Pada zaman Kali Yuga, Wisnu dikatakan telah turun ke dunia. Kali ini ia bertugas untuk memperbaiki cara pandangan agama yang keliru. Wisnu turun ke dunia sebagai Buddha.
Buddhisme bermula dari ajaran Buddha dan interpretasi-interpretasi atas ajaran tersebut oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran ini telah mampu membangun tradisi spiritual dan pembelajaran yang khas. Buddha nama awalnya adalah Siddharta Gautama. Ia lahir pada tahun 623 Sebelum Masehi di Kapilavastu, sekarang tempat ini berada di lereng gunung di Nepal perbatasan India dari pasangan Raja Suddhodana dan Permaisurinya Maya. Menurut tradisi Hindu, Buddha Awatara diceritakan di dalam kitab Matsya Purana, Agni Purana, Bhawisya Purana dan Bhagawata Purana.
Beliau mendapatkan pencerahan pada usia 35 tahun di bawah sebuah pohon bodhi di Gaya, sebuah kota kecil di Bihar, setelah melakukan meditasi dan puasa selama 42 hari. Setelah merasa penasaran oleh kenikmatan indriawi, ia meninggalkan istana yang serba mewah pada usia 29 tahun untuk mendapatkan jawaban atas penderitaan hidup dan mencapai kebenaran eternal dan perdamaian, mengikuti cara-cara dan disiplin yang keras disarankan oleh guru-gurunya. Ia menyelinap ke luar istana diiringi oleh kusirnya Channa dan kemudian mengembara, menanggalkan segala atribut kebesaran seorang pangeran. Setelah enam tahun melaksanakan kehidupan yang keras belum juga ada hasil yang nampak, maka ia memutuskan untuk berhenti. Ia memandang menyiksa diri dalam pengekangan diri yang keras dirasakan kurang berhasil dan tidak masuk akal pada aspek transformasi moral. Lalu ia mencari jalannya sendiri dan melalui mediatasi yang intens, maka pada usia 35 tahun ia berhasil mendapatkan pencerahan dengan ditemukannya Empat Ajaran Kebenaran (Catur Arya Satyani). Ajarannya ini mengindikasikan dilaksanakannya jalan tengah untuk menghindari dua ekstrim yaitu self-indulgence dan self-mortification dan eksistensi bergantung dari eksistensi (pratityasamutpada). Realisai ini membentuk pencerahan (Buddha) yang muncul dari usaha sendiri dan kesempurnaan moral. Buddha percaya hanya dengan jalan disiplin diri dan kesempurnaan moral seseorang dapat mencapai Nirvana. Sejak itu Gautama disebut Buddha.
Buddha meninggal dunia pada usia 80 tahun, yaitu pada tahun 543 Sebelum Masehi di Kusinara, sebuah kota di Uttar Pradesh di wilayah Timur Laut India. Kewafatannya disebut Parinibbana. Kelahiran maupun kewafatannya jatuh pada hari purnama. Ia meninggal karena keracunan mengkonsumsi daging babi yang disediakan oleh abdinya di sebuah desa kecil disebut Pava, tujuh mil dari kota Kusinara.
Dalam Mahaparinibbana Sutta, kita diberitahukan bahwa Sang Buddha menderita sakit secara tiba-tiba setelah Beliau memakan suatu hidangan khusus yang lezat, Sukaramaddava, yang secara harafiah diterjemahkan sebagai "daging babi lunak", yang telah disiapkan oleh penjamu dermawanNya, Cunda Kammaraputtra. Nama dari hidangan tersebut menarik perhatian dari banyak sarjana, dan hal itu menjadi fokus dari riset akademis terhadap asal muasal makanan hidangan atau bahan baku yang digunakan di dalam memasak hidangan khusus ini.
Dalam perkembangannya ajaran-ajaran Buddha membentuk suatu tradisi tersendiri yang berbeda dari tradisi Weda. Pada awalnya Buddha mengajarkan etika. Ia percaya kebahagiaan abadi yang disebut Nirvana hanya bisa dicapai melalui berperilaku yang baik dan benar seperti diajarkan oleh Buddha. Oleh karena itu, ia mengajarkan kemandirian. "Atmo deva bhawa" merupakan idium umum ajaran Buddha. Yang bisa menolong diri manusia itu sendiri adalah dia sendiri melalui ajaran etika. Namun dalam perkembangannya, ajaran-ajaran Buddha berkembang menjadi agama, seperti diyakini dan dipraktekkan oleh mazab Mahayana. Buddhisme mencakup berbagai aspek kehidupan mulai dari metafisika, etika, teologi, seni, sastra, arsitektur, pranata sosial, tata pemerintahan dan lain-lain. Banyak mazab atau sub mazab tumbuh dan berkembang di dalam Buddhisme persebarannya hanya mencakup wilayah Asia, namun sekarang ke seluruh dunia.
Awalnya ajaran Buddha hanyalah ajaran untuk mendapatkan kesempurnaan moral dan etika, maka dalam perkembangannya ada sebagian pengikutnya menjadikan ajaran-ajaran tersebut sebagai agama.
Kondisi ini menyebabkan ajaran-ajaran Buddha ditafsirkan sebagai agama yang nampaknya tidak demikian yang diinginkan oleh Sang Buddha. Sesungguhnya Sang Buddha pada awalnya tidak mengajarkan suatu agama, tetapi etika hidup, disiplin diri dan mental dengan mengedepankan intelektualitas.
Malahan Sang Buddha melarang pengikutnya memandang Buddha sebagai Tuhan atau sebagai Guru. Ia menyarankan agar umat manusia menggunakan ajaran-ajaran Buddha sebagai Guru utama (jadikanlah ajaran Buddha sebagai Guru).
Dengan adanya keyakinan bahwa Wisnu telah turun ke dunia pada zaman Kali Yuga sebagai Buddha, maka pada umumnya orang-orang Hindu menganggap ajaran Buddha adalah ajaran agama Hindu pula.
OM Namo Buddhaya.
OM Shanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar