Senin, 06 Maret 2023

Bhagavadgita Karma Yoga Perbuatan Dalam Kesadaran Krishna





Bhagavadgita Bab V - Karma Yoga Perbuatan Dalam Kesadaran Krishna

Bhagavad-gita 5.1
5.1 Arjuna berkata; O Krsna, pertama-tama Anda meminta supaya hamba melepaskan ikatan terhadap pekerjaan, kemudian sekali lagi Anda menganjurkan bekerja dengan bhakti. Sekarang mohon memberitahukan kepada hamba secara pasti yang mana di antara keduanya lebih bermanfaat?

Bhagavad-gita 5.2
5.2 Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menjawab; Melepaskan ikatan terhadap pekerjaan dan bekerja dalam bhakti maka kedua-duanya bermanfaat untuk mencapai pembebasan. Tetapi diantara keduanya, pekerjaan dalam bhakti lebih baik daripada melepaskan ikatan terhadap pekerjaan.

Bhagavad-gita 5.3
5.3 Orang yang tidak membenci atau pun menginginkan hasil atau pahala dari kegiatannya dikenal sebagai orang yang selalu melepaskan ikatan. Orang seperti itu, yang bebas dari segala hal yang relatif, dengan mudah mengatasi ikatan material dan mencapai pembebasan sepenuhnya, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.

Bhagavad-gita 5.4
5.4 Hanya orang yang bodoh membicarakan bhakti (karma yoga) sebagai hal yang berbeda dari mempelajari dunia material secara analisis (sankhya). Orang yang benar-benar bijaksana mengatakan bahwa orang yang menekuni salah satu di antara kedua jalan tersebut dengan baik akan mencapai hasil dari kedua-duanya.

Bhagavad-gita 5.5
5.5 orang yang mengetahui bahwa kedudukan yang dicapai dengan cara belajar secara analisis juga dapat dicapai dengan bhakti, dan karena itu melihat bahwa pelajaran analisis dan bhakti sejajar, melihat hal-hal dengan sebenarnya.

Bhagavad-gita 5.6
5.6 Kalau seseorang hanya melepaskan segala kegiatan namun tidak menekuni bhakti kepada Tuhan, itu tidak dapat membahagiakan dirinya. Tetapi orang yang banyak berpikir yang menekuni bhakti dapat mencapai kepada Yang Mahakuasa dengan segera, wahai yang berlengan perkasa.

Bhagavad-gita 5.7
5.7 Orang yang bekerja dalam bhakti, yang menjadi roh yang murni, yang mengendalikan pikiran dan indria-indria, dicintai oleh semua orang, dan diapun mencintai semua orang. Walaupun dia selalu bekerja, dia tidak pernah terikat.




Bhagavad-gita 5.8
Bhagavad-gita 5.9
5.8-9 Walaupun orang yang sadar secara rohani sibuk dapat melihat, mendengar, meraba, mencium, makan, bergerak ke sana ke mari, tidur dan tarik nafas, dia selalu menyadari di dalam hatinya bahwa sesungguhnya dia sama sekali tidak berbuat apa-apa. Ia mengetahui bahwa berbicara, membuang hajat, menerima sesuatu, membuka atau memejamkan mata, ia selalu mengetahui bahwa hanyalah indria-indria material yang sibuk dengan obyek-obyeknya dan bahwa dirinya menyisih dari indria-indria material tersebut.

Bhagavad-gita 5.10
5.10 Orang yang melakukan tugas kewajibannya tanpa ikatan, dengan menyerahkan hasil perbuatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak dipengaruhi oleh perbuatan yang tidak berdosa, ibarat daun bunga padma yang tidak disentuh oleh air.

Bhagavad-gita 5.11
5.11 Para yogi melepaskan ikatan, bertindak dengan badan, pikiran, kecerdasan dan bahkan dengan indria-indria pun hanya dimaksudkan untuk penyucian diri.

Bhagavad-gita 5.12
5.12 Orang yang berbhakti secara mantap mencapai kedamaian yang murni karena dia mempersembahkan hasil segala kegiatan kepada-Ku; sedangkan orang yang tidak bergabung dengan Yang Mahasuci, dan kelobaan untuk mendapat hasil dari pekerjaannya, menjadi terikat.

Bhagavad-gita 5.13
5.13 Apabila makhluk hidup yang membadan mengendalikan sifatnya dan secara mental melepaskan ikatan terhadap segala perbuatan, ia akan tinggal dengan bahagia di kota yang mempunyai sembilan pintu gerbang (badan jasmani), dan ia tidak bekerja ataupun menyebabkan pekerjaan dilakukan.

Bhagavad-gita 5.14
5.14 Sang roh di dalam badan, penguasa kota badannya, tidak menciptakan kegiatan, tidak menyebabkan orang bertindak ataupun menciptakan hasil perbuatan. Segala hal tersebut dilaksanakan oleh sifat-sifat alam material.

Bhagavad-gita 5.15
5.15 Tuhan Yang Maha Esa tidak mengambil kegiatan yang berdosa atau kegiatan saleh yang dilakukan oleh siapapun. Akan tetapi, makhluk yang berbadan dibingungkan karena kebodohan yang menutupi pengetahuan mereka yang sejati.

Bhagavad-gita 5.16
5.16 Akan tetapi, apabila seseorang dibebaskan dari kebodohan dengan pengetahuan yang membinasakan kebodohan, pengetahuannya mengungkapkan segala sesuatu, seperti matahari menerangi segala sesuatu pada waktu siang.

Bhagavad-gita 5.17
5.17 Apabila kecerdasan, pikiran, maupun kepercayaan dan tempat berlindung seseorang semua mantap dalam Yang Mahakuasa, dia disucikan sepenuhnya dari keragu-raguan mengetahui pengetahuan yang lengkap dan dengan demikian dia maju lurus menempuh jalan pembebasan.

Bhagavad-gita 5.18
5.18 Para resi yang rendah hati, berdasarkan pengetahuan yang sejati, melihat seorang brahmana yang bijaksana dan lemah lembut, seekor sapi, seekor gajah, seekor anjing dan orang yang makan anjing dengan penglihatan yang sama

Bhagavad-gita 5.19
5.19 Orang yang pikirannya telah mantap dalam persamaan dan kemerataan sikap, telah mengalahkan keadaan kelahiran dan kematian. Bagaikan Brahman mereka bebas dari kelemahan, dan karena itu mereka sudah mantap dalam Brahman.

Bhagavad-gita 5.20
5.20 Seseorang sudah mantap dalam kerohanian jika ia tidak merasa riang bila mendapatkan sesuatu yang menyenangkan ataupun menyesal bila ia mendapatkan sesuatu yang tidak menyenangkan, paham tentang dirinya sendiri, tidak dibingungkan, dan menguasai ilmu pengetahuan tentang Tuhan.

Cara mudah Mendapatkan penghasilan Alternatif yang bisa anda andalkan

Bhagavad-gita 5.21
5.21 Orang yang sudah mencapai pembebasan seperti itu tidak tertarik kesenangan indria-indria material, melainkan dia selalu berada dalam semadi, dan menikmati kebahagiaan di dalam hatinya. Dengan cara demikian, orang yang sudah insaf akan dirinya menikmati kebahagiaan yang tidak terhingga, sebab ia memusatkan pikirannya kepada Yang Mahakuasa.

Bhagavad-gita 5.22
5.22 Orang cerdas tidak ikut serta dalam sumber-sumber kesengsaraan, yang disebabkan oleh hubungan dengan indria-indria material. Wahai putera Kunti, kesenangan seperti itu berawal dan berakhir, karena itu, orang bijaksana tidak bersenang hati dengan hal-hal itu.

Bhagavad-gita 5.23
5.23 Kalau seseorang dapat menahan dorongan indria-indria material dan menahan kekuatan keinginan dan amarah sebelum ia meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang, maka kedudukannya baik dan ia berbahagia di dunia ini.

Bhagavad-gita 5.24
5.24 Orang yang berbahagia di dalam dirinya, giat dan riang di dalam dirinya, dan tujuannya di dalam dirinya, sungguh-sungguh ahli kebatinan yang sempurna. Dia mencapai pembebasan dalam Yang Mahakuasa, dan akhirnya dia mencapai kepada Yang Mahakuasa.

Bhagavad-gita 5.25
5.25 Orang yang berada di luar hal-hal yang relatif yang berasal dari keragu-raguan, dengan pikirannya tekun di dalam hati, selalu sibuk bekerja demi kesejahteraan semua makhluk hidup, dan bebas dari segala dosa, mencapai pembebasan Yang Mahakuasa.

Bhagavad-gita 5.26
5.26 Orang yang bebas dari amarah dan segala keinginan material, insaf akan diri, berdisiplin- diri dan senantiasa berusaha mencapai kesempurnaan, pasti akan mencapai pembebasan dalam Yang Mahakuasa dalam waktu yang dekat sekali.

Bhagavad-gita 5.27
Bhagavad-gita 5.28
5.27-28 Dengan menutup indria terhadap segala obyek indria dari luar, menjaga mata dan penglihatan dipusatkan antara kedua alis mata, menghentikan napas keluar dan masuk di dalam lobang hidung, dan dengan cara demikian mengendalikan pikiran, indria-indria dan kecerdasan, seorang rohaniwan yang bertujuan mencapai pembebasan menjadi bebas dari keinginan, rasa takut dan amarah. Orang yang selalu berada dalam keadaan demikian pasti mencapai pembebasan.

Bhagavad-gita 5.29
5.29 Orang yang sadar kepada-Ku sepenuhnya, karena ia mengenal Aku sebagai penerima utama segala korban suci dan pertapaan, Tuhan Yang Maha Esa penguasa semua planet dan dewa, dan penolong yang mengharapkan kesejahteraan semua makhluk hidup, akan mencapai kedamaian dari penderitaan kesengsaraan material.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Asta Widyasana

 

Astavidyasana berasal dari dua kata yakni Asta yang berarti delapan Vidya yang berarti pengetahuan. Jadi Astavidyasana adalah delapan tempat pengetahuan. Adapun bagian-bagaian dari Astavidyasana adalah sebagai berikut:
  1. Ananta
  2. Suksma
  3. Sivatama
  4. Ekarudra
  5. Ekanetra
  6. Trimurti
  7. Srikantha
  8. Sikhandi
Dalam Wrhaspati Tattwa (Vibhu dan Prabhu Sakti 14; Putra.hal 13) Ananta suci diperintahkan Tuhan untuk menembus dunia (Bhuvana) dan Angkasa (jagat) serta untuk meningkatkan Atman. Suksma yang suci menggantikan Ananta, Sivatama menggantikan Suksma, Ekarudra menggantikan Sivatama, Ekanetra menggantikan Ekarudra, Trimurti menggantikan Ekanetra, Srikantha menggantikan Trimurti, Sikhandi menggantikan Srikantha.

Reff: Putra, Sadia. 1998. Wrhaspati Tattwa, Surabaya: Paraminta.


Tirta Pingit, Diyakini Netralisir Mala di Pekarangan

 


Selain digunakan untuk melaksankan meditasi, di Pura Durga Kutri di I Desa Buruan, Blahbatuh, Gianyar, juga sering pemedek yang nunas tirta. Di mana yang digunakan sebagai ngerajeg karya agung, bahkan sampai tirta yang digunakan pamuput upacara Pitra Yadnya. Namun, tirta pingit tersebut hanya keluar pada hari tertentu saja.

Pengayah Pura Durga Kutri, I Nyoman Sudarmadi ketika diwawancarai Bali Express (Jawa Pos Group) mengatakan, sempat masyarakat setempat yang mengalami sakit secara serentak. Bahkan meluas ke seluruh wilayah Gianyar. Sehingga di sana dimohonkanlah tirta pingit tersebut. Agar kabrebeh jagat itu hilang.

“Bukan saja deman berdarah, tetapi juga ada yang beberapa mengalami mutaber dan sakit lain dengan jumlah warga yang sangat membludak,” papar pria kelahiran 1964 tersebut.

Disinggung cara untuk nunas (mohon) tirta pingit tersebut, Sudarmadi menjelaskan harus menggunakan sarana banten. Yang ia ketahui dengan banten cukup besar. Sebab tidak boleh ia katakan nunas pada waktu dan orang yang sembarangan. Bahkan harus melalui Jero Pemangku dengan banten yang lengkap, maka akan keluar tirta tersebut, dari sebuah goa kecil berada di tebing penataran pura. Kemudian ditunaslah dan dihaturkan pada semua krama.

Sudarmadi juga mengaku, ada juga yang nunas tirta di sana untuk melebur mala. Terlebih mala yang diyakini ada pada pekarangan. “Leteh pada pekarangan yang dimaksud adalah leteh karena akan nyakapan karang (menyatukan lahan). Selain itu, satu pekarangan dengan angkul-angkul berbeda (pintu keluarnya berbeda). Dan semua yang menyangkut pekarangan, pasti tirta ini digunakan panglebur,” urainya.

Selain pemedek yang berasal dari wilayah Gianyar, Sudarmadi juga mengaku setiap rerahinan ada saja pemedek yang berasal dari luar Gianyar. Tentunya kedatangan mereka yang ia ketahui untuk mohon keselamatan. Yang berawal dari sebuah pawisik (petunjuk). Baik itu ada orang yang menunjukkan atau melalui sebuah mimpi.

Pada tempat yang terpisah, ditemui Bendesa Desa Pakraman Kutri, I Wayan Arimbawan mengaku pura tersebut diamong oleh 97 kepala keluarga. Di mana yang melaksanakan seluruh persiapan pujawali maupun kegiatan upakara lainnya. Bahkan dalam menjaga kesucian pura, dibuatkan berupa kemitan (giliran). Yang berjaga setiap hari di sana.

Ditanya pantangan, Arimbawa mengatakan terdapat beberapa pantangan di sana. “Yang tidak iizinkan ke areal pura ini adalah bagi orang yang cuntaka (halangan). Baik itu karena ada kematian, maupun cuntaka pada badan. Selain itu bagi orang hamil tidak boleh, dan berpakaian kebaya di atas lengan bagi perempuan juga dilarang,” tandasnya.

Ditanya jika dilanggar, ia sendiri mengatakan akan dikenakan sanksi adat. Berupa ngaturang banten guru piduka, yang dimaksudkan untuk permohonan maaf. Sedangkan ketika ada orang hamil yang datang ke pura tersebut, ia sendiri menjelaskan akan terjadi kapiambeng (musibah). Arimbawan juga menjelaskan bisa saja saat lahirnya itu menjadi keterbelakangan, atau mengalami keguguran. (bersambung)

Peta Lokasi Pura Durga Kutri Klik di Bawah Ini

Pura Durga Kutri

(bx/ade/yes/JPR) –sumber

Minggu, 05 Maret 2023

Huruf - Huruf Suci Agama Hindu - Sumber Alam Semesta

  



Huruf-huruf suci yang merupakaran sumber dari alam semesta termasuk manusia adalah dasaaksara. mungkin sudah banyak yang sering mendengar kata Dasa Aksara ini, berikut ini akan diulas kembali Dasa Aksara tersebut..
10 Huruf Suci (Dasa Aksara) yang merupakan sumber alam semesta

Ini merupakan wejangan yang teramat mulia, diceritakan dalam setiap tubuh manusia terdapat huruf – urup yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa - dewa dari huruf suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’.

Dasa aksara merupakan sepuluh huruf utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya. Dari sepuluh huruf bersatu menjadi panca brahma(lima huruf suci untuk menciptakan dan menghancurkan), panca brahma menjadi tri aksara(tiga huruf), tri aksara menjadi eka aksara (satu huruf). Ini hurufnya: “OM”. Bila sudah hafal dengan pengucapan huruf suci tersebut agar selalu di ingat dan diresapi, karena ini merupakan sumber dari kekuatan alam semesta yang terletak di dalam tubuh kita (bhuana alit) ataupun dalam jagat raya ini (bhuana agung).

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Begini caranya menyatukan ataupun menempatkan sang hyang dasa aksara dalam badan ini. Yang pertama sang hyang sandhi reka yang terletak dalam badan kita ini. Beliau bertapa-beryoga sehingga beliau menjelma menjadi sang hyang eka jala resi. Sang hyang eka jala rsi beryoga muncul sang hyang ketu dan sang hyang rau.

Sang hyang rau menciptakan kala (waktu), kegelapan, niat (jahat yang sangat banyak, sedangkan sang hyang ketu menciptakan tiga aksara yang sangat berguna, diantaranya wreasta (ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, nya), beserta swalalita dan modre. Sehingga jumlah hurufnya adalah dua puluh huruf.
Aksara modre bersatu dengan sembilan huruf wreasta yaitu dari ha –wa, yang kemudian disebut dasa sita.
Aksara swalelita, bersatu dengan sembilan huruf wreasta lainnya yaitu dari la – nya, yang kemudian disebut ‘dasa sila’ dan ‘dasa bayu’.
Bertemu ketiga induk dari aksara suci tersebut; dasa sita, dasa sila, dasa bayu menjadi ‘dasa aksara’.

Begini cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan;

Sa ditempatkan di jantung,
Ba ditempatkan di hati,
Ta ditempatkan di kambung,
A ditempatkan di empedu,
I ditempatkan di dasar hati,
Na ditempatkan di paru - paru,
Ma ditempatkan di usus halus,
Si ditempatkan di ginjal,
Wa ditempatkan di pancreas,
ya ditempatkan di ujung hati.Dasa aksara diringkas menjadi panca brahma (sa, ba, ta, a, i).
panca brahma diringkas menjadi tri aksara (a, u, ma).
Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik).
Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang.



Lafalkan aksara tersebut lalu letakkan dalam tubuh kita dan alam semesta.
BACA JUGA
Kamus Hindu Bali
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di BaliIni rangkuman intisari dari sastra yang berjumlah lima huruf, yang digunakan untuk memuja tuhan, memanggil, menghaturkan persembahan, memohon anugrah dari tuhan YME, diantaranya:

mantra untuk memuja tuhan, Mang Ang Ong Ung Yang.
mantra untuk memanggil agar tuhan berkenan hadir, Ang Ong Ung Yang Mang
mantra untuk mempersembahan sesajen jamuan dari kita, Ong Ung Yang Mang Ang
mantra untuk memohon anugrah dari tuhan YME, Ung Yang Mang Ang Ongyang disebut Panca tirta, ini aksaranya:

Sang sebagai tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).
Bang sebagai tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).
Tang merupakan tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).
Ang merupakan tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).
Ing merupakan tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).Ini yang dikatakan panca brahma, berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI



Nang disimpan di suara.
Mang disimpan di tenaga
Sing disimpan di hati/perasaan
Wang disimpan di pikiran
Yang disimpan di nafas.Kemudian balikkan huruf tersebut:

Yang disimpan di jiwa
Wang disimpan di guna/aura
Sing disimpan di pangkal tenggorokan
Mang disimpan di lidah
Nang disimpan di mulutIni menyimpan Rwa bhineda (dua sisi dunia), ini suaranya; Ong Ung. Ong di hati putih, ung di hati hitam. Ung di empedu, ong di pancreas. Ong di dubur, ung di usus.

Ini suara inti sari; ekam evam dwityam Brahman, disebut ONG. Berupa api rwa bhineda Ang, berupa air rwa bineda Ah.

Dasar mantra antuk tri aksara; Mang Ang Ung
Kemulan mantra; Ang Ung Mang
Pengastiti widhi dewa bethara; Ung Mang Ang
Iki pengeraksa jiwa antuk catur aksara; Mang Ang Ung Ong
Pengundang bhuta dengen antuk kahuripan; Ang Ung Ong Mang
Pemageh bayu ring raga antuk catur resi; Ung Ong Mang Ang
Pangemit bayu antuk catur dewati; Ong Mang Ang Ung

Ini pertemuan sastra yang delapan belas (wreastra), bertemu ujung dengan pengkalnya menjadi dasa aksara, diantaranya;

ha – nya menjadi sang
na – ya menjadi nang
ca – ja menjadi bang
ra – pa menjadi mang
ka – nga menjadi tang
da – ba menjadi sing
ta – ga menjadi ang
sa – ma menjadi wang
wa – la menjadi ing, yangIni merupakan maksud dari sastra wreastra, dibaca dari belakang. diantaranya;

nyaya berarti sang Hyang Pasupati, tuhan
japa berarti sang hyang mantra,
ngaba berarti Sang Hyang guna,
gama berarti kekal, abadi,
lawa berarti manusia
sata berarti hewan dan binatang
daka berarti pendeta, nabi, orang suci
raca berarti tumbuhannaha berarti moksa, nirvanaDemikianlah sastra yang ada di alam ini yang berada juga didalam tubuh kita. Jagalah kesucian dan keseimbangan dari huruf suci tersebut. Semoga setelah membaca dan meresapi sastra ini, dunia ini akan menjadi semakin sejahtera.

Penjelasan Tri Purusa Sebagai Manifestasi Sang Hyang Widhi Dalam Agama Hindu



seperti kita ketahui bahwa Tri Purusa merupakan Tiga sifat Tuhan dalam bentuk Dewa Siwa. Ketiga sifat tersebut yakni Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwatma. Parama Siwa merupakan sifat Tuhan dalam bentuk tidak terpikirkan, murni, abadi, tidak terbatas, memenuhi segalanya, jiwa segala jiwa, anandi ananta yaitu tidak berawal dan tidak berakhir. Parama Siwa sebagai jiwa agung alam semesta menempati alam atas atau Swah Loka.



Image; bali.sakral

Tuhan dalam sifat Sada Siwa sebagai jiwa alam tengah ( Bhuwah loka) disebutkan bahwa Tuhan telah terpengaruh maya sehingga memiliki kemahakuasaan yang tidak terbatas. Dalam keadaan seperti ini Beliau juga disebut Saguna barhaman. Tuhan dalam hal ini disebut juga Apara Brahman yaitu Tuhan Pencipta, Pemelihara dan Pelebur. Sedangkan Tuhan Dalam sifat Siwatma atau penguasa alam bawah (bhur loka) disebut juga atmika adalah Tuhan yang telah diliputih oleh maya, menjadi jiwa semua makhluk hidup.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Tri Purusha adalah jiwa agung tiga alam semesta yakni Bhur Loka (alam bawah), Bhuwah Loka (alam tengah) dan Swah Loka (alam atas). Tri Purusha terdiri dari;


1. Parama Siwa:


Parama Siwa artinya Tuhan dalam keadaan belum beraktivitas. Tuhan dapat digambarkan seperti kilat atau petir. Kilat atau petir itu adalah listrik yang ada di alam dan hanya terlihat pada musim hujan. Listrik ada tetapi belum aktif. Seperti itulah penggambaran Tuhan dalam keadaan Parama Siwa.


2. Sadha Siwa:


Sadha Siwa berarti keadaan Tuhan sudah aktif dan berfungsi menciptakan alam. Penggambaran Tuhan (Brahman) sebagai Sadha Siwa dalam keadaan aktif sudah mulai berfungsi, sudah menunjukkan ke-Mahakuasaan-Nya yang diwujudkan dalam wujud Deva. Tuhan berfungsi sebagai pencipta disebut Deva Brahma, Tuhan berfungsi sebagai pemelihara disebut Deva Wisnu dan Tuhan berfungsi sebagai pelebur atau mengembalikan ke asalnya disebut Deva Siwa. Tuhan dalam wujud Sadha Siwa juga memiliki kekuasaan dapat kecil sekecil-kecilnya, besar sebesar-besarnya, bersifat Maha Tahu, Maha Karya, ada di mana- mana dan kekal abadi. Karena Tuhan memiliki ke-Maha Kuasaan, maka Tuhan diberi gelar atau sebutan bermacam-macam sesuai ke-Maha Kuasaan-Nya, seperti:

Brahma,
Wisnu,
Rudra,
MahaDeva,
Sang Hyang Widhi,
Sang Hyang Sangkan Paran, dan lain-lain (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 264).

PERTANYAAN YG SERING DITANYAKAN SEPUTAR COVID 19

3. Siwa:


Siwa sebagai bagian ketiga dari Tri Purusha adalah keadaan Tuhan sebagai Siwatma yaitu dapat menyatu dan menjiwai tubuh makhluk. Penggambaran Tuhan dalam wujud Siwa digambarkan seperti sebuah bola lampu. Di mana bola lampu akan menyala bila sudah dialiri oleh listrik. Listrik yang mengalir akan menyesuaikan dengan bentuk sebuah lampu. Kalau dalam makhluk hidup, bila Tuhan dalam Siwatma akan menyatu dengan ciptaan-Nya menjadi tubuh makhluk yang disebut Atma. Atmalah yang menjiwai manusia, hewan dan tumbuhan. Ketika Tuhan sudah berada dalam makhluk ciptaan-Nya, maka Tuhan akan dipengaruhi oleh keadaan makhluk itu dan menjadi lupa akan asalnya dan akan mengalami suka duka.


Dalam mahzab Siwaisme dikenal istilah Tri Purusha. “menurut Piagam Besakih, Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Tri Purusha (Tiga Manifestasi Tuhan sebagai jiwa alam semesta)”. Tri Purusha didalam Tattwa Jnana disebutkan “……yang disebut Siwa Tattwa ada tiga yaitu; Paramasiwa Tattwa, Sadasiwa Tattwa, Atmika Tattwa” (Tattwa Jnana). Dengan demikian pada dasarnya Siwa adalah satu namun keadaan dan sifatnya berbeda, yang secara vertikal dipilah menjadi tiga bagian menyangkut keadaan-Nya yaitu: Paramasiwa (Trancendent), Sadasiwa (Immanent), dan Atmika Tattwa atau Siwatma (Immanent).


Atmika Tattwa/Siwatma merupakan aspek Tuhan yang bersemayam didalam hati setiap makhluk. Sadasiwa Tattwa merupakan aspek Tuhan berwujud (Saguna Brahman), sedangkan aspek Tuhan yang tak berwujud (Nirguna Brahman) adalah Paramasiwa Tattwa.




Dalam mahzab Waisnawa aspek Tuhan yang berwujud adalah Bhagavan, aspek Tuhan tak berwujud adalah Brahman dan aspek Tuhan yang bersemayam di dalam hati setiap makhluk adalah Paramatman (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 265)


Renungan Atharvaveda X.2.23


"Brahma devàn anu kûiyati brahma daivajanir viúah, brahmedam anyat-akúatram brahma sat kûatram ucyate".


Terjemahan:

Dagang Banten Bali

"Tuhan Yang Maha Esa bersemayam dan berwujud sebagai para Deva. Tuhan Yang Maha Esa, bersemayam pada media-media yang suci, Tuhan Yang Maha Esa adalah abadi (tak terhancurkan) dan Dia adalah pelindung yang agung".




Referensi https://www.mutiarahindu.com/2018/11/penjelasan-tri-purusa-sebagai.html


Ngurah Dwaja, I Gusti dan Mudana, I Nengah. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.


Sumber: Buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas XII

Kontributor Naskah : I Gusti Ngurah Dwaja dan I Nengah Mudana

Penelaah : I Made Suparta, I Made Sutresna, dan I Wayan Budi Utama Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015

Pura Pangkung Pastu, Kawasan Angker yang Penuh Misteri

 






ANGKER : Pura Pangkung Pastu di Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, kawasan angker yang sering muncul kejadian aneh. (Dian Suryantini/Bali Express)





Desa Bulian, Kubutambahan, Buleleng, banyak menyimpan kisah unik dan mistis. Kawasan Pura Pangkung Pastu, salah satunya tempat yang konon terkenal sangat angker.


Seperti namanya, Pura Pangkung Pastu terletak di tepian pangkung atau sungai yang ada di pinggiran desa. Tepatnya berada di wilayah Dusun Dauh Margi, Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan.




Untuk menuju lokasi pura dapat diakses dengan sepeda motor sampai di homestay Bulian. Lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki mengikuti jalan setapak menuju pura sekitar 200 meter. Setelah itu, akan terlihat pohon besar yang menjulang tinggi. Nah, disanalah lokasi Pura Pangkung Pastu.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI




Saat mengunjungi pura ini, pamedek harus berhati-hati, apalagi sedang musim hujan karena jalanan licin.

Dahulu tidak ada palinggih yang dibangun di kawasan ini. Hanya ada satu buah batu besar yang merupakan pondasi dari palinggih terdahulu yang tersisa. Lantaran kayu besar di atasnya telah terbakar.

Menurut cerita para tetua desa setempat, keberadaan Pangkung Pastu tersebut karena konon Bulian adalah salah satu tempat yang terkena kutukan. Namun, entah kutukan apa yang dimkasud, tak ada yang tau.

"Ceritanya pun hanya dituturkan dari mulut ke mulut. Tak ada pula sumber tertulis yang menyinggung mengenai tempat itu," ungkap salah satu tokoh masyarakat Desa Bulian, I Gede Suardana Putra, kemarin.

“Desa Bulian itu adalah desa yang paling tua. Pangkung Pastu itu adanya dahulu karena Bulian kena pastu (kutuk) sebanyak tiga kali. Begitu yang diceritakan oleh panglingsir saya dahulu. Saya masih kecil. Tempat itu ada sebelum saya lahir. Bahkan, sebelum leluhur saya, sudah ada,” kata pria berusia 66 tahun ini.

Ada dua versi cerita yang beredar di masyarakat mengenai keberadaan Pangkung Pastu di Desa Bulian. Cerita pertama, dikatakan Desa Bulian itu pernah kena pastu atau kutukan. Jadi, pastuan itu akan berjalan sebanyak tujuh keturunan.

“Tujuh keturunan itu kan 700 tahun ditandai dengan penanaman pohon beringin pada 22 November 1320, pada saat Jro Pasek Bulian menegakkan kebenaran dan keadilan di desa ini. Saat itu Tumpek Kuningan Sasih Kalima. Itu pohonnya ada di sebelah rumah saya,” terang Suardana.

Sementara cerita kedua, yakni ketika ada orang yang datang dari arah barat, sampai arah Pangkung Pastu, maka orang itu bakal dicegat bila membawa sesuatu hal yang berbau magis ataupun dengan niatan kurang baik.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

“Kalau sudah lewat di kawasan Pangkung Pastu dengan tujuan tidak baik, tidak akan bisa lolos karena akan dipastu. Vibrasinya memang sangat kuat. Tenget (angker) sekali disana, kalau mau macam-macam, pasti ada saja kejadian menimpa yang bersangkutan,” ujarnya.

Tempat itu dikatakan angker, sebab banyak kejadian aneh yang kerap terjadi. Tidak saja terjadi di tempat itu, namun beberapa warga yang bermukim dekat pura juga terkadang merasakan aura magis yang sangat kuat.

Bahkan, pernah suatu hari terlihat seorang lelaki tua dengan rambut putih, duduk termenung menghadap ke selatan. Warga yang melihat pun tidak berani menyapa. Sebab, lelaki yang dilihat itu nampak aneh. Tidak seperti manusia pada umumnya. “ Di samping itu, ada juga ular poleng di sekitar sana,” jelasnya.

Disebutkannya, yang berstana di Pura Pangkung Pastu adalah Ratu Ayu Mas Magelung. Segala keinginan yang dimohon di tempat tersebut diyakini akan terkabul. “Yang namanya memohon dimana saja bisa. Asal meminta dengan ikhlas dan tulus, pasti akan diberikan anugerahnya. Tapi ya tidak instan, semua ada prosesnya juga,” ungkapnya.

Sebelum terdapat palinggih seperti saat ini, dahulu hanya ada satu palinggih berupa batu paras. Di depannya terdapat dua pohon besar. Satu pohon berada di tengah-tengah, dan satunya lagi berada tepat di ujung tebing.

Pohon besar yang berada di tengah-tengah tersebut kini telah ditebang warga, karena bermimpi penunggu di Pura Pangkung Pastu ingin dibuatkan palinggih. Sesaat setelah pohon itu ditebang, salah seorang warga lainnya bermimpi. Di mimpi itu terlihat seorang lelaki mengenakan busana adat putih kuning. Namun, tubuhnya terpotong-potong.

Kini hanya tersisa satu pohon saja di ujung tebing itu. “Dahulu palinggihnya ya batu, seperti paras. Di atasnya ada kayu. Karena kayunya terbakar, tinggal pondasinya saja sekarang,” tuturnya.

MISTERI ARYAKA DAN BUNGA LOTUS NAGAPUSPA DI ZAMAN BALI KUNO (BALI AGA)


Saya mulai mengungkap tentang keberadaan Aryaka (keturunan naga) di zaman Bali Aga di novel Haricatra Trilogi Kedua. Singkatnya, beberapa keluarga Bali Aga yang tinggal di kaldera Gunung Lesung-Sanghyang-Pohen adalah keturunan naga. Entah karena memang mereka menamai diri mereka keturunan naga atau memang secara denotatif mereka memiliki beberapa persen gen naga, saya belum meneliti sejauh itu.

Yang jelas, setiap manusia memiliki otak reptil di bagian bawah kelenjar pineal. Otak reptil ini mengontrol fungsi dasar tubuh dan naluri alamiah (hewani). Namun anehnya, otak reptil ini bisa memicu hormon tubuh sehingga tubuh bisa melakukan ‘penyembuhan diri sendiri’ apabila seseorang terkena infeksi atau serangan penyakit.

Para ahli yoga menggambarkan kelenjar pineal yang berkembang sebagai sebuah lotus yang mekar sempurna. Tatkala seseorang mampu melampaui keterikatan pada naluri dasarnya (kenikmatan lidah, perut dan kemaluan), maka kelenjar ini berkembang. Dalam Siva Samhita, sebuah kitab yoga yang terkenal, kelenjar pineal ini mengeluarkan cairan nektar yang disebut sebagai ‘bindu’ atau amerta (air keabadian). Apabila seseorang mengaktifkan kelenjar pineal-nya, maka air amerta ini akan menetes dari kelenjar pineal dan mengaktifkan fungsi sensori yang melampaui kemampuan manusia biasa.


Dahulu, menurut catatan babad yang samar-samar (bahkan mungkin sekarang sudah dilupakan), di zaman Bali kuno terdapat orang-orang yang memiliki fungsi kelenjar pineal yang mumpuni. Mereka disebut para Aryaka. Entah siapa yang menamai mereka Aryaka. Nama itu,—menurut sumber yang pernah saya baca—adalah nama salah satu klan naga kuno yang disebutkan dalam Mahabharata, bersama beberapa klan naga legendaris lain seperti Airavata, Sankhacuda, Taksaka, Vasuki dan Anantabhoga.


Apabila seseorang memiliki mata ketiga, dia bisa melihat perbedaan anak-anak keturunan Aryaka dan bocah-bocah biasa. Anak-anak Aryaka memiliki kening yang menyala di hari-hari tertentu, kemungkinan disebabkan oleh aktivitas kelenjar pineal mereka yang amat aktif. Karena itu, anak-anak Aryaka diburu pada masa lalu, dibantai dan diisap darahnya oleh para penganut ilmu hitam. 

Konon, hanya anak-anak Aryaka yang bisa melihat Lotus Nagapuspa,—lotus misterius yang tumbuh di atas batu dan mengeluarkan sari yang menyembuhkan segala penyakit. Raja Bali kuno, utamanya pada zaman Jayapangus, Masula-Masuli hingga Sri Tapolung (Astasura) merekrut beberapa Aryaka terpilih untuk menjadi penjaga Lotus Nagapuspa. Karena itu, kerajaan Bali amat sulit ditaklukkan.

Di wilayah Tamblingan sendiri, raja menghimpun para pembuat senjata, yang kini dikenal dengan nama klan Pande. Di Tamblingan sendiri ada beberapa klan pande yang terkenal, dan salah satunya adalah Pande Bangke Mong yang mampu membuat senjata beracun yang amat ampuh. Siapa pun yang terkena senjata itu akan langsung tewas dengan badan membusuk. Sungguh mengerikan.


Misteri para Aryaka rupanya menarik minat Majapahit untuk melakukan ekspedisi rahasia. Singkatnya, mereka berhasil menguasai Bali dengan terlebih dahulu menggempur Tamblingan. Sayang sekali, mereka tidak berhasil menemukan Nagapuspa. Demikian menurut cerita. 

Anak-anak Aryaka yang selamat kemudian diasingkan, lalu diambil kekuatannya oleh orang tua mereka. Ini yang dimaknai secara harfiah sebagai ‘nyilib wangsa’ ala Bali Aga. Padahal, tidak ada hirarki 'wangsa' pada zaman Bali kuno sebagaimana yang ada pada abad pertengahan. Nyilib wangsa’ secara harfiah berarti menyembunyikan identitas kebangsawanan seseorang agar tidak diserang oleh lawan. Namun, seapik apa pun seseorang menyembunyikan identitasnya, wajahnya tidak akan bisa disembunyikan (kecuali mereka operasi plastik). Nyatanya, nyilib wangsa pada zaman itu bisa jadi berarti ‘menyembunyikan kemampuan metafisik mereka dengan menghentikan aktivitas kelenjar pineal mereka yang memikat’.

Setelah kekuatan mereka dicabut, anak-anak Aryaka tidak lagi bisa melihat Nagapuspa. Namun karena mereka secara alami adalah keturunan naga, beberapa anak Aryaka hingga kini masih memiliki kemampuan metafisika yang khas, dan konon bisa melihat Nagapuspa di hutan-hutan gunung terpencil di Bali.

Sangat sulit menemukan keturunan Aryaka di zaman ini. Mereka disembunyikan sejak lahir. Jika seorang bayi ketahuan memiliki kelenjar pineal yang aktif, maka orang tua mereka cepat-cepat me-‘netral’-kannya agar cahaya di kening mereka itu tidak terdeteksi oleh orang-orang yang berniat jahat. Jika darah Aryaka sampai didapatkan, maka darah itu bisa melipatgandakan kekuatan sihir seseorang. Demikian menurut penuturan orang-orang tua.

Ada banyak peristiwa sejarah yang tidak dicatat dalam lembar sejarah,—atau malah sengaja disembunyikan dan dibuatkan versi yang lebih ‘aman. Barangkali Anda tidak percaya pada eksistensi para Aryaka. Ini wajar karena hal ini memang tidak pernah Anda dapatkan di pelajaran sejarah di sekolah. Jika Anda hanya mengandalkan buku-buku teks sejarah di sekolah, maka artikel ini saya kira kurang cocok buat Anda.

Semoga bermanfaat.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1801637783318766&id=100004176848490