDERITAAN.
yang meliputi SUGATI yaitu:
1] Empat Alam Tiada Wujud & Bentuk (Arupadhatu)
2] Enam Belas Alam Cahaya (Rupadhatu)
3] Enam Alam Kebahagiaan Inderawi (Surga-loka)
4] Alam Manusia (Manussa-loka)


yang meliputi DUGATI yaitu:
1] Alam Binatang (Tirancchana-loka)
2] Alam Para Raksasa/Jin (Asura-loka)
3] Alam Para Hantu (Peta-loka)
4] Alam Naraka (Naraka-loka)
naaah, karena itu di dalam di dalam naskah Tipitaka (Kitabnya kaum Buddha) NARAKA sering diartikan TERBAKAR KE DALAM API PENDERITAAN KARENA TIDAK ADANYA KEBAJIKAN.
===========
istilah SURGA sendiri juga berasal dari Bhs Sanskerta & Pali, yang terdiri dari 2 kata yaitu SU + ARGA (Pali: AGGA)
SU = akar kata dari kata SUKHA = KEBAHAGIAAN
ARGA (Pali: AGGA) = PUNCAK
dalam tatabahasa Sanskerta penggabungan SU+ARGA (SUARGA) penulisan aksaranya adalah SVARGA.
dalam tatabahasa Pali penggabungan SU+AGGA (SUAGGA) penulisan aksaranya adalah SAGGA.
SUARGA, SVARGA, SAGGA, SURGA = PUNCAK KEBAHAGIAAN.

Dagang Banten Bali


===========
SURGA dan NARAKA sesungguhnya adalah tentang
KEBAHAGIAAN dan PENDERITAAN.
Dua (2) kondisi yang saling bertolak belaka yang apa adanya menggerakkan hidup semua wujud diri yang ada dalam seluruh dimensi kehidupan ini, YANG AKHIRNYA 2 kondisi tersebut MEMPROYEKSIKAN segala jenis KESADARAN & PIKIRAN yang ada pada semua wujud diri yang ada di seluruh kehidupan ini.
jadi SURGA dan NARAKA itu adalah PROYEKSI dari KESADARAN dan PIKIRAN dari para wujud diri (makhluk) itu sendiri, BUKAN HASIL CIPTAAN untuk memberikan HUKUMAN atau BERKAH yang di dasarkan pada KEPUTUSAN KEHENDAK dari SUATU SATU DIRI TERTENTU, yang mana SATU DIRI TERTENTU TERSEBUT lantas dalam Kepercayaan Abrahamik (Yahudi, Kristen dan Islam) dipanggil pake nama panggilan ALLAH.