weda mengalir dengan indah menyatu dengan peradaban agraris Bali Dwipa sebagai cikal bakal GAMA-BALI GAMA TIRTA. maka dari itu begitu banyak ritus magis digelar pada siklus tanam PARI (padi). semenjak mulai menanam benih, mengolah tanah, menanam WIWIT (bibit padi). paling dinanati dengan penuh kegembiraan adalah ritus BIU KUKUNG, sebagai prosesi meriah dengan upakara yang tergolong banyak dan tampak rumit. ada yang menyebut ritual BIU KUKUNG sebagai GALUNGAN CARIK mengingat kemeriahan prosesi (adanya sanggah cucuk dan penjor), pun sehari sebelumnya disertai prosesi MEBAT, NGELAWAR.dilakukan kurang lebih saat padi berumur 3 bulan, saat padi telah BELING (hamil), bulir padi sudah mulai tumbuh.
Ritus BIU KUKUNG tersurat tersirat dalam begtu banyak sastra bergenre GUNA-TANI, meliputi sastra SRI purana tattwa, DHARMA PAMACUL, PUJA DAHA, tingkahing ASAWAH dll.jika dirunut perkata tampakanya kata BIU BUKAN merujuk kepada PISANG, tetapi kata BIU merupakan perubahan bentuk kata BAYA, bandingkan dengan kalimat BAYA KALA, BAYA KAWONAN yang kerap kali di salah ucap menjadi BIU KALA atau BIU KAWONAN. BAYA atau BHAYA diserap dari bahasa sansekerta menjadi varian bhasa Kawi yang berarti BAHAYA, BENCANA.
kemudian kata KUKUNG disinyalir terbentuk dari kata KUNG, bahasa jawa kuna yang berarti CINTA, bandingkan dengan sebutan TANAKUNG (tanpa CINTA), sebagai salah seorang pujangga besar nusantara.
baiklah sebelum berbicara lebar tentang pemaknaan kata BAYA KUNG, biu kukung, ada beberapa YANTRA penting sebagai tanda khas GALUNGAN CARIK, diantaranya PENJOR-SANGGAH, banten TIPAT, IDAM-IDAMAN (rujak), SEGEHAN (laban), UTIK (api sundih), banten SULANGGI, dll
PENJOR dan SANGGAH kerapkali sebagai yantra penting pada berbagai ritus SUDHA-BHUMI, CARU, GALUNG (perayaan kemenangan). sebisanya saat ma-biu kukung maka sanggah cucuk-penjor diletakan pada kiblat KAJA-KANGIN, bahkan ada yang lebih fanataik dengan mengarahkan ujung lengkung penjor menuju GUNUNG AGUNG. sebagai wujud keyakinan bahwa segala kesuburan berasal dari GUNUNG AGUNG. PENJOR pun dimaknai sebagai wujud nyata mahluk gaib magis berupa SANGHYANG NAGA sebagai simbol PERTIWI-DEWI, bentuk panjang melengkung penjor adalah ibarat liuk tubuh naga. ritus BIU KUKUNG adalah upaya magis religus mengucapkan rasa PARAMASUKSMA kepada BAHAMA-DEWA, Pertiwi, TANAH, GUNUNG AGUNG.
TIPAT adalah ragam bentuk pengolahan beras asli nusantara, yang dicurigai telah ada jauh sebelum kejayaan MAJAPAHIT. konon dahulu kala saking KUNG (cintanya) Bhatara Guru kepada manusia ciptaannya maka diberilah tumbuhan PADI yang yang berbuah TIPAT, jadi manusia sungguh dimudahkan, tanpa perlu ribet mengolah beras menjadi nasi ataupun makanan lainnya. tetapi hadiah ini justru membuat manusia semakin malas untuk berusaha, bekerja, karena semua telah sedemikian mudah. TIPAT pada ritus BAYA KUNG berupaya mengingatkan betapa para dewa sedemikian KUNG (cinta) kepada manusia, sekaligus mengingatkan bahwa manusia harus mengolah sawah, mengolah beras hingga menjadi AMERTA SANJIWANI, amerta Kahuripan sebagai sumber HIDUP.
NGUAK, MAGOAK-GOAKAN, adalah juga sangat melegenda bagi penerus tradisi agraris Bali, terutama anak anak, dilakukan secara bergerombol NYURUD mengambil berbagai persembahan banten BAYA KUKUNG, untuk dimakan sambil manari menirukan suara burung GOAK (gagak). ini menjadi sebuah kenikmatan tak terlupakan masa kanak-kanak. tidak ada larangan dari pemilik sawah yang persembahannya disantap oleh sekumpulan Goak nakal, bahakan diyakini jika banten BAYA kung tidak diambil oleh para goak, maka panennya akan merosot, bahkan gagal panen
GOAK (gagak) adalah sebagai bentuk mahluk magis raja dari para burung yang kerapkali menjadi sumber MERANA (wabah). sastra Sri-purana menggambarkan mahluk ini sedemikian magis menyeramkan, bermata merah bertubuh raksasa. memiliki ribuan ancangan berupa segalam macam BREGALA, MERANA. sebutan lain dari mahluk ini adalah GAGAK SONA, PAKSI RAJA. inilah prosesi terpenting dari upacara BIU KUKUNG yaitu mengusir segala macam BHAYA (biu) yang mengancam tumbuh kembang PADI.
Ong HRNG HRING SAH AGRA GIRI DIPATHAYA NAMAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar