Tidaklah salah ketika di Bali/Nusantara terdapat 3 (tiga) tingkatan yadnya beserta 3 sub tingkatanya lagi. Namun sangat jarang dijumpai penjelasan yang memadai atas teori dasar mengapa hal tersebut ada dan dilaksanakan, yang menyebabkan pelaksanaanya menjadi rancu, sehingga banyak umat Veda (Hindu) yang pusing memikirkan mahalnya upacara. Adapun pembagian tingkatan nista-madya-utama itu tak lebih hanya dari sisi harga atau material, padahal sejatinya menurut pustaka-pustaka suci Veda tidak dijelaskan mengenai tingkatan secara material, namun semuanya mengacu kepada perjalanan yadnya secara spiritual. Mahal atau besarnya Yadnya mengindikasikan ego atas material yang lebih tinggi sementara tingkat spiritualitasnya lebih rendah, bukan karena mereka lebih kaya atau lebih mampu. Begitu pula sebaliknya, orang yang hanya mempersembahkan purvadaksina (mengelilingi altar / arca / pelinggih) yang praktis tanpa modal / biaya bukan berarti mereka miskin, akan tetapi tingkat spiritualnya lebih tinggi daripada materialnya. Inilah salah kaprah yang telah terjadi selama ribuan tahun dalam tradisi kita beryadnya, yang patut kita luruskan kembali berdasarkan Veda.
Berikut ini adalah beberapa sloka Bhavishya Purana yang berkenaan dengan kesederhanaan yadnya:
1. Bhavishya Purana 68.16
etajjapyam rahasyam ca, sandhyopaasanam eva ca, etena japamaatrena, narah paapaat pramucyate
dengan japa menyebut nama suci Tuhan adalah merupakan yadnya tertinggi dan terbaik, dengan berjapa kepada nama Surya/Tuhan kita akan dibebaskan dari segala penderitaan.
2. Bhavishya Purana 77.10
Pranidhaaya siro bhumau, namaskaara paro raveh, tatksanaat sarvapaapebhyo, mucyate naatra sansayah
Dengan berbhakti kepada Surya dengan cara bersujud, bersujud berbaring rata dengan tanah seperti sebuah jalan, seseorang akan terbebaskan dari penderitaan hidup
3. Bhavishya Purana 77.11
Bhaktiyukto naro yastu, raveh kuryaat pradaksinaam, pradaksinii krtaa tena, saptadviipaa bhavenmahii
Seseorang berbhakti dengan mengelilingi arca/altar Dewa Surya sama artinya dengan mengelilingi seluruh bumi yang terdiri dari 7 pulau.
4. Bhavishya Purana 77.13
Sopaanatko naro yastu, aarohet suuryamandiram, sa yaati narakam ghoram, asipatra vanam vibho
Seseorang yang memasuki candi/pura suci Dewa Surya dengan memakai alas kaki / sandal / sepatu akan mendapatkan hukuman di neraka Asipatra. (sebuah larangan memakai sandal/sepatu ketika memasuki candi/pura termasuk sebuah kesederhanaan, karena orang tidak akan memakai sandal/sepatu mewah)
5. Bhavishya Purana 77.14
Suuryam manasi yah krtvaa, kuryaad vyoma pradaksinaam, pradaksini krtaastena, sarve devaa bhavanti hi
Seseorang yang melaksanakan pradaksina / mengelilingi Dewa Surya / Matahari didalam hatinya (membayangkan / visualisasi) sama artinya dengan mengelilingi semua dewa-dewa, semua dosa-dosanya lenyap.
6. Bhavishya Purana 90.4
Citrabhaanum viranncyaiva, kusumairyah sugandhibhih, puujayet sopavaasastu sa, kaamaa niipsitaam labhet
Seseorang yang berpuasa, berbhakti dihadapan Dewa Surya, mempersembahkan bunga yang harum, segala keinginanya akan terpenuhi
7. Bhavishya Purana 90.8
Yastu kaarayate diipam, raverbhakti samanvitah, sa kaamaan iipsitaan praapya, vrndaaraka puram vrajet
Dengan bhakti mempersembahkan dipa/lampu kepada Surya, semua keinginanya akan terpenuhi dan akan mencapai kediaman Krishna
8. Bhavishya Purana 91.37
Atha kim bahunotekna, naanyat priitikaram mama, punyakhyaanaadrte deva, guhyametat prakiirtitam
Surya berkata: Tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan Aku selain bhaktaku membaca pustaka-pustaka suci Veda, inilah kebenaranya.
9. Bhavishya Purana 91.43
Vaacakam puujayet yastu, sraddhaa bhakti samanvitah, tenaaham puujitah syaam vai, ko visnuh sankarastathaa
Tidak hanya Aku(Surya) tetapi juga Brahma, Vishnu dan Siva sangat senang dengan seorang yang mendengarkan dengan penuh bhakti seorang penyembah yang membaca pustaka suci Veda
10. Bhavishya Purana 109.1
Brahmovaaca: evam krsna sadaa bhaanur, narair bhaktyaa yathaavidhi, phalam dadaatya sulabham salilenaapi puujitah
Dewa Brahma berkata: Oh Krishna, jika seseorang dengan penuh bhakti memuja Surya setiap hari dengan cukup mempersembahkan air, Dewa Surya tetap memberikan anugerahnyab yang tak terbandingkan
11. Bhavishya Purana 109.22
Tisthansca prasvapan gacchann, uttisthans khalite ksute, sankiirtayati devam yah, sa nastyaajyah suduuratah
Seseorang yang secara terus menerus mencantingkan / merapalkan nama-nama Surya ketika duduk, terbaring, berjalan, berdiri ataupun bersin sekalipun, dia tidak akan tersentuh kesusahan hidup
12. Bhavishya Purana 109.24
Ye puspa dhuupavaaso ‘bhir, bhuusanaiscaapi vallabhaih, arcayanti nate graahyaa, matpituste parigrahaah
Seseorang yang memuja Surya dengan mempersembahkan bunga, dupa, busana dan hiasan arca, tidak akan mendapatkan gangguan darimanapun
13. Bhavishya Purana 109.25
Upalepana kartaarah, kartaroo maarjanasya ye, arkaalaye parityaajam, tesaam tripurusam kulam
Kesusahan/gangguan tidak akan menyentuh tiga generasi dari seseorang yang berbhakti kepada Surya dengan cara menyapu / membersihan atau mengepel/mengkilapkan lantai dengan tahi sapi sebuah temple/pura/candi Dewa Surya
14. Bhavishya Purana 109.32
Yajnaa naraanaam paapaugha, naasakaah sarvakaamadaah, tathaivesto jagadbhaanuh, sarvayajnna mayo ravih
Dengan mempersembahkan upacara api / agnihotra, semua dosa dihapuskan dan semua keinginan akan tercapai, karena Surya adalah personifikasi daripada agnihotra
15. Bhavishya Purana 112.28
Tulasii kaalatulasii tathaa, raktam ca candanam, ketakii parapuspam tu, sadyas tustikaram raveh
Surya sangat senang dengan persembahan daun tulasi, tulasi hitam, bubuk cendana, bunga ketaki, atau daun daunan lainya
16. Bhavishya Purana 142.16-19
Omkaara pranavair yuktaa dhyaana nirdhuuta kalmasah, sthitaah padmaasane viiraa, naabhi sanyastaa paanayah
Dengan duduk tenang sikap padmasana, menempatkan kedua tangan didepan pusar, bermeditasi kepada aksara suci OM
Susumna naadikaamaargam, kumbha recaka purakaih, tribhi sansoodhya taan panca, maruto deha madhyagaat
Dengan melaksanakan pranayama, tarik nafas – tahan nafas – keluarkan nafas dengan lembut akan membersihkan jalur nadi dan sumsumna dengan lima macam prana
Padaang usthaanvitah svinnam, uurdhvam utksepayet kramaat, naabhidese tu tam drstvaa, devam agnim anaamayam
Dengan melaksanakan itu, seseorang akan melihat Surya dalam wujudnya sebagai Agni / Api yang berada di pusar, Dewa Surya/Agni yang bersemayam didalam badan
Soma ca hrdaye drstvaa, muurdhni vaagnisikhaam tatah, vaata rasmi bhiraasaadya, tam bhitvaa mandalam param
Dia sebagai soma / air amertha didalam hati, dan sebagai sinar / cahayaAgni diatas kepala, dengan jalan ini seseorang dikatakan telah menjadi yogi tertinggi - YOGARSI
17. Bhavishya Purana 146.18
Savitri ca mahaabaaho, caturvimsaaksaraa mataa, sarva tattvama mayi punyaa, brahma gotraarka vallabha
Seseorang yang mencantingkan / merafalkan savitri gayatri mantra dengan 24 suku katanya, adalah merupakan kebenaran mutlak, sangat rahasia dan yang paling disayangi oleh Dewa Surya
Dari 20 sloka Bhavishya Purana tersebut diatas, sudah sangat jelas diterangkan mengenai kesederhanaan ritual dalam pemujaan Surya atau dalam ber yadnya. Dalam tradisi Veda, pemujaan Surya/Agni adalah ritual pertama (tertua) yang dikenal didalam kehidupan alam semesta.
Kesimpulan dari sloka-sloka diatas adalah bahwa berbhakti kepada Brahman/Tuhan sangatlah sederhana, sebagai berikut:
1. Persembahan berupa Pancopacara Puja, lima elemen unsur alam semesta, sebagai berikut:
a) Deepa atau Api, sebagai perlambang api
b) Dhupa atau asep harum, sebagai perlambang vayu/angin
c) Puspha atau bunga, sebagai perlambang pertiwi/tanah
d) Gandham atau serbuk harum, sebagai perlambang akasa/ether
e) Naiwedyam atau persembahan, sebagai perlambang air, termasuk disini daun daunan suci seperti Tulasi, Bilwa, Peela/Bodi dan juga buah-buahan.
2. Namaskuru atau bersujud dengan penuh keyakinan
3. Membersihkan candi/pura dan tidak memasuki pura dengan memakai sandal/sepatu
4. Pradaksinam atau mengelilingi arca / pelinggih / agni kunda
5. Membaca atau mendengarkan orang membaca Kitab Suci Veda dan pustaka suci turunan Veda lainya seperti Upanishad dan Purana
6. Japam, menyebut nama-nama suci Tuhan/Brahman
7. Berpuasa dengan niat berbhakti kepada Brahman
10. OMKARA Dhyanam – bermeditasi kepada aksara suci OM
11. Savitri Gayatri sebagai persembahan yang paling disenangi Dewa Surya
Dalam tradisi pemujaan Surya atau Agni yang lebih besar, yakni Navagraha atau Nawasanga, dipergunakan Daksina (Nusantara) atau Kumba (India), makna dan fungsinya sama saja.
Makna Daksina dari beberapa sudut sebagai berikut:
1. Daksina sebagai Daksina lingga, yang merupakan symbol alam semesta, symbol lingga atau kedudukan Dewata yang diundang hadir dalam sebuah persembahyangan atau upacara.
2. Daksina sebagai penunjuk arah selatan, yakni arah dimulainya sebuah upacara, yakni kedudukan dari Dewa Brahma/Agni, asal mula alam material.
3. Daksina sebagai Diksa, yakni penyucian diri dan ahli dalam Ilmu Pengetahuan Weda, Panditha.
4. Daksina sebagai Danapunia untuk pemimpin upacara, yakni sebagai penyeimbang material-spiritual.
Jadi Daksina adalah merupakan sarana / yantra tertinggi dalam upacara yadnya tradisi Veda, yang mana penggunaan yantra / sarana ini dibarengi dengan pengucapan mantra-mantra Veda ataupun pembacaan kitab-kitab suci Veda.
Dakşiņa sebagai lambang Bhuvāna Sthāna Hyang Widhi Wasa, dibentuk sbb:
1. Bebedogan: dibuat dari daun janur seperti sangku dengan sebeh di tepinya, melambangkan Pŗthivī.
2. Serobong Dakşiņa: dibuat dari daun janur, tanpa tepi atas dan bawah, lambang Ākāśa yang tanpa tepi.
3. Porosan/Puruşa, terdiri dari lima unsur: sirih (Vişņu), kapur (Iśvara), pinang (Brahma), Gambir (Mahādeva), Tembakau (Iśana); lambang Pañca-Devata. Kalau tidak ada bahan-bahan tersebut bisa diganti dengan lima unsur yang lain yang mewakili unsur Panca Dewata seperti lima warna dasar dalam kain ataupun bunga, lima warna biji bijian.
4. Segenggam beras, lambang sifat tamah yang mengikat setiap ciptaan Tuhan.
5. Uang upakara pañca-dhātu: melambangkan sifat rajah; dari uang logam/kepeng.
6. Benang/kapas: sifat sattvam yang menyertai setiap ciptaan Tuhan.
7. Tampak: dibuat dari empat helai janur atau daun disilang hingga membentuk padma.
8. Kelapa, lambang bhuvana agung dari Sapta-Patala hingga Sapta Loka, sebaiknya dikupas hingga halus, bebas dari serabut, karena serabut kelapa melambangkan ikatan indria kita terhadap alam material.
9. Telor itik dengan urung ketipat taluh, lambang bhuvana alit yang menghuni bumi ini. Bila tidak ada telor bisa diganti dengan buah-buahan yang bulat, yang strukturnya menyerupai telor seperti tingkih/kemiri
10. Gegantusan, lambang penghuni dunia ini lahir berulang-ulang seseuai dengan tingkatan karmanya.
11. Pisang, lambang keinginan/harapan agar Tuhan mengabulkanya.
12. Tebu, lambang soma, minuman kekekalan para Dewa, lambang anugrah Tuhan.
13. Disisipkan bagian belakang atas, camara atau dendeng-ai, lambang Sang Hyang Sūrya / Aditya.
14. Susunan bunga didepan camara, bukan disusuni canang; lambang persembahan yang suci dan ikhlas.
Dengan begitu mulianya makna symbol Daksina, buat apa lagi kita membuat banten yang besar-besar? Buat apa lagi kita membuat sanggar Surya kalau memang didalam daksina itu sendiri sudah ada lambang surya? Mari kita pelan-pelan beralih dari bhakti berdasarkan material/sarana besar/mewah menuju bhakti berdasarkan material yang lebih sederhana sesuai konsep Veda. Di penghujung perjalanan spiritual, maka bhakti dengan pranayama-meditasi-japam adalah yang tertinggi.
Selain terdapat didalam Bhavishya Purana, kesederhanaan ritual juga banyak kita jumpai didalam Bhagavadgita, seperti pada sloka berikut ini:
1. Bhagavadgita VIII.28
vedeşu yajñeşu tapahsu caiva, dāneşu puņya-phalamm pradişťam,
atyeyi tat sarvam idamm viditvā, yogī paramm sthānam upaiti cādyam.
Orang yang mulai mengikuti jalan bhakti *tidak kekurangan hasil* yang diperoleh dari memperlajari Veda, melakukan korban suci dengan kesederhanaan dan pertapaan, memberi sumbangan atau mengikuti kegiatan di bidang filsafat atau kegiatan yang dimaksudkan membuahkan hasil atau pahala. *Hanya dengan melakukan bhakti*, ia mencapai segala hasil tersebut, dan akhirnya ia mencapai tempat tinggal yang utama
2. Bhagavadgita IX.26
Patram puspam phalam toyam, yo me bhaktyaaprayacchati, tad aham bhakti-upahrtam asnaami prayataatmanah
Dengan penuh rasa bhakti seseorang mempersembahkan kepadaKu selembar daun, sekuntum bunga, buah dan setetes air, dari hati yang suci murni, maka Aku terima persembahan itu.
3. Bhagavadgita XVII sloka 7-22
Menjelaskan tentang 3(tiga) jenis makanan, korban suci, pertapaan dan kedermawanan.
Jenis satwika: sederhana, ketenangan, kelembutan, tidak membunuh, tidak menyakiti, sesuai dengan kitab suci Veda, tanpa pamrih, dengan ketulusan
Rajasika: yadnya untuk pamer kekayaan, besar, mewah, menunjukkan kebesaran ego / keakuan, foya-foya, pesta, bermaksud mendapatkan imbalan/pahala.
Tamasika: loba, memuja raksasa dan yaksa, hantu, persembahan basi, tidak sesuai petunjuk kitab suci, pesta minuman keras, berjudi
Tentunya dari ketiga jenis tersebut, maka jenis satwika lah yang paling baik
Mari kita kembali kepada Kesederhanaan Veda, tradisi luhur umat manusia yang tanpa awal dan tanpa akhir, yang sangat sederhana.
ADHYATMA SUKTA
Tradisi Veda mengajarkan kita untuk berbhakti kepada banyak Dewa dan leluhur. Bahkan disebutkan dalam Atharva Veda - Brahmacari Sukta Sloka 2 bahwa bhakti / pemujaan hingga mencapai 6.333 dewa, belum lagi leluhur yang jumlahnya tak terbatas.
Pada saat puja/sembahyang, diawali dengan Pemujaan Ganesha, kemudian dilanjutkan dengan mengundang semua dewata dari 4 penjuru serta memuliakanya, sebagaimana tercantum dalam mantra Atharva Veda – Papamocana Sukta berikut:
Sloka-18
ETA DEVAA DAKSINATAH PASCAAT PRAANNCA UDETA
PURASTAADUTTARAACCAKRAA VISVE DEWAAH SAMETYA TE NO MUNNCANTVAMHASAH
Datanglah wahai para Dewa, baik dari arah selatan, barat, timur, utara, semuanya memiliki kekuatan dan kekuasaan yang besar, semua Dewa hadir bersama sama, semoga mereka membebaskan kita dari segenap bencana/permasalahan
Sloka-19
VISVAAN DEVAANIDAM BRUUMAH SATYASAMDHAANRTAAVRDHAH,
VISVAABHIH PATNIIBHIH SAHA TE NO MUNNCANTVAMHASAH
Kami memuliakan semua Dewa yang bertekad untuk semakin menumbuhkan kebenaran, bersama sama dengan pasangan mereka, semoga mereka membebaskan kita dari segenap bencana / permasalahan
Setelah puja puji untuk semua Dewata dari segala penjuru, maka sampailah di penghujung utama perjalanan puja yakni Surya Sevana atau pemujaan kepada Surya Yang Maha Tunggal.
6.333 Dewa beserta pasanganya, para orang suci, para Rsi yang mulia, para leluhur semuanya menyatu dengan Surya, menjadi satu kesatuan Tuhan Sang Pencipta atau Kawitan Tunggal, sebagaimana mantra Atharva Veda Mandala II berikut ini:
Adhyatma Sukta 4.1
SA ETI SAVITAA SVARDIVASPRSTHE
VACAAKSAT
Savita/Surya adalah daya penggerak dari alam semesta
Adhyatma Sukta 4.3
SA DHAATAA VIDHARTAA SA VAAYURNABHA UCCHRITAM,
RASMIBHIRNABHA AABHRTAM MAHENDRA ETYAVRTAH
Ia adalah pencipta, tempat bersemayamnya segala sesuatu, ia adalah Vayu, menuju kumpulan awan alam semesta yang dibawa oleh cahayanya nan agung
Adhyatma Sukta 4.5
SO AGNIH SA U SUURYAH SA U EVA MAHAAYAMAH,
RASMIBHIRNABHA AABHRTAM MAHENDRA ETYAAVRTAH
Ia adalah agni, ia adalah surya, ia adalah Yama yang maha agung, menuju kumpulan awan alam semesta yang dibawa oleh cahayanya nan agung
Adhyatma Sukta 4.12
TAMIDAM NIGATAM SAHAH SA ESA EKA EKAVRDEKA EVA
Kedalam diriNya masuklah semua kekuatan, ia sendiri adalah tunggal, maha esa yang hanya satu
Adhyatma Sukta 4.13
ETE ASMIN DEVAA EKAVRTO BHAVANTI
Semua dewa menunggal denganya, hingga ada satu yang esa/tunggal
Adhyatma Sukta 5.2
YA ETAM DEVAMEKAVRTAM VEDA
Inilah pengetahuan suci veda mengenai Hyang Maha Tunggal ini
Adhyatma Sukta 5.7
TAMIDAM NIGATAM SAHAH SA ESA EKA EKAVRDEKA EVA,
YA ETAM DEVAMEKAVRTAM VEDA
kepadanya masuklah semua kekuatan ini,
Inilah pengetahuan suci veda mengenai Hyang Maha Tunggal ini
Adhyatma Sukta 5.8
SARVE ASMIN DEVAA EKAVRTO BHAVANTI,
YE ETAM DEVAMEKAVRTAM VEDA
seluruh dewa-dewa menunggal denganya
Inilah pengetahuan suci veda mengenai Hyang Maha Tunggal ini
Adhyatma Sukta 6.3
YA ETAM DEVAMEKAVRTAM VEDA
Inilah pengetahuan suci veda mengenai Hyang Maha Tunggal ini
Demikianlah diatas 2 Sloka mantra Papamocana Sukta untuk megundang semua Dewa dari 4 penjuru, untuk selanjutnya menjadi satu – yang Esa – yang Tunggal dalam 9 sloka mantra Adhyatma Sukta.
Jadi sangat jelaslah disini bahwa, tradisi Veda yang pada akhir jaman Kaliyuga disebut HINDU, mengajarkan kita memuja banyak Dewa dan leluhur, namun pada akhrinya memuja yang satu yakni Surya atau Brahman. Memang demikianlah adanya system pengetahuan dan pemujaan tradisi Veda, agar kita mengenal semua aspek alam semesta baik material maupun spiritual untuk lebih memahami ke-Esaan Tuhan. Dari yang banyak menuju satu, dari yang satu menuju banyak, dari yang kecil (inti atom) menuju yang besar (brahmanda), dari yang besar (brahmanda) menuju yang kecil (inti atom), demikianlah semuanya berevolusi, terus menerus bergerak tiada henti (lahir-hidup-mati) dari partikel terkecil hingga terbesar tanpa terkecuali.
Lombok, 29 Agustus 2017
Dikumpulkan oleh,
SHRI ANANTADAMAR GANACHAKRA
Pandita Agni - Siswa Yogarsi/Brahmasanyaas