Rabu, 03 Januari 2024

Pengertian Tri Parārtha dan Bagian-Bagiannya



Setiap makhluk menginginkan kehidupan yang bahagia. Kehidupan yang bahagia dapat diperoleh bila kita dapat melakukan kebaikan- kebaikan. Selain itu kita juga harus dapat mengamalkan ajaran agama. Betapa indahnya hidup jika kita dapat saling menghormati, saling mencintai, dan saling mengasihi antara sesama manusia. Hidup akan harmonis, damai, dan tenteram jika kita saling membantu. Untuk mencapai kebahagian, kita dapat mengamalkan ajaranTri Parārtha.




Image; sayahindu
Pengertian Tri Parārtha


Tri Parārtha, berasal dari bahasa Sanskṛta, dari kata tri artinya tiga dan parārtha artinya kebahagian atau kesejahteraan. Tri Parārtha artinya tiga jenis perilaku yang dapat mewujudkan kebahagian dan kesejahteraan makhluk hidup. Ketiga jenis perilaku tersebut adalah seperti berikut.


Bagian Bagian Tri Parārtha


A. Asih


Perilaku asih adalah perilaku menyayangi, mengasihi seluruh makhluk hidup dan juga peduli lingkungan. Peduli lingkungan merupakan salah satu penerapan perilaku asih karena dengan menumbuhkan sikap peduli, akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap semua ciptaan Tuhan. Perilaku asih dapat menyebabkan kerukunan, kedamaian, dan keharmonisan sehingga mampu saling asah (harga-menghargai), saling asih (cinta mencintai), saling asuh (hormat-menghormati) sesama teman dan sesama makhluk hidup (Sumartawan, 2007: 47), (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 2).



Bagi orang-orang yang telah menumbuhkan rasa kasih sayang dan welas asih kepada semua makhluk dan kepada Sang Hyang Widhi, jiwa dan pikirannya telah terbebas dari belenggu kama. Melakukan kasih sayang dengan sepenuh hati dapat memberikan kebahagiaan yang tiada taranya (Prabhupāda: 2013).

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI


B. Punya


Perilaku puṇya adalah perilaku saling menolong kepada sesama untuk menumbuhkan cinta kasih. Contohnya, memberikan sesuatu atau benda yang kita miliki tanpa pamrih, berbagi pengetahuan, berbagi kesenangan, dan berguna bagi yang membutuhkan. Menumbuhkan sikap tolong-menolong akan terasa indah karena kita akan memiliki banyak teman.


Berdana punia atau Puṇya dengan keikhlasan, tanpa pamrih dan tidak dengki, memiliki keteguhan sraddha dalam berbuat kebajikan. Maka, niscaya selalu selamat dan sama pahalanya dengan beryajña (Gun-gun, 2012: 210).

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Tangan yang indah adalah tangan yang selalu memberikan dana-punia kepada orang lain. Kepala yang agung adalah yang selalu menunduk di depan guru. Keindahan bibir adalah yang selalu berkata benar. Ketegapan bahu adalah yang memiliki kekuatan untuk menang. Hati yang baik adalah yang memiliki belas kasihan. Telinga yang indah adalah yang mendengarkan weda. Bagi orang-orang baik, keindahan-keindahan itu merupakan busana yang terbaik, bukanlah kekayaan (Bhagavan Dwija: 2013), (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 3).


C. Bhakti


Perilaku bhakti adalah perilaku hormat dan menyayangi. Perilaku bhakti dapat dilakukan dengan tulus hati. Melalui sujud dan bhakti kepada orang tua, para guru, orang suci, pemerintah, dan Sang Hyang Widhi. Menjadi anak yang suputra merupakan wujud bhakti kepada orang tua. Orang tua yang telah melahirkan kita dengan penuh pengorbanan. Orang tua telah menjaga dan merawat kita hingga tumbuh menjadi anak yang sempurna.


Hormat dan bhakti perlu diberikan kepada guru yang memberikan ilmu pengetahuan. Caranya ialah dengan menerapkan ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh guru. Kita harus selalu bersyukur atas anugerah yang diberikan Sang Hyang Widhi. Kita harus rajin bersembahyang, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama. Melakukan hal-hal tersebut di atas akan mengantarkan kita pada pencapaian kehidupan yang bahagia, (Susila dan Sri Mulia Dewi, 2015: 4).




Referensi:


Susila, Komang dan Sri Mulia Dewi, I Gusti Ayu. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti (kelas 3) / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.


Sumber: Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas III
Kontributor Naskah : Komang Susila dan I Gusti Ayu Sri Mulia Dewi
Penelaah : I Wayan Paramartha dan I Made Redana
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015

SEJARAH PURA PUNCAK MUNDI NUSA PENIDA

Pura Puncak Mundi terdiri dari tiga paleban pura yaitu Pura Beji tempat persembahyangan pertama, disusul Pura Krangkeng dan Pura Puncak Mundi yang merupakan stana Ida Bhatara Lingsir.
Bendesa Pangempon Pura Puncak Mundi, I Wayan Sukla mengatakan, pangempon Pura Puncak Mundi terdiri dari 504 kepala keluarga yang tersebar di sebelas banjar adat. Di antaranya Banjar Baledan Duur, Banjar Baledan Beten, Banjar Klumpu Kauh, Banjar Klumpu Kangin, Banjar Angas, Banjar Mentaki, Banjar Rata, Banjar Tiagan, Banjar Bila, Banjar Cubang dan Banjar Iseh.
Dihimpun dari berbagai sumber, Wayan Sukla menceritakan, keberadaan pura-pura di Pulau Nusa Penida, diilhami dari kisah pertemuan antara Bhatara Guru dan Dewi Uma. Dari pertemuan itu, lahirlah seorang putra yang diberi nama Bhatara Kumara. Namun, kelahiran Bhatara Kumara ternyata juga menjadi awal perpecahan antara Bhatara Guru dan Dewi Uma. Soalnya, Bhatara Kumara lebih senang diasuh ayahnya, dan hanya sesekali menghampiri ibunya ketika ingin disusui.
Karena kesal, Dewi Uma menganiaya Bhatara Kumara saat menyusui. Saking marahnya, kedua bola matanya memerah dan taringnya juga keluar. Bhatara Kumara pun dibanting sampai kepalanya pecah dan darahnya diminum Dewi Uma. Ternyata, perlakuan itu diketahui Bhatara Guru. Menyaksikan perilaku sang istri seperti kala, Bhatara Guru pun marah. Beliau mengutuk Dewi Uma agar menjelma ke dunia menjadi manusia.




“Selama menjalani kutukan, Dewi Uma diceritakan sempat tiba di tengah hutan. Di tempat sunyi itu, ada sebatang pohon beringin tinggi besar. Di sanalah beliau menangis, air susunya merembes keluar sampai ke tanah. Di tempat itu kemudian tumbuh pohon pisang raja (gedangsaba). Itulah sebabnya pisang tersebut sangat baik untuk makanan bayi,” katanya.
Setelah lama menyesali perbuatannya, timbul keinginan beliau untuk membangun keraton yang tidak berbeda dengan swargaloka. Dewi Uma membangun sebuah asrama di puncak Bukit Mundi dan mendapat gelar Bhatari Rohini. Di asrama itulah, Bhatari Rohini melaksanakan yoga samadhi.
Singkatnya, Bhatara Guru juga tidak tahan mengasuh putranya sendirian. Sebab, Bhatara Kumara terus meminta disusui ibunya. Bhatara Kumara lantas didudukkan di plangkiran untuk menjaga para bayi. Seketika, Bhatara Guru kembali teringat dengan Dewi Uma yang sebelumnya dikutuk dan kini berstana di puncak Bukit Mundi. Bhatara Guru akhirnya memutuskan juga turun ke dunia pada tahun saka 50, tepatnya ke tempat Dewi Uma melaksanakan yoga samadhi di puncak Bukit Mundi. Bhatara Guru menjelma menjadi seorang dukuh atau pandita (rohaniwan) bernama Dukuh Jumpungan dan bertemu dengan Dewi Uma. Daerah ini kemudian diberi nama Nusa Panida, yang berasal dari arti Manusa Pandhita.
Demikian juga Dewi Uma kemudian menjelma menjadi seorang wanita yang bernama Ni Puri sebagai istri Dukuh Jumpungan di dunia dan menetap di Gunung Kila, Pucak Bukit Mundi. Pangempon Pura Puncak Mundi menyebut keduanya dengan nama Ida Bhatara Lingsir. Sesuai waktu yang terus berlalu tibalah saatnya tahun Saka 90, istri Dukuh Jumpungan melahirkan seorang putra bernama I Merja. Keturunan dari I Merja inilah yang diyakini menjadi awal sejarah terbentuknya kesekian pura yang ada di Nusa Penida, yang di awali dengan didirikannya Pura Puncak Mundi.


Sukla menambahkan, pujawali di Pura Puncak Mundi dilaksanakan setiap enam bulan, setiap Budha Umanis Prangbakat. Dudonan piodalan akan diawali dengan sangkepan dan matur piuning pada Anggara Kliwon Wuku Tambir. Kemudian ngemargiang pecaruan, nedunang sesuunan sepisanan ngaturang pengias pada Anggara Kliwon Wuku Prangbakat. Selajutnya, Ida Bhatara katur masucian ke Pura Beji lan ngaturang piodalan pada Budha Umanis Wuku Prangbakat. Setelah piodalan, selanjutnya ngaturang penganyar pada Wrespati Paing Wuku Prangbakat sampai Sukra Pon Wuku Prangbakat
Pura Puncak Mundi merupakan pura penataran Agung dengan bagian-bagiannya (jaba sisi,jaba tengah, dan jeroan). Bila para umat Hindu yang hendak sembahyang / tirta yatra ke Nusa Penida urutan tangkilnya persembahyangan di Pura Puncak Mundi yang pertama kali sebelum ke pura Dalem Peed. Di Pura Puncak Mundi bersthana Ida Bhatara Lingsir, yang mana pura yang satu ini terdiri dari tiga pura pelebahan (pura Beji, pura Krangkeng, dan Pura Puncak Mundi). Pura Beji merupakan tempat persembahyangan pertama sebelum ke pura-pura yang lain, misalnya pura Krangkeng dan Pura Puncak Mundi, lanjut ke Pura Dalem Peed. Di desa Batu Kandik lokasi pura Penataran Agung Puncak Mundi, setiap 210 hari sekali (sesuai pawukon Hindu Bali) piodalan/petoyan di Pura Puncak Mundi yakni pada : Rabu/Buda Umanis Perangbakat.

Dagang Banten Bali


Om swastiastu semeton sami, domogi setate kenak rahayu🙏
 Ngiring sane jagi me tirta yatra lan liburan sareng keluarga ring nusa penida dados hubungi tityang!!!!!

Paket sewa mobil di nusa penida
Phone/Wa: 0815-2941-2845

(1). Paket 2 tempat:
*PURA goa giri putri
*PURA dalem ped
  Rp 400.000/mobil

 (2). Paket 3 pura:
*PURA goa giri putri
*PURA puncak mundi / dalem kerangkeng
*PURA dalem ped
  Rp 550.000/mobil

 (3). Paket 5 pura:
*PURA goa giri putri
*PURA batu mudawu
*PURA puncak mundi / dalem kerangkeng
*PURA dalem bungkut
*PURA dalem ped
  Rp 650.000/mobil

 (4). Paket 4 pura:
*PURA goa giri putri
*PURA puncak mundi / dalem kerangkeng
*PURA kanjeng ratu segara kidul
*PURA dalem ped
  Rp 650.000/mobil

 (5).Paket 5 pura:
*PURA goa giri putri
*PURA puncak mundi / dalem kerangkeng
*PURA kanjeng ratu segara kidul
*PURA paluang atau pura mobil
*PURA dalem ped
  Rp 800.000/mobil

 (6). Paket 4 pura:
*PURA goa giri putri
*PURA puncak mundi / dalem kerangkeng
*PURA paluang atau pura mobil
*PURA dalem ped
  Rp 700.000/mobil

(7). Paket 6 pura
*PURA goa giri putri
*PURA puncak mundi / dalem kerangkeng
*PURA kanjeng ratu segara kidul
*PURA pusering jagad saab
*PURA paluang atau pura mobil
*PURA dalem ped
  850.000/mobil

Sewa mobil sampun termasuk sopir+bensin+bayar parkir lan sampai puput
Jenis mobil avanza apv  xenia   carry pick'up..
------

Matur suksma om santhi santhi om🙏

Senin, 01 Januari 2024

Filosofi Tumpek Landep

 


Bandar Lampung, 29 Desember 2023
Filosofi Tumpek Landep
Angayubhagya sadharma mogi sehat rahayu atas anugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Topik sajian tentang Filosofi Tumpek Landep yang memiliki makna perayaaan suci sast Saniscara Kliwon wuku Landep pemujaan terhadap Sang Hyang Pasupati.
I. Filosofi Tumpek Landep
Makna Tumpek adalah hari suci umat Hindu setiap hari Sabtu Wara Kliwon. Sedangkan Landep maknanya nama wuku kedua dalam Kalender Hindu. Landep secara sematik artinya tajam, runcing, tajep atau lanying (bahasa Bali).
a. Landeping idep artinya ketajaman pikiran atau pikiran yang cerdas. Sadharma wajib cermat, teliti, bijak, wijna, jnanin, kadhyatmikan, santa, cerdik. Intelek, Widyantara, dan gunamanta, bermoral, komitmen, bertanggungjawab, tidak lelet atau tidak suka menunda.
b. Landeping Sarana artinya kettajaman peralatan, seperti: keris, benda, senjata dan material. Maknanya bahwa manusia wajib berpikiran cerdas atau manah prajna. Pikiran secara ratio, bijaksana, kebajikan, untuk membentu diri menjadi sadharma yang mulia, luhur, berkualitas, berkompetensi, dan berkompetitif di era global. Dukungan fasilitas yang Mataksu atau Sarana Prasarana Sakti Sali atau bermanfaat bagi manusia Hindu dalam berjuang dan berkarma luhung.
II. Upakara
Jenis sesajenya berupa: 1) Tumpeng Putih bermakna ketulusan dan ketajaman perliku. 2) Sesayut maknanya keberlangsungan hidup yang kreatif sepanjang masa dan hidup panjang umur. 3) Daksina Pejati maknanya linggih atau Lingga Sang Hyang Siva atau Sang Hyang Pasupati atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. 4) Banten Raka atau Gebogan atau Canang Raka maknanya hasil karma atau Karma Phala yang makmur karena ulet berkarya secara cerdas dan tuntas atsu tulus.
5) Canang Sari maknanya persembahan suci nirmala terhadap Sang Hyang Pasupati semoga dianugrahi kemuliaan dan keluhuran berkarma atau Jayeng Yudha. 6) Segehan Manca Warna maknanya persembahan untuk harmoni atau netralisir kekuatan prthivi secara Panca Dala atau segehan lima warna.

III. Literasi Sastra
1) Sundarigama.
Ada makna ..Jayeng Kusumayudha...maknanya sadharma mencapai unggul dalam perjuangan hidup.
2) Slokantara 73 Ada makna...Kadi Landep ing pamangan ing Kartra artinya bagaikan tajamnya gunting. Sarana alat-alat kerja wajib tajam dugunakan dalam berkarma atau jangan puntul, tumpul, atau alandep. Perlatan tersebut agar dipasupati saat Tumpek Landep agar tetap Mataksu, seperti: Keris, pisau, mandau, parang, udud, Blakas, laptop, gunting, gergaji, fasilitas rutin untuk kerja dan sebagainya.
3) Sarasamuscaya 27
Ada makna...Drstanta nahan ngalalang atuha, telas rumepa marin alandep nika...maknanya ...seperti ilalang atau ambengan atau Kusa atau Alang-alang telah tua itu tidak tajam lagi. Maknanya sadharma selalu tekun dan jangan tidak tajam dalam berkarma. Selalu sradha bhakti terhadap Sang Hyang Pasupati saar tumpek landep. Sadharma jiwa yuva atau semangat terus, jangan seperti ilalang tuha yang rebah. Namun tetaplah Landep atau Tajam untuk berkarma mulia. Semangat dan Satatam Prajna atau selalu cerdas.
4) Bhagavadgita XVIII:49 Ada makna seperti dikutip berikut ini.
"असक्तबुद्धिः सर्वत्र जितात्मा विगतस्पृहः ।
नैष्कर्म्यसिद्धिं परमां संन्यासेनाधिगच्छति ॥ १८-४९॥
asakta-buddhiḥ sarvatra jitātmā vigata-spṛhaḥ,
naiṣkarmya-siddhiṁ paramāṁ sannyāsenādhigacchati
Artinya:
Orang yang kecerdasannya tak terikat dimana saja, telah menguasai dirinya dan melepaskan keinginannya, dengan penyangkalan ia mencapai tingkat tertinggi dari kebebasan akan kegiatan kerja".
Adapun Maknanya bahwa sadharma
a) Asakta Buddhih artinya yang kecerdasannya tak terikat; Maknanya ketajaman pikiran penuh bijak dan bajik untuk melakoni hidup luhur.
b) Sarvatra artinya dimana-mana, dimanapun juga; Maknanya dimanapun sadharma wajib bijak dan bajik terhadap kondisi setempat.
c) Jitātmā artinya menang atas sang diri, menaklukkan dirinya; Maknanya tajam mensklukkan sad ripu atau enam musuh diri. Sebaliknya Jayeng Yudha dalam perjuangan hidup yang semakin kompetitif. Siapa cepat dia dapat. Siapa cekatan dia meraih kenikmatan.
d) Vigata Spṛihah artinya yang keinginannya melemah, melepaskan keinginan; Maknanya bahwa sadharma ela kada kuat atau jangan lemah atau No Weakness atau Alandep Karma yakni jangan lemah berjuang, jangan pesimis terus, jangan plin plan dan tidak menyerah matah.
e)NaiṣkartnayaSiddhim artinya kesempurnaan dalam kebebasan atas kegiatan kerja; Maknanya bahwa sadharma wajib sukses dalam segala perjuangan. Bersiksplah optimis atau Landep Jarma.
f) Paramām artinya tertinggi; Maknanya sadharma eaihlah prestasi tertinggi atau the best prestige. Jayalah dalam berjuang.
g) Saṁnyāsena artinya dengan penyangkalan; Maknanya Ayo tangkis segala kelemahan atau alandep agar selalu Jayeng Kusumayudha.
h) Adhigacchati artinya mencapai pada. Bermakna bahwa sadharma mencapai Landep Sakala ca Landep Niskala. Pikiran cerdas, perilaku bajik.
IV. Penutup
Demikian Filosofi Tumpek Landep. Perhatikan Banten Tumpeng Putih, yang ujung atas tumpeng tersebut dibuat Landep atau Tajam. Sadharma Na Ogya Landep yakni umat Hindu tidak berhenti Bijak dak bajik untuk Jayeng Yudha. Ela Lepah Bagawi. Tarus Bajuang Manyampai Barasil Uras Yuh. Ela Ngerajuk ih. Rahayu. Svaha. Ksama ca Ksami. Sahey. Om Santih Santih Santih Om.

Minggu, 31 Desember 2023

Sejarah Kajeng Kliwon Pemelastali dan Runtuhnya Watugunung

  

Begini Sejarah Kajeng Kliwon Pemelastali dan Runtuhnya Watugunung

KURMA: Perwujudan Dewa Wisnu sebagai Kurma atau Kura-kura yang memiliki lidah berupa senjata cakra menaklukan Watugunung. (ISTIMEWA)


Hari Suci atau rerahinan di Bali cukup banyak. Bahkan, hampir setiap minggu pada kalender Bali terdapat hari penting bagi umat Hindu. Namun, ada yang spesifik, salah satunya adalah Kajeng Kliwon Pamelastali atau Watugunung Runtuh. Bagaimana kisahnya?

Watugunung adalah nama wuku terakhir dari perhitungan pawukon di Bali. Nama Watugunung berasal dari cerita Watugunung. Konon Watugunung adalah sesorang yang kuat dan sakti. Wuku ini memiliki Urip 8 dan berada pada urutan ke-30. Banyak cerita yang berkembang tentang Watugunung. Dalam lontar Medang Kemulan disebutkan bahwa Watugunung merupakan putra Dewi Sintakasih yang merupakan permaisuri Kerajaan Kundadwipa.


Disebutkan Raja Kulagiri yang memerintah di Kundadwipa  memiliki dua orang istri, yaitu Dewi Sintakasih dan Dewi Sanjiwartia. Suatu ketika Raja Kulagiri sedang bertapa di Gunung Semeru, meninggalkan istrinya Dewi Sintakasih yang sedang mengandung. Semakin lama, perut Dewi Sintakasih kian membesar. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyusul Raja Kulagiri ke Gunung Semeru. Ternyata, di tengah perjalanan menuju puncak gunung, Dewi Sintakasih melahirkan tepat di atas batu besar yang datar. Tanpa disadari, sang bayi yang dilahirkan terjatuh.

Anehnya, sang bayi tak cacat sedikitpun. Yang lebih aneh lagi, batu besar yang ditimpa bayi  tersebut malah terbelah menjadi dua bagian. 


Atas anugerah Dewa Brahma, bayi Dewi Sintakasih tersebut diberikan nama I Watugunung. Dewa Brahma bersabda, bahwa Watugunung akan menjadi seseorang yang sakti dan terkenal, serta tidak akan mati terbunuh oleh Dewa, Detya, Denawa, Asura, maupun manusia. Namun, Watugunung dapat dikalahkan dan dibunuh oleh Dewa Wisnu yang berwujud sebagai kura-kura (Kurma). 

Seiring berjalannya waktu,Watugunung mengalami pertumbuhan sangat pesat, nafsu makannya pun tinggi dan membuat ibunya kewalahan. Suatu hari, Watugunung meminta makan dan ibunya sudah kewalahan dan tidak mampu menahan emosinya. Akibatnya, kepala Watugunung dipukul oleh ibunya dengan sendok nasi, sehingga  kepala Watugunung  luka dan berdarah. Akibat kejadian itu, Watugunung pergi meninggalkan istana. 


Konon, dalam perjalananya pergi meninggalkan kerajaan, ia menjadi seorang perampok. Semua kerajaan mampu ditaklukan Watugunung,  termasuk Kerajaan Kundadwipa yang merupakan kerajaannya dahulu. Di sana ia menikahi Dewi Sintakasih yang tak lain adalah ibunya sendiri.

 Namun, suatu ketika, Dewi Sintakasih sedang mencari kutu di kepala Watugunung. Dilihatlah luka bekas pukulan sendok nasi di kepala Watugung. Akhirnya, karena merasa berdosa dan ingat bahwa yang bisa mengalahkan Watugunung hanya Dewa Wisnu, maka Dewi Sintakasih memohon kepada Watugunung agar menjadikan Dewi Sri Laksmi yang tak lain adalah istri Dewa  Wisnu untuk dijadikan madu. 


Kinginan itu membuat Dewa Wisnu menjadi marah besar. Namun, kemarahan Dewa Wisnu tidak membuat Watugunung takut, tetapi malah menantang Dewa Wisnu untuk berperang. Peperangan pun tidak dapat dihindari, Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor Kurma atau kura-kura bersenjatakan cakra. Dan, sejurus kemudian Watugunung mampu dikalahkan oleh Dewa Wisnu. Dan, hari itu bertepatan dengan  kekalahan Watugunung  disebut sebagai Hari Watugunung Runtuh atau Kajeng Kliwon Pemelastali. 


"Kajeng Kliwon Pamelastali juga diambil dari cerita Watugunung. Di mana, Watugunung  sebagai orang yang sakti, namun tidak memiliki kepintaran. Hal inilah yang menjadi awal dari urutan Hari Suci Saraswati yang diyakini sebgai hari turunnya ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, yang mampu memerangi kebodohan adalah ilmu pengetahuan,” ujar Dosen Universitas Hindu Indonesia I Kadek Satria, S.Ag. M.Si. kepada Bali Express (Jawa Pos Group), Jumat (13/1) lalu. 


Dijelaskan Satria, Pamelas artinya melepaskan, dan tali memiliki arti sarana mengikat. Jadi, Pamelastali memiliki makna melepaskan ikatan. Ikatan apa yang dilepas? Yaitu ikatan kebodohan dan sifat buruk dari Watugunung.


Nah, setelah Watugunung kalah dalam peperangan dengan Dewa Wisnu, keesokan harinya ia menjadi mayat atau orang Bali menyebutnya dengan watang. “Sehingga, hari Senin setelah Watugunung Runtuh dinamakan Soma Candung Watang. Hari itu untuk memperingati bahwa Watugunung telah mati dan menjadi mayat,” ujar pria yang juga pimpinan Pasraman Pasir ukir di Buleleng ini.



Sedangkan keesokan harinya, mayat Watugunung diseret atau bahasa balinya dipaid oleh Dewa Wisnu, sehingga pada hari Selasa disebut sebagai hari Anggara Paid-paidan. Pada saat Watugunung diseret oleh Dewa Wisnu, ditemukanlah oleh Bhagawan Boda. Atas permohonan Bhagawan Boda, Dewa Wisnu mengizinkan agar Watugunung dihidupkan kembali. Oleh karena itu, pada hari Rabu dikenal dengan sebutan Budha Urip. 


Setelah hidup kembali, Watugunung metegtegan (istirahat sejenak) terlebih dahulu, bagaimana halnya seperti orang baru bangun. Sehingga hari itu dinamakan hari Wraspati Panegtegan. Setelah itu, pada hari Jumat, Watugunung menyadari bahwa apa yang dilakukan adalah sebuah kesalahan yang besar, sehingga ia harus memohon kepada Tuhan agar diberikan pengampunan. Dan, hari itu dikenal dengan sebutan Sukra Pangredanan.

Selanjutnya, puncak dari Wuku Watugunung adalah hari suci Saraswati, pada hari itu diyakini sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan yang dapat mengalahkan kebodohan. “Jadi, pada hari Minggu yang merupakan awal wuku Watugunung hendaknya kita melepaskan ikatan atau sifat buruk Watugunung, dan pada akhir wuku Watugunung kita memuja Tuhan sebagai anugerah atas ilmu pengetahuan,” tutup Satria. 


https://baliexpress.jawapos.com/read/2017/11/05/24602/begini-sejarah-kajeng-kliwon-pemelastali-dan-runtuhnya-watugunung


Banten Tumpek Landep Dalam Tradisi Hindu Bali

 


Inputbali,- Hari raya tumpek landep jatuh setiap Saniscara/hari sabtu Kliwon wuku Landep, sehingga secara perhitungan kalender Bali, hari raya ini dirayakan setiap 210 hari sekali. Kata Tumpek sendiri berasal dari “Metu” yang artinya bertemu, dan “Mpek” yang artinya akhir, jadi Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, dimana Panca Wara diakhiri oleh Kliwon dan Sapta Wara diakhiri oleh Saniscara (hari Sabtu). Sedangkan Landep sendiri berarti tajam atau runcing, maka dari ini diupacarai juga beberapa pusaka yang memiliki sifat tajam seperti keris.

Berikut ini jenis-jenisnya (sorohan) banten yang sederhana, karena harus disesuaikan lagi dengan kebiasaan setempat :

Sesayut Jayeng Perang
Kulit sesayut dari daunan dong, tumpeng putih memuncuk barak 2 buah. Tumpeng selem memuncuk putih 1 buah. Medasar beras triwarna (injin, baas barak, baas biasa). Be ati bungkulan, yeh asibuh, muncuk dadap 11, tulung urip apasang (2), kewangen 3 (tiga) sekar pucuk bang tirta asuhun keris mewadah sibuh.

Sesayut Kesuma Yuda
Beras mepisela padma medasar beras barak, kulit sesayut busung nyuh gading, penyeneng nagasari, nyuh gading ring tengah pinaka agung, tindakan sekar mancawarna, bawang putih padang kasna, prayascita dikelilingi antuk tumpeng pancawarna metanceb pucuk bang lima katih. Getih megoreng atakir, ati dan batukan (betukan ayam) megoreng pada metakir tirta pasupati, tirta betara, tirta sulinggih sesari 76.500 kepeng, tetebusan benang hitam.


Sesayut Pasupati
Tumpeng barak amusti, kulit tebasan antuk don andong 1 ring ajeng tumpange daksina, ring bilang samping tumpenge kulit peras medaging tumpeng barak dua, soda ajengan penek barak 2, tipat kelan, tipat tampulan asiki, sampeyan nagasari penyeneng peras canang antuk don andong. Maulam ayam biing (barak) jeroan megoreng wadah taku, takir keruh meserana kacang saur. matah apalet anggen ring segehan pasupati.

Segehan Agung Pasupati
Peras barak sodan barak (sampeyan canang don andong). Daksina tampi serobong, ketipat kelan, nasi kepelan 9 kepel metatakan don andong medaging ulam jeroan matah 9 takir raung ring sowang-sowang. Asep 9 katih, nasi wong-wongan barak 5, api takep 5.

Sesayut Guru
Kulit sesayut beras akulak metatah kain putih tampelan tetebu jinah 11 kepeng. Tumpeng guru, tulung 2, kewangen 1, peras alit, pesucian, pembersihan, penyeneng, sampeyan nagasari, meulam ayam putih mulus.

Banten lain
Ayaban, suci, byakawon +prayascita (anggen mereresik). Yening membanten ring mobil, genahang jayeng perang atanding.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Jika terdapat penjelasan yang kurang tepat atau kurang lengkap, mohon dikoreksi bersama. Suksma…

(sumber : Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda ) –sumber

Beakala/biukaon

Beakala
Sidi
Kulit sayut
Kulit peras dr pandan medui
Raka 
Nasi metimpuh metajuh
Kojong rasmen
Ceper: misi taluh matah,   
  peselan, sesabet, 2  
  takir yi 1 tepung tawar 
  n beras kuning
  Takir 2 misi 2 pis 
  bolong benang barak.
  Peselan yi 3 don dadap,  
  1 base, seet mimang,  
  don selasih, padang  
  lepas digulung iket dg 
  benang barak.
Peras tulung payasan pesucian
Payuk pere padma
Sampyan nagasari endong
Lis endong