Sabtu, 27 Agustus 2022
Wastra
Rabu, 24 Agustus 2022
Nyiam tanah sema
Minggu, 21 Agustus 2022
Banten Ayaban Tumpeng 11
Banten Ayaban Tumpeng 11 antara lain:
1. Banten Peras: 2 tumpeng
2. Banten Pengambian: 2 tumpeng
3. Banten Dapetan: 1 tumpeng
4. Banten Guru: 1 tumpeng
5. Banten Penyeneng: 3 tumpeng
6. Banten Pengiring (2 soroh): 1 tumpeng
7. Banten Gebogan.
8. Banten Sesayut.
9. Banten Rayunan.
10. Banten Teterag.
11. Jerimpen
Makna
1. Banten Peras
Kata “Peras” berarti “Sah” atau “Resmi”, dengan demikian penggunaan banten “Peras” bertujuan untuk mengesahkan dan atau meresmikan suatu upacara yang telah diselenggarakan secara lahir bathin.
2. Banten Pengambean
Pengambean berasal dari akar kata “Ngambe” berarti memanggil atau memohon. Banten Pengambeyan mengandung makna simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan para leluhur. Sehingga memunculkan makna untuk memohon tuntunan dan bimbingan hidup agar diarahkan dan diberikan penyinaran demi kehidupan yang lebih berkualitas.
Banten dapetan disimbolkan sebagai wujud permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi agar dikaruniai atau dikembalikan kekuatan Tri Pramana termasuk kekuatan Tri Bhuwananya.
4. Banten Guru
Banten Guru ini sebagai lambang untuk memohon persaksian dari Tuhan sebagai Siwa Guru.
5. Banten Penyeneng
Penyeneng memiliki makna permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi, agar dianugerahi kehidupan baik untuk bhuwana agung dan bhuwana alit dalam keseimbangan/keselarasannya. Banten penyeneng ini berfungsi untuk mendudukan atau menstanakan Ida Sang Hyang Widhi Wtempat yang telah disediakan.
Selain itu Banten Penyeneng sebagai lambang konsep hidup yang berkeseimbangan, dinamis dan produktif
6. Banten Pengiring
Banten pengiring adalah sesajen yang alasnya adalah sebuah taledan/tamas, kemudian secara berturut-turut diisi pisang, buah-buahan, tebi, kue, dua buah tumpeng, sampian tangga dan canang genten.
Gebogan merupakan simbol persembahan dan rasa syukur pada Tuhan/Hyang Widhi. Gebogan atau juga disebut Pajegan adalah suatu bentuk persembahan berupa susunan dan rangkaian buah buahan dan bunga.
8. Banten Sesayut
Banten sesayut berasal dari kata “sayut” atau “nyayut” dapat diartikan mempersilakan atau mensthanakan, karena sayut disimbulkan sebagai lingga dari Ista Dewata, sakti dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
9. Banten Rayunan
Rayunan juga sering disebut sebagai Ajuman/Sodan/Ajengan, yang mana dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina suci dan lain-lain.
10. Banten Teterag
Banten Teterag merupakan banten yang digunakan dalam upakara Yadnya dan difungsikan sebagai bentuk penyucian buana agung dan buana alit.
11. Jerimpen
Banten jerimpen adalah merupakan simbol permohonan kehadapan Tuhan beserta manifestasiNya (Asta Aiswarya) jerimpen selalu dibuat dua buah dan ditempatkan di samping kanan dan kiri dari banten lainnya, memakai sampyan windha (jit kokokan), windha berasal dari kata windhu yang artinya suniya, dan suniya diartikan Sang Hyang Widhi. Dua buah jerimpen mengandung maksud dan makna sebagai simbol lahiriah dan bathiniah.
Atasi Pamali dengan Caru Sederhana, Penyebabnya Dipindah Atau Pralina
Mengatasi pamali sebenarnya susah-susah gampang. Susah kalau sumber psmali sulit ditemukan, dan gampang jika tahu cara yang tepat untuk mengatasinya.
Pinandita Ketut Pasek Swastika mengatakan, caranya tentu dengan memindahkan atau memperbaiki benda yang menyebabkan pamali. Selanjutnya ada sarana berupa banten berupa caru pamali. “Sebenarnya dengan memindahkan saja sudah selesai masalahnya. Namun, ada konsep para bhakta dan apara bhakta,” ungkapnya.
Para bhakta, menurutnya merupakan manusia yang telah memiliki tingkat spiritual yang tinggi. “Misalnya kita adalah seorang yogi yang bisa langsung berhubungan atau berkomunikasi dengan alam gaib, tentu bisa mengatasi pamali meski tanpa sarana,” ujarnya. Namun, sebagai apara bhakta, manusia dalam tingkatan spiritual yang belum mumpuni punya keterbatasan, sehingga memerlukan sarana. “Ini juga berkaitan dengan nilai rasa. Sehingga kita benar-benar merasa puas dan yakin telah menyelesaikan permasalahan berupa pamali itu,” imbuhnya.
Pinandita berusia 58 tahun tersebut, mengaku punya pengalaman langsung soal pamali. Suatu ketika, rebung bambu milik keluarganya lewat ke tegalan orang lain. Ayah beliau yang merupakan seorang sulinggih kemudian mengeluhkan sakit di pinggang. Pinandita Pasek pun diminta untuk mengecek ke arah selatan dari rumah.
“Ternyata benar ada mbung (rebung) yang lewat pagar tegalan,” ujarnya.
Berdasarkan petunjuk orang tuanya, Pinandita Pasek kemudian membawa nasi kepel tiga beralaskan daun pisang dua lembar yang ditumpuk dengan bagian bawahnya saling bertemu untuk dihaturkan di lokasi sebelum rebung dipotong.
“Itu caru pamali paling sederhana. Mantranya adalah Om, Om, Om, Ih ta kita sang pamali, manusanta angaturken segehan kepelan telung kepel. Ayuwa ta kita ngrabeda, awehing manusanta kadigayusan mangda sukerta, rahayu, rahajeng,” paparnya.
Nasi tersebut kemudian dioles-oleskan pada rebung. Setelah itu, diberikan tabuh arak berem. Setelah dirasa cukup, dilakukan pemotongan rebung beserta sejumlah bambu yang diperkirakan akan lewat pagar lagi. Sebagian rebung dihancurkan dan digunakan untuk obat luar pinggang yang sakit. Sedangkan sisa bambu-bambu yang sudah diambil kemudian dipralina dengan cara dibakar.
“Benar saja. Tidak lama kemudian sakit pinggang beliau hilang. Percaya atau tidak, begitulah adanya,” ujarnya.
Lalu, bagaimana kalau bangunan mengalami kesalahan pengukuran, padahal sudah selesai dibangun? Konsekuensinya, dikatakannya dengan melakukan ubahan pada bagian yang salah atau secara berkala macaru untuk membuat rumah dan penghuninya harmonis. Namun demikian, ia juga mengatakan tingkatan pamali akan berpengaruh pada besar kecilnya caru yang diperlukan.
(bx/adi/rin/yes/JPR) –sumber
MAU TAHU APA YANG MEMBUAT BRAHMAN SENANG ?
Jumat, 19 Agustus 2022
Ade ne ngendah
Doa atau mantra untuk mengusir atau menangkal ilmu leak