- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI |
Sabtu, 28 September 2024
Ni Timun Mas dan I Lantang Hidung (Cerita Rakyat Bali)
CERITA RAKYAT BALI I CEKER CIPAK
Alkisah, di sebuah kampung di Pulau Dewata atau Bali, Indonesia, ada seorang pemuda tampan bernama I Ceker Cipak. Ia tinggal bersama ibunya di sebuah gubuk di pinggir kampung. Ia dan ibunya sangat teguh memegang dan menjalankan
dharma.[2] Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, ibu dan anak tersebut mencari kayu bakar dan hasil-hasil hutan lainnya. Hidup mereka serba kekurangan. Oleh karena tidak ingin terusbterbelenggu oleh keadaan tersebut, I Ceker Cipak
memutuskan untuk berdagang jagung. Ia ingin pergi ke kota untuk membeli jagung untuk direbus dan dijual kembali.
“Bu, apakah Ibu mempunyai uang tabungan?”
tanya I Ceker Cipak kepada ibunya.
“Untuk apa uang itu, Anakku?” ibunya balik
bertanya. I Ceker Cipak pun menceritakan niatnya ingin berdagang ke kota. Alangkah bahagianya perasaan sang Ibu mendengar niat baik anaknya itu.
“Wah, Ibu merasa senang dan mendukung niatmu itu, Anakku! Ibu ingin sekali membantu usahamu itu, tapi Ibu hanya mempunyai uang 200 kepeng.
[3] Uang tersebut Ibu tabung selama bertahun- tahun. Apakah uang itu cukup untuk membuka usaha barumu itu, Anakku?” tanya ibunya.
“Cukup, Bu! Uang tersebut akan Ceker gunakan untuk membeli jagung secukupnya,” jawab I Ceker Cipak.
Mendengar jawaban itu, ibu I Ceker Cipak segera mengambil uang tabungannya, lalu memberikan kepada anak semata wayangnya. Keesokan harinya, I Ceker Cipak pun berangkat ke kota
dengan membawa modal 200 kepeng dan sebuah keranjang . Untuk sampai ke kota, ia harus melewati perkampungan, persawahan, dan hutan lebat yang jaraknya cukup berjauhan. Setelah berjalan setengah hari, sampailah I Ceker
Cipak di sebuah perkampungan. Ketika akan melewati perkampungan itu, ia melihat seorang warga yang sedang menyiksa seekor kucing.
Melihat tindakan warga yang tidak
berbelaskasihan itu, ia segera mendekati dan memintanya agar menghentikan penyiksaan terhadap kucing tersebut.
“Maaf, Tuan! Jangan bunuh kucing itu! Jika Tuan berkenan, saya akan menebusnya dengan uang 50 kepeng,” pinta I Ceker Cipak.
Warga itu pun menerima permintaannya. Setelah menyerahkan uang 50 kepeng kepada warga itu, I Ceker Cipak melanjutkan perjalanan dengan
membawa serta kucing itu. Tak berapa jauh
berjalan, ia kembali melihat seorang warga
sedang memukuli seekor anjing karena mencuri telur ayam. Melihat hal itu, ia pun menebus anjing itu dengan harga 50 kepeng. Setelah itu, ia kembali melanjutkan perjalanan dan membawa serta anjing itu. Kini, ia tidak berjalan sendirian.
Ia ditemani oleh kucing dan anjing yang telah ditebusnya.
Ketika hari menjelang sore, I Ceker Cipak
bersama kucing dan anjing tebusannya tiba di sebuah hutan lebat. Saat melewati hutan lebat itu, ia melihat beberapa orang warga sedang memukuli seekor ular yang telah memangsa seekor bebek. Karena merasa kasihan, ia pun menebus ular itu dengan 50 kepeng. Para warga yang telah memukuli ular itu terheran-heran melihat perilaku I Ceker Cipak.
“Hai, teman-teman! Anak Muda itu sudah gila.Untuk apa dia menebus ular yang tidak ada gunanya itu?” celetuk seorang warga.
I Ceker Cipak tidak menghiraukan celetukan warga itu. Setelah memasukkan ular itu ke dalam keranjangnya, ia segera berlalu dari tempat itu untuk melanjutkan perjalanan. Setelah menyusuri
hutan lebat, I Ceker Cipak memasuki daerah persawahan. Ketika itu, ia menemui para petani sedang menangkap seekor tikus dan memukulinya. I Ceker Cipak tidak sampai hati melihat tikus itu disiksa oleh mereka.
“Maaf, Tuan-Tuan! Tolong jangan siksa tikus itu!Jika Tuan-Tuan berkenan, biarlah aku tebus tikus itu dengan harga 25 kepeng,” pinta I Ceker
Cipak.
Para petani itu pun mengabulkan permintaannya.Setelah menyerahkan uang tebusan sebesar 25 kepeng kepada para petani tersebut, I Ceker Cipak kembali melanjutkan perjalanan dengan
ditemani oleh kempat hewan tebusannya, yaitu seekor anjing, kucing, ular, dan tikus. Mereka tiba di pasar Kota Raja saat hari mulai gelap. I Ceker Cipak merasa sangat lapar. Setelah memeriksa sakunya, ternyata uangnya hanya tersisa 25 kepeng . Akhirnya, uang tersebut ia pakai membeli makanan untuk dirinya dan keempat binatang tebusannya. Ia terpaksa batal
membeli jagung, karena sudah kehabisan uang.
Ketika I Ceker Cipak bersama keempat binatang tebusannya sedang asyik makan, tiba-tiba seorang prajurit istana yang sedang patroli datang menghampirinya.
“Hai, Anak Muda! Kamu siapa dan dari mana asalmu?” tanya prajurit itu.
“Nama saya I Ceker Cipak, Tuan! Maaf jika
kedatangan saya mengganggu ketenteraman kota ini,” jawab I Ceker Cipak sambil memberi hormat.
“Apa maksud kedatanganmu ke kota ini? Dan, untuk apa kamu membawa hewan-hewan piaraanmu itu?” prajurit itu kembali bertanya.“Maaf, Tuan! Sebenarnya, saya datang ke kota ini untuk membeli jagung, namun uang saya telah habis untuk menebus keempat binatang ini yang
sedang dianiaya orang,” jawab I Ceker Cipak.
“Wah, hatimu sungguh mulia, Anak Muda!” puji Prajurit itu kemudian mengajak I Ceker Cipak ke istana untuk menghadap sang Raja. Setibanya di istana, prajurit itu menceritakan maksud kedatangan I Ceker Cipak ke kota dan semua peristiwa yang dialaminya di perjalanan.
Mendengar cerita tersebut, Raja yang baik hati itu pun mengizinkan I Ceker Cipak untuk menginap semalam di istana. Sang Raja juga memerintahkan kepada dayang-dayang istana untuk melayani segala keperluan I Ceker Cipak dan keempat hewan piaraannya. Alangkah senang
hati I Ceker Cipak mendapat kehormatan tidur di dalam istana dan pelayanan istimewa dari sang Raja.
Malam telah larut, namun I Ceker Cipak belum bisa memejamkan matanya, karena memikirkan ibunya yang tidur sendirian di gubuk. Ia juga memikirkan uang pemberian ibunya yang telah habis untuk menebus keempat binatang tersebut.
Ia bingung untuk menjelaskan semua itu kepada ibunya. Di tengah kebingungan itu, tiba-tiba si Ular merayap mendekatinya.
“Wahai, Tuanku yang berbudi luhur! Jika besok saat pulang dan bertemu dengan seekor ular besar, Tuan jangan takut! Dia adalah ibuku yang bernama Naga Gombang. Meskipun terkenal
sangat ganas, tapi dia tidak akan mengganggu orang yang tekun menjalankan dharma. Jika ia
memintaku darimu, maka mintalah tebusan
kepadanya!” ujar si Ular.
I Ceker Cipak tersentak kaget, karena tidak
pernah mengira sebelumnya jika ular itu dapat berbicara seperti manusia. Namun, ia tidak ingin terlalu memikirkan hal itu, yang penting ia berjanji akan melaksanakan pesan ular itu.
Keesokan harinya, I Ceker Cipak pun berpamitan kepada sang Raja. Raja yang baik hati itu membekalinya kain, uang, dan sepuluh ikat jagung.
“Bawalah kain, uang dan jagung ini sebagai oleh-oleh untuk ibumu di rumah!” ujar sang Raja.
“Terima kasih banyak atas semua kebaikan,
Gusti! Semoga Tuhan senantiasa memberkahi
Gusti!” ucap I Ceker Cipak seraya memberi
hormat untuk memohon diri.
I Ceker Cipak kembali ke kampung halamannya melewati jalan semula. Ketika ia memasuki hutan belantara, tiba-tiba ia dihadang oleh seekor ular yang sangat besar. “Hai, Anak Muda! Berhenti dan serahkan ular itu kepadaku!” seru ular besar itu.
“Hai, Ular Besar! Pasti kamu yang bernama Naga Gombang. Ketahuilah wahai Naga Gombang, akulah yang telah menyelamatkan anakmu! Jika
kamu hendak mengambil anakmu dariku, kamu harus menebusnya!” kata I Ceker Cipak.
“Wahai, Anak Muda! Jika memang benar yang kamu katakan itu, ambillah cincin permata yang ada di ekorku sebagai penebus! Semua barang
akan menjadi emas jika kamu gosokkan dengan cincin itu,” ujar Naga Gombang.
I Ceker Cipak pun mengeluarkan ular yang ada di dalam keranjangnya lalu menyerahkannya kepada
Naga Gombang. Setelah itu, ia segera mengambil cincin permata di ekor Naga Gombang, kemudian menyelipkan di ikat pinggangnya dan melanjutkan
perjalanan. Ketika sampai di gubuknya, ia
dikejutkan oleh sebuah peristiwa ajaib, ikat
pinggangnya telah berubah menjadi emas. Ibunya pun sangat heran menyaksikan peristiwa ajaib itu.
“Bagaimana hal itu bisa terjadi, Anakku?” tanya ibunya heran.
I Ceker Cipak pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya selama dalam perjalanan hingga tiba kembali ke rumah. Ibunya merasa amat bahagia memiliki anak yang taat menjalankan dharma. Sejak memiliki cincin permata itu,
kehidupan keluarga I Ceker Cipak berubah. Kini, ia telah menjadi kaya raya di kampungnya. Ia hidup berbahagia bersama ibu dan ketiga hewan piaraannya, yakni si tikus, kucing, dan ajingnya.
Meskipun sudah menjadi orang kaya, I Ceker Cipak tetap rajin bekerja.
Pada suatu hari, I Ceker Cipak membantu ibunya menumbuk padi, namun ia lupa melepas cincin permata dari jari tangannya. Tanpa disadarinya, cincin permata itu patah dan jatuh ke dalam lesung. Maka seketika itu pula lesung dan alu itu tiba-tiba berubah menjadi emas. Ia dan ibunya
sangat heran bercampur gembira menyaksikan peristiwa ajaib terserbut. Sejak itu, I Ceker Cipak semakin terkenal dengan kekayaannya hingga ke berbagai penjuru negeri. Setelah itu, I Ceker Cipak membawa cincinnya yang patah ke tukang emas untuk diperbaiki.
Rupanya, tukang emas itu mengerti bahwa cincin itu memiliki tuah yang dapat mendatangkan kekayaan. Oleh karena itu, ia berniat untuk memilikinya. Agar tidak ketahuan oleh pemiliknya, ia pun membuat sebuah cincin palsu yang sangat mirip dengan cincin permata ajaib
itu. Ketika I Ceker Cipak datang hendak
mengambil cincinnya, ia memberikan cincin yang palsu. I Ceker Cipak tidak merasa curiga sedikit pun. Setibanya di rumah, ia ingin menguji kesaktian cincin permata itu. Perlahan-lahan ia
menggosokkan cincin itu pada sebuah batu, namun batu itu tak kunjung berubah menjadi emas. Dari situlah I Ceker Cipak mulai curiga. “Bu! Coba periksa cincin permata ini! Sepertinya ia tidak sakti lagi,” kata I Ceker Cipak. “Wah,
jangan-jangan tukang emas itu telah
menukarnya!”
Setelah diperiksa oleh ibunya, ternyata benar cincin itu palsu. Ibunya sangat mengenal bentuk cincin permata yang asli itu.
“Dugaanmu benar, Anakku! Tukang emas itu telah menukar cincinmu dengan cincin palsu,” kata ibunya.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI |
Ibu I Ceker Cipak pun bingung harus berbuat apa. Ia berpikir keras untuk mencari agar dapat mengambil kembali cincin permata sakti itu.
Suasana di rumah itu menjadi hening. Hingga malam larut, mereka belum juga menemukan jalan keluar. Hati mereka diselimuti perasaan sedih. Melihat tuannya bersedih, si Tikus, Kucing, dan Anjing melakukan musyawarah secara diam-
diam. Mereka ingin membantu tuannya untuk mendapatkan kembali cincin permata tersebut dari si tukang emas. Setelah mengatur siasat,
mereka pun berangkat ke rumah si tukang emas tanpa sepengetuhuan I Ceker Cipak dan ibunya.
Setibanya di rumah si tukang emas, ketiga
binatang piaraan I Ceker Cipak tersebut membagi tugas. Si Kucing bertugas menunggu di depan pintu, dan si Anjing menunggu di depan tangga.
Sementara, si Tikus bertugas bersiap-siap untuk menyelinap masuk ke dalam rumah untuk mencari cincin tuannya.
Setelah semuanya sudah siap, mereka pun mulai menjalankan tugas masing-masing. Si Kucing mulai mencakar-cakar pintu rumah, sehingga si tukang emas terbangun. Begitu tukang emas itu
membuka pintu, si Kucing mencakar-cakar
kakinya hingga jatuh terguling-guling di tangga. Si Anjing yang sedang menunggu di depan tangga segera menggigitnya. Tukang emas itu pun tergeletak tak sadarkan diri. Pada saat itulah, si
Tikus segera masuk ke dalam rumah. Dengan ganasnya, ia melubangi peti tempat penyimpanan perhiasan tukang emas itu, lalu mengambil cincin permata tuannya. Setelah itu, mereka segera kembali ke rumah untuk menyerahkan cincin itu
kepada I Ceker Cipak. Hari sudah pagi, namun mereka belum juga sampai di rumah tuannya.
Sementara itu, I Ceker Cipak yang baru bangun tidur sangat cemas, karena ketiga binatang piaraannya tidak ada di rumah.
“Bu! Apakah Ibu tahu ke mana binatang piaraanku pergi?” tanya I Ceker Cipak.
“Wah, Ibu tidak tahu, Anakku! Sejak tadi Ibu juga
belum melihatnya,” jawab Ibunya.
Baru saja I Ceker Cipak akan pergi mencarinya di
sekitar gubuk, ketiga binatang piaraannya
tersebut tiba-tiba muncul dari balik semak-
semak. Alangkah terkenjutnya ia ketika melihat
cincin permatanya ada di mulut si Tikus. Ia baru
sadar bahwa ternyata ketiga binatang piaraannya
pergi ke rumah si tukang emas untuk mengambil
cincin permata itu. Ia pun menyambut mereka
dengan perasaan gembira.
“Terima kasih, kalian telah membantuku
mendapatkan kembali cincin permata ini,” ucap I
Ceker Cipak setelah si Tikus menyerahkan cincin
itu kepadanya.
Sejak itu, I Ceker Cipak sangat berhati-hati dalam
menjaga cincin permata saktinya. Semakin hari,
harta kekayaannya pun semakin bertambah. Ia
adalah orang kaya yang dermawan. Ia senantiasa
membantu para warga di sekitarnya yang
membutuhkan. Ia juga selalu mengingat semua
orang-orang yang telah berbuat baik kepadanya.
Pada suatu hari, I Ceker Cipak bersama ibu dan
ketiga hewan piaraannya datang menghadap
kepada sang Raja untuk mengucapkan terima
kasih. Ia datang dengan pakaian yang sangat rapi
dan bersih, sehingga terlihat tampan dan gagah.
Sebagai ucapan terima kasih, ia persembahkan
sebagian emasnya kepada sang Raja.
Kedatangannya pun langsung diterima dan
disambut baik oleh sang Raja. Melihat
ketampanan dan kegagahan I Ceker Cipak, sang
Raja tiba-tiba terpikat hatinya ingin menikahkan
dia dengan putrinya yang bernama Ni Seroja. I
Ceker Cipak pun tidak menolak keinginan sang
Raja. Akhirnya, I Ceker Cipak menikah dengan
Putri Ni Seroja. Sejak itu, I Ceker Cipak tinggal di
istana bersama istri, ibu, dan hewan-hewan
piaraannya. Mereka hidup bahagia dan sejahtera.
* * *
Demikian cerita I Ceker Cipak dari daerah Bali,
Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori
dongeng yang mengandung pesan-pesan moral.
Setidaknya ada dua pesan moral yang dapat
dipetik dari cerita di atas. Pertama: orang yang
rajin dan tekun menjalankan perintah agama akan
mendapat imbalan berlipat ganda dari Tuhan
Yang Mahakuasa, baik langsung maupun tidak
langsung. Hal ini ditunjukkan oleh sifat dan
perilaku I Ceker Cipak. Berkat ketekunannya
menjalankan dharma dengan cara suka menolong
antarsesama makhluk, maka ia pun mendapat
imbalan berlipat ganda. Ia menjadi kaya raya dan
memperoleh istri seorang putri raja. Dikatakan
dalam tunjuk ajar Melayu:
supaya hidup beroleh rahmat,
amal ibadah jangan disukat
wahai ananda cahaya rumah,
dalam ibadah janganlah lengah
kerjakan suruh, jauhkan cegah
supaya hidupmu beroleh berkah
Kedua, orang yang suka mengambil hak milik
orang lain akan mendapat balasan yang setimpal,
seperti si tukang emas. Karena kelicikannya ingin
memiliki cincin permata I Ceker Cipak, ia pun
mendapat ganjaran setimpal. Ia tergeletak tidak
sadarkan diri setelah dicakar oleh si Kucing dan
digigit oleh si Anjing. Dikatakan dalam tunjuk ajar
Melayu:
siapa merampas hak milik orang,
azabnya keras bukan kepalang
Sumber : ceritarakyatnusantara.com
Jyotisha Ilmu Astronomi dan Astrologi Hindu Kuno
NYEPI: Surya Pramana tentukan sasih Kasanga dan jatuhnya tilem melalui perhitungan Candra Pramana untuk memastikan jatuhnya Hari Raya Nyepi. (ISTIMEWA)
Meramal nasib hingga prediksi fenomena alam berdasar posisi bintang, sudah menjadi ilmu tersendiri dalam Agama Hindu. Bahkan, sudah ada dan diterapkan ribuan tahun silam.
Astrologi dan Astronomi, dua ilmu yang tidak bisa dipisahkan walau memiliki perbedaan. Astronomi melihat posisi bintang dan dengan perhitungan khusus bisa mengetahui prediksi fenomena alam, sedangkan Astrologi adalah mengamati posisi bintang untuk mengetahui pengaruhnya pada kehidupan manusia.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI |
Dikatakan Kepala Program Studi S-2 Ilmu Komunikasi di IHDN, DR I Gede Sutarya,
Astrologi dan Astronomi dalam Hindu masuk dalam Jyotisha yang sudah ada sejak ribuan tahun silam.
"Jyotisha adalah Ilmu Astrologi sekaligus Ilmu Astronomi Hindu Kuno. Berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Jyoti yang berarti cahaya, dan Ish bermakna Tuhan. Sehingga Jyotisha bermakna Tuhan pengendali cahaya, " terang Sutarya, ahli wariga yang juga penyusun kalender Bali ini.
Dijelaskan Sutarya, Jyotisha masuk dalam percabangan Wedangga yang merupakan bagian tubuh dari kitab suci Weda.
Pengunaan Jyotisha bisa dilihat juga dalam film bertemakan Hindu, seperti Mahabahrata saat Rsi Jaimini memprediksi hasil perang Mahabharata dengan Marahaja Drestarata dan Maharani Gandari.
Ilmu Astronomi dan Astrologi Hindu kuno ini sampai sekarang tetap digunakan. "Hal ini dapat dilihat masih kentalnya budaya India untuk melihat ramalan jodoh anak-anak mereka yang akan dinikahkan. Bahkan di Bali masih sering dipakai, terutama dalam menentukan hari raya, masa tanam, ramalan kelahiran dan lainnya oleh umat Hindu,” ujar Sutarya kepada Bali Express (Jawa Pos Group) pekan kemarin.
Dikatakannya, penentuan posisi bintang dilakukan oleh para Maharsi terdahulu dengan melakukan pengamatan, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan. Perhitungan Astronomi ini akan menghasilkan waktu kapan sesuatu terjadi, seperti hari raya apa saja yang akan jatuh dari tilem (bulan mati) sampai tilem berikutnya, dan kapan terjadinya gerhana matahari ataupun gerhana bulan.
Perhitungan di Jyotisha menggunakan bumi sebagai patokan, dimana planet lain mengitarinya. Hal ini semata-mata digunakan untuk penyederhanaan perhitungan Astronomi yang dilakukan, sebab dalam Weda menganut Heliosentris (matahari sebagai pusat tata surya), bukan geosentris (bumi sebagai pusat tata surya), seperti termuat dalam kitab Sama Weda 121. “Matahari tidak pernah terbenam ataupun terbit, sebab bumi yang berotasi,” ujar dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini.
Ditambahkannya, pengamatan dari posisi planet, matahari, bulan dan bintang menimbulkan pemaknaan, yang akhirnya menjadi Ilmu Astrologi. Melihat posisi planet dan bintang, para Maharsi pada zaman dahulu bisa memprediksi hadirnya kehancuran, bencana, hadirnya raja baru, dan lain sebagainya. “Di India banyak sudah riset tentang Jyotisha ini, bahkan para sarjana barat juga banyak melakukan penelitian. Sehingga kini semakin mudah mencari referensi tentang ilmu ini, sebab sudah banyak diartikan dalam Bahasa Inggris,” ujar Sutarya.
Penerapannya di Indonesia belum begitu banyak, lanjutnya, namun di Bali sudah ada pada Ilmu Wariga yang dikenal secara umum.
Ilmu Jyotisha termasuk kategori ilmu yang bersifat ilmiah, jika dilihat pada bagian Astronominya. Sebab, dengan perhitungan Astronomi, fenomena alam bisa dihitung kapan terjadinya. Sedangkan pada Astrologi tidak bisa dipastikan 100 persen kebenarannya, mengingat mengartikan posisi bintang terhadap ramalan hidup manusia perlu pembuktian jelas. “Kalau mengenai pemaknaan posisi bintang (Astrologi), saya tidak berani mengatakan ilmu Astrologi pada Jyotisha 100 persen tepat juga,” ujar Sutarya.
“Anggap saja ketika purnama misalnya kekuatan seorang sedang dalam puncaknya, kemudian ada arti hari kelahiran dan sebagainya perlu pembuktian yang tidak mudah,” tegasnya.
Film asal India bertemakan Hindu sering memperlihatkan para Maharsi meramal masa depan, lalu kenapa selalu bisa tepat?
Menurut Sutarya, hal itu terjadi karena Maharsi pada masa lampu mempelajari kitab Astrologi secara khusus. Mereka melihat konstelasi bintang dan mengartikan makna dari hasil pengamatan tersebut. Maharsi tentu dahulu mempelajari dengan baik, sedangkan kini masih riset di India.
Perkembangan Ilmu Jyotisha dari India sampai ke Jawa, kemudian akhirnya sampai di Bali sekitar abad ke-10 Masehi dengan berbagai penyesuaian. Sutarya menjelaskan diperkirakan di masa pemerintahan Mpu Sindok itu terjadi. Kala sang putri, yakni Mahendradatta menikah dengan Raja Udayana, dimana pernikahan turut juga membawa ajaran perhitungan pawukon dan wewaran. “ Pengetahuan itu masuk dari Bali Utara oleh Sang Ratu Luhur Sri Gunapriya Dharmapatni (gelar Ratu Mahendradatta). Jadi, wewaran pawukon di Bali itu dari Jawa sebenarnya,” terang Sutarya.
Perkembangannya selanjutnya di Bali, Ilmu Astronomi dan Astrologi kemudian dikenal menjadi Ilmu Wariga. Patokan yang digunakan di Bali adalah perhitungan Surya Chandra Pramana atau yang akrab di telinga sebagai solar dan lunar system yang sampai sekatang tetap dipakai di kalender khas Bali. Penggunaan itu salah satunya pada saat menentukan jatuhnya Hari Raya Nyepi, yakni menentukan sasih kasanga melalui perhitungan Surya Pramana (jatuh setiap sasih yang sama) dan menentukan jatuhnya tilem melalui perhitungan Candra Pramana.
Ditambahkannya,perkembangan Wariga di Bali juga menyebabkan ada banyak percabangan Ilmu Wariga yang mirip dengan Jyotisha. “Bisa dilihat, ada Wariga untuk pertanian, jodoh, kelahiran, pedewasan, dan lainnya. Mirip dengan Astronomi dan Astrologi pada Jyotisha,” pungkasnya.
TINGKATAN CARU DAN BINATANG YANG DIPAKAI