Senin, 27 November 2023

Upacara Eka Dasa Rudra

 

Upacara Eka Dasa Rudra, sebagaimana tersurat dalam tuntunan sastra, adalah upacara Tawur yang dilaksanakan setiap 100 tahun sekali manakala angka satuan dan puluhan tahun Saka mencapai angka 0, disebut pula rah windu tenggek windu.
Di Pura Agung Besakih, sejauh catatan yang ada, Tawur Agung Eka Dasa Rudra pernah dilaksanakan tahun 1963, tepatnya pada Sukra Pon Julungwangi tanggal 9 Maret 1963. Upacara Eka Dasa Rudra 1963 yang disebut sebagai Eka Dasa Rudra paneregteg dilaksanakan karena hingga saat itu tidak diperoleh bukti catatan tentang pelaksanaan Eka Dasa Rudra pada masa-masa sebelumnya.
Tahun 1979, pada Buda Paing Wariga tanggal 28 Maret 1979, kembali diselenggarakan upacara Tawur Agung Eka Dasa Rudra. Upacara Tawur Eka Dasa Rudra 1979 ini sesuai dengan perhitungan perputaran tahun Saka saat satuan dan puluhan mencapai angka nol, yaitu pada tahun Saka 1900.
Rangkaian (dudonan) prosesi Tawur Agung Eka Dasa Rudra dilaksanakan dengan berpedoman pada sumber sastra yang ada disertai berbagai kajian para Sulinggih terhadap tata laksana yadnya Tawur. Pelaksanaan upacara diawali dengan Matur Piuning, Nuwasen Karya, Nuwur Tirtha, Melasti hingga puncak Karya Agung. Dengan waktu pelaksanaan yang berhimpitan dengan Sasih Kadasa (puncak Tawur Eka Dasa Rudra dilaksanakan pada Tilem Kasanga), pelaksanaan Eka Dasa Rudra 1979 dilanjutkan dengan upacara tahunan Bhatara Turun Kabeh pada Purnama Kadasa.
Setelah pelaksanaan upacara Tawur Agung Eka Dasa Rudra 1979, sebagaimana dengan tahun-tahun sebelumnya, di Pura Agung Besakih secara tetap diselenggarakan upacara tahunan yaitu Tawur Tabuh Gentuh pada Tilem Kasanga dan Bhatara Turun Kabeh pada Purnama Kadasa dan setiap sepuluh tahun dilaksankan Karya Agung Panca Bali Krama (tahun 1989 dan 1999).
--- Ditulis oleh Made Widnyana Sudibya 22 DESEMBER 2008 ---
------------------------------------------------
Perayaan Eka Dasa Rudra terdiri atas berbagai macam upacara dan ritual, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Pamalik Sumpah. Tujuan upacara ini adalah supaya manusia tidak ingkar janji kepada alam dan leluhur dengan cara melaksanakan upacara korban di tujuh gunung.
b. Madu Parka. Upacara ini merepresentasikan permohonan manusia kepada Sang Pencipta supaya diberikan kehidupan yang manis dan sejahtera.
c. Ngingsah. Memiliki arti “membersihkan beras yang akan dimasak”. Beras ini nantinya akan dijadikan bahan makanan untuk para pelaku kegiatan Eka Dasa Rudra.
d. Pekelem. Tujuan upacara ini adalah untuk menanamkan rasa rela berkorban untuk alam ini dan memelihara keseimbangannya.
e. Mapepada. Ritual ini merupakan aksi arak-arakan sarana upacara menuju laut atau danau.
f. Taur Eka Dasa Rudra. Memiliki arti “korban suci untuk sebelas Dewata Agung (Rudra) yang menguasai seluruh mata angin”. Upacara ini memiliki maksud supaya kehidupan manusia senantiasa serasi dengan alam sehingga manusia selalu mendapat kehidupan yang layak dengan selalu memelihara lingkungan.


g. Mapedanan. Tujuan upacara ini adalah untuk menanamkan rasa syukur kepada Sang Pencipta alam semesta.
h. Mapeselang. Ritual ini berbeda dengan ritual yang lainnya karena bertujuan untuk istirahat dari segala prosesi ritual, diisi dengan berbagai hiburan supaya para peserta tidak merasa jenuh, antara lain berbagai jenis tarian atau pertunjukan wayang.
i. Bhatara Turun Kabeh. Memiliki arti “para Dewata sebagai sinar suci Tuhan hadir dalam upacara”.
j. Megat Sot. Tujuan upacara ini adalah sebagai pengingat manusia supaya mampu memutus ikatan keduniawian karena ikatan keduniawian akan membawa sengsara.
k. Panyimpenan. Upacara ini betujuan untuk mengingatkan manusia bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini akan senantiasa kembali ke sumber asalnya.
(Sumber : Talisha Alvini, Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 )
Foto-foto Eka Dasa Rudra diambil (scan) dari Buku "Album Eka Dasa Rudra" yang diterbitkan oleh Parisadha Hindu Dharma Indonesia. Foto-foto tersebut merupakan sumbangan dari berbagai pihak yang turut mengabadikan Karya Agung Eka Dasa Rudra 1979. Terbanyak dari penyumbang foto-foto tersebut adalah fotografer John Wiranatha (alm), Fred B. Eiseman Jr., Gusti Ngurah Oka Supartha (alm).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar