Senin, 26 Agustus 2024

CERITA RAKYAT BALI I LUTUNG TEKEN KEKUA (LUTUNG & KURA_KURA)


 

Pada saat saya kecil kakek sering mendongeng saat menjelang tidur kegiatan ini rutin dilakukan berhubung pada saat itu hiburan hampir tidak ada, listrik juga belum ada sehingga jika malam tiba hanya lampu templek yang menjadi alat penerang dan saat sebelum mengantuk hanya cicak didinding yang berusaha menangkap yamuk jadi tontonan kami di serambi rumah sesekali bunyi tokek yang kami hitung bersama sama untuk main tebak tebakan, bunyi jangkrik dan kodok di halaman rumah juga jadi musik pedamping perbincangan, ayah ibu kakek nenek bersama kerabat lainnya yang dewasa asik dengan rumpiannya seputar pengalaman perjalanan hari hari yang dilalui, kami anak-anak bermain tepuk tepukan tangan, kadang kalau terang bulan tiba di ikuti dengan petak umpet, jika tidak terang bulan suasana halaman jadi gelap kami hanya bermain di serambi rumah aja, cahaya lampu templek yang membias ke dinding jadi mainan kami selanjutnya dengan memotong daun bunga kamboja menjadi serupa wayang yang kami mainkan dengan melaihat bayangan yang ada di dinding. Begitulah suasana kehidupan waktu itu sehingga dongeng dari kakek sangat berkesan.

Ketika mata sudah mulai lelah mulut sudah mulai menguap tanda tanda kantuk telah datang kakek menyuruh kami masuk dan tidur bersamanya, pada saat itulah kami mengajukan usulan agar kakek bercerita.

“Krek-krek sampat ade kone satue mudah aji keteng maal aji dadue ade madan I lutung jak I kekue” itulah awal dari sebuah pengantar dongeng dari kakek kami merapikan selimut sambil pikiran melayang menghayal menuju kisah cerita.

Kera dan Kura Kura

Seekor kera bernama Lutung dan kura-kura darat bernama Kekua hidup bersahabat di sebuah hutan setiap hari mereka bersama-sama mencari pisang untuk makanan pada suatu hari mereka tiba di sebuah kebun Pan Dangin. Kebun Pan Dangin di penuhi oleh pohon pisang si Lutung bertugas untuk memanjat dan memetik pisang sementara Kekua bertugas untuk mengumpulkan pisang di bawah, hari pertama hingga hari ketiga mereka selalu bernasib mujur tidak diketahui oleh Pan Dangin dan perut mereka berdua saat kembali masuk hutan tempat tingggal selalu dalam kondisi kenyang. Pan Dangin si pemilik kebun yang sehari-hari menggantungkan hidupnya dari hasil kebun dan padi di sawah saat datang kekebun merasa kecewa karna pisang yang siap untuk di panen dan di jual tiba-tiba habis, dan lebih terkejut lagi saat melihat kulit pisang yang berserakan di sekitar kebun tersebut akhirnya Pan Dangin menyimpulkan bahwa ada orang atau binatang yang mencuri pisangnya akhirnya pan dangin memasang perangkap binatang di sekitar kebun pisang.






Kekua dan Lutung ternyata cerdik juga melihat perangkap yang dipasang cukup bagus mereka mengurungkan niatnya untuk mengambil pisang, mereka melanjutkan perjalanan menuju kebun sebelah yang ditanami mentimun, terong dan sayuran lainnya, rupanya Pan Dangin sibuk mengintip pencuri pisangnya sementara kebun mentimun dan terongnya ditinggalkan akhirnya nasib mujur kembali berpihak pada si Lutung dan Kekua mereka kembali kerumah mereka di hutan dengan perut kenyang dan penuh perbekalan untuk makanan malam harinya.
Pan Dangin jadi semakin marah setelah mentimun dan terong tanamannya di kebun sebelah di curi oleh Lutung dan Kekua akhirnya Pan Dangin mengumpulkan semua petani di desa itu mereka merencanakan untuk menangpak pencuri Pisang, Mentimun dan Terong di kebun Pan Dangin.
Dari hasil rapat diputuskan untuk mengintip dari balai gubuk yang dibuat di tengah kebun karna jika menggunakan perangkap sampai saat ini tidak pernah tertangkap.
Hari yang naas bagi Lutung dan Kekua setelah seminggu mereka menghilang tidak berani datang ke kebun Pan Dangin mereka merasa kelaparan karna persediaan makanan di hutan sudah habis musim kering telah mencapai puncak puncaknya kedua sahabat ini Lutung dan Kekua memaksakan diri untuk melawan bahaya dengan memasuki kebun Pan Dangin sementara Pan Dangin dan teman temannya telah bersembunyi di dalam gubuk dengan membawa panah dan parang, keadaan semakin genting Pan Dangin dan teman teman tidak berani untuk berbicara sementara Lutung dan Kekua melihat kondisi sepi langsung bersorak ayo mumpung lagi sepi kita makan dan bawa ke hutan mentimun dan pisang ini.
Saat Lutung sedang asik memanjat pisang dan memetiknya tiba tiba anak panah Pan Dangin menancap hampir mengenai si lutung akhirnya lutung lari tunggang langgang sementara Kekua tidak kuat lari dan akhirnya tertangkap. Pan Dangin merasa puas dengan hasil tangkapannya ternyata yang selama ini memakan buah mentimun, terong dan pisangnya adalah seekor kura kura dan monyet, kebetulan yang tertangkap seekor kura kura yang bisa dibuat sate dan lawar.
Pan Dangin dan teman teman membawa Kekua pulang dan ditaruh di bawah kurungan ayam yang di timpani pemberat agar Kekua tidak bisa keluar dari kurungan tersebut. Rencana Pan Dangin selanjutnya adalah menyiapkan racikan bumbu untuk membuat sate dan lawar kura kura. Sementara Lutung sedih sendirian di hutan tanpa teman lagi, akhirnya Lutung memutuskan untuk datang ke rumah Pan Dangin malam hari untuk membebaskan Kekua.
Ditemukanlah Kekua berada di kurungan ayam di pojok rumah dan Lutung mulai meng olok-olok sahabatnya, “wah kamu bakal segera jadi sate dan lawar” kata Lutung ber bisik bisik, Kekua tidak kalah akal di per olok –olok “aku bukan akan di jadikan sate aku ini diminta untuk memper istri anak Pan Dangin yang cantik itu, tapi aku tak mau makanya aku di kurung aku di minta bersedia menjawab kembali besok pagi dan saat ini mereka lagi berembuk di Sekepat yang ada di tengah pekarangan bersama keluarga untuk merencanakan hari perkawinanku” jawab Kekua dengan wajah yang serius tidak sedikitpun menampakkan wajah bahwa dia sedang mengibuli Lutung. Rupanya lutung tidak mau kalah akal ia mengendap enadap di atas rumah sambil memandangi sekepat tempat pan dangin dan keluarganya meracik bumbu, selintas terlihat anak pandangin yang cantik itu, rambutnya panjang, bibirnya mungil dengan seniuman yang manis membuat lutung jatuh cinta, akhirnya lutung kembali mendekati Kekua, “eh itu kan mereka sedang membuat bumbu untuk membuat kamu jadi sate” kata Lutung , “ salah itu mereka lagi membuat bumbu untuk pesta perkawiananku jika aku menjawab bersedia untuk mengawini putrinya” kata Kekua “Terus bumbu itu “ kata lutung “ya itu akan di pakai membuat sate Babi yang ada di belakang rumah sebelah” kata Kekua, Lutung tak mau kalah dia segera melihat kanbdang Babi sebelah rumah ternyata betul ada dua ekor babi yang siap di potong, tanpa berpikir panjang Lutung memohon agar dia bisa menggantikan Kekua menjadi pengantin, akhirnya kekua menyetujui Lutung masuk ke kurungan dan Kekua keluar berjalan menuju hutan, kesesokan harinya Pan Dangin sudah siap dengan Golok di tangannya mendekati kurungan itu betapa kagetnya ketika Kekua berubah enjadi Lutung akhirnya seisi pekarangan pandangin menjadi heboh dikiranya Lutung ini adalah seekor Kera jadi jadian atau siluman Leak, akhirnya kesepakatan kera yang ada di kurungan akan di bakar, di kumpulkanlah daun kelapa kering dan di jadikan obor lalu di dekatkan ke kurungan tersebut betapa terkejutnya Lutung melihat kondisi ini maka dengan segala kekuatan diterjangnya kurungan ayam itu hingga Lutung terbebas dan lari menuju hutan.
Setelah berlari cukup jauh dari gubuk Pan Dangin akhirnya Lutung duduk di atas pohon untuk beristirahat saat itulah dilihat Kekua jalan di bawah sana sambil bernyanyi nyanyi, si Lutung turun dari pohon dan mendekati Kekua sambil tertawa-tawa mengingat kisah mereka berdua.
Hari Hari berlalu persahabatan Lutung dan Kekua semakin intim mereka berdua kesana kemari mencari makan bersama pada suatu hari datanglah hujan yang cukup lebat air kali menjadi keruh dan berlumpur, Kekua dan Lutung berteduh di bawah pohon beringin yang cukup besar mereka berencana menanam pisang untuk kebutuhan sehari hari “Dimana kita mencari pohon pisang “ kata Lutung “ Nanti selesai Hujan pasti ada beberapa pohon pisang yang hanyut di kali kita bawa ke hutan lalu kita tanam “ kata Kekua , akhirnya selesai hujan mereka berdua bersama-sama mendekati kali ternyata benar ada pohon pisang yang sudah cukup besar hanyut di bawa banjir, pohon pisang itu mereka angkat berdua menuju hutan tempat mereka tinggal Lutung merasa tidak puas dengan ide Kekua itu lutung memilih mengambil daun pisang tersebut untuk di makan sementara Kekua memilih menanam batang pisang tersebut dan beberapa bulan kemudian pisang Kekua sudah berbuah dan Lutung mulai tertarik ber hubung kekua tidak bisa memanjat maka lutung di perbolehkan untuk memetik pisang Kekua, Lutung mulai bermain curang dia memakan pisang di atas pohon dan kulitnya di lempari Kekua, akhirnya kekua mengalah dan makan kulit pisang tersebut, suatu ketika pisang lainnya mulai menguning Lutung bermaksud untuk memetik pisang menggunakan karung dan akan memakannya bersama-sama di bawah namun Kekua sudah paham akan akal-akalan Lutung yang nantinya pasti akan di makan sendiri di bawa ke atas pohon, akhirnya kekua mempersiapkan karung yang sudah di lubangi bawahnya sehingga setiap Lutung memetik pisang dan memasukkan ke karung pisang akan jatuh, ternya ta strategi Kekua manjur juga sehingga kekua berhasil memakan buah pisang dan Lutung disisakan Kulit kulitnya.
Seiring dengan gelapnya malam Kakek telah mengantuk dan kami sudah tertidur pulas tanpa tahu batas akhir dari Dongeng sang Kakek mungkin pikiran ku telah melayang menyatu antara mimpi dengan dongeng hingga tak terasa hari sudah pagi.

Demikianlah kisah Lutung dan Kekua
Dari

I Wayan Swastika
JL Miru 14 Karang Jangu Cakranegara Mataram Lombok
wswastika@yahoo.com

Sumber : https://iwayanswastika.wordpress.com/.../dongeng-bali...




CERITA RAKYAT BALI I KAMBING TEKEN I CICING (SI KAMBING & SI ANJING) Tanduk si anjing


 

Pada zaman dulu konon anjing memiliki tanduk, dan ekornya pendek. Sebaliknya, kambing tidak memiliki tanduk, tetapi ekornya panjang. Mereka berdua bersahabat karib. Kemana pun anjing pergi, kambing ikut serta. Begitu pun sebaliknya. Mereka hidup rukun dan damai.

Namun sebenarnya, diam-diam kambing memiliki perasaan iri kepada anjing. Ia iri akan keindahan tanduk anjing. Sudah lama ia ingin memiliki tanduk seperti itu. Tapi, dia tak tahu bagaimana cara untuk memiliki tanduk itu.

“Ah, kalau saja aku punya tanduk, aku pasti akan menjadi binatang yang gagah,” pikir kambing.

Suatu hari keinginan kambing untuk bisa memiliki tanduk sudah tak tertahan lagi. Hal ini karena ia mendapat undangan untuk menghadiri sebuah pesta. Maka, ia pun merengek pada anjing untuk meminjamkan tanduk miliknya padanya.

“Anjing sahabatku, aku diundang oleh sebuah pesta yang amat penting. Aku ingin tampak istimewa dalam pesta itu. Aku belum pernah menghadiri pesta seperti ini sebelumnya. Barangkali, hanya sekali ini saja aku menghadiri pesta besar. Tolonglah aku, pinjamkan tandukmu itu padaku. Aku akan menjaganya baik-baik. Jika pesta telah usai, akan ku kembalikan padamu.” kata kambing.

“Kambing sahabatku, akan ku pinjamkan padamu tandukku itu padamu. Tapi, berjanjilah, kembalikan setelah pesta usai,” jawab anjing.

“Tentu saja, anjing. Cepat, lepaskanlah tandukmu itu. Aku sudah tak sabar ingin memakainya di kepalaku,” kata kambing.

“Tenang sahabat. Jika terburu-buru kulit kepalaku bisa sakit.” kata anjing.

Akhirnya, dengan berat hati anjing melepaskan tanduknya. Tanduk itu bertengger indah di kepala kambing. Kambing tampak sangat gembira.

“Lihatlah aku, sahabat. Bagaimana penampilanku sekarang? Nampak gagah bukan?” kata kambing

“Ya, kau tampak gagah,” jawab anjing.

Akhirnya, dengan hati berbunga-bunga, kambing pergi ke pesta dengan tanduk pinjaman. Semua binatang memandang kambing dengan penuh kekaguman. Ia tampak besar kepala.

“Aku harus tetap memiliki tanduk ini!” begitu tekad jahat di hati kambing.





Ketika pesta usai, kambing tak segera datang ke rumah sahabatnya itu. Ia malah berusaha menghindar jika berpapasan di jalan. Suatu kali, kambing bertemu anjing tanpa terduga. Anjing menagih benda miliknya itu.

“Kambing sahabatku, mana tandukku? Kau sudah berjanji padaku akan mengembalikan,” kata anjing.

“Ya. Tapi sebentar lagi ya. Aku pasti akan mengembalikan padamu,” kata kambing.

“Baiklah. Tetapi berjanjilah,” kata anjing masih bersabar.

“Tentu,”

Keesokan harinya anjing datang lagi pada kambing. Kambing mencoba menghindar dengan berbagai cara.

“Anjing, semalam aku sudah mencoba beberapa kali melepasnya. Tapi sulit. Kulit kepalaku sampai sakit. Kalau sudah lepas, akan ku kembalikan padamu,”kata kambing.

Tapi, sudah beberapa hari ini janji kambing tak pernah ditepati. Sang anjing mulai kesal.

Ia datang lagi. Tapi kambing tidak ada di tempat. Ia mencari-cari. Akhirnya, anjing menemukan kambing sedang merumput santai yang tempatnya cukup jauh dari wilayah mereka.

“Kambing, aku datang untuk menagih janjimu!”seru anjing dari kejauhan.

Melihat anjing ingin meminta tanduknya, kambing berlari menjauh. Anjing pun mengejar. Terjadi kejar-mengejar yang cukup seru. Kambing masuk ke dalam semak-semak. Anjing terus mengejar. Sampai akhirnya kaki kambing mulai capek. Namun anjing terus saja berlari. Lalu tahu-tahu anjing sudah ada di belakangnya. Karena geram, si anjing langsung menggigit ekor si kambing dengan seluruh tenaganya.

“Auuukkkhhhh!!!”kambing menjerit kesakitan. Ekornya putus. Karena ketakutan, kambing berlari sekencang-kencangnya. Malah, ia tak dapat dikejar lagi oleh anjing.

Sejak itulah kambing memiliki tanduk. Dan ekornya tak panjang lagi. Begitu pun sebaliknya. Anjing tak memiliki tanduk,akan tetapi ekornya panjang.

Dari cerita inilah di bali terkenal dengan istilah "silih-silih kambing" yang berarti pinjam-pinjam tak di kembalikan.

Pesan moral : hendaklah kita mengembalikan apa yang telah kita pinjam yang bukan milik kita dan selalu tepati janji yang sudah di ucapkan,sebab janji itu adalah hutang.

Sumber : ardi007rizard.blogspot.com/.../cerita-rakyat-dari-bali.h...




Tiga utang manusia


 

Kitab suci Veda menyatakan tiga utang manusia, yakni kepada para dewata (deva rna) sebagai abdi-abdi Tuhan yang memberikan kelengkapan unsur-unsur material kepada manusia. Utang kedua adalah kepada para leluhur (pitra rna) karena atas jasa mereka seseorang bisa lahir ke dunia ini dan mendapatkan kesempatan lahir menjadi manusia. Utang ketiga adalah kepada para rsi, brahmana, atau guru kerohanian (acarya) sebab mereka memberikan diksa atau kelahiran kedua.
Kelahiran pertama adalah kelahiran fisik yang terjadi atas persatuan ayah dan ibu (pitra). Kelahiran kedua (dvijati) terjadi atas persatuan guru (rsi, brahmana, acarya) dengan Veda (kitab suci). Hanya manusia (bukan binatang atau tumbuhan) yang bisa mempelajari Veda dan menerima pengetahuan rohani. Pengetahuan rohani inilah yang membedakan manusia dengan binatang.
Itulah sebabnya manusia punya utang kepada para rsi (orang suci: nabi, acarya, guru kerohanian atau apalah istilahnya). Kalau seseorang hanya dilahirkan secara fisik tetapi tidak diberikan pengetahuan rohani, kehidupannya akan hanya berkisar antara makan/minum, tidur, mempertahankan hidup, dan berketurunan. Namun, apabila manusia diberikan pengetahuan rohani mengenai jati dirinya sebagai atma (roh) yang suci, maka di sanalah dia memenuhi misi hidupnya sebagai manusia.
Semua utang itu tergambar pada tangan manusia. Tangan manusia adalah gabungan dari empat jalur (patha) persembahan. Tiga celah di antara kelingking, jari manis, jari tengah dan telunjuk adalah jalur persembahan kepada Tuhan dan para dewata. Karena itu, orang yang mempersembahkan bunga, air atau aksata kepada Tuhan dan para dewata hendaknya mempersembahkannya melewati celah di antara empat jemari tangan.
Celah antara telunjuk dan ibu jari adalah jalur untuk persembahan kepada para leluhur. Apabila seseorang melakukan pindodaka, tarpana, atau pinda dana (persembahan air dan nasi kepal kepada leluhurnya), maka ia hendaknya mempersembahkannya melewati celah ini sembari mengucapkan doa/mantra kepada leluhurnya baik dari pihak ayah maupun ibu.


Cekungan di bawah kelingking adalah jalur persembahan kepada para rsi, brahmana dan acarya. Apabila seseorang akan melakukan persembahan air, abhiseka atau puspanjali kepada para orang suci, para rsi, Bhagawan Byasa, atau para acarya, maka persembahan itu hendaknya melewati cekungan ini.
Di pangkal tangan seseorang (tepat di atas pergelangan tangan) adalah cekungan yang disebut manusa patha atau brahma tirtha. Lewat cekungan inilah seseorang meminum air suci (tirtha) atau meminum air saat melakukan acamana (penyucian diri dengan air suci). Apabila mulut menyentuh bagian ini, tangan tidak menjadi leteh (kotor) karena tercemar kotoran mulut. Apabila tirtha diminum tidak melalui celah brahmatirtha ini, maka tangan seseorang dinyatakan cemer (tercemar) oleh mulut dan liurnya. Demikian petunjuk sastra.

Selasa, 20 Agustus 2024

CERITA RAKYAT BALI Pan Balang Tamak Yang Licik

 



Hiduplah seorang lelaki di Bali pada zaman dahulu. Pan Balang Tamak namanya. Pan Balang Tamak dikenal selaku orang yang licik dan cerdik. Kecerdikannya kerap digunakannya untuk berbuat licik. Ia juga dikenal selaku sosok pembohong, sombong, pemalas, dan jarang bergaul dengan orang lain. Orang-orang di desanya tidak menyukai Pan Balang Tamak. Sang Kepala Desa di mana Pan Balang Tamak tinggal termasuk orang yang tidak senang dengan Balang Tamak.

Kepala Desa merencanakan cara untuk menghukum Pan Balang Tamak. Setelah dipikirkannya masak-masak, sang Kepala Desa akhirnya menemukan cara. Ia lantas memerintahkan agar segenap warga untuk melaksanakan perburuan bersama. "Siapa yang tidak turut dalam perburuan bersama itu akan dikenakan hukuman berupa denda!" begitu pengumuman sang Kepala Desa.

Kepala Desa memerintahkan segenap warga desa pimpinannya untuk berkumpul dan berangkat setelah ayam jantan berkokok dan mulai turun mencari makan.

Pan Balang Tamak jelas mengetahui adanya pengumuman dari kepala desa itu. Ia juga bisa merasakan adanya niat kepala desa untuk menghukum dan menjatuhkan denda padanya. Ia pun merencanakan siasat licik untuk menghadapinya.

Pada hari yang telah ditentukan, warga desa berdatangan di rumah kepala desa tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Hanya Pan Balang Tamak sendiri yang tidak terlihat di tempat itu. Warga desa yakin, kali ini Pan Balang Tamak tidak akan dapat lagi mengelak dari tuntutan hukuman dan denda yang akan dijatuhkan Kepala Desa.

Pan Balang Tamak akhirnya datang juga ke tempat pertemuan itu meski sangat terlambat dari waktu yang ditentukan. Ia terlihat tenang seraya menuntun seekor anak anjing miliknya ketika datang ke pertemuan warga tersebut. Ia tetap juga terlihat tenang dan tidak sedikit pun memperlihatkan rasa bersalahnya karena datang sangat terlambat dan mendapat ejekan warga desa lainnya.

Ketika perburuan dimulai, Pan Balang Tamak turut pula dalam kegiatan tersebut. Tanpa diketahui warga lainnya, Pan Balang Tamak melemparkan anak anjing miliknya ke semak-semak berduri. Anak anjing itu pun meraung-raung kesakitan karena tubuhnya terkena duri-duri tajam. Orang-orang yang tengah berburu terperanjat dan buru-buru mendatangi Pan Balang Tamak. Mereka mendapati Pan Balang Tamak tengah menimang-nimang anjingnya itu dan membersihkan darah dari tubuh anjingnya.

"Pan Balang Tamak, apa yang terjadi dengan anjingmu itu?" tanya sang Kepala Desa.

"Anjingku ini tadi habis bertarung dengan seekor babi hutan besar." jawab Pan Balang Tamak berbohong. "Ia begitu gigih bertarung hingga sekujur tubuhnya terluka dan mengeluarkan darah."

"Kemana babi hutan itu Iari?" tanya seorang warga.

Pan Balang Tamak menunjuk ke sebuah arah. "Kesana!" jawabnya.

Maka, warga desa pun segera bergerak ke arah yang ditunjukkan Pan Balang Tamak. Sementara Pan Balang Tamak sendiri hanya duduk seraya terus membersihkan darah dari luka di tubuh anjing miliknya. Dengan cara itu maka Pan Balang Tamak tidak harus bersusah-payah mengikuti perburuan. Siasat Iiciknya telah berhasil mengelabui Kepala Desa dan juga warga desa lainnya.

Perburuan pun berakhir ketika waktu senja tiba. Mereka kembali tanpa mendapatkan seekor hewan buruan pun. Sebelum kembali ke rumah masing-masing, Kepala Desa memerintahkan segenap warga desa untuk berkumpul keesokan harinya. Warga desa mengetahui, Kepala Desa akan menghukum Pan Balang Tamak karena berani melanggar perintah Kepala Desa.

Pan Balang Tamak mengetahui jika dirinya akan dijatuhi hukuman Kepala Desa. Namun ia tidak terlihat resah atau takut. Setibanya di rumah, ia malah menyuruh istrinya untuk membuat abug iwel (Sejenis penganan atau kue yang terbuat dari ketan). "Bentuklah abug iwel itu hingga menyerupai tahi anjing."

Istri Pan Balang Tamak keheranan mendengar ucapan suaminya. "Untuk apa abug iwel dibentuk menyerupai tahi anjing, Pan?" tanyanya.

"Sudahlah, jangan banyak tanya." jawab Pan Balang Tamak. "Aku akan mengolok-olok Kepala Desa karena akan menjatuhkan hukuman untukku. Aku akan buktikan, aku lebih cerdik dibandingkan Kepala Desa."

Meski tidak mengetahui rencana suaminya yang sebenarnya, istri Pan Balang Tamak menuruti perintah suaminya. Ia membuat abug iwel dan membentuknya hingga menyerupai tahi anjing.





Keesokan harinya, Pan Balang Tamak pagi-pagi telah datang di Balai Desa. Secara sembunyi- sembunyi ia meletakkan abug iwel buatan istrinya itu di bawah tiang Balai Desa. Diberinya air di sekitar abug iwel itu hingga kian mengesankan air kencing anjing. Selesai dengan tugas rahasianya itu Pan Balang Tamak lantas kembali ke rumahnya. Ia mandi dan beberapa saat kembali ia berangkat ke Balai Desa untuk bergabung dengan warga desa lainnya.

Setelah semua warga desa berkumpul, Kepala Desa lantas menghadapkan Pan Balang Tamak kepadanya. Katanya, "Engkau harus kami hukum karena telah melanggar perintah Kepala Desa. Hukuman untukmu adalah membayar denda."

Dengan wajah yang menyiratkan kepolosan, Pan Balang Tamak menyahut, "Mengapa aku harus dihukum? Apa kesalahanku? Bukankah aku telah mematuhi perintah Kepala Desa?"

"Patuh pada perintah Kepala Desa bagaimana maksudmu?" kata Kepala Desa dengan wajah yang menyiratkan kemarahan. "Bukankah aku telah umumkan agar segenap warga desa datang dan berkumpul di Balai Desa ketika ayam jago berkokok dan turun untuk mencari makan? Lantas, bagaimana dengan dirimu sendiri?"

Dengan suara lantang Pan Balang Tamak menjelaskan, jika ia tidak mempunyai ayam jago, walau seekor pun. Ayam yang dimilikinya hanyalah ayam betina yang tengah mengerami telur-telurnya. "Tentu saja ayamku tidak berkokok. Sesuai perintah Kepala Desa, aku langsung berangkat ke Balai Desa setelah ayarnku turun untuk menari makan. Bukankah aku telah mematuhi perintah Kepala Desa? Lantas, bagaimana mungkin aku harus dihukum dengan membayar denda?"

Kepala Desa dan segenap warga desa tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menyanggah penjelasan Pan Balang Tamak. Mereka semua mengetahui, Pan Balang Tamak memang hanya mempunyai seekor ayam betina. Jika ia datang ke Balai Desa setelah ayam betinanya turun untuk mencari makan, maka jelas Pan Balang Tamak tidak bisa disalahkan karenanya.

Pan Balang Tamak akhirnya dibebaskan dari hukuman denda. Pan Balang Tamak lantas berlagak. Diperhatikannya keadaan di bawah tiang Balai Desa.

Katanya kemudian dengan wajah bersungut-sungut seraya menunjuk pada abug iwel, "Balai Desa ini tampak kotor. Lihat banyak tahi anjing di dekat tiang ini:'

Kepala Desa dan beberapa warga desa melihat ke arah yang ditunjuk Pan Balang Tamak. Mereka dapat membenarkan ucapan Pan Balang Tamak.

Mendadak Pan Balang Tamak berujar, "Aku menantang siapa pun di antara kalian. Siapa pun yang berani memakan tahi anjing ini, aku akan membayarnya sepuluh ringgit!"

Kepala Desa sangat jengkel mendengar ucapan Pan Balang Tamak. "Bagaimana dengan dirimu sendiri? Jika engkau berani memakan tahi anjing itu, aku akan membayar dua kali lipat dari tawaranmu! Bagaimana? Engkau berani menerima tantanganku?"

Pan Balang Tamak pura-pura berpikir dan menimbang-nimbang. Ia terus berlagak hingga Kepala Desa dan orang-orang kian bersemangat memintanya untuk melakukan tantangan Kepala Desa. Dengan tetap berlagak menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, Pan Balang Tamak lalu memakan abug iwel yang dibentuk menyerupai tahi anjing itu.

Kepala Desa maupun warga desa yang melihat Pan Balang Tamak memakan 'tahi anjing` menjadi mual perutnya. Mereka menutup mulutnya dan tak sanggup melihat aksi Pan Balang Tamak. Kepala Desa lantas memberikan uang dua puluh ringgit untuk Pan Balang Tamak dan memintanya untuk segera pulang.

Pan Balang Tamak pulang dengan wajah berseri-seri. Kecerdikannya untuk berbuat licik kembali memperdaya Kepala Desa dan juga warga desa tempat tinggalnya.

Karena terlalu banyak hal curang yang sering dilakukan Pan Balang Tamak, kepala desa mengutus seseorang untuk membunuhnya menggunakan racun yang sangat ampuh untuk membunuh Pan Balang Tamak, tetapi karena mendengar hal itu sebelumnya Pan Balang Tamak pernah mengingatkan istrinya ia berkata ” Istriku jika aku mati nanti aku ingin agar jenasahku di dudukan dengan bersila di bale lalu senderkan diriku pada salah satu tiang di bale tersebut, gantungkan rambutku pada bagian atas bale, lalu carikan aku seekor tamulilingan dan letakan di samping jenasah ku selama 1 hari , dan aku ingin harta kita di letakan di bale delod (rumah bagian selatan) berupa peti dan tutup menggunakan kain kasa putih dan jasad di letakan di bale daja ( rumah bagian utara) dan di tutup peti”. Setelah itu beberapa hari kemudian matilah Pan Balang Tamak dan istrinya pun melakukan hal yang di perintahkan suaminya. Karna mendengar hal tersebut utusan kepala desa mengintip ke rumah Pan Balag Tamak, tetapi apa yang ia lihat, ia kira Pan Balang Tamak telah mati, tetapi iya melihatnya duduk bersila di bale sambil menggeraikan rambutnya diselingi dengan membacakan mantra/nanyian agama yang sebenarnya hanyalah jenasah dan tamulilingan yang ada. Karan hal itu utusan kepala desa mengatakan bahwa racun tersebut tidak ampuh. Karena kepala desa tidak percaya iapun menelan racun tersebut dan akhirnya ia mati.

Akhirnya kepala desa yang semula ingin mebunuh Pan Balang Tamak akhirnya mati juga bersama racun miliknya. Setelah beberapa hari jenasah Pan Balang Tamak di pindahkan oleh istrinya ketempat yang di perintahkan dahulu yaitu bale daja (rumah bagian utara) dan hartanya di letakan di bale delod (rumah bagian selatan). Karena berita tentang kematian Pan Balang Tamak sudah tersebar keseluruh desa, ternyata ada orang yang ingin berbuat jahat. Orang tersebut ingin mencuri harta kekayaan Pan Balang Tamak karena Pan Balang Tamak terkenal kaya. Akhirnya orang tersebut mendatangi rumah Pan Balang Tamak dengan sembunyi-sembunyi dan langsung berjalan ke bale daja (rumah bagian utara) di mana semua orang percaya tempat itu adalah tempat menyimpan kekayaan dan barang berharga, karena tidak mungkin di bale delod (rumah bagian selatan) adalah tempat jenasah Pan Balang Tamak. Akhirnya orang tersebut melihat peti yang dikira harta Pan Balang Tamak dan membawanya pergi. Ketika ingin melihat isinya di pertengahan jalan mereka berhenti, tetapi karena ada bau tak sedap akhinya tidak jadi dan berjalan lagi hingga tiba di pura, yaitu pura Desa, akhirnya mereka membukanya dan ternyata yang mereka bawa dalam peti ternyata isinya adalah jenasah Pan Balang Tamak dan mereka lari ketakukan dan meninggalkan jenasah tersebut di pura desa,

Itulah yang menyebabkan di pura Desa ada Pemujaan/bale yang bernama Pan Balang Tamak yang berarti agar setiap kita memasuki pura Desa maka rasa Tamak kita atau rasa rakus kita akan hilang dan menjadi orang yang lebih baik dan tidak menjadi orang yang rakus dan curang dalam kehidupan ini.

Pesan moral dari cerita rakyat ini adalah :
Pan Balang Tamak yang licik adalah kecerdikan sudan seharusnya tidak dilakukan untuk berbuat kelicikan atau memperdaya orang lain. Kecerdikan hendaknya digunakan untuk membantu orang yang membutuhkan.

Sumber : dongengceritarakyat.com › ... › Cerita Rakyat Nusantara



CERITA RAKYAT BALI SIAP SELEM (AYAM HITAM )

 



Ada cerita, seekor ayam betina bernama I Siap Selem. Dia mempunyai anak ayam yang banyak juga, yang masing-masing memiliki nama-nama unik. Salah satunya, I Ulagan yang berarti tanpa bulu. Sebagai seorang induk, I Siap selem ini sangat protektif terhadap anak-anaknya dan juga sangat cerdik. Musuh abadi keluarga ayam kecil dan sejahtera ini adalah seekor luwak bernama Men Kuwuk.

Suatu hari, keluarga ayam ini berkelana kesana kemari mencari makan sampai sore hari. Tanpa dinyana, mereka tersesat. Tepat saat itu, hujan turun dengan lebat. Rombongan keluarga ayam yang berjumlah tujuh ekor, termasuk I Ulagan, tersesat dalam sebuah hutan. Tentu mereka mencari tempat berteduh dan akhirnya sampai dirumah Men Kuwuk.

Seperti kita ketahui, luwak dikenal sebagai binatang pemakan ayam. Kedatangan I Siap Selem dan keluarganya, membuat Men Kuwuk girang bukan kepalang. Dalam kepala mereka terbayang hidangan lezat dari daging ayam. Men Kuwuk mempersilakan keluarga ayam untuk menginap di rumahnya saja, karena tampaknya hujan belum reda dalam waktu dekat, sementara hari sudah malam. Naluri I Siap Selem waspada. Ia merasa ada sesuatu pada kebaikan Men Kuwuk. Karena ia tahu sepak terjang Men Kuwuk terhadap kaum ayam.

Kedua belah pihak, baik I Siap Selem dan Men Kuwuk, sama-sama mengatur strategi. Men Kuwuk memikirkan bagaimana caranya menyantap I Siap Selem dan anak-anaknya. Sementara, I Siap Selem memikirkan bagaimana bertahan dan memenangkan pertarungan dengan Men Kuwuk - karena ayam tidak kuat cuaca hujan.

***





Ketika hujan sudah reda, I Siap Selem segera memerintahkan anak-anaknya untuk kabur dengan cara terbang melewati pagar pembatas rumah Men Kuwuk. Yang kabur terlebih dulu anak ayam pertama, disusul kedua, ketiga dan seterusnya, hingga tersisa I Siap Selem dan I Ulagan. Karena I Ulagan masih kecil dan belum punya sayap kuat untuk terbang melewati pagar, maka I Siap Selem dengan berat hati meninggalkannya dengan pesan.

"I Ulagan, ibu percaya kamu bisa memperdayai Men Kuwuk dan keluarganya. Karena kamu yang paling cerdik disini."

Sebetulnya, I Ulagan enggan ditinggal. Tapi, apa boleh buat, ibunya tentu tidak kuat membawanya. Akhirnya, ia membulatkan hati untuk tetap tinggal di rumah Men Kuwuk yang kelaparan.

Diam-diam, Men Kuwuk mengamati keluarga I Siap Selem dari jauh. Ia merasa yakin, tidak ada jalan lain bagi I Siap Selem melarikan diri dari rumahnya. Pagar rumahnya terlalu tinggi untuk dilewati. Sementara itu, I Ulagan tengah menggeser batu-batu berwarna hitam yang berbentuk ayam di dekatnya. Ia sendiri lalu bersembunyi supaya tidak terlihat Men Kuwuk.

Ketika tengah malam tiba, Men Kuwuk bersiap untuk memangsa I Siap Selem dan anak-anaknya. Dipanggil-panggillah I Siap Selem. Tak ada sahutan. Men Kuwuk yakin, I Siap Selem dan keluarganya sudah tertidur pulas. Lalu, dengan mengendap-endap, ia mendekati tempat I Siap Selem berteduh. Begitu melihat batu-batu berwarna hitam yang berbentuk ayam, secepat kilat, Men Kuwuk menerkam dan menggigitnya. Sontak, gigi Men Kuwuk tanggal semuanya. Karena ia menggigit batu bukannya I Siap Selem. I Ulagan yang melihat Men Kuwuk tanpa gigi itu, tertawa terpingkal-pingkal. Men Kuwuk meringis kesakitan. I Ulagan bernyanyi, Ngik... Ngik... Ngak... Gigi Pungak Ngugut Batu (Ngik Ngik ngak, Giginya nerkam batu).

SUMBER : 365ceritarakyatindonesia.blogspot.com