Minggu, 12 Juni 2022

KESUSASTRAAN SEBAGAI LANDASAN KEMBALI PADA DRESTA BALI DAN NUSANTARA

 



Om Hyang Buddha Tampahi Ciwa Rajadewa
Rwanekadhatu Winuwus, Wara Budhha Wicwa.
Bhinneki Rakwa Ring apan Kena Parwwanosen
Mangka Jinatwa Lawan Ciwatattwa Tunggal,
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.
Tidaklah mungkin mampu membangkitkan spirit tanpa tapa,
Tidaklah mungkin mampu mewujudkan tapa tanpa brata,
Tidaklah mungkin mampu mempraktekkan brata tanpa Yoga,
Tidaklah mungkin mampu melaksanakan yoga tanpa Samadhi,
Tidaklah mungkin mampu melaksanakan samadhi tanpa tuntunan guru penuntun……dan memulai dengan tapa lagi, begitu dan begitu seterusnya sebagai wujud yoga cakra mangilingan, yang tak pernah putus putus…
Tidaklah mungkin mampu menggelar yoga cakra mangilingan dengan tanpa sadhana, pembangkitannya dengan ritual, mengindahkan dengan yantra, dengan komunikasi mantra.
Yoga cakra mangilingan adalah kalacakra sejatinya, sadhana kepada bhumi sebagai tempat tumbuhnya seluruh mahluk hidup untuk berkehidupan yang masuk dalam kelompok bhuta yajnya.
Yoga Mandala adalah pembangkitan energi melalui pemahaman empat dunia rohani yang dikenal catur bavana. Salah satunya adalah sunya bavana yang hanya dapat dimasuki dengan penggabungan tri bavana atau triwikrama. Dalam olah yoga aksara dikenal sanghyang catur aksara.
Sunya bavana adalah sumber kehidupan yang absolut, dialah cahaya kehidupan yang tersembunyi, cahaya ini hanya terbangun dari yoga, diburu dengan perangkap ritual, diumpan pakai yantra dan dipanggil melalui mantra, tempat pelaksanaan seluruh kegiatan ini selalu dibungkus dengan bingkai permainan rohani dalam wujud sadhana upacara.
Keniscayaan,kesucian, kenirmalaan dan keindahan pada sunya bavana hanya mampu diwujudkan dengan api suci yang keluar dari bhumi sebagai sumbernya, dinamakan HOMA.

Tujuan dari perburuan ini adalah untuk membangkitkan benih-benih kemurnian ajaran kapurusan ( kabrahmanan ), untuk dapat menarik seluruh mamfaat hidup didunia, bahagia, damai dan surga itu, yang dimiliki oleh ajaran kemurnian kapradanan, dikenal shakti.
Lompatan ajaran dari kapurusan menuju kapradanan itulah tantrayana dan praktek-prakteknya diselipkan pada hampir seluruh kegiatan beragama hindu nusantara umumnya dan bali khususnya, namun tidak banyak yang mampu melihatnya, karena telah mengabaikan yoga.
Dalam kontek ajaran filsafat, keseluruhan ajaran tantrayana ini diaplikasikan dalam sebuah teks lontar yang sangat terkenal pada jaman majapahit, disaat agama siwa dan budha duduk bersama memikirkan kebahagiaan lahir bathin, bahkan diwujudkan dalam bentuk siwa budha manunggal, bhineka tunggal ikka tan hana dharma mangruwa, dikenal dengan lontar SutaSoma, buah karya Mpu Tantular.
Sebuah lontar yang berisikan permutasian semesta, formulasi bathin para brahmana saat itu, serta realitas tuhan sebagai buah cipta karsa manusia yang dinyatakan sebagai DIVA RUPA.
Kemudian diwujudkan sebagai bentuk surat, rajah dan gambar yang kita warisi sampai hari ini, sebagai bentuk BUDHA-YA.
Bahasa sastra jnana yang paling tepat untuk mengungkap proses ini tiada lain adalah KE SUSASTRA-AN, yang berisikan dasar penggalian pada aksara, penganalisaan serta pengembangan lebih lanjut dengan yoga aksara ( nyastra ) pada kelompok-kelompok sangga tertentu yang berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat, yang dinyatakan sebagai Pesantian.
Budaya pesantian inilah yang melahirkan pundi-pundi kesepakatan ( sidhantta ) antar masyarakat, sehingga melahirkan konsep seni sastra yang tiada banding ( sundharam ) seperti kelompok kesusastraan, kelompok seni drama dan tari, kelompok seni rupa, kelompok seni suara dan masih banyak lagi kelompok budaya yang berlandaskan bhakti atau wujud pelayanan pada alam semesta sebagai wujud upakara yajnya yang tertinggi.
Ilustrasi kesejagatan dengan paradigma baru sebagai masyarakat moderen tidak mampu memahami budaya sastra sebagai sebuah tradisi leluhur yang bersumber pada bhakti yaitu wujud Yajnya Sastra kepada alam, malah dijadikan ajang atau modus mencari ketenaran dengan cara eksplorasi bathin tanpa batas, sehingga menyebabkan penderitaan, penyakit kronis bahkan kematian.....maka disaat ini baru menyadari, tidaklah mungkin obat mujarab akan datang, kecuali penyesalan dan mau tidak mau liang kubur telah menunggu sebagai peristirahatan lama niraka bavana.
Semoga tulisan ini menjadikan kita mulai sadar dan mulai khawatir tentang keadaan dunia sudah semakin rawan kehancuran, sehingga kita semua seharusnya mewaspadainya dengan kesadaran rohani yang lebih matang dalam bingkai pengetahuan siwa budha manunggal dalam penggalian pada kelompok-kelompok sangga sastra yang tetap dituntun oleh seorang guru yang mumpuni di bidangnya.
Rahayu Rahayu Rahayu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar