Kitab suci Veda menyatakan tiga utang manusia, yakni kepada para dewata (deva rna) sebagai abdi-abdi Tuhan yang memberikan kelengkapan unsur-unsur material kepada manusia. Utang kedua adalah kepada para leluhur (pitra rna) karena atas jasa mereka seseorang bisa lahir ke dunia ini dan mendapatkan kesempatan lahir menjadi manusia. Utang ketiga adalah kepada para rsi, brahmana, atau guru kerohanian (acarya) sebab mereka memberikan diksa atau kelahiran kedua.
Kelahiran pertama adalah kelahiran fisik yang terjadi atas persatuan ayah dan ibu (pitra). Kelahiran kedua (dvijati) terjadi atas persatuan guru (rsi, brahmana, acarya) dengan Veda (kitab suci). Hanya manusia (bukan binatang atau tumbuhan) yang bisa mempelajari Veda dan menerima pengetahuan rohani. Pengetahuan rohani inilah yang membedakan manusia dengan binatang.
Itulah sebabnya manusia punya utang kepada para rsi (orang suci: nabi, acarya, guru kerohanian atau apalah istilahnya). Kalau seseorang hanya dilahirkan secara fisik tetapi tidak diberikan pengetahuan rohani, kehidupannya akan hanya berkisar antara makan/minum, tidur, mempertahankan hidup, dan berketurunan. Namun, apabila manusia diberikan pengetahuan rohani mengenai jati dirinya sebagai atma (roh) yang suci, maka di sanalah dia memenuhi misi hidupnya sebagai manusia.
Semua utang itu tergambar pada tangan manusia. Tangan manusia adalah gabungan dari empat jalur (patha) persembahan. Tiga celah di antara kelingking, jari manis, jari tengah dan telunjuk adalah jalur persembahan kepada Tuhan dan para dewata. Karena itu, orang yang mempersembahkan bunga, air atau aksata kepada Tuhan dan para dewata hendaknya mempersembahkannya melewati celah di antara empat jemari tangan.
Celah antara telunjuk dan ibu jari adalah jalur untuk persembahan kepada para leluhur. Apabila seseorang melakukan pindodaka, tarpana, atau pinda dana (persembahan air dan nasi kepal kepada leluhurnya), maka ia hendaknya mempersembahkannya melewati celah ini sembari mengucapkan doa/mantra kepada leluhurnya baik dari pihak ayah maupun ibu.
Cekungan di bawah kelingking adalah jalur persembahan kepada para rsi, brahmana dan acarya. Apabila seseorang akan melakukan persembahan air, abhiseka atau puspanjali kepada para orang suci, para rsi, Bhagawan Byasa, atau para acarya, maka persembahan itu hendaknya melewati cekungan ini.
Di pangkal tangan seseorang (tepat di atas pergelangan tangan) adalah cekungan yang disebut manusa patha atau brahma tirtha. Lewat cekungan inilah seseorang meminum air suci (tirtha) atau meminum air saat melakukan acamana (penyucian diri dengan air suci). Apabila mulut menyentuh bagian ini, tangan tidak menjadi leteh (kotor) karena tercemar kotoran mulut. Apabila tirtha diminum tidak melalui celah brahmatirtha ini, maka tangan seseorang dinyatakan cemer (tercemar) oleh mulut dan liurnya. Demikian petunjuk sastra.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar