ANGKER : Pura Pangkung Pastu di Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, kawasan angker yang sering muncul kejadian aneh. (Dian Suryantini/Bali Express)
Desa Bulian, Kubutambahan, Buleleng, banyak menyimpan kisah unik dan mistis. Kawasan Pura Pangkung Pastu, salah satunya tempat yang konon terkenal sangat angker.
Seperti namanya, Pura Pangkung Pastu terletak di tepian pangkung atau sungai yang ada di pinggiran desa. Tepatnya berada di wilayah Dusun Dauh Margi, Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan.
Untuk menuju lokasi pura dapat diakses dengan sepeda motor sampai di homestay Bulian. Lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki mengikuti jalan setapak menuju pura sekitar 200 meter. Setelah itu, akan terlihat pohon besar yang menjulang tinggi. Nah, disanalah lokasi Pura Pangkung Pastu.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI |
Saat mengunjungi pura ini, pamedek harus berhati-hati, apalagi sedang musim hujan karena jalanan licin.
Dahulu tidak ada palinggih yang dibangun di kawasan ini. Hanya ada satu buah batu besar yang merupakan pondasi dari palinggih terdahulu yang tersisa. Lantaran kayu besar di atasnya telah terbakar.
Menurut cerita para tetua desa setempat, keberadaan Pangkung Pastu tersebut karena konon Bulian adalah salah satu tempat yang terkena kutukan. Namun, entah kutukan apa yang dimkasud, tak ada yang tau.
"Ceritanya pun hanya dituturkan dari mulut ke mulut. Tak ada pula sumber tertulis yang menyinggung mengenai tempat itu," ungkap salah satu tokoh masyarakat Desa Bulian, I Gede Suardana Putra, kemarin.
“Desa Bulian itu adalah desa yang paling tua. Pangkung Pastu itu adanya dahulu karena Bulian kena pastu (kutuk) sebanyak tiga kali. Begitu yang diceritakan oleh panglingsir saya dahulu. Saya masih kecil. Tempat itu ada sebelum saya lahir. Bahkan, sebelum leluhur saya, sudah ada,” kata pria berusia 66 tahun ini.
Ada dua versi cerita yang beredar di masyarakat mengenai keberadaan Pangkung Pastu di Desa Bulian. Cerita pertama, dikatakan Desa Bulian itu pernah kena pastu atau kutukan. Jadi, pastuan itu akan berjalan sebanyak tujuh keturunan.
“Tujuh keturunan itu kan 700 tahun ditandai dengan penanaman pohon beringin pada 22 November 1320, pada saat Jro Pasek Bulian menegakkan kebenaran dan keadilan di desa ini. Saat itu Tumpek Kuningan Sasih Kalima. Itu pohonnya ada di sebelah rumah saya,” terang Suardana.
Sementara cerita kedua, yakni ketika ada orang yang datang dari arah barat, sampai arah Pangkung Pastu, maka orang itu bakal dicegat bila membawa sesuatu hal yang berbau magis ataupun dengan niatan kurang baik.
CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
“Kalau sudah lewat di kawasan Pangkung Pastu dengan tujuan tidak baik, tidak akan bisa lolos karena akan dipastu. Vibrasinya memang sangat kuat. Tenget (angker) sekali disana, kalau mau macam-macam, pasti ada saja kejadian menimpa yang bersangkutan,” ujarnya.
Tempat itu dikatakan angker, sebab banyak kejadian aneh yang kerap terjadi. Tidak saja terjadi di tempat itu, namun beberapa warga yang bermukim dekat pura juga terkadang merasakan aura magis yang sangat kuat.
Bahkan, pernah suatu hari terlihat seorang lelaki tua dengan rambut putih, duduk termenung menghadap ke selatan. Warga yang melihat pun tidak berani menyapa. Sebab, lelaki yang dilihat itu nampak aneh. Tidak seperti manusia pada umumnya. “ Di samping itu, ada juga ular poleng di sekitar sana,” jelasnya.
Disebutkannya, yang berstana di Pura Pangkung Pastu adalah Ratu Ayu Mas Magelung. Segala keinginan yang dimohon di tempat tersebut diyakini akan terkabul. “Yang namanya memohon dimana saja bisa. Asal meminta dengan ikhlas dan tulus, pasti akan diberikan anugerahnya. Tapi ya tidak instan, semua ada prosesnya juga,” ungkapnya.
Sebelum terdapat palinggih seperti saat ini, dahulu hanya ada satu palinggih berupa batu paras. Di depannya terdapat dua pohon besar. Satu pohon berada di tengah-tengah, dan satunya lagi berada tepat di ujung tebing.
Pohon besar yang berada di tengah-tengah tersebut kini telah ditebang warga, karena bermimpi penunggu di Pura Pangkung Pastu ingin dibuatkan palinggih. Sesaat setelah pohon itu ditebang, salah seorang warga lainnya bermimpi. Di mimpi itu terlihat seorang lelaki mengenakan busana adat putih kuning. Namun, tubuhnya terpotong-potong.
Kini hanya tersisa satu pohon saja di ujung tebing itu. “Dahulu palinggihnya ya batu, seperti paras. Di atasnya ada kayu. Karena kayunya terbakar, tinggal pondasinya saja sekarang,” tuturnya.
“Kalau sudah lewat di kawasan Pangkung Pastu dengan tujuan tidak baik, tidak akan bisa lolos karena akan dipastu. Vibrasinya memang sangat kuat. Tenget (angker) sekali disana, kalau mau macam-macam, pasti ada saja kejadian menimpa yang bersangkutan,” ujarnya.
Tempat itu dikatakan angker, sebab banyak kejadian aneh yang kerap terjadi. Tidak saja terjadi di tempat itu, namun beberapa warga yang bermukim dekat pura juga terkadang merasakan aura magis yang sangat kuat.
Bahkan, pernah suatu hari terlihat seorang lelaki tua dengan rambut putih, duduk termenung menghadap ke selatan. Warga yang melihat pun tidak berani menyapa. Sebab, lelaki yang dilihat itu nampak aneh. Tidak seperti manusia pada umumnya. “ Di samping itu, ada juga ular poleng di sekitar sana,” jelasnya.
Disebutkannya, yang berstana di Pura Pangkung Pastu adalah Ratu Ayu Mas Magelung. Segala keinginan yang dimohon di tempat tersebut diyakini akan terkabul. “Yang namanya memohon dimana saja bisa. Asal meminta dengan ikhlas dan tulus, pasti akan diberikan anugerahnya. Tapi ya tidak instan, semua ada prosesnya juga,” ungkapnya.
Sebelum terdapat palinggih seperti saat ini, dahulu hanya ada satu palinggih berupa batu paras. Di depannya terdapat dua pohon besar. Satu pohon berada di tengah-tengah, dan satunya lagi berada tepat di ujung tebing.
Pohon besar yang berada di tengah-tengah tersebut kini telah ditebang warga, karena bermimpi penunggu di Pura Pangkung Pastu ingin dibuatkan palinggih. Sesaat setelah pohon itu ditebang, salah seorang warga lainnya bermimpi. Di mimpi itu terlihat seorang lelaki mengenakan busana adat putih kuning. Namun, tubuhnya terpotong-potong.
Kini hanya tersisa satu pohon saja di ujung tebing itu. “Dahulu palinggihnya ya batu, seperti paras. Di atasnya ada kayu. Karena kayunya terbakar, tinggal pondasinya saja sekarang,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar