Secara filsafat Mandala Pertama ini melambangkan dunia kebendaan yang harus kita tinggalkan -- walau pun dengan susah payah -- agar kita dapat menapaki dunia kesucian. Pintu menuju ke kepada alam rohani ini menunjukkan batas- batas yang jelas dan dimuati dengan banyak lambang yang bertujuan mengingatkan kita bahwa langkah kita ke depan adalah langkah spiritual, dan harus diperjuangkan, tidak datang tanpa upaya, jadi kita harus suci, membebaskan diri kita sendiri dari kebohongan, kepalsuan dan kegelapan.
Mandala Pertama ini dicapai melalui rangkaian anak tangga yang cukup tinggi dan di pagari oleh dua baris patung- patung tokoh wayang. Di sebelah kiri adalah para tokoh pahlawan dari Mahabharata, sedangkan di sebelah kanan adalah pahlawan- pahlawan dari Ramayana. Patung- patung indah ini diukir sekitar tahun 1935 oleh sekelompok pematung dari desa Sukawati yang dipimpin oleh I Kolok.
Selanjutnya, unsur- unsur dari Mandala Pertama ini di antaranya adalah:
A. Candi Bentar
Candi Bentar, yaitu pintu gerbang utama.
01. Bale Pegat
Bale yang terputus di tengah. Mulai titik ini, pengunjung diminta untuk memutuskan hubungan dengan kehidupan kebendaan atau keduniawian. Bale ini bentuknya unik, tampak seperti dua buah bale dengan atap yang yang menyatu. Pertama dibuat, seperti diceritakan dalam babad warga Tutuan, sebagai lambang perpisahan, putusnya hubungan yang sudah sekian lama.
02 & 03. Bale Kulkul
Bale kentongan. Ada dua di sebelah kiri dan kanan pintu masuk, setelah kita berada di dalam. Kentongan ini dibunyikan pada saat ada upacara.
04. Bale Pelegongan
Bale panjang tempat digelarnya kesenian Legong pada saat upacara tertentu.
05. Bale Pegambuhan
Bale panjang tempat digelarnya kesenian Legong pada saat upacara tertentu.
06. Bale Mundar-mandir atau Bale Ongkara.
Bale Mundar-mandir atau Bale Ongkara terletak di sebelah kanan kiri Candi Kurung, dimaksudkan sebagai pengingat kepada umat yang akan memasuki Kori Agung untuk terlebih dahulu mengheningkan pikiran sejenak menyatukan konsentrasi pada kesucian, karena ia akan mulai masuk ke halaman Pura Penataran Agung. Bangunan Bale ini bersaka tunggal, sangat artistik.
------------------------------------------------------------
”Omkara”, Panggilan Tuhan yang Pertama
Penempatan bangunan suci di kiri-kanan Kori Agung atau Candi Kurung di Pura Penataran Agung Besakih memiliki arti yang mahapenting dan utama dalam sistem pemujaan Hindu di Besakih. Karena dalam konsep Siwa Paksa, Tuhan dipuja dalam sebutan Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa sebagai jiwa agung alam semesta. Sebutan itu pun bersumber dari Omkara Mantra. Apa dan seperti apa filosofi upacara dan bentuk bangunan di pura itu?
Swami Dayananda Saraswati, pendiri Arya Samad di India, menyataan bahwa panggilan Tuhan yang pertama-tama dan yang tertua adalah dengan mengucapkan Omkara. Tuhan memang tanpa nama, tanpa rupa karena pada hakikatnya semuanya yang nyata ini adalah perwujudan Tuhan. Artinya apa pun yang ada ini sesungguhnya adalah ciptaan Tuhan. Karena tidak bernama maka manusia ciptaan Tuhan diteladani oleh para resinya memanjatkan doa pujian pada Tuhan dengan ucapan Omkara.
Tuhan pada hakikatnya maha-tahu. Pengucapan Omkara sebagai media pemanggilan Tuhan bukanlah untuk Tuhan, tetapi untuk mereka yang memanggil Tuhan agar merasa bahwa Tuhan sudah mereka puja dengan pengucapan Omkara tersebut. Saat manusia berniat saja untuk memanggil-Nya, Tuhan sudah maha-tahu sebelumnya.
Demikianlah menurut keyakinan Hindu. Dalam Manawa Dharmasastra II.83 dan 84 dinyatakan bahwa Eka Aksara Om adalah Brahman yang tertinggi. Ketahuilah bahwa Omkara itu kekal abadi dan itu adalah Brahman penguasa semua ciptaan. Dalam Manawa Dharmasastra II.76 dinyatakan bahwa Aksara Omkara itu berasal dari aksara, A-U-M. dari suara tiga Veda dan inti dari Vyahrti Mantra.
Yang dimaksud dengan Vyahrti Mantra itu adalah Bhur, Bhuwah dan Swah. Yang mengupas tiga Veda dan Vyahrti Mantra menjadi aksara A, U dan M itu adalah Prajapati yaitu Tuhan sebagai rajanya makhluk hidup. Yang dimaksud dengan ketiga Veda itu adalah Reg, Sama dan Yajur Veda. Dari penyatuan aksara, A, U dan M itulah bersenyawa menjadi aksara Omkara yang juga disebut Pranava Mantra.
Karena itu, Omkara itu juga disebut Vijaksara Mantra artinya biji aksara asal mulanya Mantra Veda. Kata Aksara dalam bahasa Sansekerta artinya yang kekal abadi. Ini berarti tujuan Tuhan menurunkan Aksara adalah untuk menyebarkan ajaran suci Tuhan yang kekal abadi itu.
Pura Besakih adalah media sakral untuk mencapai anugerah Tuhan berupa kehidupan yang bahagia Sekala dan Niskala. Dalam Vedanta Sutra I.1-4 ada dinyatakan bahwa untuk meraih anugrah Tuhan itu hanya dapat dilakukan berdasarkan tuntunan kitab suci Veda. Karena itu penempatan Balai Omkara simbol Vijaksara Mantra di kiri-kanan Candi Kurung atau Kori Agung Pura Penataran Agung Besakih sudah sangat sesuai dengan petunjuk ajaran suci Veda. Meskipun penempatan Balai Omkara itu tidak terlalu khusus, tetapi pada tempat yang sangat strategis.
Untuk memasuki Mandala kedua Penataran Agung Besakih harus melalui salah satu dari dua Candi Bentar yang mengapit Candi Kurung. Saat melalui salah satu dari pintu masuk tersebut pasti akan melihat salah satu dari Balai Omkara tersebut. Mengapa ada dua Balai Omkara yang mengapit Candi Kurung itu. Karena manusia dalam hidupnya ini tentu berharap senantiasa mendapatkan tuntunan Tuhan baik dalam kehidupan Sekala maupun dalam kehidupan Niskala. Pertimbangan untuk memperoleh kehidupan yang seimbang itulah nampaknya sebagai dasar pemikiran mengapa Balai Omkara itu didirikan kembar mengapit Candi Kurung tersebut.
Penempatan Balai Omkara pada tempat yang sangat strategis tetapi pada tempat yang sederhana itu patut menjadi renungan kita bersama. Hal ini bermaksud agar umat tidak terlalu sulit menjumpai Balai Omkara tersebut. Karena Omkara itu adalah simbol tersuci dalam ajaran Veda. Untuk itu umat jangan dipersulit untuk menjumpai simbol tersebut. Karena yang lebih sulit nantinya adalah bagaimana merealisasikan simbol suci itu dalam kehidupan sehari-hari.
Pengucapa Omkara Mantra itu sebagai doa untuk memperoleh tuntutan Tuhan agar dinamika Utpati, Stithi dan Pralina hidup manusia itu berjalan dengan sebaik-baiknya. Mereka lahir (Utpati) dengan selamat. Dalam menjalankan kehidupan (Stithi) pun juga dengan selamat. Kembali ke asal atau Pralina pun agar mereka dapat dengan selamat. Dalam Lontar di Bali disebut ”mati bener”. Itulah dambaan manusia yang lahir ke dunia ini.
Omkara juga dinyatakan sebagai sebutan Tuhan jiwa agung dari Bhur. Bhuwah dan Swah Loka. Memahami hal ini berarti manusia seharusnya menjaga perilakunya agar tidak berbuat yang dapat mencemari Tri Loka tersebut. Karena perbuatan yang buruk di Bhur Loka dapat merusa juga Bhuwah dan Swah Loka. Secara ilmu pengetahuan modern hal itu sudah dapat dibuktikan dengan ilmiah.
Penempatan Balai Omkara di Pura Besakih itu sebagai upaya untuk menggemakan suara suci Veda agar terserap dengan baik ke dalam lubuk hati setiap umat. Dengan terserapnya nilai-nilai suci Veda ke dalam lubuk hati setiap umat maka umat Hindu diharapkan dapat menyucikan hati nuraninya dari kabut kegelapan pengaruh Rajah Tamah yang negatif. Kalau Guna Rajah dan Tamah dapat dikuasai oleh Guna Satwam maka gema suara hati nurani pun akan dapat lebih mengendalikan perilaku.
Orang yang berperilaku sesuai dengan suara hati nuraninya yang suci itu akan dapat lebih mudah mencapai karunia Tuhan. Salah satu tujuan yang paling utama umat ke pura adalah untuk memperoleh karunia Tuhan. Karena itu sudah sangat tepatlah pendirian Balai Omkara di kiri dan kanan Candi Kurung di Pura Penataran Agung Besakih.
Aksara suci Omkara dalam Manawa Dharmasastra II.75 dinyatakan sebagai media meditasi disertai dengan melakukan Pranayama dan Tirtha Pawitra. Omkara juga dijadikan pengantar dalam mengucapkan Vyahrti Savitri Mantra. Di Bali lebih terkenal dengan Mantra Gayatri. Tri Sandhya setiap pagi yang diawali dengan Mantram Gaya Tri itu sebagai mantram pertama.
Mantra pertama Tri Sandya itu sesungguhnya terdiri atas tiga jenis mantram yaitu: Omkara Mantra, Vyahrti Mantra (Bhur, Bhuwah dan Swah) dan Tri Pada Mantram terdiri atas 24 kata. Tiga jenis mantram itulah yang populer dengan Gayatri Mantram. Inilah yang disebut Mantram Veda yang paling universal. Nampaknya itulah tujuan utama didirikannya Balai Omkara di Pura Penataran Agung Besakih.
* wiana
--------------------------------------------------------------
Balai Omkara Kembar di Besakih
Brahmana pranava
Kurya dadavante sa carvada
Sravatyani krtam puvam
Purastasca visiryati.
(Manawa Dharmasastra, II.74)
Maksudnya:
Hendaknya pengucapan pranava (aksara Om) dilakukan pada permulaan dan penutupan dalam mempelajari Veda. Kalau tidak didahului pengucapan Om maka pelajaran Veda itu akan tergelincir menyasar. Kalau tidak ditutup dengan Om maka pengetahuan Veda itu akan menghilang.
Di Mandala pertama dari Pura Penataran Agung Besakih terdapat dua pelinggih kembar yang disebut oleh masyarakat sebagai Balai Mundar-Mandir. Sesungguhnya pelinggih itu adalah Balai Omkara sebagai simbol sakral dari Aksara Omkara yang juga disebut Pranava Mantra. Pelinggih ini memang kelihatan sangat sederhana terletak di kiri-kanan Candi Kurung memasuki Mandala ketiga Penataran Agung di mana terdapat pelinggih Padma Tiga sebagai pelinggih yang paling utama di Pura Besakih.
Bangunan suci ini bertiang satu dengan atap yang sederhana. Omkara ini memang disebut Bijaksara yang artinya benih asal-usul dari semua Aksara. Mengapa simbol sakral yang menggambarkan kesucian Tuhan tidak ditempatkan di Mandala kedua dari Pura Penataran Agung Besakih ini.
Di Mandala kedua ini terdapat Pelinggih Padma Tiga, Balai Gajah atau Balai Pawedaan, Bale Panjang dengan 24 tiang, Meru Tumpang Sebelas dan Tumpang Sembilan, dst. Bentuk dan penempatan Balai Omkara yang sederhana ini saya yakin sudah mendapat pertimbangan mendalam daripada leluhur umat Hindu di Bali yang mendirikan Pura Besakih ini. Kemewahan bukan cara pendekatan yang harus dilakukan untuk mencapai pendekatan spiritual pada Tuhan. Justru dalam Markandeya Purana dinyatakan bahwa kesederhanaan adalah awal kebijaksanaan.
Balai Omkara di kiri-kanan Candi Kurung Mandala pertama Penataran Agung Besakih ini adalah sebagai simbol Omkara sebagai suatu cara pendekatan mencapai pencerahan rohani pada Tuhan yang diajarkan oleh Veda. Di Mandala pertama ini dilukiskan dengan simbol sakral bagaimana konsep untuk mencapai pendekatan diri pada Tuhan dengan simbol Omkara itu.
Di kiri-kanan tangga Candi Bentar menuju Mandala Pertama Penataran Agung Besakih terdapat arca yang melukiskan tokoh-tokoh pelaku Ramayana dan Mahabharata. Menurut Vayu Purana I.201 dan juga Sarasamuscaya 39 menyatakan bahwa untuk mencapai kesempurnaan Veda hendaknya terlebih dahulu mendalami Itihasa dan Purana. Ini artinya arca di kiri-kanan menuju Candi Bentar Penataran Agung Besakih sebagai tonggak spiritual untuk mengingatkan umat Hindu agar senantiasa mendalami secara terus-menerus Itihasa dan Purana seperti Ramayana dan Mahabharata tersebut. Dengan demikian umat akan terus-menerus mendapatkan inspirasi untuk mengaplikasikan ajaran Veda dalam kehidupan sehari-hari dalam segala aspeknya.
Dari Candi Bentar ini kita memasuki Mandala Pertama dari Pura Penataran Agung Besakih. Kita akan ketemu tiga bangunan yaitu Balai Pegat yang diapit oleh dua Balai Kulkul Kembar. Di depan Balai Pegat ada di kiri dan di kanan areal Mandala Pertama ini balai kesenian yang disebut Balai Pelegongan dan Balai Pegambuhan. Bangunan-bangunan ini memiliki nilai yang sangat dalam dan mengacu pada ajaran suci Veda. Ada Balai Pegat yaitu balai berbentuk segi empat panjang bertiang delapan, dengan ruang dalamnya dibagi atas dua bagian terpisah.
Balai ini sebagai media untuk memercikan Tirtha pengelukatan sebagai sarana untuk memohon perlindungan Tuhan dari berbagai halangan dalam menuju jalan spiritual mencapai Omkara simbol Hyang Widhi Wasa itu. Balai Pegat ini dapat dijadikan sarana untuk bermeditasi memusatkan pikiran pada Omkara sebagai kesadaran rohani dengan memutuskan kesadaran duniawi. Karena itu namanya Balai Pegat. Kata Pegat artinya putus.
Balai Kulkul di kiri-kanan Balai Pegat ini juga sebagai simbol untuk mengembangkan rasa aman pada diri umat baik sebagai individu maupun dalam kehidupan bersama. Kulkul adalah simbol raksanam. Artinya sebagai sarana doa untuk memotivasi umat mendapatkan rasa aman. Dalam Manawa Dharmasastra I.89 ada dinyatakan beberapa kewajiban para ksatria atau pemerintah, di antaranya ada dinyatakan bahwa menciptaan Raksanam dan Danam.
Maksudnya mengupayakan adanya suasana hidup yang mampu memberikan rasa aman (raksanam) dan sejahtera (danam) pada masyarakat. Jadi fungsi kulkul itu bukan dibunyikan untuk membuat kerusuhan. Dengan kata lain adanya kulkul kembar yang mengapit Balai Pegat itu sebagai media untuk memberikan inspirasi kepada umat untuk membangun suasana aman. Suasana aman itu meliputi aman secara duniawi dan aman secara rokhani. Karena itu kulkul-nya dibuat kembar.
Di depan Balai Kulkul kembar itu ada Balai Kesenian yang disebut Balai Pelegongan dan Balai Pegambuhan. Ini juga mengandung makna bahwa untuk mencapai kesucian Hyang Widhi dengan jalan Veda hendaknya melalui proses yang indah atau Sundaram. Mantra Veda itu sebagai sumber kebenaran dan kesucian atau Satyam dan Siwam harus diwujudkan menjadi keharmonisan atau Sundaram.
Dengan kata lain keharmonisan akan dapat memberi kontribusi positif pada kehidupan bersama apabila keharmonisan itu sebagai perwujudan Satyam dan Siwam. Kalau ada keharmonisan yang diwujudkan dengan pelaksanaan kekuasaan yang ketat dan keras dan tidak demokratis, keharmonisan itu adalah suatu stabilitas hidup yang palsu. Karena keharmonisan itu dengan menekan kemerdekaan rakyat untuk berkreasi.
Berbagai wujud bangunan suci di Mandala pertama Penataran Agung Besakih sebagai visualisasi ajaran suci Veda untuk menuntun umat dalam melakukan bakti pada Tuhan. Dari arca Ramayana dan Mahabharata amat sesuai dengan ajaran Vayu Purana dan Sarasamuscaya. Demikian juga tentang adanya Balai Pegat sebagai visualisasi intisari dari ajaran Yoga yang mengajarkan tentang pemusatan pikiran (Dhyana) pada Tuhan Siwa.
Demikian juga tentang adanya balai kesenian sebagai visualisasi bahwa untuk mencapai kesucian dan kebenaran Tuhan haruslah dengan cara yang indah atau seni. Bukan dengan cara-cara kekerasan. Dengan tahapan itulah umat manusia baru bisa berkonsentrasi pada Tuhan yang disimbolkan dengan Omkara.
* I Ketut Gobyah