Kemegahan dan kereligiusan Bale Agung Desa Pakraman Bedha, Tabanan, memang langsung terasa ketika pertama kali melihatnya. Bale Agung tersebut menjadi simbol keagungan dan kekuatan Patih Kebo Iwa sebagai patih yang kuat dan undagi yang terkenal dengan arsitekturnya.
Bale Agung juga dikelilingi dengan relief yang menceritakan sejarah kehidupan Kebo Iwa, dari sejak lahir sampai menyerahkan diri kepada Patih Gajahmada saat dijebak di Majapahit. “Bale Agung ini dikelilingi relief yang memang sudah ada sejak dulu yang menceritakaan kehidupan Kebo Iwa,” ujar Bendesa Adat Bedha I Nyoman Surata.
Di dinding-dinding pura juga terdapat relief yang begitu indah, namun dengan cerita yang berbeda, yakni menceritakan tentang pemutaran Gunung Mandara Giri. Pujawali di pura ini jatuh pada Buda Kliwon Pahang.
Yang lebih menakjubkan adalah, sejak dibangun oleh Patih Kebo Iwa pada abad ke 13, Bale Agung tersebut belum pernah diganti kayunya, terutama kayu yang membentuk atap. Surata pun menunjukkan kepada wartawan Bali Express kayu-kayu yang menyusun atap Bale Agung yang panjangnya memang berbeda dari kayu-kayu yang dijualbelikan saat ini.
“Beberapa kali memang sudah direnovasi, tetapi bagian bawahnya saja, kalau untuk kayu-kayunya dari dulu memang seperti itu,” terang Surata.
Di Bale Agung tersebut dikatakan berstana Ida Betara Begawan Penyarikan dan Ida Betara Nusa Mecaling yang selama ini mengayomi Desa Pskraman Bedha agar senantiasa diberikan keselamatan. Selain sebagai Kahyangan Tiga, Bale Agung ini juga menjadi Kahyangan Subak, mengingat Patih Kebo Iwa dahulu merupakan tokoh yang memperkenalkan sistem irigasi dan subak, sehingga dahulu masyarakat sejahtera dengan hasil sawah yang melimpah.
“Kalau ada upacara Subak di Tabanan pasti berkaitan dengan Bale Agung di sini,” lanjutnya.
Pura ini disungsung oleh 38 banjar yang tersebar di tiga Kecamatan di Kabupaten Tabanan, yakni Kecamatan Tabanan, Kediri, dan Kerambitan. Maka , jangan heran jika saat pujawali tiba, pura ini akan menjadi penuh sesak oleh pamedek .
Selain dibuat terkagum-kagum dengan Bale Agung yang dulunya adalah tempat peristirahatan Patih Kebo Iwa, setiap orang yang tangkil akan disambut dengan Patih Kebo Iwa yang berwujud arca yang terletak di sebelah timur Bale Agung.
Surata menjelaskan, jika arca Kebo Iwa tersebut dijuluki Palinggih Ida Betara Bagus Kebo Iwa atau Kebo Taruna. Kebo Taruna sendiri merupakan julukan Patih Kebo Iwa karena perjalanan hidupnya yang melajang hingga akhir hayat. “Arca ini dibangun sekitar tiga tahun yang lalu,” imbuhnya.
Dibangunnya arca tersebut didasari oleh pawisik yang didapatkan pemangku setempat sebagai wujud keberadaan Kebo Iwa di pura tersebut. “ Dan, akhirnya kami membangun sebuah arca dengan wujud Patih Kebo Iwa sesuai dengan gambaran wujud Patih Kebo Iwa semasa hidup ,yaitu setinggi 2,25 meter, berbeda dengan manusia kebanyakan,” pungkasnya.
Kebo Iwa dan pasukannya pun membangun benteng-benteng pertahanan yang disebut Bedog, yang digadang-gadang menjadi asal mula nama Desa Pakraman Bedha. Selain benteng, Kebo Iwa juga membuat tempat peristirahatan. “Tempat peristirahatan inilah yang menjadi Bale Agung Desa Pakraman Bedha,” tegasnya.
Dijelaskan oleh Wirata, pembuatan Bale Agung tersebut oleh Kebo Iwa menggunakan kayu-kayu yang terdampar di pesisir pantai Selatan Tabanan. “Saat itu ada banjir dan badai besar, jadi kayu-kayu besar dari Jembrana hanyut dan terdampar di pesisir pantai Selatan. Itulah yang digunakan untuk membangun tempat peristirahatan Kebo Iwa bersama 800 pasukannya,” tandasnya.
(bx/ras/yes/JPR) –sumber