Minggu, 12 Mei 2024

Bhagavadgita Samkhya Yoga





Bhagavad-Gita Bab II - Samkhya Yoga

Bhagavad-gita 2.1
Sanjaya berkata; setelah melihat Arjuna tergugah rasa kasih sayang dan murung, matanya penuh air mata, Madhusudana, krisna, bersabda sebagai berikut.

Bhagavad-gita 2.2
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Arjuna yang baik hati, bagaimana sampai hal-hal yang kotor ini menghinggapi dirimu? Hal-hal ini sama sekali tidak pantas bagi orang yang mengetahui nilai hidup. Hal-hal seperti itu tidak membawa seseorang ke planet-planet yang lebih tinggi. Melainkan menjerumuskan dirinya kedalam penghinaan.

Bhagavad-gita 2.3
Wahai putera prtha, jangan menyerah pada kelemahan yang hina ini. Itu tidak pantas bagimu. Tinggalkanlah kelemahan hati yang remeh itu dan bangunlah. Wahai yang menghukum musuh.

Bhagavad-gita 2.4
Arjuna berkata; O Pembunuh musuh, o Pembunuh Madhu, bagaimana saya dapat membalas serangan orang seperti Bhisma dan Drona dengan panah pada medan perang, padahal seharusnya saya menyembah mereka?

Bhagavad-gita 2.5
Lebih baik saya hidup di dunia ini dengan cara mengemis daripada hidup sesudah mencabut nyawa roh-roh mulia seperti itu, yaitu guru-guru saya. Kendatipun mereka menginginkan keuntungan duniawi, mereka tetap atasan. Kalau mereka terbunuh, segala sesuatu yang kita nikmati akan ternoda dengan darah.

Bhagavad-gita 2.6
Kita juga tidak mengetahui mana yang lebih baik-mengalahkan mereka atau dikalahkan oleh mereka. Kalau Kita membunuh para putera Dhrtarastra, kita tidak mau hidup. Namun mereka sekarang berdiri di hadapan kita di medan perang.



Bhagavad-gita 2.7
Sekarang hamba kebingungan tentang kewajiban hamba dan sudah kehilangan segala ketenangan karena kelemahan yang picik. Dalam keadaan ini, hamba mohon agar Anda memberi tahukan dengan pasti apa yang paling baik untuk hamba. Sekarang hamba menjadi murid Anda, dan roh yang sudah menyerahkan diri kepada Anda. Mohon memberi pelajaran kepada hamba.

Bhagavad-gita 2.8
Hamba tidak dapat menemukan cara untuk menghilangkan rasa sedih ini yang menyebabkan indria-indria hamba menjadi kering. Hamba tidak akan dapat menghilangkan rasa itu, meskipun hamba memenangkan kerajaan yang makmur yang tiada taranya di bumi ini dengan kedaulatan seperti para dewa di surga.

Bhagavad-gita 2.9
Sanjaya berkata; Setelah berkata demikian, Arjuna, perebut musuh, menyatakan kepada krsna,’’Govinda,hamba tidak akan bertempur,’’lalu diam.

Bhagavad-gita 2.10
Wahai putera keluarga Bharata, pada waktu itu, krsna, yang tersenyum di tengah-tengah antara tentara-tentara kedua belah pihak, bersabda kepada Arjuna yang sedang tergugah oleh rasa sedih.

Bhagavad-gita 2.11
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Sambil berbicara dengan cara yang pandai engkau menyesalkan sesuatu yang tidak patut disesalkan. Orang bijaksana tidak pernah menyesal, baik untuk yang masih hidup maupun untuk yang sudah meninggal.

Bhagavad-gita 2.12
Pada masa lampau tidak pernah ada suatu saat pun Aku, engkau maupun semua raja ini tidak ada; dan pada masa yang akan datang tidak satupun di antara kita semua akan lenyap.

Bhagavad-gita 2.13
Seperti halnya sang roh terkurung di dalam badan terus menerus mengalami perpindahan, di dalam badan ini, dari masa kanak-kanak sampai masa remaja sampai usia tua, begitu juga sang roh masuk ke dalam badan lain pada waktu meninggal. Orang yang tenang tidak bingung karena penggantian itu.

Bhagavad-gita 2.14
Wahai putera kunti, suka dan duka muncul untuk sementara dan hilang sesudah beberapa waktu, bagaikan mulai dan berakhirnya musim dingin dan musim panas. Hal-hal itu timbul dari penglihatan indria, dan seseorang harus belajar cara mentolerir hal-hal itu tanpa goyah, Wahai putera keluarga Bharata.

Bhagavad-gita 2.15
Wahai manusia yang paling baik (Arjuna), orang yang tidak goyah karena suka ataupun duka dan mantap dalam kedua keadaan itu pasti memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan.

Bhagavad-gita 2.16
Orang yang melihat kebenaran sudah menarik kesimpulan bahwa apa yang tidak ada (badan jasmani) tidak tahan lama dan yang kekal (sang roh ) tidak berubah. Inilah kesimpulan mereka setelah mempelajari sifat kedua-duanya.

Bhagavad-gita 2.17
Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang ada dalam seluruh badan tidak dapat dimusnahkan. Tidak seorang pun dapat membinasakan sang roh yang tidak dapat dimusnahka itu.




Bhagavad-gita 2.18
Mahluk hidup yang tidak dapat dimusnahkan atau diukur dan bersifat kekal, memiliki badan jasmani yang pasti akan berakhir. Karena itu, bertempurlah, Wahai putera keluarga Bharata.

Bhagavad-gita 2.19
Orang yang menganggap bahwa makhluk hidup membunuh ataupun makhluk hidup dibunuh tidak memiliki pengetahuan, sebab sang diri tidak membunuh dan tidak dapat dibunuh.

Bhagavad-gita 2.20
Tidak ada kelahiran maupun kematian bagi sang roh pada saat manapun. Dia tidak diciptakan pada masa lampau, ia tidak diciptakan pada masa sekarang, dan dia tidak akan diciptakan pada masa yang akan datang. Dia tidak dilahirkan, berada untuk selamanya dan bersifat abadi. Dia tidak terbunuh apabila badan dibunuh.

Bhagavad-gita 2.21
Wahai Partha, bagaimana mungkin orang yang mengetahui bahwa sang roh tidak dapat dimusnahkan, bersifat kekal, tidak dilahirkan dan tidak pernah berubah dapat membunuh seseorang atau menyebabkan seseorang membunuh?

Bhagavad-gita 2.22
Seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru, dan membuka pakaian lama, begitu pula sang roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tidak berguna.

Bhagavad-gita 2.23
Sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi bagian-bagian oleh senjata manapun, dibakar oleh api, dibasahi oleh air, atau dikeringkan oleh angin.

Bhagavad-gita 2.24
Roh yang individual ini tidak dapat dipatahkan dan tidak dapat dilarutkan, dibakar ataupun dikeringkan. Ia hidup untuk selamanya, berada di mana-mana, tidak dapat diubah, tidak dapat dipindahkan dan tetap sama untuk selamanya.

Bhagavad-gita 2.25
Dikatakan bahwa sang roh itu tidak dapat dilihat, tidak dapat dipahami dan tidak dapat diubah. Mengingat kenyataan itu, hendaknya engkau jangan menyesal karena badan.

Bhagavad-gita 2.26
Akan tetapi, kalau engkau berpikir bahwa sang roh (atau gejala-gejala hidup) senantiasa dilahirkan dan selalu mati, toh engkau masih tidak mempunyai alasan untuk menyesal, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.

Bhagavad-gita 2.27
Orang yang sudah dilahirkan pasti akan meninggal, dan sesudah kematian, seseorang pasti akan dilahirkan lagi. Karena itu, dalam melaksanakan tugas kewajibanmu yang tidak dapat dihindari, hendaknya engkau jangan menyesal.

Bhagavad-gita 2.28
Semua makhluk yang diciptakan tidak terwujud pada awalnya, terwujud pada pertengahan, dan sekali lagi tidak terwujud pada waktu dileburkan. Jadi apa yang perlu disesalkan?

Bhagavad-gita 2.29
Beberapa orang memandang bahwa sang roh sebagai sesuatu yang mengherankan, beberapa orang menguraikan dia sebagai sesuatu yang mengherankan, dan beberapa orang mendengar tentang dia sebagai sesuatu yang mengherankan juga, sedangkan orang lain tidak dapat mengerti sama sekali tentang sang roh, walaupun mereka sudah mendengar tentang dia.

Bhagavad-gita 2.30
O putera keluarga Bharata, dia yang tinggal dalam badan tidak pernah dapat dibunuh. Karena itu, engkau tidak perlu bersedih hati untuk makhluk manapun.

Bhagavad-gita 2.31
Mengingat tugas kewajibanmu yang khusus sebagai seorang ksatriya, hendaknya engkau mengetahui bahwa tiada kesibukan yang lebih baik untukmu daripada bertempur berdasarkan prinsip-prinsip dharma; karena itu, engkau tidak perlu ragu-ragu.

Bhagavad-gita 2.32
Wahai partha, berbahagialah para ksatriya yang mendapatkan kesempatan untuk bertempur seperti itu tanpa mencarinya-kesempatan yang membuka pintu gerbang planet-planet surga bagi mereka.

Bhagavad-gita 2.33
Akan tetapi, apabila engkau tidak melaksanakan kewajiban dharmamu, yaitu bertempur, engkau pasti menerima dosa akibat melalaikan kewajibanmu, dan dengan demikian kemasyuranmu sebagai kesatria akan hilang.

Bhagavad-gita 2.34
Orang akan selalu membicarakan engkau sebagai orang yang hina, dan bagi orang yang terhormat; penghinaan lebih buruk daripada kematian.

Bhagavad-gita 2.35
Jendral-jendral besar yang sangat menghargai nama dan kemasyuranmu akan menganggap engkau meninggalkan medan perang karena rasa takut saja, dan dengan demikian mereka akan meremehkan engkau.

Bhagavad-gita 2.36
Musuh-musuhmu akan menjuluki engkau dengan banyak kata yang tidak baik dan mengejek kesanggupanmu. Apa yang dapat lebih menyakiti hatimu daripada itu?
BACA JUGA
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Muput Piodalan Alit di Merajan / Sanggah
Bhagavadgita Bab XVII - Golongan - Golongan Keyakinan
Bhagavad-gita 2.37
Wahai putera kunti, engkau akan terbunuh di medan perang dan mencapai planet-planet surga atau engkau akan menang dan menikmati kerajaan di dunia. Karena itu, bangunlah dan bertempur dengan ketabahan hati.

Bhagavad-gita 2.38
Bertempurlah demi pertempuran saja, tanpa mempertimbangkan suka atau duka, rugi atau laba, menang atau kalah-dengan demikian, engkau tidak akan pernah dipengaruhi oleh dosa.

Bhagavad-gita 2.39
Sampai sekarang, Aku sudah menguraikan tentang pengetahuan ini kepadamu melalui pelajaran analisis. Sekarang, dengarlah penjelasanku tentang hal ini menurut cara bekerja tanpa mengharapkan hasil atau pahala. Wahai putera prtha, bila engkau bertindak dengan pengetahuan seperti itu engkau dapat membebaskan diri dari ikatan pekerjaan.

Bhagavad-gita 2.40
Dalam usaha ini tidak ada kerugian ataupun pengurangan, dan sedikitpun kemajuan dalam menempuh jalan ini dapat melindungi seseorang terhadap rasa takut yang paling berbahaya.

Bhagavad-gita 2.41
Orang yang menempuh jalan ini bertabah hati dengan mantap, dan tujuan mereka satu saja. Wahai putera kesayangan para kuru, kecerdasan orang yang tidak bertabah hati mempunyai banyak cabang.

Bhagavad-gita 2.42
Bhagavad-gita 2.43
Orang yang kekurangan pengetahuan sangat terikat pada kata-kata kiasan dari weda, yang menganjurkan berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan pahala agar dapat naik tingkat sampai planet-planet surga, kelahiran yang baik sebagai hasilnya, kekuatan dan sebagainya. Mereka menginginkan kepuasan indria-indria dan kehidupan yang mewah, sehingga mereka mengatakan bahwa tiada sesuatu pun yang lebih tinggi dari ini. Wahai putera prtha.

Bhagavad-gita 2.44
Ketabahan hati yang mantap untuk ber-bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah ti mbul di dalam pikiran orang yang terlalu terikat pada kenikmatan indria-indria dan kekayaan material.

Bhagavad-gita 2.45
Veda sebagaian besar menyangkut tiga sifat alam. Wahai Arjuna, lampauilah tiga sifat alam itu. Bebaskanlah dirimu dari segala hal yang relatif dan segala kecemasan untuk keuntungan dan keelamatan dan jadilah mantap dalam sang diri.

Bhagavad-gita 2.46
Segala tujuan yang dipenuhi oleh sumur kecil dapat segera dipenuhi oleh sumber air yang besar. Begitu pula, segala tujuan veda dapat segera dipenuhi bagi orang yang mengetahui maksud dasar veda itu.

Bhagavad-gita 2.47
Engkau berhak melakukan tugas kewajibanmu yang telah ditetapkan, tetapi engkau tidak berhak atas hasil perbuatan. Jangan menganggap dirimu penyebab hasil kegiatanmu, dan jangan terikat pada kebiasaan tidak melakukan kewajibanmu.

Bhagavad-gita 2.48
Wahai Arjuna, lakukanlah kewajibanmu dengan sikap seimbang, lepaskanlah segala ikatan terhadap sukses maupun kegagalan. Sikap seimbang seperti itu disebut yoga.

Bhagavad-gita 2.49
Wahai Dhananjaya, jauhilah segala yang menjijikan melalui bhakti dan dengan kesadaran seperti itu serahkanlah dirimu kepada Tuhan Yang Mha Esa. Orang yang ingin menikmati hasil pekerjaannya adalah orang pelit.

Bhagavad-gita 2.50
Orang yang menekuni bhakti membebaskan dirinya dari perbuatan yang baik dan buruk bahkan dalam kehidupan ini pun. Karena itu, berusahalah untuk yoga, ilmu segala pekerjaan.

Bhagavad-gita 2.51
Dengan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti itu, resi-resi yang mulia dan penyembah-penyembah membebaskan diri dari hasil pekerjaan di dunia material. Dengan cara demikian mereka dibebaskan dari perputaran kelahiran dan kematian dan mencapai keadaan di luar segala kesengsaraan (dengan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa).

Bhagavad-gita 2.52
Bila kecerdasanmu sudah keluar dari hutan khayalan yang lebat, engkau akan acuh terhadap segala sesuatu yang sudah didengar dan segala sesuatu yang akan didengar.




Bhagavad-gita 2.53
Bila pikiranmu tidak goyah lagi karena bahasa kiasan veda , dan pikiran mantap dalam semadi keinsafan diri, maka engkau sudah mencapai kesadaran rohani.

Bhagavad-gita 2.54
Arjuna berkata; o Krsna, bagaimanakah ciri-ciri orang yang kesadarannya sudah khusuk dalam kerohanian seperti itu? Bagaimana cara bicaranya serta bagaimana bahasanya? Dan bagaimana ia duduk dan bagaimana ia berjalan?

Bhagavad-gita 2.55
Kpribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; o partha, bila seseorang meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan indria-indria, yang muncul dari tafsiran pikiran, dan bila pikirannya yang sudah disucikan dengan cara seperti itu hanya puas dalam sang diri, dikatakan ia sudah berada dalam kesadaran rohani yang murni.

Bhagavad-gita 2.56
Orang yang pikirannya tidak goyah bahkan di tengah-tengah tiga jenis kesengsaraan, tidak gembira pada waktu ada kebahagiaan, dan bebas dari ikatan, rasa takut dan marah, disebut resi yang mantap dalam pikirannya.

Bhagavad-gita 2.57
Di dunia material, orang yang tidak dipengaruhi oleh hal yang baik dan hal yang buruk yang diperolehnya, dan tidak memuji maupun mengejeknya, sudah mantap dengan teguh dalam pengetahuan yang sempurna.

Bhagavad-gita 2.58
Orang yang dapat menarik indria-indria dari obyek-obyek indria,bagaikan kura-kura yang menarik kakinya ke dalam cangkangnya, mantap dengan teguh dalam kesadaran yang sempurna.

Bhagavad-gita 2.59
Barangkali kepuasan indria-indria sang roh yang berada dalam badan dibatasi, walaupun keinginan terhadap obyek-obyek indria tetap ada. Tetapi bila ia menghentikan kesibukan seperti itu dengan mengalami rasa yang lebih tinggi, kesadarannya menjadi mantap.



Bhagavad-gita 2.60
Wahai Arjuna, alangkah kuat dan bergeloranya indria-indria sehingga pikiran orang bijaksana yang sedang berusaha untuk mengendalikan indria-indrianya pun dibawa lari dengan paksa oleh indria-indria itu.

Bhagavad-gita 2.61
Orang yang mengekang dan mengendalikan indria-indria sepenuhnya dan memusatkan kesadarannya sepenuhnya kepada-ku, dikenal sebagai orang yang mempunyai kecerdasan yang mantap.

Bhagavad-gita 2.62
Selama seseorang merenungkan obyek-obyek indria-indria, ikatan terhadap obyek-obyek indria itu berkembang. Dari ikatan seperti itu berkembanglah hawa nafsu,dan dari hawa nafsu timbullah amarah.

Bhagavad-gita 2.63
Dari amarah timbullah khayalan yang lengkap , dari khayalan menyebabkan ingatan bingung. Bila ingatan bingung, kecerdasan hilang, bila kecerdasan hilang, seseorang jatuh lagi ke dalam lautan material.

Bhagavad-gita 2.64
Tetapi orang yang sudah bebas dari segala ikatan dan rasa tidak suka serta sanggup mengendalikan indria-indria melalui prinsip-prinsip kebebasan yang teratur dapat memperoleh karunia sepenuhnya dari Tuhan.

Bhagavad-gita 2.65
Tiga jenis kesengsaraan kehidupan material tidak ada lagi pada orang yang puas seperti itu (dalam kesadaran Krisna); dengan kesadaran yang puas seperti itu, kecerdasan seseorang mantap dalam waktu singkat.

Bhagavad-gita 2.66
Orang yang tidak mempunyai hubungan dengan Yang Maha Kuasa(dalam kesadaran Krisna) tidak mungkin memiliki kecerdasan rohani maupun pikiran yang mantap. Tanpa kecerdasan rohani dan pikiran pikiran yang mantap tidak mungkin ada kedamaian. Tanpa kedamaian, bagaimana mungkin ada kebahagiaan?

Bhagavad-gita 2.67
Seperti perahu yang berada pada permukaan air dibawa lari oleh angin kencang, kecerdasan seseorang dapat dilarikan bahkan oleh satu saja di antara indria-indria yang mengembara dan menjadi titik pusat untuk pikiran.

Bhagavad-gita 2.68
Karena itu, orang yang indria-indrianya terkekang dari obyek-obyeknya pasti mempunyai kecerdasan yang mantap, wahai yang berlengan perkasa.

Bhagavad-gita 2.69
Malam hari bagi semua makhluk adalah waktu sadar bagi orang yang mengendalikan diri, dan waktu sadar bagi semua makhluk adalah malam hari bagi resi yang mawas diri.

Bhagavad-gita 2.70
Hanya orang yang tidak terganggu oleh arus keinginan yang mengalir terus menerus yang masuk bagaikan sungai-sungai ke dalam lautan,yang senantiasa diisi tetapi selalu tetap tenang , dapat mencapai kedamaian. Bukan orang yang berusaha memuaskan keinginan itu yang dapat mencapai kedamaian.

Bhagavad-gita 2.71
Hanya orang yang sudah meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan indria-indria, hidup bebas dari keinginan, sudah meninggalkan segala rasa ingin memilik sesuatu dan bebas dari keakuan palsu dapat mencapai kedamaian yang sejati

Bhagavad-gita 2.72
Itulah cara hidup yang suci dan rohani. Sesudah mencapai kehidupan seperti itu, seseorang tidak dibingungkan. Kalau seseorang mantap seperti itu bahkan pada saat kematian sekalipun, ia dapat masuk ke kerajaan Tuhan.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Contoh Bentuk Penerapan Ajaran Astangga Yoga Untuk Mencapai Hidup Bahagia Sesuai Ajaran Hindu



Untuk mewujudkan tujuan hidup umat Hindu yakni “moksartham jagadhita ya ca iti dharma” atau mencapai "jagadhita" (kesejahteraan jasmani) atau "moksa" (ketentraman abadi atau kehidupan abadi) (Suhardana, 2010: 65), kitab suci agama Hindu menyediakan berbagai macam jalan. Seperti misalnya menjalankan catur marga yaitu empat jalan untuk mewujudkan kesejahteraan dan Kebahagiaan hidup manusia.



Foto; Istimewa

Adapun bagian-bagian dari catur Marga Yoga yakni karma marga yoga, bhakti marga yoga, jnana marga yoga, dan raja marga yoga. Karma Marga Yoga atau jalan Karma yoga yaitu jalan dengan cara melaksanakan kebaikan (dharma) dengan melaksanakan pekerjaan. Bhakti yoga yaitu jalan dengan cara sujud dan bakti berdasarkan cinta kasih kepada Tuhan. Jnana yoga yaitu jalan dengan cara mempelajari dan mengamalkan ajaran-ajaran suci sebagai bentuk bakti kepada Tuhan. Dan Raja yoga yaitu jalan dengan cara melakukan pengedalian diri melalui tapa brata Yoga dan Samadhi (Suhardana, 2010. 31-35).

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Terkhusus pada para pengikut Raja Marga Yoga berkewajiban untuk mengimplementasikan ajaran Astangga Yoga guna mewujudkan tujuan hidup manusia dan tujuan agama Hindu. Ada pun ke delapan contoh penerapan ajaran Astangga Yoga untuk mencapai tujuan hidup umat Hindu diantaranya adalah sebagai berikut:


1. Yama



Yama yaitu suatu bentuk pengendalian diri pada tingkatan fisik (jasmani). Dalam tahapan ini tedapat lima bentuk larangan yang harus dilakukan diantaranya, ahimsa (dilarang membunuh), satya (dilarang berbohong), asteya (pantang mengingini sesuatu yang bukan miliknya), brahmacari (tidak melakukan hubungan seksual) dan aparigraha (tidak menerima pemberian dari orang lain). Kelima bagian diatas dikenal juga dengan nama Panca Yama. (Sloka Berkaitan ada di Sarasamuccaya 142 dan 259) (Ngurah Dwaja dan Mudana, 2015: 20).

2. Nyama

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI


Nyama yaitu bentuk pengendalian diri pada tingkatan Rohani. Dalam tahapan ini terdapat lima bentuk yang disebut dengan Panca Nyama. Ada pun bagian-bagian dari Panca Nyama adalah Akrodha (tidak dikuasai kemarahan), Guru Susrusa (taat pada guru), Sauca (suci lahir bathin), Aharalaghawa (mengatur macam dan waktu makan serta tidak berfoya-foya, dan Apramada yaitu taat tanpa ketakaburan mempelajari dan mengamalkan ajaran suci (Kondra, 2015: 67). Kemudian Ngurah Dwaja dan Mudana (2015: 20-21) menjelaskan pengendalian diri pada tingkatan Rohani terdapat empat yakni a). Sauca (tetap suci lahir batin), b). Santosa (selalu puas dengan apa yang datang), c). Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan) dan Iswara pranidhana (selalu bakti kepada Tuhan). (Sloka berkaitan Sarasamuçcaya, 260)


3. Asana


Asana yaitu sikap-sikap atau posisi duduk dalam ajaran Astangga Yoga seperti misalnya Sila Sana, bajrasana, padmasana dan sukhasana. Asana dalam ajaran yoga bukan hanya pada sikap duduk tetapi juga termaksud gerakan-gerakan tubuh manusia.


4. Pranayama


Pranayama yaitu sikap menarik (puraka), menahan nafas (kumbhaka) dan mengeluarkan nafas (recaka). Proses ini dilakukan dalam posisi asana yang benar seperti sikap sila sana, bajrasana, padmasana dan sukhasana. Sehingga pikiran menjadi tenang dan seimbang.

5. Pratyahara,


Pratyahara yaitu proses pengontrolan dan pengendalian indria dari ikatan objek duniawi, sehingga dapat melihat hal-hal suci (terbebas dari ikatan maya).


6. Dharana,


Dharana yaitu proses penyatuan pikiran dengan sasaran yang diinginkan pada tingkatan rohani.

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

7. Dhyana


Dhyana yaitu proses pemusatan pikiran yang lebih tenang. Pada tingkatan ini, Pikiran tidak tergoyahkan kepada suatu objek. Dhyana dapat dilakukan pada Ista Devata.


8. Samadhi,

Samadhi yaitu penyatuan sang diri sejati (Atman) dengan Tuhan (Brahman). Tingkatan ini hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh-sungguh. (Sloka berkaitan Bhagavadgita, VI.10).


Catur purusartha atau empat tujuan hidup manusia yang utama dalam agama hindu dapat dicapai dengan menjalankan ajaran Astangga Yoga yaitu delapan tahapan Yoga. Sebab dengan yoga seseorang dapat mencapai ketenangan jiwa. Untuk itu, mari kita melatih diri untuk melaksanakan ajaran Astangga Yoga dengan tuntunan seorang guru yang telah memiliki kemampuan dalam hal tersebut.


Catatan:

Moksa yaitu terlepasnya jiwa atau Atman dari ikatan maya (bebas dari pengaruh karma dan punarbhawa/kelahiran kembali) dan akhirnya bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Catur purusartha adalah empat tujuan hidup manusia yang utama terdiri dari; dharma, artha, kama, dan Moksa.


Referensi


Ngurah Dwaja, I Gusti dan Mudana, I Nengah. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Suhardana, Komang. 2010. Moksa Brahman Atman Aikyam. Surabaya: Paramita.
Kitab Sarasamuccaya.
Kondra, I Nengah. 2015. Kamus Istilah Dalam Agama Hindu. Bandung: -


Senin, 06 Mei 2024

Makna Sate Renteng

 


Sate Renteng, jika dilihat dari beberapa lontar agama Hindu memang belum ada yang membahas secara jelas. Sehingga Sate Renteng dalam upacara Hindu disebut dengan uperengga atau pelengkap upakara yadnya, namun wajib ada dalam setiap upacara yang menggunakan Banten Bebangkit. Sate Renteng sangat erat kaitannya dengan Banten Bebangkit yang menggunakan Babi Guling sebagai ulamnya.
“Hal itu sesuai dengan makna Banten Bebangkit yang merupakan persembahan kepada Dewi Durga,” ujar Budayawan, I Gede Anom Ranuara, S.pd, S.Sn.
Lebih lanjut dijelaskannya, dalam Lontar Tattwa Mpu Kuturan dijelaskan mengenai Rerentengan Jatah yang artinya rangkaian atau susunan sate. Sedangkan dalam Lontar Kadurgan dijelaskan juga mengenai rangkaian sate yang disebut Gayah. Gayah adalah merangkai kembali tulang babi yang akan dipersembahkan kepada Dewi Durga. Karena, apa pun itu segala jenis olahan daging babi pasti dipersembahkan kepada Dewi Durga.


Secara filosofis, Sate Renteng berawal dari permohonan Dewa Wisnu kepada Dewi Durga untuk membunuh Mahesasura, karena diyakini hanya Dewi Durga yang mampu menaklukkannya. Permohonan itu disanggupi oleh Dewi Durga, namun semua senjata para dewa agar berkenan diserahkan untuk mengalahkan Mahesasura. Hal itu dibuktikan dengan terdapatnya sate yang berbentuk sembilan senjata para Dewa.
Sate Renteng terdiri dari beberapa jenis, yakni Sate Renteng Puspusan yang menggunkan kelapa sebagai alasnya. Di mana didalamnya terdapat 13 buah tusuk sate, namun tidak menggunakan bagia Pulekerti. Kedua adalah Sate Renteng Sari. Dalam sate ini terdapat Bagia Pulekerti, namun tetap berpatokan kepada 13 buah tusuk sate. Ketiga adalah sate Renteng Utuh, jenis sate Renteng yang tergolong tinggi, sebab pada alasnya menggunakan kepala babi utuh. Yang terakhir adalah Sate Renteng Durga Dewi yang tertinggi. Hal yang membedakan adalah penggunaan kepala babi yang disertai dengan cabai merah melambangkan taring Dewi Durga.
Bali Express.

RAHINA SUCI PURNAMA

 


Purnama dan Tilem adalah hari yang dianggap suci oleh Umat Hindu. Purnama sesuai dengan namanya jatuh pada setiap malam pada waktu bulan penuh (Sukla Paksa).
Mangku I Wayan Satra mengatakan, pada Purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Candra atau Dewa Bulan, "Ini merupakan manifestasi Sang Hyang Widi yang berfungsi sebagai pelebur segala kekotoran (Mala), " papar Mangku Satra.
Pada hari ini, lanjut Mangku Satra, hendaknya diadakan persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upacara yadnya. Beberapa sloka yang berkaitan dengan pelaksanaan hari suci Purnama terdapat dalam Lontar Sundarigama.
Pada umumnya, di kalangan umat Hindu sangat meyakini mengenai rasa kesucian yang tinggi pada hari Purnama. Sehingga hari itu disebutkan dengan 'Devasa Ayu', yakni hari baik. Oleh karena itu, setiap datangnya hari-hari suci yang bertepatan dengan hari Purnama, maka pelaksanaannya disebut 'Nadi'. "Tetapi, sesungguhnya tidak semua hari Purnama disebut ayu, tergantung juga dari petemon dina dalam wariga," imbuhnya.


Menurut sastra Agama Hindu, Lontar Purwa Gama menuntun umat Hindu agar selalu ingat melaksanakan suci laksana, khususnya pada hari suci Purnama. Hal ini memiliki tujuan untuk mempertahankan serta meningkatkan kesucian diri, terutama para wiku atau pemuka agama. Hal itu dilakukan untuk mensejahterakan alam beserta isinya, karena semua mahluk akan kembali ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Namun, tetap tergantung kepada tingkat kesucian masing-masing.
Menurut sastra Agama Hindu, proses penyucian diri penekanannya terletak pada 'Suci Laksana' karena pada pelaksanaan mengandung makna yang sangat tinggi. Hal ini memiliki arti penekanan tersebut sudah terjadi penyatuan dari pelaksanaan Catur Yoga. " Catur Yoga tersebut dapat menyucikan Stula Sarira (badan kasar) dan Suksma Sarira (Atma) yang ada pada diri manusia, khususnya umat Hindu Bali," ujar Satra.
Bali Express

Salya Tantra Ilmu Pengobatan Bedah Menurut Ayurveda



Di dalam kitab Sushruta Samhita dikatakan bahwa salya atau pembedahan merupakan terapi atau chikitsa yang paling baik, cepat dan berhasil untuk menanggulangi penyakit tertentu yang memerlukan pengangkatan atau menghilangkan bagian tubuh yang menyebabkan terjadinya penyakit. Menurut istilah Ayurveda, pengobatan dengan cara pembedahan dilakukan terhadap penyakit yang diakibatkan oleh penumpukan unsur tri dosha, dhatu dan mala di dalam tubuh. Dengan cara dibedah akan memberikan kesempatan kepada tubuh untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisannya kembali. Salya atau pembedahan tidaklah hanya menyangkut pembedahan atau operasi saja, tetapi termasuk juga bagairnana menegakkan diagnosis, persiapan mengenal metode yang dipergunakan, ukuran, operasi, alat bedah, metode penanganan pasca bedah, dan mengembalikan kesehatan agar kesehatan kembali normal kembali. Cara yang biasa dipergunakan dalam pembedahan menurut Ayurveda adalah:

Dengan cara dibedah akan memberikan kesempatan kepada tubuh untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisannya kembali. Salya atau pembedahan tidaklah hanya menyangkut pembedahan atau operasi saja, tetapi termasuk juga bagairnana menegakkan diagnosis, persiapan mengenal metode yang dipergunakan, ukuran, operasi, alat bedah, metode penanganan pasca bedah, dan mengembalikan kesehatan agar kesehatan kembali normal kembali. Cara yang biasa dipergunakan dalam pembedahan menurut Ayurveda adalah:
DAHA
Daha adalah cara menghilangkan bagian kecil tubuh yang tumbuh mengganggu (biasanya berupa tonjolan di daerah kulit) dengan cara pembakaran. Untuk membakar bagian tubuh ini dapat dipergunakan larutan kimia (ksara) atau langsung dipanasi (agni).
KSARA
Ksara atau kauterisasi merupakan cara menghilangkan dengan mempergunakan cairan, getah, larutan atau penggunaan bahan larutan kimia (alkali) untuk membakar, khusus pada penyakit tertentu, dianggap lebih baik bila dibandingkan dengan diobati mempergunakan cara pembedahan biasa. Terutama untuk penyakit kulit, ambeien, fistula terbakar dan lamakelamaan menimbulkan luka yang sulit sembuh berbekas setelah sembuh. Atau dengan mempergunakan getah batang kayu suranga (jeruk) yang belum kering betul. Batang ini dibakar, dan ujung yang tidak terbakar akan keluar getah berbuih. Getah yang masih hanyat ini dioleskan beberapa kali pada kulit yang ada benjolannya setiap hari.

Larutan alkali pada umumnya dibuat dari bahan tumbuh-tumbuhan, terutama dari abu kayu tertentu yang dibakar. Cara membuat larutan ini harus melalui prosedur tertentu. Misalnya, seorang vaidhya, tabib atau balian akan membuat larutan alkali ini. Terlebih dahulu harus menyucikan badannya pada musim gugur (sarat). Kemudian mendaki sebuah bukit atau gunung untuk mencari tanaman ashita mushka (ghanta parula) yang setengah umur. Melalui suatu upacara homa (api), dengan mempergunakan bunga putih dan merah, vaidhya memotong pohon tersebut menjadi potongan kecil-kecil, ditempatkan di tempat yang tidak berangin. Kemudian kayu ini dibakar dan abunya diambil. Dengan cara yang sama dibakar sampal menjadi abu dan daun, akar dan buah dan tanaman agnimantha, apamarga, argvadha, saptachchhada, snuhi, tilvaka, vibhitoka (vrisha) dan jenis lainnya.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Kemudian dicelupkan seukuran 8 pala (1 pala = 48 gram) bahan shankhanabhi dalam air bersama dengan abu dan tanaman agnimantha dan yang lainnya, lalu dimasak dan diaduk terusmenerus. Setelah dianggap cukup kental, dituangkan ke dalam kendi dan besi dan ditutup rapat. Hasilnya merupakan larutan alkali dengan kategori potensi ringan. Untuk membuat larutan alkali yang berpotensi sedang, harus ditambahkan bubuk obat yang dikenal dengan nama chitraka, danti, dravanti, hingu, vacha, vidha, visha dan lain-lainnya. Jika menginginkan larutan alkali dengan potensi kuat, hendaknya ditambah dengan masingmasing bahan sebanyak 8 tola (1 tola = 12 gram).

Larutan alkali yang berkualitas baik ialah yang berwarna putih, bening dan licin serta begitu ditempatkan pada bagian tubuh yang akan diobati, dengan cepat dapat membakar bagian tubuh tersebut yang menyebabkan sakit. Tempat yang diberikan larutan alkali akan kelihatan seperti terbakar, berwarna kehitaman dan meninggalkan bekas cekungan. Bila tidak tampak seperti ini, jika warnanya kemerahan seperti tembaga atau terasa sakit, gatal dan sebagainya, berarti tempat ini belum terbakar sepenuhnya. Harus diulangi lagi dengan meneteskan larutan alkali. Kalau tempat tersebut berdarah, apalagi orangnya sampai pingsan, ada rasa terbakar dan panas, berarti kelebihan larutan alkali.

Ada beberapa kontra indikasi atau hal yang harus dihindari dalam mempergunakan larutan alkali ini terutama pada penyakit tertentu. Misalnya orang yang lemah, bayi, orang tua, orang yang takut terhadap pengobatan ini, orang yang sakit perut karena busung air, wanita hamil, haid, demam tinggi, sakit pada lubang kemaluan, sakit paru kronik, orang yang menderita hus abnormal (trt, trsa), laki-laki impoten, wanita dengan peranakan terganggu, tidak dianjurkan untuk melakukan pengobatan mempergunakan larutan alkali.

Juga dilarang untuk melakukan pengobatan alkali ini pada pembuluh darah balik atau vena, saraf, sendi, tulang rawan, suturan (pertemuan dua tulang di kepala), pusar, alat kelamin, bagian tubuh yang ditutupi selaput tipis (bibir, rongga mulut, lubang telinga dan lain-lainnnya), bagian dalam kuku, bagian tubuh yang lunak, mata (kecuali kelopak mata).
AGNI
Mengobati dengan cara agni atau membakar, kadang-kadang jauh lebih baik hasilnya dibandingkan dengan cara ksara pada penyakit tertentu. Menurut isi kitab Sushruta Samhita, penyakit yang akan diobati dengan cara agni hendaknya diketahui betul bahwa penyakit tersebut memang tidak mungkin diobati dengan cara lain, tidak mempan dioperasi, sudah pasrah untuk diobati dengan cara agni.

Agni atau pembakaran (kauterisasi) dengan panas, terutama dilakukan terhadap penyakit tumor, fistula, pembengkakan pada testis (buah pelir), kaki bengkak (kaki gajah), pembengkakan pada kelenjar, kulit kehilangan warna, ulkus kronik, sakit kepala, wasir (ambeien) dan beberapa penyakit lainnya.

Pembakaran dapat dilakukan dengan mempergunakan besi panas yang membara dari berbagai bentuk, mempergunakan varti (tongkat obat pembakar), godantha (gigisapi), surya kanta (batu kristal berbagai bentuk). Cairan seperti madu, sirup, minyak dan lilin yang telah masak, dengan panas tertentu juga sering dipergunakan sebagai agni. Bentuk kauterisasi atau agni dapat berupa lingkaran titik, garis atau seluruh permukaan, tergantung indikasi dan kontra-indikasinya.

Setelah bagian tertentu yang dikehendaki untuk dibakar selesai, hendaknya diolesi dengan ghee dan madu. Sebaiknya segera diolesi dengan minyak yang ringan dan dingin pada tempat yang teiah terbakar tersebut. Suatu pembakaran dianggap berhasil, bila bagman tubuh yang dibakar itu tampak ada lasika (serum), ada terdengar bunyi seperti terbakar, warna seperti buah paimira masak, atau pendarahan terhenti, tidak merasa sakit setelah pengobatan.

Yang merupakan kontra-indikasi pada pengobatan pembakaran ini adalah sama dengan seperti pada penyakit atau keadaan pada pemakaian larutan alkali. Terutama pada mereka yang mengalami perdarahan dalam tubuh, usus atau organ pecah dan mereka yang menderita ulkus. WHD No. 451 Agustus 2004.

Oleh : Ngurah Nala
Universitas Hindu Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024

Asal-Usul Ular Suci Pura Luhur Tanah Lot

 


BALI EXPRESS, TABANAN – Tanah Lot tidak hanya dikenal dengan Pura Luhur Tanah Lot yang berada tepat di atas karang di tengah laut yang membuat para wisatawan lokal dan mancanegara terpukau. Namun juga terkenal dengan ular sucinya. Maka tak heran jika para wisatawan yang datang tidak hanya menikmati pemandangan namun juga melihat langsung keberadaan ular suci tersebut.

Bagi masyarakat Pulau Dewata, ular yang ada di Pura Luhur Tanah Lot ini sudah tidak asing lagi. Ular dengan warna belang hitam-putih atau poleng tersebut dipercayai sebagai ular suci yang menjaga Pura Luhur Tanah Lot dan biasa disebut Duwe.

Keberadaan ular suci itu sendiri dapat disaksikan oleh para wisatawan dengan hanya mengaturkan dana punia sukarela di sebuah goa yang tentunya dijaga oleh seorang pawang ular.

Di dalam goa bertuliskan “Ular Suci/Holy Snake” tersebut siapa pun dapat menyaksikan bahkan menyentuh ular suci jenis ular laut berekor pipih dengan nama ilmiah bungarus candidus tersebut. bungarus candidus sendiri merupakan sejenis ular berbisa dari suku elapidae dan merupakan salah satu ular paling berbisa di dunia. “Menurut cerita dari zaman dulu, bisa atau racun dari ular suci itu sangat mematikan,” ungkap terang Jero Mangku Wati, Pemangku di Pura Luhur Tanah Lot.


Meskipun memiliki bisa mematikan, hingga saat ini Mangku Wati mengatakan jika tidak pernah ada orang yang digigit entah itu dari pawang ataupun wisatawan. Karena memang ular suci tersebut tidak akan menggigit selama dirinya merasa aman dan nyaman. “Yang saya tahu dan saya dengar selama ini, hingga detik ini tidak pernah ada orang yang digigit oleh ular suci itu, meskipun katanya ular itu sangat berbisa. Siapa pun yang digigit akan menemui ajalnya dengan sekejap,” imbuhnya.

Keyakinan bahwa bisa atau racun ular sui tersebut sangat mematikan dikuatkan dengan sebuah cerita dari para leluhurnya terdahulu. Konon dulu ular suci pernah bertarung dengan seekor musang. Musang tersebut kemudian digigit oleh ular suci dan dalam beberapa saat musang itu pun melepuh. Ditambahkan lagi, karena tidak pernah menggigit orang maka tidak ada seorang pun yang tahu apa obat penawar jika tergigit oleh ular suci tersebut.

Ular suci yang ada di Pura Luhur Tanah Lot itu dijelaskan bahwa ada dua warna, satu berwarna poleng (hitam-putih) dan satu lagi berwarna abu-abu kehitaman. “Kebanyakan yang berwarna poleng, tetapi kadang-kadang muncul yang berwarna belang abu-abu kebiruan itu. Katanya itu bisanya lebih mematikan lagi,” lanjutnya.


Lebih lanjut, Jero Mangku Wati menceritakan jika menurut kepercayaan dan cerita Agama, ular suci tersebut merupakan jelmaan dari selendang milik Dang Hyang Nirartha ketika menginjakkan kaki di Pantai Tanah Lot.

“Ketika Dang Hyang Nirartha tiba di Pantai Tanah Lot sekitar abad ke-14 Beliau mendirikan pasraman dan bersemedi. Nah ketika itu agar tidak ada gangguan, Beliau kemudian merobek kain poleng yang Beliau gunakan seukuran selendang. Dan selendang itulah berubah menjadi ular suci yang hingga saat ini dipercayai adalah sebagai penjaga Pura Luhur Tanah Lot,” terang Mangku Wati.

Terlebih lagi Mangku Wati menuturkan jika sebelum tahun 1960-an, ular suci di Pura Luhur Tanah Lot berjumlah ratusan. Bahkan ketika pujawali ular-ular tersebut akan meliuk-liuk di Pura Luhur Tanah Lot dengan bebas. “Ular-ular itu akan berkeliaran bebas, dan mereka sangat jinak. Jadi orang yang bersembahyang juga tidak takut karena kalau kita tidak mengganggu ular itu maka ular itu juga tidak akan mengganggu kita. Jadi kita bisa berdampingan,” ujar Mangku Wati lagi.

Namun setelah pariwisata semakin pesat, perlahan keberadaan ular suci itu berkurang. Bahkan kini sudah sangat sulit untuk menemukan ular suci berkeliaran seperti dahulu kala. Dan tak jarang Mangku Wati melihat ada ular suci yang meregang nyawa. “Terakhir saya lihat ada ular suci yang mati lemas di pagar Pura,” tuturnya.

Berkurangnya populasi ular suci di Pura Luhur Tanah Lot diyakini karena eksploitasi terhadap ular suci yang dimanfaatkan untuk bisnis. “Dulu ular banyak dan gampang untuk dipertontonkan kepada pengunjung. Sekarang sudah sedikit jadi ular suci dicari-cari untuk dapat diperlihatkan kepada pengunjung,” ungkap sumber yang enggan dikorankan namanya tersebut.

Kata dia, kesucian ular tersebut telah terkikis oleh kepentingan bisnis sehingga kini populasi ular berkurang. Hal ini tentu saja menjadi pro dan kontra. “Tidak tahu nanti kalau ular suci benar-benar sudah tidak ada lagi. Jadi serba salah di sini, soalnya semua sama-sama cari makan,” pungkas sumber.

(bx/ras/yes/JPR) –sumber