Senin, 20 Mei 2024

ASTA KOSALA KOSALI

 


📝 Kitab Pengetahuan tentang Arsitektur Tradisional Bali
📝 Prasasti Bebetin 896 Masehi
Astakosala-astakosali merupakan pengetahuan arsitektur tradisional Bali. Astakosala-kosali berisi pengetahuan tentang ajaran hakikat seorang arsitek (undagi)
Hal-hal yang harus diketahui dan dipatuhi oleh undagi, dewa pujaan seorang undagi (Bhatara Wiswakarma), ukuran-ukuran (sikut) yang digunakan dan dijadikan pedoman dalam melakukan kerja arsitektur, teknik pemasangan bahan bangunan, tata cara mengukur luas bangunan, jenis-jenis bangunan tradisional Bali, ajaran mengenai hubungan seorang undagi dengan pekerjaan dan kewajibannya terhadap Tuhan, jenis-jenis kayu yang layak dijadikan bahan bangunan, sesajen yang digunakan dalam mengupacarai bangunan, serta mantra-mantra yang wajib digunakan seorang undagi (arsitek tradisional Bali).
Astakosala-kosali memiliki tradisi sejarah yang panjang. Astakosala-kosali sebagai pengetahuan arsitektur tradisional Bali telah dikenal pada abad ke-9. Hal ini dibuktikan berdasarkan data Prasasti Bebetin berangka tahun 818 Saka (896 M). Pada saat itu, di Bali telah dikenal ahli arsitektur tradisional Bali yang disebut Undagi.
Asta Kosala Kosali, merupakan pengetahuan arsitektur tradisional Bali yang berisikan tentang cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. Penataan bangunan biasanya menggunakan anatomi tubuh manusia (dalam hal ini pemilik rumah atau pekarangan). Pengukuran didasarkan pada ukuran tubuh, tidak menggunakan satuan internasional, antara lain:
1. Acengkang/alengkat : diukur dari ujung telunjuk sampai ujung ibu jari tangan yang direntangkan)
2. Agemel : diukur keliling tangan yang dikepalkan
3. Aguli : diukur ruas tengah jari telunjuk
4. Akacing : diukur pangkal sampai ujung jari kelingking tangan kanan
5. Alek : diukur pangkal sampai ujung jari tengah tangan kanan
6. Amusti : diukur ujung ibu jari sampai pangkal telapak tanga yang dikepalkan
7. Atapak batis : diukur sepanjang telapak kaki
8. Atapak batis ngandang : diukur selebar telapak kaki
9. Atengen Depa Agung : diukur dari pangkal lengan sampai ujung jari tangan yang direntangkan
10. Atengen Depa Alit : diukur dari pangkal lengan sampai ujung tangan yang dikepalkan
11. Auseran : diukur dari pangkal ujung jari telunjuk yang ditempatkan pada suatu permukaan
12. Duang jeriji : diukur lingkar dua jari (jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan)
13. Petang jeriji : diukur lebar empat jari (telunjuk, jari tengah, jari manis, kelingking) yang dirapatkan
14. Sahasta : diukur dari siku sampai pangkal telapak tangan yang dikepal
15. Atampak lima : diukur selebar telapak tangan yang dibuka dengan jari rapat
👉 IMPLENTASI ASTA KOSALA KOSALI
📝 Pemilihan Tanah Untuk Membangun
Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara, pelemahan datar (asah), pelemahan inang, pelemahan marubu lalah(berbau pedas).
Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi membangun perumahan adalah :
1. karang karubuhan (tumbak rurung/ jalan),
2. karang sandang lawe (pintu keluar berpapasan dengan persimpangan jalan),
3. karang sulanyapi (karang yang dilingkari oleh lorong (jalan)
4. karang buta kabanda (karang yang diapit lorong/ jalan),
5. karang teledu nginyah (karang tumbak tukad),
6. karang gerah (karang di hulu Kahyangan),
7. karang tenget,
8. karang buta salah wetu,
9. karang boros wong (dua pintu masuk berdampingan sama tinggi),
10. karang suduk angga, karang manyeleking dan yang paling buruk adalah
11. tanah yang berwarna hitam- legam, berbau “bengualid” (busuk)
Tanah- tanah yang tidak baik (ala) tersebut di atas, dapat difungsikan sebagai lokasi membangun perumahan kalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang ditentukan, serta dibuatkan palinggih yang dilengkapi dengan upacara/ upakara pamarisuda.
Perumahan Dengan Pekarangan Sempit, bertingkat dan Rumah Susun.

📝 Penataan Berdasarkan Kondisi
a. Pekarangan Sempit.
Dengan sempitnya pekarangan, penataan pekarangan sesuai dengan ketentuan Asta Bumi sulit dilakukan. Untuk itu jiwa konsepsi Tri Mandala sejauh mungkin hendaknya tercermin (tempat pemujaan, bangunan perumahan, tempat pembuangan (alam bhuta).
Karena keterbatasan pekarangan tempat pemujaan diatur sesuai konsep tersebut di atas dengan membuat tempat pemujaan minimal Kemulan/ Rong Tiga atau Padma, Penunggun Karang dan Natar.
b. Rumah Bertingkat.
Untuk rumah bertingkat bila tidak memungkinkan membangun tempat pemujaan di hulu halaman bawah boleh membuat tempat pemujaan di bagian hulu lantai teratas.
c. Rumah Susun.
Untuk rumah Susun tinggi langit- langit setidak- tidaknya setinggi orang ditambah 12 jari. Tempat pemujaan berbentuk pelangkiran ditempatkan di bagian hulu ruangan.
📝 Tata Letak Dalam Membangun
Ketika rancangan rumah sudah selesai, dalam proses membangun rumah ada beberapa hal yang bisa menjadi patokan agar rumah lebih bersinergi positif. Yaitu sebagai berikut:
1. Bangunan yang terletak di timur,lantainya lebih tinggi sebab munurut masyarakat bali selatan umumnya,bagian timur dianggap sebagai hulu(kepala)yang disucikan. Dari segi fengshui pun mengatakan dengan tatanan seperti sinar matahari tidak terlalu kencang,dan air tidak sampai ke bagian hulu sehingga memberikan energi yang lebih positif. Bagunan yang cocok untuk ditempatkan diareal itu adalah tempat suci keluarga yg disebut merajan atau sanggah.
2. Dapur diletakan di arah barat (barat daya) dihitung dari tempat yang di anggap sebagai hulu (tempat suci) atau di sebelah kiri pintu masuk areal rumah, karena menurut konsep lontar Asta Bumi,tempat ini sebagai letak Dewa Api.
3. Sumur ato lumbung tempat penyimpanan padi jika bisa diletakan di sebelah timur atau utara dapur atau juga di sebelah kanan pintu gerbang masuk rumah karena melihat posisi Dewa Air.
4. Bangunan balai bandung (tempat tidur) diletakan diarah utara,sedangkan balai adat atau balai gede ditempatkan disebelah timur dapur dan diselatan balai bandung. Bangunan penunjang lainnya diletakkan di sebelah selatan balai adat
📝 Penentuan Pintu Masuk
Selain menemukan posisinya yang tepat untuk menangkap dewa air sebagai sumber rejeki ukuran pintu masuk juga harus diatur. Jika membuat pintu masuk lebih dari satu,lebar pintu masuk utama dan lainya tidak boleh sama.
Termasuk tinggi lantainya juga tidak boleh sama. Lantai pintu masuk utama (dibali berbentuk gapura/angkul – angkul) harus dibuat lebih tinggi dari pintu masuk mobil menuju garase.jika dibuat sama akan memberi efek kurang menguntungkan bagi penghuninya bisa boros atau sakit-sakitan.Akan sangat bagus bila di sebelah kiri (sebelah timur jika rumah mengadap selatan) diatur jambangan air (pot air) yang diisi ikan.
Asta Kosala Kosali merupakan konsep tata ruang tradisional Bali berdasarkan konsep keseimbangan kosmologis (Tri Hita Karana), hirarki tata nilai (Tri Angga), orientasi kosmologis (Sanga Mandala), ruang terbuka (natah), proporsional dengan skala, kronologis dan prosesi pembangunan, kejujuran struktur dan kejujuran pemakaian material.
Apabila dimensi dan ukuran bangunan proporsional sesuai skala ukuran tubuh pemilik rumah disertai dengan ritual upakara dan hari baik maka dipercaya akan terjadi keseimbangan kehidupan penghuni rumah dengan lingkungan di sekitar pekarangan.
👉 Asta Kosala Kosali memiliki makna filosofis yang tinggi bagi masyarakat Bali, yang merupakan konsep tata ruang tradisional Bali yang berdasarkan pada :
1. konsep keseimbangan kosmologis (Tri Hita Karana : Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan),
2. hirarki tata nilai (Tri Angga: Utama Angga, Madya Angga, Nista Angga),
3. orientasi kosmologis (Sanga Mandala),
4. ruang terbuka (natah),
5. proporsional dan skala,
6. kronologis dan prosesi pembangunan,
7. kejujuran struktur dan
8. kejujuran pemakaian material.
Hal-hal tersebut diatas merupakan pijakan bagi masyarakat Bali dalam melaksanakan pembangunan karena kepercayaan masyarakat bahwa berpedoman pada konsep pengetahuan Asta Kosala Kosali dalam membuat bangunan (pemilihan lahan, pemilihan bahan, menentukan dimensi dan ukuran bangunan proporsional sesuai skala ukuran tubuh pemilik rumah disertai dengan ritual upakara dan hari baik) maka dipercaya akan terjadi keseimbangan kehidupan penghuni rumah dengan lingkungan di sekitar pekarangan.

 

Pantangan Suami Saat Istri Sedang Hamil Menurut hindu

 


Pantangan Suami Saat Istri Hamil Secara Umum
Pada umumnya pantangan yang tidak boleh dilakukan bagi suami yaitu :
Menjelekkan, menghina, merendahkan orang lain
Menyiksa binatang
Makan atau minum berlebihan apalagi sampai mabuk
Berjudi
Pantangan Hamil Dalam Kanda Pat Rare
Pantangan Suami Saat Istri Sedang Hamil Dalam ajaran Kanda Pat Rare yaitu :
Tidak membangunkan istri yang sedang tidur.
Tidak melangkahi (ngungkulin) istri yang sedang tidur
Pada saat istri yang sedang hamil itu lagi makan, dilarang anglawatin (membayangi dengan bayangan badan) terhadap nasi atau makanan yang sedang dimakannya.

Dalam ajaran kanda pat rare diyakini bahwa, perkembangan bayi berkaitan dengan penstanaan para dewa di tubuh bayi, demikian juga para leluhur mulai berhubungan dengan bayi anda. Sehingga untuk menghormati beliau yang sedang berhubungan dengan pembentukan bayi dalam kandungan, hendaknya suami menghormatinya dengan cara tidak melangkahi ataupun membangunkannya dengan mengkejutkan pada saat istri anda tidur.
Pantangan Suami Saat Istri Sedang Hamil Dalam Lontar Eka Pertama
Dalam Lontar Eka Pertama juga dijelaskan hendaknya seorang suami melakukan swadharma agar menurunkan anak yang baik (dharma putra), yaitu tidak diperkenankan:
Membangun rumah
Memotong rambut
Menyelenggarakan pengangkatan anak
Membuat pagar rumah atau pagar ladang
Memperistri wanita lain
Selingkuh
Larangan-larangan berlaku bagi suami tersebut, konon merupakan petuah dari Bhatara Brahma yang disampaikan kepada Bhagawan Bergu.
Apa saja yang sebaiknya dilakukan jika istri sedang hamil?
Menurut Bhuwana Kosa, Wrhaspati Tattwa, dan Mahabharata, adalah sebagai berikut :
Membuat perasaan istri tenang/ damai/ aman/ terlindungi
Melakukan derma (Drwya Yadnya – dana punia)
Rajin sembahyang, bersamadhi, bermeditasi
Membaca Mahabharata
Pada usia kehamilan 7 bulan, adakan upacara megedong-gedongan (kalau mungkin/ bisa) Kalau tidak, sembahyang biasa ditujukan kepada Bhatara Guru (Sanghyang Widhi) mohon keselamatan bayi dan ibunya.
Mengendalikan panca indria, bila mampu berpuasa setiap bulan purnama dan tilem.
Disamping itu, pada saat istri hamil, bila ia sedang makan, hendaknya jangan diajak bicara, apalagi diberi kata-kata kotor, kasar, keras yang membuatnya tersinggung dan sakit hati. Karena, Sang Hyang Urip sedang bersemayam pada orang yang sedang makan.
Itulah sebabnya kemudian muncul mitos yang mengatakan, tidak boleh membunuh orang yang sedang makan, walaupun dia seorang penjahat atau musuh sekalipun. Maka dari itu, bagi suami-istri agar semua pikiran, perkataan dan perbuatan, diarahkan pada ajaran-ajaran kebajikan (dharma), agar terhindar dari malapetaka, baik bagi mereka berdua, maupun anak yang dikandungnya.
Jadi demi keselamatan ibu dan bayi sebaikx mematuhi ajaran yg sudah ada

 

GARIS DARAH RAJA AIRLANGGA

 


Berikut daftar raja-raja Jenggala dan Panjalu:
◾Janggala
1. Sri Maharaja Mapanji Garasakan (prasasti Turun Hyang yang dikeluarkan oleh Mapanji Garasakan, 1044 M dan prasasti Malenga, 1052 M)
2. Sri Maharaja Alanjung Ayes (prasasti Banjaran yang berasal dari daerah Surabaya, 1052 M)
3. Sri Maharaja Rakai Halu Pu Juru Samarotsaha Karnnakesana Ratnasangkha Kirritisingha Jayanntaka Tungga Dewa (prasasti Sumengka, 1059 M)
◾Panjalu (Kadiri)
1. Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttungga Dewa (prasasti pucangan, 1041 M dan prasasti Pamwatan, 1042 M)
2. Aji Linggajaya (prasasti Malenga, 1052 M)
3. Sri Jayawarsa Digjaya (prasasti Sirah Keting, 1104 M)
4. Sri Maharaja Sri Bameswara Sakalabhumwana Tustikarana Sarwaniwariwirya Parakrama Digjya Uttungga Dewa (prasasti Pikatan, 11 Januari 1117 dan prasasti Tangkilan, 14 Mei 1130)
5. Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudanawatara Anindita Suhtrisingha Parakrama Uttungga Dewa (prasasti Ngantang, 1135 M dan prasasti Talan, 24 Agustus 1136)
6. Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardanawatara Wijaya Agrajasama Singhanadari Waryawirya Parakarama Digjaya Uttungga Dewa (prasasti Padelaga II, 23 September 1159 dan prasasti Kahyunan, 23 Februari 1161)

7. Sri Maharaja Rakai Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijayamuka (prasasti Angin, 23 Maret 1171)
8. Sri Maharaja Sri Kroncaryadipa Bhuwanapalaka Parakrama Anindita Digjaya Uttungga Dewa Sri Gadra (prasasti Jaring, 19 November 1181)
9. Sri Maharaja Sri Kamesware Triwikrama Awatara Aniwariwirya Parakrama Digjaya Uttungga Dewa (prasasti Ceker, 11 September 1185)
10. Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttungga Dewa (prasasti Kamulan, 31 Agustus 1194, prasasti Galungan 20 April dan prasasti Wates atau prasasti Lawadan, 18 November 1205).
Yang segera menarik perhatian tercantum nama Kertajaya dalam prasasti Wates. Anugerah tanah di Lawadan pada awal prasasti Wates diberikan oleh Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttungga Dewa. Di kompleks candi Panataran terdapat prasasti Palah. Prasasti Palah (1197 M) menyebutkan seorang raja Kadiri yang bernama Srengga, beliau memberikan hadiah sima untuk Mpu Iswara Mapañji Jagwata yang telah berjasa kepada raja karena telah melakukan pemujaan untuk Bhatara ri Palah. Nama Palah juga terdapat dalam Kakawin Nagarakretagama yang menerangkan saat Raja Hayam Wuruk berkeliling dan singgah ke Palah. Puja sastra Nagarakretagama mengatakan bahwa setelah raja Kertajaya "pergi" pada tahun 1222 M, atas perintah Sri Parwatadhindrasuta (Ken Angrok), Jayasabha menggantikannya berkuasa di Kadiri. Pada tahun 1258 M, Sastrajaya menggantikan Jayasabha dan pada tahun 1271 M Jayakatwang menggantikan Jayasabha di Kadiri (Nag.,44.2).
Pecahnya perang antara Janggala dan Panjalu yang berkepanjangan dimenangkan oleh Sri Maharaja Mapanji Jayabhaya, diuraikan pada prasasti Ngantang, 17 September 1135. Kemenangan Panjalu terhadap Janggala ditandai dengan tulisan di atas prasasti Ngantang, yaitu Panjalu Jayati, artinya Panjalu menang.
Sumber informasi:
• Boechari. 2012. 𝘔𝘦𝘭𝘢𝘤𝘢𝘬 𝘚𝘦𝘫𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘒𝘶𝘯𝘰 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢 𝘭𝘦𝘸𝘢𝘵 𝘗𝘳𝘢𝘴𝘢𝘴𝘵𝘪/𝘛𝘳𝘢𝘤𝘪𝘯𝘨 𝘈𝘯𝘤𝘪𝘦𝘯𝘵 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢𝘯 𝘏𝘪𝘴𝘵𝘰𝘳𝘺 𝘵𝘩𝘳𝘰𝘶𝘨𝘩 𝘐𝘯𝘴𝘤𝘳𝘪𝘱𝘵𝘪𝘰𝘯𝘴/ 𝘒𝘶𝘮𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯 𝘛𝘶𝘭𝘪𝘴𝘢𝘯/𝘞𝘳𝘪𝘵𝘪𝘯𝘨𝘴 𝘰𝘧 𝘉𝘰𝘦𝘤𝘩𝘢𝘳𝘪. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
• Muljana, Slamet. 2006. Tafsir Sejarah Nagara Kretagama. Yogyakarta: LKiS

 

MAKNA BANTEN PEJATI

 


Banten Pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana untuk menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan manifestasiNya, akan melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan. Banten pejati merupakan banten pokok yang senantiasa dipergunakan dalam Pañca Yajña.
Banten Pejati setiap daerah di Bali memiliki bentuk dan cara penyajian yang berbeda-beda, selain itu penyajian Banten Pejati juga sesuai dengan tingkatan upacara yadnya.
Banten pejati dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu:
1. Peras kepada Sanghyang Iswara
2. Daksina kepada Sanghyang Brahma
3. Ketupat kelanan kepada Sanghyang Wisnu
4. Ajuman kepada Sanghyang Mahadewa

Adapun unsur-unsur banten pejati antara lain:
1. Daksina dipergunakan sebagai mana persembahan atau tanda terimakasih, selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan.
2. Banten peras dimaksud untuk mengesahkan anak/cucu, dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi dengan peras akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya dikatakan tidak sah, oleh karena itu banten peras selalu menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai tujuan tertentu.
3. Penyeneng/ tehenan/ pabuat dibuat untul tujuan untuk membangun hidup yang seimbang sejak dari baru lahir hingga maninggal.
4. Ketupat kelanan merupakan lambang dari sad ripu yang telah dapag dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga kebijakam senantiasa meliputi kehidupan manusia.
5. Soda/ajuman digunakan sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina yang ditujukan kepada para leluhur.
6. Pasucian dipergunakan sebagai alat untuk menyucikan Ida Bhatara dalam suatu upacara keagamaan.
7. Segehan digunakan untuk menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatif.
Sumber: