Minggu, 07 Januari 2024

Jenis & Unsur DiBalik Banten Segehan



 Bentuk nasinya ada berbentuk nasi cacahan (nasi tanpa diapa-apakan), kepelan (nasi dikepal), tumpeng (nasi dibuat kerucut) kecil-kecil atau dananan.

Wujud banten segehan berupa ganjal taledan (daun pisang, janur), diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti “bawang merah, jahe, garam” dan lain-lainnya. dipergunakan juga api takep (dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda + atau swastika), bukan api dupa, disertai beras dan tatabuhan air, tuak, arak serta berem.

Makna Banten Segehan

Segehan artinya “Suguh” (menyuguhkan), dalam hal ini segehan di haturkan kepada para Bhutakala agar tidak mengganggu dan  juga Ancangan Iringan Para Betara dan Betari, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan insan dalam kala waktu tertentu. Dengan segehan inilah diharapkan mampu menetralisir dan menghilangkan dampak negative dari limbah tersebut. Segehan juga mampu dikatakan sebagai lambang harmonisnya kekerabatan manusia dengan semua ciptaan Tuhan (palemahan).
Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari. Penyajiannya diletakkan di bawah atau sudut- sudut natar Merajan / Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan. Segehan dan juga Caru banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih. Dalam Susastra Smerti (Manavadharmasastra) ada disebutkan bahwa setiap kepala keluarga hendaknya melaksanakan upacara Bali (suguhan makanan kepada alam) dan menghaturkan persembahan di kawasan-tempat terjadinya pembunuhan, seperti pada ulekan, pada sapu, pada kompor, pada asahan pisau, pada talenan.

Jenis-Jenis Banten Segehan
1. Segehan Kepel Putih
Segehan kepel putih ini yaitu segehan yang paling sederhana dan biasanya seringkali di haturkan setiap hari.
2. Segehan Putih Kuning
Sama mirip segehan putih, hanya saja salah satu nasinya diganti menjadi warna kuning.
biasanya segehan putih kuning ini di haturkan di bawah pelinggih

3. Segehan Kepel Warna Lima (Manca Warna)
Sama mirip segehan kepel putih, hanya saja warna nasinya menjadi 5, yaitu putih, merah, kuning, hitam dan brumbun. Dan penempatan warna mempunyai daerah atau posisi yang khusus sebagi pola ;

  • Warna Hitam menempati posisi Utara.
  • Warna Putih menempati posisi Timur.
  • Warna merah menempati posis selatan.
  • Warna kuning menempati posisi Barat.
  • Sedangkan Warna Brumbun atau kombinasi dari ke empat warna di atas menempati posisi di tengah tengah, yang mampu di katakan Brumbun tersebut sebagai Pancernya.

Segehan Manca Warna ini biasanya di letakkan pada pintu masuk pekarangan (lebuh pemeda­l)atau di perempatan jalan

4. Segehan Cacahan
Segehan ini sudah lebih sempurna alasannya adalah nasinya sudah dibagi menjadi lima atau delapan tempat. sebagai bantalan dipakai taledan yang berisikan tujuh atau Sembilan buah tangkih.
Kalau menggunakan 7 (tujuh) tangkih, sebagai berikut:

  • 5 tangkih untuk tempat nasi yang posisinya di timur, selatan, barat, uatara dan tengah.
  • 1 tangkih untuk daerah untuk lauk pauknya ialah bawang, jahe dan garam.
  • 1 tangkih lagi untuk tempat base tampel, dan beras.
  • kemudian diatas disusun dengan canang genten.
  • Kalau memakai 9 (sembilan) tangkih,sebagai berikut:
  • 9 tangkih untuk kawasan nasi yang posisinya di mengikuti arah mata angin.
  • 1 tangkih untuk kawasan untuk lauk pauknya adalah bawang, jahe dan garam.
  • 1 tangkih lagi untuk kawasan base tampel, dan beras.
  • lalu diatas disusun dengan canang genten.
  • Keempat jenis segehan diatas mampu dipergunakan setiap kajeng kliwon atau pada ketika upacara–upacara kecil, artinya dibebaskan penggunaanya sesuai dengan kemampuan.

5. Segehan Agung
Merupakan tingkat segehan terakhir. Segehan ini biasanya dipergunakan pada ketika upacara piodalan, penyineban Bhatara, budal dari pemelastian, serta menyertai upacara Bhuta Yadnya yang lebih besar lainnya. Adapun isi dari segehan agung ini yakni; alasnya ngiru/ngiu, ditengahnya ditempatkan daksina penggolan (kelapanya dikupas tapi belum dihaluskan dan masih berserabut), segehan sebanyak 11 tanding, mengelilingi daksina dengan posisi canangnya menghadap keluar, tetabuhan (tuak, arak, berem dan air), anak ayam yang masih kecil, sebelum bulu kencung ( ekornya belum tumbuh bulu yang panjang) serta api takep (api yang dibentuk dengan serabut kelapa yang dibentuk sedemikian rupa sehingga membentuk tanda + atau tampak dara).
Adapun tata cara ketika menghaturkan segehan yaitu pertama menghaturkan segehannya dulu yang berdampingan dengan api takep, lalu buah kelapanya dipecah menjadi lima, diletakkan mengikuti arah mata angin, kemudian anak ayam diputuskan lehernya sehingga darahnya menciprat keluar dan dioleskan pada kelapa yang telah dipecahkan tadi, telor lalu dipecahkan, di”ayabin” lalu ditutup dengan tetabuhan.

Setiap menghaturkan segehan kemudian di siram dengan tetabuhan, tetabuhan ini mampu memakai air putih yang higienis, atau tuak, brem, dan arak. Dengan cara mengelilingi segehan yang di haturkan.

Unsur-unsur Banten Segehan
Setiap unsur-unsur dari segehan sejatinya memiliki filosofi didalamnya, berikut penjelasannya:

Di atasnya disusun canang genten. Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, ialah sejenis alkhohol, dimana alkhohol secara ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai bakteri/bakteri yang merugikan. Oleh kedokteran dipakai untuk mensteril alat-alat kedokteran. Metabuh pada saat masegeh adalah  biar semua kuman, Virus, bakteri yang merugikan yang ada di sekitar kawasan itu menjadi hilang/mati. (CF/Google)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar