Sabtu, 03 September 2022

Pengertian, Jenis-Jenis dan Contoh Panca Yadnya

 



Arti Panca Yadnya

Kata Panca Yadnya terdiri dari dua kata, yaitu kata Panca dan YadnyaPanca berarti Lima, Yadnya berarti persembahan suci. Kata Yadnya berasal dari Bahasa Sanskerta dari urat kata Yāj dan masuk dalam kelas kata maskulinum yang berarti orang yang berkorban.

Jadi Panca Yadnya berarti lima persembahan suci dengan tulus ikhlas.

Dalam melaksanakan sebuah Yadnya hendaknya diketahui syarat-syarat Yadnya. Adapun syarat-syarat sebuah yadnya, meliputi:

  1. Harus dilandasi dengan keikhlasan yang disertai kesucian hati,
  2. Didasari dengan cinta kasih yang diwujudkan dengan rasa bhakti yang tulus, cinta kepada sesama, cinta kepada binatang dan cinta kepada lingkungan,
  3. Yang harus dilakukan sesuai kemampuan agar tidak menjadi beban bgi kita,
  4. Beryadnya harus dilandasi perasaan beryadnya sebagai sebuah kewajiban.

Jenis-jenis Panca Yadnya

Sebelum membahas jenis-jenis Panca Yadnya dan penjelasannya, akan dijelaskan terlebih dahulu latar belakang munculnya Yadnya. Pada setiap manusia yang terlahir ke dunia ini sudah membawa hutang yang jumlahnya tiga yang disebut Tri Rna. Tentang Tri Rna dimuat dalam Kitab Manawa Dharmasastra VI.35, sebagai berikut:

Rinani trinyapakritya manomok-
Se niwecayet
Anapakritya moksam tu sewama-
No wrajatyadhah

Artinya:

Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya ( kepada Tuhan, kepada Leluhur dan kepada Orangtua), hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk memcapai kebebasan terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir itu tanpa menyelesaikan tiga macam hutangnya akan tenggelam ke bawah.

Tiga macam hutang yang dibawa sejak lahir, seperti:

  1. Dewa Rna yaitu hutang kepada para Dewa/Ida Sang Hyang Widhi karena telah menciptakan dan memberikan kita hidup,
  2. Pitra Rna yaitu hutang kepada Leluhur baik yang sudah meninggal maupun orangtua yang masih hidup. Kita berhutang kepada leluhur karena Beliau telah menghidupi kita, merawat, mendidik, mengasuh dari sejak dalam kandungan sampai menjadi manusia dewasa, dan
  3. Rsi Rna yaitu hutang kepada para Resi pendahulu kita yang telah menerima wahyu Tuhan berupa Weda sehingga kita memahami ajaran agama maupun kepada para sulinggih yang telah menyucikan hidup kita.

Karena adanya hutang inilah dalam ajaran agama Hindu diharapkan dapat dibayar dengan melaksanakan Panca Yadnya. Bagian Panca Yadnya terdiri dari Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa yadnya dan Bhuta Yadnya.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Maka Dewa Rna dibayar dengan Dewa yadnya dan Bhuta yadnyaPitra Rna dibayar dengan Pitra yadnya dan Manusa yadnya, terakhir Rsi Yadnya digunakan untuk membayar Rsi Rna.

Untuk lebih memahami Tri Rna dan Panca Yadnya, disajikan 2 Pupuh Kumambang seperti di bawah ini:

  1. Teri Rena tetiga utange sami,
    Siki Dewa Rena,
    Pitra Rena kaping kalih,
    Resi Rena nomer tiga.
  2. Ngiring taur utange punika sami,
    Srana Panca Yadnya,
    Ring Dewa Pitara Resi,
    Ring Manusa Miwah Bhuta.

Dari pupuh di atas dapat kita rinci bagian Panca Yadnya meliputi:

Dewa Yadnya adalah persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi dan para Dewa. Yadnya kepada Ida Sang Hyang Widhi dapat dilakukan setiap hari , juga dapat dilakukan dengan cara berkala. Seperti dengan melaksanakan:

  • Tri Sandhya setiap hari,
  • Melaksanakan upacara pada hari Purnama, Tilem, piodalan di Pura, Siwaratri, Saraswati, Galungan, Kuningan.

Tujuan melaksanakan Dewa Yadnya adalah:

  • untuk mengucapkan terima kasih,
  • memohon agar dijauhkan dari mara bahaya,
  • memohon pengampunan,
  • memohon anugrah kepada Ida Sang Hyang Widhi dan manifestasi-Nya.

Pitra yadnya adalah persembahan kepada para leluhur dan Bhetara-bhetari. Pelaksanaan Pitra Yadnya dapat dilakukan dengan:

  • menunjukkan prilaku yang luhur dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud bakti kepada leluhur yang masih hidup,
  • melakukan upacara kematian terhadap leluhur yang telah meninggal dapat dilakukan dengan dua cara, meliputi; upacara penguburan mayat dan upacara pembakaran mayat. Upacara penguburan dan pembakaran mayat disebut dengan nama Upacara Ngaben.

Upacara Ngaben dalam pelaksanaannya terdiri dari dua tahap yaitu:

  • Sawa Wedana yaitu upacara pembakaran/penguburan badan kasar sebagai simbul atau makna mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke asalnya.
  • Atma Wedana yaitu upacara pembakaran/penguburan tahap kedua yaitu pembakaran badan halus (Suksma Sarira) yang disimbulkan dengan Sekah atau Upacara ini lebih dikenal dengan nama Nyekah, Mamaukur, Ngasti, Maligia dan Ngeroras. Tujuan Upacara Atma Wedana adalah untuk meningkatkan status roh leluhur menjadi Dewa Hyang.

Rsi Yadnya adalah persembahan kepada para Resi atau guru yang telah memberikan penyucian. Yang tergolong ke dalam Rsi Yadnya adalah:

  • Upacara Eka Jati atau Mewinten yaitu upacara pengukuhan seseorang menjadi Pinandita atau Pemangku. Tugas dan kewenangan Eka Jati seperti:
    • bertanggung jawab pada pura dimana tempat orang di winten,
    • menyelesaikan upacara di lingkungan masyarakat sekitar.
  • Upacara Dwi Jati atau Mediksa yaitu upacara pengukuhan seseorang menjadi Pendeta atau sulinggih dengan kewenangan Ngloka pala sraya yang berarti tempat bagi masyarakat untuk memohon bantuan petunjuk agama.

Kewenangan seseorang yang sudah Dwi Jati, adalah:

  • menyelesaikan/muput suatu upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat,
  • memberikan pencerahan, pembinaan tentang ajaran agama dan bagaimana mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari kepada umat,
  • berhak mendapatkan Daksina,
  • berhak mendapatkan punia dan menerima Resi Bojana.

Manusa Yadnya adalah persembahan untuk kesucian lahir batin Manusia. Contoh-contoh pelaksanaan yadnya yang termasuk Manusa Yadnya, seperti:

  • Upacara Bayi dalam kandungan (Garbha Wadana/pagedong-gedongan).
  • Upacara bayi baru lahir,
  • Upacara kepus puser,
  • Upacara bayi berumur 42 hari (tutug kambuhan),
  • Upacara bayi berumur 105 hari (Nyambutin)
  • Upacara bayi satu oton ( otonan),
  • Upacara meningkat remaja ( yang laki disebut Ngraja Singa, yang wanita disebut Ngraja Sewala),
  • Upacara potong gigi ( matatah, mapandes, masangih),
  • Upacara perkawinan (wiwaha)

Bhuta Yadnya adalah persembahan kepada para Bhuta kala dan makhluk bawahan. Yang termasuk pelaksanaan Bhuta Yadnya, seperti:

  • Upacara Mecaru,
  • Ngaturang Segehan,
  • Upacara Taur
  • Upacara Panca Wali Krama (dilaksanakan setiap 10 tahun sekali di Pura Agung Besakih)
  • Upacara Eka Dasa Rudra (dilaksanakan setiap 100 tahun sekali di Pura Agung Besakih).

Pelaksanaan Panca Yadnya dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam pelaksanaan sebuah Yadnya tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya dalam melaksanakan satu Yadnya pasti yadnya yang lain dilaksanakan juga. Contohnya kita melaksanakan Dewa Yadnya seperti odalan di Pura. Odalan di Pura termasuk Dewa Yadnya. Dalam rangkaian upacara odalan di Pura diisi juga dengan upacara mecaru. Mecaru adalah pelaksanaan Bhuta Yadnya.

Jadi dalam Upacara Dewa Yadnya diisi juga dengan melaksanakan Bhuta Yadnya. Demikian juga yadnya yang lainnya.

Contoh-contoh pelaksanaan Dewa yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

  • Melakukan Tri Sandya tiga kali dalam sehari,
  • Selalu berdoa sebelum melakukan kegiatan,
  • Memelihara kebersihan tempat suci,
  • Mempelajari dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari,
  • Melaksanakaan persembahyangan pada hari-hari suci seperti Purnama, Tilem, Galungan, Kuningan, dll.

Contoh-contoh pelaksanaan Pitra Yadnya dalam kehidupan sehari-hari:

  • Berpamitan kepada orangtua kita sebelum berangkat kemanapun,
  • Menghormati orangtua dan melaksanakan perintahnya,
  • Menuruti nasehat orangtua,
  • Membantu dengan suka rela pekerjaan yang sedang dilakukan oleh orangtua,
  • Merawat orangtua yang sedang sakit, dll

Contoh-contoh pelaksanaan Rsi Yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

  • Rajin belajar,
  • Belajar yang tekun,
  • Menghormati Guru,
  • Menuruti peritah guru,
  • Mentaati dan mengamalkan ajarannya,
  • Memelihara kesehatan dan kesejahteraan orang suci seperti sulinggih, pemangku, dll.

Contoh-contoh pelaksanaan Manusa Yadnya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:

  • Tolong menolong antar sesama,
  • Belas kasihan terhadap orang yang menderita,
  • Saling menghormati dan menghargai sesama,
  • Rajin merawat diri,
  • Melaksanakan upacara untuk meningkatkan kesucian diri, seperti; metatah, mewinten, meotonan, dll.

Contoh-contoh pelaksanaan Bhuta yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

  • Merawat dan memelihara tumbuh-tumbuhan dengan baik,
  • Merawat binatang peliharaan dengan baik,
  • Menjaga kebersihan lingkungan,
  • Menyayangi makhluk lain, dll.

sumber

Sabtu, 27 Agustus 2022

Wastra

 



Wastra adalah kain berwarna - warni yang memiliki makna dan simbol tersendiri. Masang wastra berarti menghiasi setiap pelinggih dengan tedung, umbul-umbul dan kain-kain tertentu menjelang menjelang hari raya maupun pelaksanaan upacara yadnya dan piodalan.
Wastra putih-kuning biasanya dipasang pada palinggih-palinggih, kecuali taksu yang biasanya menggunakan warna merah atau panunggun karang dengan warna poleng.
Pemasangan wastra pada palinggih sesungguhnya merupakan salah satu wujud pemuliaan umat Hindu terhadap Tuhan. Wastra yang dipasang pada palinggih tersebut diibaratkan sebuah pakaian. Dengan demikian, perlakukan palinggih tersebut layaknya perlakukan kepada manusia yang sangat dihormati. Dengan demikian, ketika Tuhan, dewa-dewa, atau leluhur beristana di palinggih tersebut, diharapkan ‘’berpenampilan’’ indah.

Secara filosofi, memang banyak pandangan sebagai bentuk pemaknaan kain putih dan kuning. Namun, jika dilihat dari konsep Dewata Nawasanga, perpaduan warna putih dan kuning merupakan simbol kesejahteraan. Jadi, selama ini kebanyakan orang belum mengtahui jika sebenarnya, warna dasar ini yang melambangkan sebuah kesejahteraan untuk masyarakat Bali.
Di Bali, wastra juga biasanya disebut sebagai busana atau pengangge, khususnya wastra dalam penggunaan pelinggih yang dalam Piagem Besakih perihal Padma Bhuwana disebutkan pengertian dari simbol warna wastra atau pengangge pelinggih tersebut yaitu :
• Hitam artinya tanpa sifat atau manusia tidak mungkin melukiskan sifat-sifat Tuhan Yang Mahakuasa itu.
• Putih kuning artinya Tuhan sudah menunjukkan ciri-ciri niskala untuk mencipta kehidupan yang suci dan sejahtera. Putih lambang kesucian dan kuning lambang kesejahteraan.
• Merah melukiskan keberadaan Tuhan sudah dalam keadaan krida sebagai Tri Kona.
Sedangkan makna warna kain putih sebagai simbol kesucian disebutkan seperti halnya dalam penggunaan wastra yang digunakan dalam pelinggih Surya sebagai pesaksi dalam setiap upacara yadnya.


Rabu, 24 Agustus 2022

Nyiam tanah sema

 


Iri! Segala cara akan dilakukan untuk membuat orang lain menderita. Alasannya itu mungkin karena dendam atau persaingan bisnis bahkan ada karena warisan.
Salah satunya adalah (nyiam tanah sema) atau menabur tanah kuburan yang di lempar ke rumah korban atau warung korban.
Tidak heran jika di Bali masih banyak mendengar kejadian seperti ini, dan ada juga yang menabur tanah kuburan dicampur tulang hewan dengan doa-doanya.

Berikut ini adalah ciri-ciri rumah atau warung yang di Tabur tanah kuburan seperti, sakit yang tak wajar, bau Busuk, merasa ada yang mengawasi, makanan akan cepat basi, kadang pelanggan batal mampir sampai pendapatan menurun
Jika anda merasa rumah anda terkena tanah kuburan karena ulah musuh atau orang iri persaingan bisnis ini, maka anda harus waspada dan melakukan tindakan. Salah satu upaya adalah selalu sembahyang, kalau masyarakat Hindu Bali tetap Mesegeh pada Rahina Kajeng Kliwon, purnama, dan tilem. Lukat rumah menggunakan bungkak nyuh gading atau Tirta dari griya atau segara.


Minggu, 21 Agustus 2022

Banten Ayaban Tumpeng 11







Banten Ayaban Tumpeng 11 antara lain:

1. Banten Peras: 2 tumpeng
2. Banten Pengambian: 2 tumpeng
3. Banten Dapetan: 1 tumpeng
4. Banten Guru: 1 tumpeng
5. Banten Penyeneng: 3 tumpeng
6. Banten Pengiring (2 soroh): 1 tumpeng
7. Banten Gebogan.
8. Banten Sesayut.
9. Banten Rayunan.
10. Banten Teterag.
11. Jerimpen

Makna
1. Banten Peras
Kata “Peras” berarti “Sah” atau “Resmi”, dengan demikian penggunaan banten “Peras” bertujuan untuk mengesahkan dan atau meresmikan suatu upacara yang telah diselenggarakan secara lahir bathin.

2. Banten Pengambean
Pengambean berasal dari akar kata “Ngambe” berarti memanggil atau memohon. Banten Pengambeyan mengandung makna simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan para leluhur. Sehingga memunculkan makna untuk memohon tuntunan dan bimbingan hidup agar diarahkan dan diberikan penyinaran demi kehidupan yang lebih berkualitas.

3. Banten Dapetan
Banten dapetan disimbolkan sebagai wujud permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi agar dikaruniai atau dikembalikan kekuatan Tri Pramana termasuk kekuatan Tri Bhuwananya.

4. Banten Guru
Banten Guru ini sebagai lambang untuk memohon persaksian dari Tuhan sebagai Siwa Guru.

5. Banten Penyeneng
Penyeneng memiliki makna permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi, agar dianugerahi kehidupan baik untuk bhuwana agung dan bhuwana alit dalam keseimbangan/keselarasannya. Banten penyeneng ini berfungsi untuk mendudukan atau menstanakan Ida Sang Hyang Widhi Wtempat yang telah disediakan.
Selain itu Banten Penyeneng sebagai lambang konsep hidup yang berkeseimbangan, dinamis dan produktif

6. Banten Pengiring

Banten pengiring adalah sesajen yang alasnya adalah sebuah taledan/tamas, kemudian secara berturut-turut diisi pisang, buah-buahan, tebi, kue, dua buah tumpeng, sampian tangga dan canang genten.


7. Banten Gebogan
Gebogan merupakan simbol persembahan dan rasa syukur pada Tuhan/Hyang Widhi. Gebogan atau juga disebut Pajegan adalah suatu bentuk persembahan berupa susunan dan rangkaian buah buahan dan bunga.

8. Banten Sesayut
Banten sesayut berasal dari kata “sayut” atau “nyayut” dapat diartikan mempersilakan atau mensthanakan, karena sayut disimbulkan sebagai lingga dari Ista Dewata, sakti dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

9. Banten Rayunan
Rayunan juga sering disebut sebagai Ajuman/Sodan/Ajengan, yang mana dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina suci dan lain-lain.

10. Banten Teterag
Banten Teterag merupakan banten yang digunakan dalam upakara Yadnya dan difungsikan sebagai bentuk penyucian buana agung dan buana alit.

11. Jerimpen
Banten jerimpen adalah merupakan simbol permohonan kehadapan Tuhan beserta manifestasiNya (Asta Aiswarya) jerimpen selalu dibuat dua buah dan ditempatkan di samping kanan dan kiri dari banten lainnya, memakai sampyan windha (jit kokokan), windha berasal dari kata windhu yang artinya suniya, dan suniya diartikan Sang Hyang Widhi. Dua buah jerimpen mengandung maksud dan makna sebagai simbol lahiriah dan bathiniah.

Atasi Pamali dengan Caru Sederhana, Penyebabnya Dipindah Atau Pralina

 


Mengatasi pamali sebenarnya susah-susah gampang. Susah kalau sumber psmali sulit ditemukan, dan gampang jika tahu cara yang tepat untuk mengatasinya.

Pinandita Ketut Pasek Swastika mengatakan, caranya tentu dengan memindahkan atau memperbaiki benda yang menyebabkan pamali. Selanjutnya ada sarana berupa banten berupa caru pamali. “Sebenarnya dengan memindahkan saja sudah selesai masalahnya. Namun, ada konsep para bhakta dan apara bhakta,” ungkapnya.

Para bhakta, menurutnya merupakan manusia yang telah memiliki tingkat spiritual yang tinggi. “Misalnya kita adalah seorang yogi yang bisa langsung berhubungan atau berkomunikasi dengan alam gaib, tentu bisa mengatasi pamali meski tanpa sarana,” ujarnya. Namun, sebagai apara bhakta, manusia dalam tingkatan spiritual yang belum mumpuni punya keterbatasan, sehingga memerlukan sarana. “Ini juga berkaitan dengan nilai rasa. Sehingga kita benar-benar merasa puas dan yakin telah menyelesaikan permasalahan berupa pamali itu,” imbuhnya.

Pinandita berusia 58 tahun tersebut, mengaku punya pengalaman langsung soal pamali. Suatu ketika, rebung bambu milik keluarganya lewat ke tegalan orang lain. Ayah beliau yang merupakan seorang sulinggih kemudian mengeluhkan sakit di pinggang. Pinandita Pasek pun diminta untuk mengecek ke arah selatan dari rumah.




“Ternyata benar ada mbung (rebung) yang lewat pagar tegalan,” ujarnya.
Berdasarkan petunjuk orang tuanya, Pinandita Pasek kemudian membawa nasi kepel tiga beralaskan daun pisang dua lembar yang ditumpuk dengan bagian bawahnya saling bertemu untuk dihaturkan di lokasi sebelum rebung dipotong.

“Itu caru pamali paling sederhana. Mantranya adalah Om, Om, Om, Ih ta kita sang pamali, manusanta angaturken segehan kepelan telung kepel. Ayuwa ta kita ngrabeda, awehing manusanta kadigayusan mangda sukerta, rahayu, rahajeng,” paparnya.

Nasi tersebut kemudian dioles-oleskan pada rebung. Setelah itu, diberikan tabuh arak berem. Setelah dirasa cukup, dilakukan pemotongan rebung beserta sejumlah bambu yang diperkirakan akan lewat pagar lagi. Sebagian rebung dihancurkan dan digunakan untuk obat luar pinggang yang sakit. Sedangkan sisa bambu-bambu yang sudah diambil kemudian dipralina dengan cara dibakar.

“Benar saja. Tidak lama kemudian sakit pinggang beliau hilang. Percaya atau tidak, begitulah adanya,” ujarnya.

Lalu, bagaimana kalau bangunan mengalami kesalahan pengukuran, padahal sudah selesai dibangun? Konsekuensinya, dikatakannya dengan melakukan ubahan pada bagian yang salah atau secara berkala macaru untuk membuat rumah dan penghuninya harmonis. Namun demikian, ia juga mengatakan tingkatan pamali akan berpengaruh pada besar kecilnya caru yang diperlukan.

(bx/adi/rin/yes/JPR) –sumber


MAU TAHU APA YANG MEMBUAT BRAHMAN SENANG ?

 


JANGAN BANGGA DENGAN BANYAK SEMBAHYANG, PUASA DAN JAPAM KARENA ITU SEMUA BELUM MEMBUAT BRAHMAN SENANG.
MAU TAHU APA YANG MEMBUAT BRAHMAN SENANG ?
RSI
Wahai Brahman, aku sudah melaksana kan bhakti. Lalu manakah bhaktiku yang membuat Engkau senang ?
➖➖
BRAHMAN
SEMBAHYANG? Sembahyang mu itu untukmu sendiri, karena dengan mengerjakan sembahyang, engkau terpelihara dari perbuatan keji dan ingkar.
JAPAM? Japammu itu hanya untukmu sendiri, membuat hatimu menjadi tenang.
PUASA? Puasamu itu untukmu sendiri, melatih dirimu untuk memerangi hawa nafsumu sendiri.



RSI
Lalu apa bhaktiku yang membuat hatiMu senang Ya Brahman ?
➖➖
BRAHMAN
Yajna Sedekah, berbagi, Punia serta PERBUATAN BAIKmu.
Itulah yang membuat AKU senang, karena tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang susah, AKU hadir disampingnya.
Dan AKU akan mengganti dengan ganjaran Ribuan kali.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Nah, bila kamu sibuk dengan bhakti ritual dan bangga akan itu, maka itu tandanya kamu hanya mencintai dirimu sendiri, bukan Brahman.
Tapi, bila kau berbuat baik dan berkorban untuk orang lain, maka itu tandanya kau mencintai Brahman dan tentu Brahman senang karenanya.
Buatlah Brahman senang maka Brahman akan limpahkan rahmat-Nya dengan membuat hidupmu lapang dan bahagia.
SWAHA
🙏🙏🙏
🔃 @nyomadarmaika

Jumat, 19 Agustus 2022

Ade ne ngendah

 


Bagi umah Hindu Bali yang memiliki bayi baru lahir pasti memiliki kendala bayinya menangis terus menerus saat menjelang malam atau tengah malam dan terjadi pada saat menjelang hari-hari yang dianggap keramat, seperti sehari sebelum Kajeng Kliwon.
Orang Bali percaya hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan dari orang yang menjalankan ilmu leak yang sedang iseng saat mempraktekan ilmunya dengan mengganggu sang bayi.


Istilah Balinya “ade ne ngendah” yang artinya ada orang yang mengganggu, sehingga di batu tempat ari-ari ditanam, akan ditaruh kurungan ayam dan lampu, dan ditanam pandan berduri, bertujuan orang yang berilmu leak tidak dapat mengganggu sang bayi.
Adapun upacara untuk melindungi sang bayi setiap hari hingga dilaksanakannya 3 bulanan, ada 2 cara yang hingga kini masih dipercaya, yaitu membuat Perlindungan di Tempat Ari-ari dan perlindungan di Kamar.
payanadewa,com