Minggu, 18 Juni 2023

Kanda Pat - Saudara Kandung Manusia







Kanda Pat yang merupakan saudara yang akan menemani manusia sejak lahir hingga meninggal nanti.

Kanda Pat adalah Empat Teman : Kanda = Teman, Pat = Empat, yaitu kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang selalu menyertai roh (Atman) manusia sejak embrio sampai meninggal dunia mencapai Nirwana.

Menurut Kitab Suci Lontar Tutur Panus Karma, nama-nama Kanda Pat berubah-ubah menurut keadaan/ usia manusia:

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI


Kanda Pat Rare :

Embrio; Karen, Bra, Angdian, Lembana.

Kandungan 20 hari; Anta, Prata, Kala, Dengen.


Kandungan 40 minggu; Ari-ari, Lamas, Getih, Yeh-nyom.

Lahir, tali pusar putus; Mekair, Salabir, Mokair, Selair.




Kanda Pat Butha :

Bayi bisa bersuara; Anggapati, Prajapati, Banaspati, Banaspatiraja.




Kanda Pat Sari :

14 tahun; Sidasakti, Sidarasa, Maskuina, Ajiputrapetak.

Bercucu; Podgala, Kroda, Sari, Yasren.





Kanda Pat Atma :

Meninggal dunia; Suratman, Jogormanik, Mahakala, Dorakala.




Kanda Pat Dewa :

Manunggal (Moksa); Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, Suniasiwa.





Bentuk-bentuk kandapat yang dapat dilihat dan diraba secara nyata adalah ari-ari, lamas, getih dan yeh-nyom. Setelah mereka dikuburkan (segera setelah bayi lahir) maka perubahan selanjutnya adalah abstrak (tak berwujud) namun dapat dirasakan oleh manusia yang kekuatan bathinnya terpelihara.

Bagan di atas dapat juga dibaca terbalik dengan pengertian sebagai berikut:

Hyang Widhi mewujudkan diri menjadi empat manifestasi, kemudian keempatnya itu yaitu:


Hyang Siwa selanjutnya mewujudkan dirinya menjadi ari-ari
Hyang Sadasiwa mewujudkan diri sebagai lamas
Hyang Paramasiwa mewujudkan diri menjadi getih, dan
Hyang Suniasiwa mewujudkan diri menjadi Yeh-nyom.



Keempat teman yang abstrak ini menyertai terus sampai manusia mati dan rohnya menghadap ke Hyang Widhi. Mereka juga menjaga dan melindungi roh, serta mencatat sejauh mana atman (roh) terpengaruh oleh indria keduniawian. Semua pengalaman hidup di record oleh Sang Suratman yang dahulu berbentuk ari-ari.

Inilah catatan subha dan asubha karma yang menjadi penilaian dan pertimbangan kesucian roh untuk menentukan tercapainya moksa (bersatunya atman-brahman) ataukah samsara (menjelma kembali). Kandapat ada dalam diri/ tubuh manusia, namun ketika tidur, kandapat keluar dari tubuh. Maka mereka perlu dibuatkan pelinggih berupa "pelangkiran" di kamar tidur, tempat bersemayamnya kanda pat ketika kita tidur pulas.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Bulan Dan Hari-Hari dalam Agama Hindu






Perputaran planet-planet pada porosnya memberikan perhitungan tentang hari, bulan, jam, dan detik. Dalam satu tahun atau awarsa, terdapat 12 bulan yang telah kita ketahui bersama. Dalam agama Hindu, terdapat nama-nama bulan yang disebut sasih. Sasih yang tertuang dalam kitab suci seperti; sravana, bhadrapada, asvina, kartika, margasira, pausa, magha, phalguna, chaitra, vaisakha, jyesta, dan ashada (Wikana, 2010: 110).


Baca: Pengertian Astronomi dan Nama-Nama Planet dalam Tata Surya Hindu


Bulan-Bulan Dalam Agama Hindu


Berikut nama-nama bulan yang menggunakan bahasa Sanskṛta, Kawi, dan bahasa Indonesia, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 89).





Sasih/bulan digunakan untuk menentukan jatuhnya hari raya, sering dipakai juga untuk menentukan musim dan keadaan iklim. Misalnya, pada sasih kapat sampai kasanga adalah musim penghujan. Pada sasih kadasa sampai katiga adalah musim kemarau, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 90).


Hari-Hari dalam Agama Hindu


Kita mengenal nama-nama hari. Dalam 1 minggu ada 7 hari. Nama hari akan mempermudah kita untuk mengetahui waktu. Perputaran pagi, siang, sore, dan malam akan terjadi secara berkelanjutan. Saat malam telah berlalu, akan datang pagi dan menunjukkan bahwa hari sudah berganti. Nama-nama hari dalam agama Hindu, yakni, Rawi, Soma, Manggala, Budha, Brihaspati, Sukra dan Sani (Wikana, 2010:116).

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


Hari-hari dalam satu minggu dalam bahasa Kawi, Sanskṛta dan bahasa Indonesia tertera dalam Tabel 4.2.








Referensi:

https://www.mutiarahindu.com/2018/12/bulan-dan-hari-hari-dalam-agama-hindu.html


Susila, Komang dan Sri Mulia Dewi, I Gusti Ayu. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti (kelas 3) / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.


Sumber: Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas III
Kontributor Naskah : Komang Susila dan I Gusti Ayu Sri Mulia Dewi
Penelaah : I Wayan Paramartha dan I Made Redana
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.



Cetakan Ke-1, 2015

Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan




- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Diceritakan pada abad ke 17, sosok penguasa Nusa Penida, yakni, Ida Ratu Gede Mecaling sempat tinggal di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar. Selama tinggal disana Ia gemar melakukan semedi, agar tidak ada yang mengganggu maka ia menciptakan sebuah pagar gaib agar orang yang mendekatinya, menjadi ketakutan.

Hal ini membuat resah warga Batuan, maka I Dewa Agung Anom, Raja Sukawati kala itu mengutus Patih I Dewa Babi untuk mengusir I Gede Mecaling dari Desa Baturan. I Gede Mecaling menantang Dewa Babi untuk bertanding ilmu menggunakan sarana babi guling. Babi guling milik I Gede Mecaling kakinya diikat dengan tali pelepah pisang dan milik Dewa Babi diikat dengan tali benang. Guling siapa yang ikatannya putus pertama saat dipanggang maka harus meninggalkan Desa Batuan. Dalam adu ilmu tersebut, Ratu Gede Mecaling kalah dan akhirnya diusir dari Batuan dan kembali ke Nusa Penida.



Merasa dicurangi, Ratu Gede Mecaling mengutuk warga Batuan bahwa setiap Sasih Kelima (mulai besok) hingga Sasih Kepitu, pasukan mahkluk halus Ratu Gede Mecaling akan mencari tetadahan (tumbal) di Desa Batuan. Dan barangsiapa warga Batuan yang datang ke Nusa Penida dan mengaku dirinya dari Batuan akan celaka. Benar saja, setiap Sasih Kelima di Batuan ada saja yang meninggal tak wajar, Seorang Pemangku menyarankan pada sasih kalima sampai kesanga agar masyarakat tidur di bawah tempat tidur supaya dilihat seperti babi.

Lama-kelamaan warga merasa jenuh dengan bayang-bayang Ratu Gede Mecaling, Ida Bhatara yang berstana di Pura Desa Batuan memberikan bisikan kepada jro mangku untuk menyuguhkan tarian Rejang Sutri dan Gocekan sebagai penyambutan datangnya Ida Ratu Gede Mecaling bersama pasukan mahkluk halusnya ke Desa Batuan. Diharapkan dengan menonton tarian itu dapat meluluhkan dendam beliau.
BACA JUGA
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Muput Piodalan Alit di Merajan / Sanggah
Kamus Hindu Bali

Namun pada masa kini beberapa warga Batuan sudah sering melakukan persembahyangan ke Pura Dalem Ped Nusa Penida, tempat berstananya Ratu Gede Mecaling, dan tak terjadi apa-apa, semoga beliau melupakan kejadian masa lalu dan memberikan keselamatan kepada kita.

Kamis, 15 Juni 2023

𝐏𝐀𝐍𝐃𝐈𝐓𝐀 𝐇𝐈𝐍𝐃𝐔 𝐁𝐀𝐋𝐈-𝐋𝐎𝐌𝐁𝐎𝐊 𝐖𝐀𝐉𝐈𝐁 𝐌𝐄𝐋𝐄𝐊 𝐀𝐊𝐒𝐀𝐑𝐀 & 𝐒𝐀𝐒𝐓𝐑𝐀, 𝐊𝐄𝐓𝐄𝐍𝐓𝐔𝐀𝐍 𝐊𝐄𝐏𝐀𝐍𝐃𝐈𝐓𝐀𝐀𝐍 𝐓𝐀𝐇𝐔𝐍 𝟏𝟖𝟖𝟔 𝐌𝐀𝐒𝐄𝐇𝐈.

 

𝐎𝐥𝐞𝐡 𝐒𝐮𝐠𝐢 𝐋𝐚𝐧𝐮𝐬
— 𝐶𝑎𝑡𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐻𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑔𝑖 𝐿𝑎𝑛𝑢𝑠, 18 𝑂𝑘𝑡𝑜𝑏𝑒𝑟 2022.
Purnama sasih kapitu tahun śaka 1808 (1886 masehi), para pandita dan raja Bali dan Lombok telah memutuskan sebuah hasil kesepakatan yang tertuang dalam kesepakatan pandita dan raja Bali-Lombok dalam menentukan syarat kepanditaan di Bali dan Lombok.
Dalam kesepatan itu disebutkan bahwa persyaratan memasuki kepanditaan di Bali dan Lombok adalah melek aksara dan melek sastra kepanditaan.
Berikut kutipannya:
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎ℎ𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑒̆𝑟𝑡𝑜𝑝𝑒̆𝑑𝑒́𝑠𝑎 𝑗𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎 𝑎𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎 𝑠𝑖𝑛𝑎𝑛𝑔𝑎𝑠𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛, 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑡 𝑏𝑟𝑎ℎ𝑚𝑎 𝑤𝑎𝑛𝑔𝑠𝑎, 𝑎𝑡𝑎𝑤𝑎 𝑤𝑜𝑛𝑔 𝑙𝑖𝑗𝑎𝑛, 𝑠𝑎𝑛𝑒́ 𝑤𝑒̆𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑛𝑖𝑘𝑠𝑎𝑛, 𝑗𝑎𝑑𝑖𝑗𝑎𝑝𝑖𝑛 𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑑𝑜𝑛 , 𝑗𝑎𝑛 𝑖𝑗𝑎 𝑘𝑎𝑏𝑜𝑒𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛 𝑤𝑒̆𝑟𝑜𝑒ℎ 𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑠𝑡𝑟𝑎, 𝑎𝑗𝑜𝑒𝑤𝑎 𝑟𝑎𝑑𝑗𝑜𝑒 𝑑𝑖𝑛𝑖𝑘𝑠𝑎𝑛, 𝑝𝑎𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎𝑛𝑒̆𝑛 𝑟𝑜𝑒𝑚𝑜𝑒ℎ𝑜𝑒𝑛, 𝑗𝑎𝑛 𝑖𝑗𝑎 𝑤𝑜𝑒𝑠 𝑤𝑒̆𝑟𝑜𝑒ℎ 𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑟𝑜𝑒𝑝𝑎𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑠𝑎𝑟𝑎, 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑑𝑖 𝑠𝑖𝑙𝑎 𝑘𝑟𝑎𝑚𝑎 𝑗𝑜𝑒𝑘𝑡𝑖, 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎ℎ𝑒́ 𝑎𝑔𝑜𝑒𝑟𝑜𝑒𝑤𝑎 𝑔𝑜𝑒𝑟𝑜𝑒𝑤𝑎𝑛, 𝑤𝑒̆𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑛𝑖𝑘𝑠𝑎𝑛, 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑖𝑘𝑎 𝑟𝑖𝑛𝑎𝑜𝑠, 𝑙𝑎𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑒́ 𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑜𝑒𝑟𝑜𝑒 𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑎ℎ𝑎𝑤𝑎 𝑑𝑒́𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖𝑗𝑎, 𝑘𝑎𝑏𝑜𝑒𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛 𝑤𝑒̆𝑟𝑜𝑒ℎ 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖ℎ 𝑤𝑒̀ℎ𝑒̆𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑠𝑡𝑟𝑎 𝑡𝑎𝑚𝑎, 𝑠𝑎𝑘𝑠𝑎𝑡 𝑔𝑜𝑒𝑟𝑜𝑒 𝑡𝑎𝑛 𝑤𝑒̆𝑟𝑜𝑒ℎ 𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑟𝑎𝑛𝑒́, 𝑡𝑎𝑛 𝑤𝑒̆𝑟𝑜𝑒ℎ 𝑖𝑛𝑔 𝑜𝑒𝑑𝑗𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑠𝑡𝑟𝑎 𝑠𝑎𝑟𝑎𝑠𝑎 𝑚𝑜𝑒𝑠𝑡𝑗𝑎𝑗𝑎 𝑡𝑜𝑒𝑡𝑜𝑒𝑟, 𝑎𝑝𝑎𝑡𝑖 𝑎𝑡𝑎𝑘𝑜𝑒𝑡 𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑒́𝑑𝑎 𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑤𝑜𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑒̆𝑑𝑖𝑘 𝑎𝑑𝑗𝑖𝑛𝑗𝑎, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑚𝑜𝑒𝑤𝑎ℎ 𝑟𝑖𝑝𝑖𝑡𝑒̆𝑘𝑒̆𝑡 𝑎𝑑𝑗𝑖 𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑠𝑡𝑟𝑎 𝑠𝑖𝑤𝑎 𝑠𝑎𝑠𝑎𝑛𝑎, 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑜𝑒𝑟𝑜𝑒 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖𝑗𝑎 𝑎𝑟𝑎𝑛𝑒, 𝑗𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎 𝑎𝑚𝑜𝑒𝑟𝑜𝑒𝑔 𝑡𝑒̆𝑘𝑎 𝑤𝑒̆𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑜𝑒𝑟𝑜𝑒 𝑙𝑜𝑒𝑛𝑔𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑖𝑟𝑡𝑎 𝑔𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎 100 𝑑𝑖𝑛𝑎, 𝑡𝑒̆ℎ𝑒̆𝑟 𝑖𝑛𝑎𝑑𝑛𝑗𝑎𝑛 𝑎𝑗𝑜𝑒𝑤𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑎 𝑚𝑜𝑒𝑤𝑎ℎ, 𝑗𝑎𝑛 𝑚𝑜𝑒𝑤𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑟𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑎, 𝑤𝑒̆𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑡𝑒̆𝑛, 𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑑𝑜𝑒ℎ 𝑑𝑒́𝑤𝑎 𝑝𝑜𝑒𝑑𝑗𝑎, 𝑚𝑜𝑒𝑤𝑎ℎ 𝑜𝑙𝑖ℎ𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑠𝑖𝑠𝑖𝑗𝑎𝑛𝑖𝑛 𝑘𝑎𝑏𝑜𝑒𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛 𝑤𝑒̆𝑟𝑜𝑒ℎ 𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑠𝑡𝑟𝑎, 𝑘𝑎𝑑𝑖 𝑛𝑒́ 𝑘𝑜𝑡𝑗𝑎𝑝 𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑟𝑒̆𝑝, 𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑑𝑎 𝑜𝑙𝑖ℎ 𝑛𝑖𝑗𝑎 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑑𝑜𝑒ℎ 𝑑𝑖𝑘𝑠𝑎, 𝑤𝑒̆𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑛𝑑𝑖𝑘𝑠𝑎𝑛𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑜𝑛 𝑎𝑛𝑑𝑗𝑎𝑏𝑜𝑒𝑡 𝑝𝑎𝑛𝑜𝑒𝑔𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛𝑛𝑗𝑎, 𝑗𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎 𝑎𝑑𝑒̆𝑟𝑤𝑒́ 𝑠𝑎𝑛𝑎𝑘, 𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑏𝑜𝑒𝑑𝑗𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑜𝑒𝑤𝑒̀ℎ 𝑤𝑒̆𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑛𝑑𝑗𝑎𝑏𝑜𝑒𝑡, 𝑎𝑛𝑔𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎ℎ𝑒́ 𝑎𝑛𝑑𝑗𝑎𝑏𝑜𝑒𝑡𝑖𝑛, 𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎 𝑘𝑎𝑤𝑎𝑠𝑡𝑎𝑛𝑖𝑛 𝑘𝑎𝑝𝑜𝑒𝑡𝑗𝑎, 𝑏𝑒́𝑠𝑜𝑒𝑘 𝑗𝑎𝑛 𝑖𝑗𝑎 𝑤𝑜𝑒𝑠 𝑤𝑒̆𝑟𝑜𝑒ℎ 𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑟𝑜𝑒𝑝𝑎𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑠𝑎𝑟𝑎 𝑠𝑎𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛𝑛𝑗𝑎, 𝑗𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎 𝑘𝑎𝑟𝑒̆𝑝𝑛𝑗𝑎 𝑚𝑎𝑙𝑖ℎ 𝑚𝑎𝑘𝑟𝑒̆𝑡𝑜𝑝𝑒̆𝑑𝑒́𝑠𝑎, 𝑤𝑒̆𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑜𝑒𝑑𝑗𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑎𝑛𝑑𝑖𝑘𝑠𝑎𝑛𝑖𝑛.
Isi pokok kutipan di atas:
𝐊𝐞𝐭𝐞𝐧𝐭𝐮𝐚𝐧 𝐢𝐧𝐢 𝐝𝐢𝐧𝐲𝐚𝐭𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐊𝐞̆𝐫𝐭𝐨𝐩𝐞̆𝐝𝐞́𝐬𝐚. 𝐁𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐩𝐮𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐦𝐚𝐬𝐮𝐤 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐤𝐞𝐥𝐨𝐦𝐩𝐨𝐤 𝐁𝐫𝐚𝐡𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐧𝐨𝐧-𝐁𝐫𝐚𝐡𝐦𝐚𝐧𝐚, 𝐩𝐫𝐢𝐚 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐰𝐚𝐧𝐢𝐭𝐚, 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐢𝐝𝐢𝐤𝐬𝐚, 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬𝐧𝐲𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐧𝐠𝐤𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐚𝐥 𝐚𝐤𝐬𝐚𝐫𝐚, 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐚𝐡𝐚𝐦 𝐬𝐚𝐬𝐭𝐫𝐚 & 𝐤𝐢𝐭𝐚𝐛 𝐬𝐮𝐜𝐢.
[𝐀𝐤𝐬𝐚𝐫𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐦𝐚𝐤𝐬𝐮𝐝 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐚𝐤𝐬𝐚𝐫𝐚 𝐁𝐚𝐥𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐬𝐭𝐫𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐦𝐚𝐤𝐬𝐮𝐝 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐬𝐭𝐫𝐚 𝐊𝐚𝐰𝐢].
𝐇𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮𝐢 𝐮𝐣𝐢𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐲𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐦𝐞𝐫𝐢𝐤𝐬𝐚𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐤𝐭𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐰𝐚 𝐜𝐚𝐥𝐨𝐧 𝐝𝐢𝐤𝐬𝐢𝐭𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐢 𝐚𝐤𝐬𝐚𝐫𝐚-𝐚𝐤𝐬𝐚𝐫𝐚 𝐬𝐞𝐫𝐭𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐡𝐚𝐦𝐢 𝐩𝐞𝐫𝐚𝐭𝐮𝐫𝐚𝐧 𝐒𝐢𝐥𝐚 𝐊𝐫𝐚𝐦𝐚 𝐘𝐮𝐤𝐭𝐢, 𝐬𝐞𝐫𝐭𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫𝐢, 𝐬𝐞𝐬𝐞𝐫𝐨𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐝𝐢𝐛𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐧𝐚𝐡𝐛𝐢𝐬𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐤𝐬𝐚.
𝐓𝐮𝐣𝐮𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐧𝐭𝐮𝐚𝐧 𝐝𝐢 𝐚𝐭𝐚𝐬 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐞𝐠𝐚𝐡 𝐠𝐮𝐫𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐚𝐧𝐝𝐮𝐧𝐠 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐚𝐧𝐠𝐤𝐮 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐛𝐚𝐠𝐢 𝐭𝐚𝐧𝐠𝐠𝐮𝐧𝐠 𝐣𝐚𝐰𝐚𝐛 𝐚𝐭𝐚𝐬 𝐤𝐞𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐮𝐧𝐠𝐤𝐢𝐧 𝐝𝐢𝐥𝐚𝐤𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐜𝐚𝐥𝐨𝐧 𝐝𝐢𝐤𝐬𝐢𝐭𝐚 𝐧𝐚𝐧𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐢𝐛𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐤𝐬𝐞𝐬 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐞𝐫𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐢𝐭𝐚𝐛-𝐤𝐢𝐭𝐚𝐛 𝐬𝐮𝐜𝐢; 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐛 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐚𝐢 𝐚𝐤𝐬𝐚𝐫𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐬𝐚𝐬𝐭𝐫𝐚𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐥𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐝𝐚𝐬𝐚𝐫 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐩𝐮𝐬𝐭𝐚𝐤𝐚 𝐬𝐮𝐜𝐢 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐧𝐝𝐢𝐭𝐚𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐜𝐚𝐥𝐨𝐧 𝐝𝐢𝐤𝐬𝐢𝐭𝐚 𝐫𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫 𝐚𝐭𝐮𝐫𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐧𝐝𝐢𝐭𝐚𝐚𝐧.
𝐇𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐜𝐚𝐥𝐨𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐡𝐚𝐦𝐢 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐚𝐤𝐬𝐚𝐫𝐚 𝐬𝐮𝐜𝐢, 𝐤𝐢𝐭𝐚𝐛 𝐬𝐮𝐜𝐢, 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐬𝐭𝐫𝐚 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐧𝐝𝐢𝐭𝐚𝐚𝐧 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐝𝐢𝐛𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐤𝐬𝐚.
Perlu dijelaskan di sini:
1. “Kertopĕdésa” adalah singkatan dari kerta-upa-desa, kitab yang mengatur apa yang harus diperhatikan oleh orang-orang sesuai warna .
2 Kitab Silakramayukti, salah satu yang disebut “sastra sasana”, menunjukkan apa yang harus dipatuhi oleh para sulinggih.
3 Kata 'Sastrotama' dalam teks ini merupakan singkatan dari kata 'sastra' dan 'utama'.


𝐖𝐀𝐉𝐈𝐁 𝐌𝐄𝐋𝐄𝐊 𝐀𝐊𝐒𝐀𝐑𝐀 & 𝐒𝐀𝐒𝐓𝐑𝐀
Apa yang disebutkan dalam kutipan hasil kajian dan keputusan tahun śaka 1808 tersebut di atas sesuai dengan tradisi tua di lingkungan Kaśiwan, dimana ada berbagai bacaan wajib bagi calon pandita yang harus dibaca dengan seksama.
Apa saja daftar bacaan wajib pendeta Hindu Bali bisa dilihat di link di bawah, dalam tulisan kecil berjudul “𝐁𝐀𝐂𝐀𝐀𝐍 𝐖𝐀𝐉𝐈𝐁 𝐏𝐄𝐍𝐃𝐄𝐓𝐀 𝐇𝐈𝐍𝐃𝐔 𝐁𝐀𝐋𝐈”:
Sangat jelas daftar lontar-lontar yang wajib dibaca dalam rangka mempersiapkan diri untuk menjadi calon diksita.
Barang siapa ingin memasuki jenjang ke panditaan di Bali wajib melek sastra suci yang diturunkan berabad-abad bisa dijejaki dari periode Mpu Kuturan sampai Dang Hyang Nirartha, dstnya.
“Weruh ring rupaning aksara” atau paham dengan mendalam berbagai aksara dan sastra kepanditaan adalah syarat mutlak alias WAJIB dimiliki oleh calon pandita di Bali di masa lalu.
Di sini akan diulas sekilas dua karya sastra yang wajib dibaca sebagai “pengetahuan dasar kesastraan” yang menjadi pondasi kesastraan dalam lingkungan kependetaan tradisional di masa lalu.
Dua karya sastra yang berisi “pengetahuan dasar kesastraan” bagi calon pandita yang dimaksud adalah:
𝟏. 𝐏𝐚𝐡𝐚𝐦 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐢𝐤 𝐢𝐬𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐬𝐚 𝐊𝐚𝐤𝐚𝐰𝐢𝐧 𝐑𝐚𝐦𝐚𝐲𝐚𝐧𝐚 (𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐤𝐚𝐰𝐢𝐧 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐝𝐢𝐫𝐞𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐬𝐢𝐤𝐚𝐧, 𝐬𝐞𝐫𝐭𝐚 𝐭𝐚𝐭𝐰𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚),
𝟐. 𝐇𝐞𝐧𝐝𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐢𝐚𝐩 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐬𝐮𝐤𝐢 𝐝𝐢𝐤𝐬𝐚 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐜𝐚𝐥𝐨𝐧 𝐝𝐢𝐤𝐬𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐝𝐢𝐫𝐞𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐬𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬-𝐬𝐚𝐥𝐢𝐧 (𝐧𝐲𝐮𝐫𝐚𝐭 𝐥𝐨𝐧𝐭𝐚𝐫) 𝐊𝐚𝐤𝐚𝐰𝐢𝐧 𝐃𝐡𝐚𝐫𝐦𝐚𝐬𝐮𝐧𝐲𝐚.
Apa alasan dari seorang calon sulinggih Kaśiwan wajib memahami kedua kakawin tersebut?
𝐀. 𝐊𝐚𝐤𝐚𝐰𝐢𝐧 𝐑𝐚𝐦𝐚𝐲𝐚𝐧𝐚
Karya ini disebut ditulis oleh Mpu Yogiswara yang tidak lain disebut sebagai "Sesuhunan/Lelangit" para menganut ajaran Keśiwaaan. Beliau mengubah dan menyajikan secara baru Ramayana berbahasa Sanskerta yang ditulis oleh Bhati, Maha Kawi berpaham Śaiwa yang mumpuni. Tarikan nafas dan kandungan Kakawin Ramayana adalah pokok-pokok ajaran penganut Śiwāgama. Melalui proses menyelam ke dalam pokok dan saripati Kakawin Ramayana diharapkan seorang pembaca bisa mendapat dasar terdalam tradisi Kaśiwan di Nusantara yang sudah dituliskan dalam era pembuatan Candi Prambanan, sekitar abad 9, atau sekitar tahun 800-san Masehi, kemungkinan bersambung tanpa putus ke Kediri, Singasari, Majapahit dan Gelgel.
𝐁. 𝐊𝐚𝐤𝐚𝐰𝐢𝐧 𝐃𝐡𝐚𝐫𝐦𝐚𝐬𝐮𝐧𝐲𝐚
Karya ini luar biasa mendalam dan dinilai sebagai karya sastra yang secara teologis paling berhasil “secara singkat” membahas teologi Śiwaisme yang juga dikenali sebagai Śiwa Śiddhanta.
Setelah memahami-menjalani bimbingan guru tembang dan juga perguruan garis diksa, seorang calon diksita diharapkan “nyurat lontar” Kakawin Dharmasunia. Artinya, menyalin sendiri, sambil merasuk-tanam-akarkan isi dan kedalaman esensi teologis Śiwaisme dan pokok ajaran mantra puja di dalamnya ke dalam diri sebagai bagian dari tarikan nafas ketika proses penyalinannya.
Dua syarat ini memberikan gambaran bahwa, kalau keduanya dilewati dengan baik, jika ingin menjadi calon diksita yang berkualitas, diharapkan tuntas tatas membaca Kakawin Ramayana, dan tatas retas membaca Kakawin Dharmasuni, dan menyalin sendiri dengan pangrupak dan daun lontar untuk menjadi proses meditasi gerak, sebuah proses menyusupkan konsepsi dan taksu Sang Hyang Aksara.
Jelas, sangat jelas, 𝐛𝐚𝐡𝐰𝐚 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐚𝐡𝐚𝐦 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐭𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐚𝐤𝐬𝐚𝐫𝐚 𝐁𝐚𝐥𝐢 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐤𝐬𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 “𝐩𝐚𝐝𝐢𝐤𝐬𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐬𝐮𝐥𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢𝐡𝐚𝐧 𝐁𝐚𝐥𝐢”.
Mewarisi demikian besarnya volume lontar-lontar kepanditaan di Bali, seorang pembelajar “jalan rohani” Bali diajak sadar bahwa sesungguhnya kepanditaan Bali berbasis seleksi jelas, yaitu seleksi berbasis kesastraan. Malangnya, belakangan persyaratan kesastraan ini bisa dikatakan paling tidak dihiraukan. Bahkan, ada keganjilan yang berkembang yang perlu dicermati, diksa dikemas sebagai “kursus paket kilat”. Persyaratan batas usia dilanggar, persyaratan kejelasan garis silsilah kepanditaan ditabrak, dan pada akhirnya, yang berkembang adalah sebuah diksa telah menjadi “seremonial jabatan publik” formalitas yang menjauhi kesakralan dan jauh dari kesan “pingit”.
Akibat PERSYARATAN KESASTRAAN PANDITA tidak mendapat perhatian, masyarakat umum pun melihat bahwa tradisi diksa dan kependetaan Bali bisa dipisahkan dari tradisi kesastraan di Bali.
Dari ribuan lontar yang masih terselamatkan di Bali, kitab isa melihat bahwa tradisi kesastraan di Bali adalah lautan khazanah referensi kepanditaan yang sangat tangguh dan tebal. Bisa dipastikan kalau seseorang menguasainya TIDAK MINDER DENGAN AJARAN LUAR. TIDAK KAGETAN jika bersebelahan dengan “lulusan paket diksa aliran-aliran baru” yang memang berideologi pendidikan kepanditaan instan.
Jika kita bandingkan dengan berbagai institusi kependetaan agama-agama besar di dunia, sangat jelas ketangguhan barisan para imamnya dalam pelayanan umat sangat ditentukan oleh kuatnya tidaknya kelembagaan kependetaan yang berbasis literasi keagamaan. Semua agama besar dunia memiliki semacam “dewan literasi kependetaan” yang secara khusus melakukan bimbingan studi teks dan kitab, baik secara kajian teks, teologi, riturgi dan sosio-teologis.
Dalam tradisi Katolik dan Kristen, ada sekolah teologi untuk persiapan dan pelatihan calon pendeta. Dalam tradisi Islam, ada ilmu fikih dan kajian serta garis rawi, sanad dan matan, dalam mempersiapkan calon ustadz dan ustadzah, untuk selanjutnya dipersiapkan menjadi pemimpin atau imam bagi umatnya.
Jika lingkaran kepanditaan di Bali sekarang terlihat “kewalahan dengan terjang ombak dan masuk angin”, ini disebabkan salah satunya karena perahu kesastraan lingkar kependetaan kita terbuat dari dinding yang tipis yang mudah roboh dihantam ombang. Bocor tidaknya dinding perahu ditentukan oleh ketebalan dan kesolidan pedoman sastra kepanditaan Bali.


Selasa, 13 Juni 2023

Banten Pasupati dan Mantra Pasupati di Tumpek Landep







Pasupati (Pāśupatāstra) dalam kisah Mahabharata adalah panah sakti yang oleh Batara Guru dianugerahkan kepada Arjuna setelah berhasil dalam laku tapanya di Indrakila yang terjadi saat Pandawa menjalani hukuman buang selama dua belas tahun dalam hutan. Panah yang berujung bulan sabit ini pernah digunakan oleh Batara Guru saat menghancurkan Tripura, tiga kota kaum Asura yang selalu mengancam para dewa. Dengan panah ini pula Arjuna membinasakan Prabu Niwatakawaca. Dalam perang Bharatayuddha, Arjuna menggunakan panah ini untuk mengalahkan musuh-musuhnya, antara lain Jayadrata dan Karna yang dipenggal nya dengan panah ini.
Makna Pasupati
Upacara Pasupati bermakna pemujaan memohon berkah kepada Hyang Widhi (Sang Hyang Pasupati) untuk dapat menghidupkan dan memberikan kekuatan magis terhadap benda-benda tertentu yang akan dikeramatkan. Dalam kepercayaan umat Hindu (ajaran Sanatana Dharma) di Bali, upacara Pasupati merupakan bagian dan upacara Dewa Yadnya. Proses pasupati bisa dengan hanya mengisi energi atau kekuatan tuhan atau menstanakan sumber kekuatan tertentu di dalam benda tersebut. Tergantung kemampuan orang yang melakukan upacara pasupati tersebut. dalam Bhagavadgita IV.33, disebutkan bahwa:
srayan dravyamayad yajnaj
jnanayajnah paramtapa
sarvam karma ‘khilam partha
jnane perimsamapyate
artinya:
Persembahan berupa ilmu pengetahuan, Parantapa lebih bermutu daripada persembahan materi dalam keseluruhannya semua kerja iniberpusat pada ilmu-pengetahuan, Oh Parta…
Salah satu hari suci agama Hindu yang cukup istimewa adalah Tumpek Landep yang jatuh setiap 210 hari sekali tepatnya pada setiap hari Saniscara Kliwon wuku Landep.

Secara umum untuk merayakannya, masyarakat Hindu menggelar kegiatan ritual yangkhusus dipersembahkan untuk benda-benda dan teknologi, yang berkat jasanya telah mampu memberikan kemudahan bagi umat dalam mencapai tujuan hidup. Utamanya adalah benda-benda pusaka, semisal keris, tombak, sampai kepada kendaraan bermotor, komputer, dan sebagainya.

Disamping hal tersebut, sesungguhnya hari suci Tumpek Landep merupakan hari Rerahinan gumi dimana umat Hindu bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi yang telah memberikan kecerdasan, pikiran tajam serta kemampuan yang tinggi kepada umat manusia (Viveka dan Vinaya), sehingga mampu menciptakan berbagai benda yang dapat memudahkan hidup termasuk teknologi. Mesti disadari, dalam konteks itu umat bukanlah memuja benda-benda tersebut, tetapi memuja kebesaran Tuhan.

Upacara pasupati merupakan bagian dan upacara Dewa Yadnya, upacara ini ditata dalam suatu keyakinan yang terkait dengan Tri Rna. Upacara pasupati yang diyakini oleh manusia sejak dulu kala sampai kini hidup dalam proses budaya dan budaya tradisi kecil ke tradisi besar dan hidup sampai tradisi modern. Upacara ini bertujuan untuk menghidupkan serta memohon kekuatan magis terhadap benda-benda tertentu yang akan dikeramatkan. Menurut keyakinan Hindu khususnya di Bali segala sesuatu yang diciptakan oleh Ida Hyang Widhi mempunyai jiwa, termasuk yang diciptakan oleh manusia mempunyai jiwa/kekuatan magis dengan cara memohon kehadapan Sang Pencipta menggunakan upacara Pasupati. Seperti contohnya yaitu benda yang disakralkan berupa Pratima, keris, barong, rangda, dan lain-lain. Hal itu dapat dibuktikan dalam beberapa sloka dalam kitab suci agama Hindu yang berbunyi, sebagai berikut:
Bhurita Indra Wiryam tawa smaya
Sya stoturma dhawan kamana prna
Anu tedyavabhahah wiryani nama
Iyam ca te prthiwi nama ojase
Artinya:
Keselamatan-Mu sungguh hebat, Dewa Indra. Kami adalah milik-Mu, kabulkanlah Madhawan. Permohonan pemuja-Mu, langit yang megah seperti engkau. Kepada-Mu dan untuk kesaktian-Mu bumi mengabdi (Reg Weda).

Pemikiran di atas mengandung makna, penggambaran hubungan manusia dengan Tuhannya dapat melalui permohonan doa, kesucian pikiran ada kekuatan magic yang diyakini berkah Ida Hyang Widhi Wasa yang dilimpahkan pada umatnya. Secara simbolik upacara Pasupati berarti memberkahi jiwa (kekuatan magic) pada benda-benda budaya yang mempunyai nilai luhur dan memberikan kesejahteraan pada umatnya.


Dalam rangka sakralisasi maupun penyucian suatu benda seperti keris, barong, arca, pratime, pis bolong dan lain-lain harus melalui upacara prayascita dulu yang bermakna menghilangkan noda/kotoran yang melekat karena proses pembuatan benda tersebut. Secara niskala selanjutnya diadakan proses upacara “Dewa Prayascita”. Ada juga menyebut dibuat upacara Pasupati yang bermakna memberkahi kekuatan sinar suci Ida Hyang Widhi Wasa pada benda-benda tersebut. Ada pula mengatakan bahwa khusus upacara Pasupati bagi arca, Dewa-Dewa dilengkapi penulisan huruf magic. Mengacu pada pemikiran diatas upacara Pasupati di Bali masih ditradisikan di Bali, dimana benda seperti arca, barong, keris, Pis Bolong dan lain-lain setelah dipasupati, amat diyakini oleh masyarakat, bahwa benda tersebut memiliki roh atau jiwatman dan terkandung kekuatan suci Ida Hyang Widhi/Ida Hyang Pasupati dan juga menjadi sungsungan masyarakat.

Keyakinan Upacara diatas juga dibenarkan pula oleh pendapat tokoh antropologi yang mengatakan bahwa sistem kepercayaan masyarakat mengandung keyakinan dengan dunia gaib. Dewa – dewa, mahiuk halus, kekuatan sakti serta kehidupan yang akan datang pada wujud dunia dan alam semesta. Pemikiran diatas dikaitkan dengan upacara Pasupati membenarkan bahwa keyakinan yang tebal pada masyarakat setelah benda tersebut diupacarai pasupati akan diberkahi kekuatan sakti para dewa sebagai manifestasi Ida Hyang Widhi Wasa. Penulis juga pernah membaca pada lontar Tutur pasupati yang menggambarkan bahwa dengan memohon para dewa untuk memusnahkan segala kotoran untuk menemukan kesucian pada bhuwana alit dan bhuwana agung dengan berbagai mantra dan upakara, maka dari itu upacara pasupati tergolong upacara dewa yadnya. Upacara pasupati sebagai media sakralisasi, seperti telah dijelaskan di atas pelaksanaan upacara pasupati bervariasi menurut desa, kala dan patra masing-masing desa di Bali.
Sarana Upacara Banten Pasupati
Dalam setiap upacara; maka keberadaan upakara tentu tidak dapat dikesampingkan, demikian pula halnya ketika umat Hindu melaksanakan upacara Tumpek Landep ini.

Adapun sarana/upakara yang dibutuhkan dalam Tumpek Landep, yang paling sederhana adalah canang sari, Dupa Pasupati dan tirtha pasupati. Yang lebih besar dapat menggunakan upakara Banten Peras, Daksina atau Pejati. Dan yang lebih besar biasanya dapat dilengkapi dengan jenis upakara yang tergolong sesayut, yaitu Sesayut Pasupati dengan kelengkapan banten prayascita, sorohan alit, banten durmanggala dan pejati.

Cara penyusunannya, dari bawah ke atas
Tebasan pasupati
Kulit sayut
Tumpeng barak
Raka – raka dan jaja
Kojong balung/prangkatan (5 kojong jadi 1) yang berisi kacang, saur, Gerang, telur dan tuung (terong)
Sampian nagasari, penyeneng, sampian kembang (terbuat dari don andong)
Pejati dan peras dengan sampian dari don andong, canangnya menggunakan bunga merah
Lis/buu alit (dari don andong)
dupa 9 batang
ayam biying mepanggang
segehan bang
banten prayascita untuk Pasupati
tumpeng mepekir, 5 buah
tulung, 5 buah
siwer 1, dengan tanceb cerawis
tipat pendawa
kwangen dan don dadap 5, masing 2 ditancapkan di tumpeng
raka-raka dan kacang saur
sampian nagasari
dapetan tumpeng 7, alas ngiu (ngiru)
taledan 2 – masing -masing di isi : taledan pertama: tumpeng 2, raka-raka kacang saur dan sampian nagasari. taledan ke dua: tumpeng 3, tulung, bantal, tipat penyeneng, raka2 kacang saur dan sampian pusung
sayut 2 – masing -masing di isi : sayut pertama; gibungan lempeh 1, raka2 kacang saur dan sampian nagasari dan sayut berikutnya; gibungan lanying 4, raka2 kacang saur dan sampian nagasari
di tengah2 isi cawan, isi base tampin, beras, benang tebus, pis bolong 3, penyenyeng
sorohan alit untuk Pasupati
taledan mesibeh/mesrebeng
kulit sayut 2 , di sampingnya
kulit peras di tengah2 antara sayut
ujung peras isi katak-kituk, sesisir pisang, sedikit jajan, nasi dan saur, isi plaus kecil, smua dsb nasi sasah, sidampingnya isi pisang tebu raka-raka
belakang nasi sasah isi tumpeng, 11 buah
kulit sayut isi nasi pulungan 4
kulit sayut lagi satu, sisi gibungan alit 1
di kulit peras isi tulung, 3 buah
isi kacang saur raka-raka
sampian pusung 2, di taruh bagian depan
di atas sayut sampian naga sari, 2 buah
atas kulit sayut sampian nagasari 1
penyeneng, tatakan celemih, isi base tampin, beras, benang tebus
lis / buu alit
banten bersihan
banten durmanggala dengan klungah nyuh mulung (gadang)
Banten Pejati untuk melengkapi Banten Pasupati sebagai hulu upacara pasupati tersebut.

Dari berbagai jenis upakara tersebut yang terpenting barangkali adalah Tirtha Pasupati; karena umat Hindu masih meyakini betapa pentingnya keberadaan tirtha ini. Tirtha Pasupati biasanya didapat melalui Pandita atau Pinandita melalui tatacara pemujaan tertentu. Tapi bagaimana halnya dengan individu-individu umat Hindu, apa yang mesti dilakukan jika ingin mendapatkan Tirtha Pasupati? Bisakah memohonnya seorang diri tanpa perantara Pinandita dan atau Pandita? Jawabannya tentu saja boleh…!




Cukup menyiapkan sarana seperti di atas (seuaikan dengan desa-kala-patra). Misalnya dengan sarana canang sari, dupa dan air (toya anyar), setelah melakukan pembersihan badan (mandi dsb). Letakkan sarana/ upakara tersebut di pelinggih/ altar/ pelangkiran. Kemudian melaksanakan asuci laksana (asana, pranayama, karasudhana) dan matur piuning (permakluman) sedapatnya baik kepada leluhur, para dewa dan Hyang Widhi, ucapkan mantra berikut ini dengan sikap Deva Pratista atau Amusti Karana sambil memegang dupa dan bunga.

Sebenarnya siapapun dapat “menghidupkan / me-pasupati” Rerajahan / barang setelah melalui beberapa ritual tertentu, seperti membacakan “mantra pangurip”. Namun hendaknya sebelum mantra ini diucapkan sebaiknya pahami benar maksud gambar Rerajahan yang akan di “pasupati” agar tidak menjadi bumerang dikemudian hari.

Pedanda (karena Brahmana adalah sebutan untuk klan/keluarga pendeta Hindu, namun tidak selalu menjadi atau memiliki kemampuan menjadi pedanda) dan Pemangku juga Balian (paranormal) adalah praktisi-praktisi yang mendalami pembuatan Rerajahan, tentu saja mereka mampu menginisiasi rerajahan.

Mantra Pasupati:
Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati,
Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip……..
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang
Ang-Ung-Mang,
Om Brahma pasupati,
Om Visnu Pasupati,
Om Siva sampurna ya namah svaha

Kemudian masukkan bunga ke dalam air yang telah disiapkan
Dengan demikian maka air tadi sudah menjadi Tirtha Pasupati, dan siap digunakan untuk mempasupati diri sendiri dan benda-benda lainnya.

Catatan:
……………………….Titik-titik pada mantra di atas adalah sesuatu yang mau dipasupati)-dalam hal ini adalah air untuk tirtha pasupati. Dalam hal tertentu dapat dipakai mempasupati yang lainnya..tergantung kebutuhan (tapi tetap saya sarankan hanya untuk Dharma, karena jika akan dipakai untuk hal-hal negatif maka mantra tersebut tidak akan berguna bahkan akan mencederai yang mengucapkannya)!!
Mantra di atas bersumber dari lontar Sulayang Gni Pura Luhur Lempuyang, koleksi pribadi.

Mantra Pasupati berikut juga bias digunakan, yang di Kontribusi dari Jro Mangku Wayan Natia, Pinandita Loka Palaya Seraya di Kecamatan Banjit, Way Kanan-Lampung.
Om ang ung pasupati badjra yuda agni raksa rupaya purwa muka desa tanaya pasupatnya ong pat
Om ang ung pasupati pasa yuda agni raksa rupaya pascine muka desa tanaya pasupatnya ong pat
Om ang ung pasupati cakra yuda agni raksa rupaya utara muka desa tanaya pasupatnya ong pat
Om ang ung pasupati padma yuda agni raksa rupaya madya muka desa tanaya pasupatnya ong pat
Om ang ung pasupati para mantra pasupatnya ong pat
Om ang brahma urip
Om ung wisnu urip
Om mang iswara urip
Urip (3x) Tang rerajahan
Om dewa urip, manusia urip, sing teka pada urip
Om kedep sidhi mandi mantra sakti



Atau dapat juga menggunakan mantra Pasupati berikut, yang dikontribusikan oleh jro manggih, salah satu orang yang disegani di daerah sebatu, gianyar..
Ong ang ung,
teka ater (3x)
ang ah, teka mandi (3x) ang.
(jeda sesaat)

Ong betare indra turun saking suargan,
angater puja mantranku,
mantranku sakti,
sing pasanganku teka pangan,
rumasuk ring jadma menusa,
jeneng betara pasupati.
Ong ater pujanku, kedep sidi mandi mantranku, pome.
(jeda sesaat)

Om bayu sabda idep, urip bayu, urip sabda, urip sarana, uriping urip, ya nama swaha. Om aku sakti, urip hyang tunggal, lamun urip sang hyang tunggal, urip sang hyang wisesa, teka urip 3x

Atau menggunakan mantra Pasupati berikut
MENYUCIKAN BAHAN
ong sameton tasira matemahan ongkara
Malecat ring angkasa tumiba ring pertiwi
Matemahan sarwe maletik
Mabayu, masabda, maidep
Bayunta pinake sabdan I ngulun
Pejah kita ring brahma
Urip kita ring wisnu
Begawan ciwakrama mengawas-ngawasi sarwa waletik

MANTRA NGERAJAH
ong saraswati sudha sudha ya namah swaha

PENGURIP RERAJAHAN
ong ang ung mang
Ang betara brahma pangurip bayu
Ung betara wisnu pangurip sabda
Mang betara iswara pangurip idep
Ong sanghyang wisesa pengurip saluiring rerajahan
Teke urip (3x) ang ung mang ong

PENGURIP SERANA
ong urip bayu sabda idep
Bayu teke bayu urip
Sabda teke sabda urip
Idep teke idep urip
Uriping urip teke urip (3x)

Hasilnya dari proses pasupati tidak akan sama antara orang yang 1 (satu) dengan yang lainnya tergantung tingkat kesucian masing – masing orang, memang semua orang bisa melakukan pasupati, asal tahu tatacara dan langkah – langkahnya. istilah balinya “eed upacara” tapi tetap hasilnya tidak akan sama kekuatan yang terpancarkan, bahkan bias – bisa kekuatan tersebut bahkan akan berefek buruk pada yang menggunakan barang – barang hasil pasupati jika salah dalam melakukan upacara tersebut.
Kewaskitaan sangat diperlukan karena proses tersebut mesti disaksikan sendiri apakah sdh benar atau hanya pikiran semata.

Pada proses pasupati orang yang melakukan upacara tersebut mesti bisa berbadan dewa atau menyatu atau sama kedudukan yang menyembah dengan yang disembah pada saat itu sehingga proses penghadiran dewa yang dikehendaki kekuatan nya benar- benar hadir dan mengisi benda yang akan dipasupati atau manifestasi Tuhan tersebut berstana atau berdiam diri langsung di benda yang diupacarai.

Kalau hanya berbekal keyakinan saya bs melakukan hal tersebut tanpa diimbangi dengan uraian diatas sama saja kita tidak tahu dengan apa yang kita lakukan dan apa yang sedang terjadi dan apa yang akan terjadi selama dan sesudah proses pasupati terjadi.

Jadi kesimpulannya semua bisa melakukan hal upacara pasupati tersebut tapi tetap akan diberikan ijin oleh Tuhan apa tidak itu tergantung dari manusia yang melakukan upacara tersebut.

Proses pasupati tidak sesimpel yang dipikirkan dengan hanya memegang benda yang akan dipasupati dan meniatkan benda itu berubah jd apa yang dikehendaki itu justru akan menjadi bumerang bagi yang mempasupati benda tersebut, karena dengan kesaktian penciptanya, justru kekuatan yang ada di benda tersebut akan menekan yang memakai benda tersebut sehingga berefek sangat buruk pada yang memakainya, akibatnya lama kelamaan aura kesaktian penciptanya ini akan menggencet jiwa pemakainya yang bisa mengakibatkan ketidakharmonisan didalam rumahtangga, misalnya : rasa takut, merinding, gelisah, rasa marah yang tidak terkontrol, dll



Kalau di ghanta yoga semua itu tidak terlepas dari energi ghanta dalam mempasupati sebuah benda, dengan kekuatan kesucian yang dimiliki pembina setiap benda yang dipegang saja sudah bercahaya apalagi beliau melakukan proses pasupati pastinya akan jauh lebih dasyat energi yang terpancar untuk keharmonisan alam sekitarnya dari benda yang sudah dipasupati beliau.

Permohonan kepada sang hyang pasupati dan diberikannya restu melalui kekuatan ghanta pada jaman sekarang ini akan membuat setiap benda menjadi berfungsi sangat sempurna sesuai dengan dasar benda tersebut dan program yang dimasukkan ke benda tersebut akan berjalan lebih berguna bagi yang menggunakannya.

Etikanya memang memohonkan pada sang hyang pasupati tp kekuatan yang berstana di benda yang dipasupati adalah kekuatan energi ghanta yang sudah difungsikan sesuai utk memfungsikan benda yang dipasupati karena kekuatan yang relevan pada jaman ini adalah energi ghanta, semua benda yang dipasupati akan menjadi metaksu dengan berdiamnya sumber energi pd benda tersebut yaitu adhitaksu.

Silahkan dibandingkan benda-benda yang sudah dipasupati apapun itu dengan benda-benda yang dipasupati dengan energi ghanta pasti akan jauh dari yang diharapkan fungsinya

Atau silahkan pasupati sendiri benda-benda yang anda punyai (jika anda sudah merasa mampu) dan bandingkan dengan hasil pasupati dari ida nabe, apakah akan sama hasilnya???? Silahkan dinilai sendiri……..

Mengenai pemakaian produk seperti kalung ghanta atau dupa gandasidhi atau minyak dan lainnya yang diproduksi melalui proses pasupatian itu memang sasarannya ke orang diluar anggota ghanta, tapi jika ada sisya (murid) yang mau membelinya alangkah dihargai hal tersebut disamping utk menambah keyakinan, hal itu juga bisa membantu secara finansial yayasan serta juga menunjukkan kebanggaan sisya dengan ghantayoga.

Sisya yang selalu membicarakan mengenai ghantayoga menunjukkan keyakinananya dan kebanggaannya akan ajaran yang dipelajari serta pengetahuannya sdh meningkat akan ajaran ghantayoga dan mau membagikan vibrasi energi ghanta ke orang lain daripada membicarakan keilmuan lain diluar yang telah diajarkan dari ghanta, menunjukkan sisya tersebut jarang bahkan tidak pernah melatih ajaran ghantayoga dalam kesehariannya dan semakin tidak mengerti akan ajaran ghanta yoga dan karena hanya ingin menunjukkan pengetahuannya sehingga yang dibicarakan selalu hal-hal yang di luar ghanta yoga utk menutupi ketidak mengerti nya terhadap ajaran ghanta yang notebene tidak pernah dilatih dan dikonsultasikan ke pembina, itu menunjukkan sisya tersebut sudah menurun keyakinannya terhadap ghanta yoga dan diharapkan sisya tersebut segera berkonsultasi sesering mungkin dengan pembina dan jika hal tersebut tidak bisa menambahkan keyakinan terhadap ajaran ghanta yoga sebaiknya sisya tersebut segera mungkin mengundurkan diri dari yayasan daripada meng-kotaminasi sisya yang lainya dan menimbulkan keraguan bagi sisya yang mudah goyah keyakinannya atau yang baru setengah-setengah keyakinannya terhadap ajaran ghanta yoga.

Ajaran ghanta yoga keluarnya dari guru ghanta yoga itu sendiri, jadi apapun yang dikatakan guru ghanta yoga itulah yang mesti dijalankan karena itu merupakan kebenaran yang mesti diikuti, semua itu merupakan tanggung jawab beliau dengan berani memberikan saran terhadap sisyanya otomatis hal itu akan ditanggung sendiri oleh sang guru sampai hal yang disarankan tersebut menjadi kenyataan dalam kehidupan sisyanya, jadi jika semua saran dr guru diragukan bahkan tidak dijalankan itu menunjukkan sisya sdh tidak ada respect terhadap gurunya dan itu menunjukkan pula ketidak bergunanya seseorang belajar di ghanta yoga dan saran yang terbaik bagi sisya tersebut adalah agar sisya tersebut segera pula mengundurkan diri dari ajaran ghanta yoga. —sumber