Senin, 06 November 2023

Sembahyang Muspa Kramaning Sembah Dalam Agama Hindu


Sembahyang atau sering juga disebut muspa kramaning sembahmerupakan jalan dan salah satu cara Memuja Tuhan

Salah satu hakekat inti ajaran agama Hindu (sanata dharma) adalah sembahyang. setiap orang yang mengaku beragama, ia pasti melakukan sembahyang karena sembahyang menurut agama bersifat wajib (harus). sembahyang intinya adalah iman atau percaya sehingga semua tingkah laku atau perbuatan, pikiran dan ucapan sebagai perwujudan dalam bentuk "bakti" hakekatnya sumber pada unsur iman (sradha).

Menurut kitab Atharwa Weda XI.1.1, unsur iman atau sradha dalam agama hindu meliputi : Satya, Rta, Tapa, Diksa, Brahma dan Yadnya.

Dari keenam unsur srada tersebut, dua ajaran trakhir termasuk ajaran sembahyang.
sembahyang terdiri dari dua suku kata, yaitu:

Sembah yang artinya "sujud atau sungkem" yang dilakukan dengan cara - cara tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau pikiran, baik dengan ucapan kata - kata maupun tanpa ucapan (pikiran atau perbuatan).
Hyang artinya "yang dihormati atau dimuliakan" sebagai obyek pemujaan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang berhak menerima penghormatan menurut kepercayaan itu.Dalam kehidupan sehari - hari, sembahyang kadang sering disebut "muspa, mebakti atau maturan".

Muspa, karena dalam persembahyangan itu lazim dilakukan dengan jalan persembahan kembang, bunga (puspa).
Mebakti, yang berasal dari kata bakti. dikatakan demikian karena inti sembahyang itu adalah untuk memperlihatkan rasa bakti atau hormat yang setulus - tulusnya, sebagai penyerahan diri kepada yang dihormati atau Tuhan YME.
Maturan, artinya menyampaikan persembahan dengan mempersembahkan (menghaturkan) apa saja yang merupakan hasil karya sesuai menurut kemampuan dengan perasaan tulus iklas. intinya adalah perwujudan rasa bakti dan kerelaan untuk beryadnya.Tata Cara dalam Persembahyangan
didalam Reg Weda IX. 113-4 menjelaskan bahwa hidup yang benar merupakan persiapan untuk melakukan persembahyangan. yang diartikan hidup yang benar adalah:

Suci Lahiriah,
Suci Batiniah, dan
Suci Laksana (hidup).Di dalam Yayur Weda 19.30 terdapat juga uraian yang menjelaskan tahap - tahap tingkatan pencapaian realisasi dalam bakti. adapun tahapan itu diantaranya:


Wrata (brata),
Diksa,
Daksina,
Sraddha, dan
SatyaDalam rumusannya dikatakan bahwa

"dengan BRATA orang akan mencapai tingkat DIKSA (orang suci). bila orang hidup dalam kesucian (diksa) maka ia akan memperoleh DAKSINA (rahmat) atau pahala. dengan pahala yang diperoleh ia akan mencapai SRADDHA (peningkatan iman) atau yakin, dan atas dasar keyakinan itulah ia dapat mencapai SATYA atau Tuhan".

Ketika bersembahyang tidak meminta sesuatu kepada-Nya, selain mengucapkan doa-doa seperti tersebut di atas. Perhatikanlah makna Kekawin Arjuna Wiwaha sebagai berikut:


"Hana Mara Janma Tan Papihutang Brata Yoga Tapa Samadi Angetekul Aminta Wirya Suka Ning Widhi Sahasaika, Binalikaken Purih Nika Lewih Tinemuniya Lara, Sinakitaning Rajah Tamah Inandehaning Prihati".

Artinya:
Adalah orang yang tidak pernah melaksanakan brata tapa yoga samadi, dengan lancang ia memohon kesenangan kepada Widhi (dengan memaksa) maka ditolaklah harapannya itu sehingga akhirnya ia menemui penderitaan dan kesedihan, disakiti oleh sifat-sifat rajah (angkara murka/ ambisius) dan tamah (malas dan loba), ditindih oleh rasa sakit hati.

Itu berarti pula bahwa Hyang Widhi mengasihi dan memberkati hamba-Nya yang melaksanakan brata tapa yogi samadi terus menerus tanpa mengharap pahala.

Banyak macam sembahyang, ditinjau dari kapan dilakukannya, dengan cara apa, dengan sarana apa dan di mana serta dengan siapa melakukannya. Kemantapan hati dalam melakukan sembahyang, membantu komunikasi yang lancar dan pemuasan rohani yang tiada terhingga. Kemantapan hati itu hanya dapat kita peroleh apabila kita yakin bahwa cara sembahyang kita memang benar adanya, tahu makna yang terkandung dari setiap langkah dan cara.

Berikut ini adalah pedoman sembahyang yang telah ditetapkan oleh Mahasabha Parisada Hindu Dharma ke VI.

Persiapan Sembahyang
Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan.
Termasuk dalam persiapan lahir pula ialah sarana penunjang sembahyang seperti pakaian, bunga dan dupa sedangkan persiapan batin ialah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana-sarana sembahyang adalah sebagai berikut:

Sarana Persembahyangan :
Bunga dan Kawangen
adalah lambang kesucian, karena itu perlu diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika pada saat sembahyang tidak ada kawangen, maka dapat diganti dengan bunga (kemabang). Bunga yang tidak baik dipersembahkan menurut Agastya Parwa adalah:

"Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada Hyang Widhi, yaitu bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa diguncanng, bunga yang berisi semut bunga yang layau atau yang lewat masa mekarnya, bunga yang tumbuh dikuburan. Itulah bunga yang tidak patut dipersembahkan oleh orang-orang baik"

Dupa
Apinya dupa adalah simbol Sang hyang Agni, yaitu saksi dan pengantar sembah kita kepada Hyang Widhi, sehingga disamping sarana-sarana lain dupa ini juga perlu di dalam sembahyang.

Tirtha
adalah air suci, yaitu air yang telah disucikan dengan suatu cara tertentu dan disebut dengan Tirtha Wangsuh Pada Hyang Widhi (Ida Betara). Tirtha dipercikan di kepala, diminum dan dipakai mencuci muka. Hal ini dumaksudkan agar pikiran dan hati kita menjadi bersih dan suci yaitu bebas dari segala kotoran , noda dan dosa, kecemaran dan sejenisnya.

Bija atau Wija
Adalah Lambang Kumara yaitu putra atau bija Bhatara Siwa. Kumara ini adalah benih ke-Siwaan yang bersemayam di dalam diri setiap orang. Dengan demikian "Mawija" (Mabija) mengandung pengertian menumbuhkembangkan benih ke-Siwaan yang bersemayam didalam diri kita. Benih itu akan bisa tumbuh dan berkembang apabila ditanam di tempat yang bersih dan suci, maka itu pemasangan Bija(Wija) dilakukan setelah metirtha.




Urutan-urutan Sembah
Urutan-urutan sembah baik pada waktu sembahyang sendiri ataupun sembahyang bersama yang dipimpin oleh Sulinggih atau seorang Pemangku adalah seperti berikut ini:

sebelum melaksanakan sembahyang, lakukan dulu TriSandya
Setelah selesai memuja Trisandya dilanjutkan Panca Sembah. Kalau tidak melakukan persembahyangan Trisandya (mungkin tadi sudah di rumah) dan langsung memuja dengan Panca Sembah, maka setelah membaca mantram untuk dupa langsung saja menyucikan bunga atau kawangen yang akan dipakai muspa.
Ambil bunga atau kawangen itu diangkat di hadapan dada dan ucapkan mantram ini:

Om Ang Ung Mang Puspa Danta Ya Namah Swaha

Artinya:
Ya Tuhan, semoga bunga ini cemerlang dan suci.

Urutan sembahyang ini sama saja, baik dipimpin oleh pandita atau pemangku, maupun bersembahyang sendirian. Cuma, jika dipimpin pandita yang sudah melakukan dwijati, ada kemungkinan mantramnya lebih panjang. Kalau hafal bisa diikuti, tetapi kalau tidak hafal sebaiknya lakukan mantram-mantram pendek sebagai berikut:
Sembah puyung (sembah dengan tangan kosong)
Mantram :

Om atma tattvatma suddha mam svaha.

artinya:
Om atma, atmanya kenyataan ini, bersihkanlah hamba.

Menyembah Sanghyang Widhi sebagai Sang Hyang Aditya
Sarana bunga
Mantram:

Om Aditisyaparamjyoti,
rakta teja namo'stute,
sveta pankaja madhyastha,
bhaskaraya namo'stute
Om hrang hring sah parama siwa raditya ya namo namah

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Artinya:
Om, sinar surya yang maha hebat,
Engkau bersinar merah,
hormat padaMu,
Engkau yang berada di tengah-tengah teratai putih,
Hormat padaMu pembuat sinar.

Menyembah Tuhan sebagai Ista Dewata pada hari dan tempat persembahyangan
Sarana kawangen
Ista Dewata artinya Dewata yang diingini hadirnya pada waktu pemuja memuja-Nya. Ista Dewata adalah perwujudan Tuhan dalam berbagai-bagai wujud-Nya seperti Brahma, Visnu, Isvara, Saraswati, Gana, dan sebagainya. Karena itu mantramnya bermacam-macam sesuai dengan Dewata yang dipuja pada hari dan tempat itu. Misalnya pada hari Saraswati yang dipuja ialah Dewi Saraswati dengan Saraswati Stawa. Pada hari lain dipuja Dewata yang lain dengan stawa-stawa yang lain pula.

Pada persembahyangan umum seperti pada persembahyangan hari Purnama dan Tilem, Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Siwa yang berada dimana-mana. Stawanya sebagai berikut:
Mantra

Om nama deva adhisthannaya,
sarva vyapi vai sivaya,
padmasana ekapratisthaya,
ardhanaresvaryai namo namah
Om hrang hring sah parama siwa aditya ya namah swaha.

Artinya:
Om, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang inggi,
kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada dimana-mana,

kepada Dewa yang yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat,
kepada Adhanaresvari, hamba menghormat

bila sembahyang dilaksanakan di rumah / pamerajan tambahkan mantra berikut:
Mantra

om ang geng gnijaya ya namah swaha
om gnijaya jagatpatye namo namah
om ung manikjayas’ca semerus’ca ganas’ca de kuturans’ca adipati beradah ya namo namah

om brahma wisnu iswara dewam,
jiwatmanam trilokanam,
sarwa jagat pratistanam,
suddha klesa winasanam.

Om dewa-dewa tri devanam,
tri murti linggatmanam
tri purusa sudha-nityam,
sarvajagat jiwatmanam.

Om guru dewa guru rupam,
guru padyam guru purvam,
guru pantaram devam,
guru dewa suddha nityam.

Om guru paduka dipata ya namah

Artinya:
ya tuhan, sembah hormat kepada leluhur yang bergelar hyang Gnijaya
ya tuhan, sembah hormat kepada leluhur yang bergelar Gnijaya yang menurunkan kami
dan sembah hormat hyang Manikjaya, Hyang Semeru, hnyang Gana, hyang de kuturan serta hyang bradah

Ya tuhan, yang bergelar brahma, wisnu, iswara,
yang berkenan turun menjiwai isi triloka,
semoga seluruh jagat tersucikan,
bersih serta segala dosa terhapus olehmu,

Ya Tuhan, para dewa dari tiga dewa,
tri murti tiga perwujudan simbul Siwa, Paramasiwa, Sadasiwa dan Siwa,
suci selalu, nyawa dari alam semesta.

Ya Tuhan, gurunya dari Dewa,
Gurunya batara-batari,
junjungan guru permulaan,
guru perantara dewa-dewa,
gurunya dewa yang selamanya suci.

ya tuhan selaku bapak alam, hamba memujamu

Menyembah Tuhan sebagai Pemberi Anugrah
Sarana bunga
Mantra

Om anugraha manohara,
devadattanugrahaka,
arcanam sarvapujanam
namah sarvanugrahaka.

Deva devi mahasiddhi,
yajnanga nirmalatmaka,
laksmi siddhisca dirghayuh,
nirvighna sukha vrddhisca

Om dirgayuastu tatastu astu,
Om awignamastu tatastu astu,
Om subhamastu tatastu astu,
Om sukham bawantu,
Om sriam bawantu,
Om purnam bawantu,
Om ksama sampurna ya namah,
Om hrang hring sah sarwa nugraha ya namah swaha




Artinya:
Om, Engkau yang menarik hati, pemberi anugerah,
anugerah pemberian dewa, pujaan semua pujaan,
hormat pada-Mu pemberi semua anugerah.

Kemahasidian Dewa dan Dewi, berwujud yadnya, pribadi suci,
kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur,
bebas dari rintangan, kegem- biraan dan kemajuan

Semoga panjang umur,
Semoga tiada rintangan,
Semoga baik,
Semoga bahagia,
Semoga sempurna,
Semoga rahayu,
Semoga tujuh pertambahan terwujud

Sembah puyung (Sembah dengan tangan kosong)
Mantram:

Om ayu werdi yasa werdi,
werdi pradnyan suka sriam,
dharma santana werdisyat santute sapta werdayah,

Om devasuksma paramacintya ya nama svaha

artinya:

Om, Semoga Hyang Widhi melimpahkan usia yang panjang, bertambah dalam kemashuran,
bertambah dalam kepandaian, kegembiraan dan kebahagiaan,
bertambah dalam dharma dan keturunan,
tujuh pertambahan semoga menjadi bagianmu.

Semoga panjang umur,
Semoga tiada rintangan,
Semoga baik,
Semoga bahagia,
Semoga sempurna,
Semoga rahayu,
Semoga tujuh pertambahan terwujud


hormat pada yang tak terpikirkan yang maha tinggi yang gaib.

Setelah persembahyangan selesai dilanjutkan dengan mohon tirtaAmrta (ambrosia) dan bija.
pelaksanaan pemberian tirtha amrta inipun memenuhi acara tersendiri, demikian menurut manusmrti dinyatakan:
percikan tiga sampai tujuh kali ke ubun - ubun.
Mantram:

Om Buddha Mahapawitra ya namah
Om Dharma Mahatirtha ya namah
Om Sanggya Mahatoya ya namah

minum tiga kali
Mantram:

Om Brahma Pawaka
Om Wisnu Amrta
Om Iswara Jnana

meraup tiga kali
Mantram:

Om siwa sampurna ya namah
Om sadasiwa paripurna ya namah
Om paramasiwa suksma ya namah

semua acara dapat dan umumnya disempurnakan dengan basma dan menerima wija (bija). yang dilaksanakan dengan mantra:

Om kung kumara wijaya om phat

berikut ini mantra untuk ista dewata

Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang ditujukan kepada Istadewata. Berikut ini contohnya:

Untuk memuja di Padmasana, Sanggar Tawang, dapat digunakan salah satu contoh dari dua mantram di bawah ini:

Om, Akasam Nirmalam Sunyam
Guru Dewa Bhyomantaram
Ciwa Nirwana Wiryanam
Rekha Omkara Wijayam

Artinya:
YaTuhan, penguasa angkasa raya yang suci dan hening. Guru rohani yang suci berstana di angkasa raya. Siwa yang agung penguasa nirwana sebagai Omkara yang senantiasa jaya, hamba memujaMu.

BACA JUGA:
Cara Membuat dan Kajian Filosofis Daksina
Cara Membuat dan Kajian Filosofi Banten
Cara Membuat dan Filosofi Banten Pejati
Om Nama Dewa Adhisthanaya
Sarva Wyapi Vai Siwaya
Padmasana Ekapratisthaya
Ardhanareswaryai Namo’namah

Artinya:
Ya Tuhan, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada di mana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanaresvarì, hamba memujaMu.

Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Desa, digunakan mantram sebagai berikut:

Om Isanah Sarwa Widyanam
Iswarah Sarwa Bhutanam
Brahmano’ Dhipatir Brahma
Sivo Astu Sadasiwa


Artinya:
Ya Tuhan, Hyang Tunggal Yang Maha Sadar, selaku Yang Maha Kuasa menguasai semua makhluk hidup. Brahma Maha Tinggi, selaku Siwa dan Sadasiwa.

Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Puseh, mantramnya begini:

Om, Girimurti Mahawiryam
Mahadewa Pratistha Linggam
Sarwadewa Pranamyanam
Sarwa Jagat Pratisthanam

Artinya:
Ya Tuhan, selaku Girimurti Yang Maha Agung, dengan lingga yang jadi stana Mahadewa, semua dewa-dewa tunduk padaMu.

Untuk memuja di Pura Dalem, masih dalam Kahyangan Tiga:

Om, Catur Diwja Mahasakti
Catur Asrame Bhattari
Siwa Jagatpati Dewi
Durga Sarira Dewi

Artinya:
Ya Tuhan, saktiMu berwujud Catur Dewi, yang dipuja oleh catur asrama, sakti dari Ciwa, Raja Semesta Alam, dalam wujud Dewi Durga. Ya, Catur Dewi, hamba menyembah ke bawah kakiMu, bebaskan hamba dari segala bencana.

Untuk bersembahyang di Pura Prajapati, mantramnya:

Om Brahma Prajapatih Sresthah
Swayambhur Warado Guruh
Padmayonis Catur Waktro
Brahma Sakalam Ucyate

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma Prajapati, pencipta semua makhluk, maha mulia, yang menjadikan diriNya sendiri, pemberi anugerah mahaguru, lahir dari bunga teratai, memiliki empat wajah dalam satu badan, maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma Maha Agung.

Untuk di Pura Pemerajan/Kamimitan (rong tiga), paibon, dadia atau padharman, mantramnya:

Om Brahma Wisnu Iswara Dewam
Tripurusa Suddhatmakam
Tridewa Trimurti Lokam
Sarwa Wighna Winasanam

Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Dewa Tripurusa MahaSuci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana.

Untuk di Pura Segara atau di tepi pantai, mantramnya:

Om Nagendra Krura Murtinam
Gajendra Matsya Waktranam
Baruna Dewa Masariram
Sarwa Jagat Suddhatmakam

Artinya:
Ya Tuhan, wujudMu menakutkan sebagai raja para naga, raja gagah yang bermoncong ikan, Engkau adalah Dewa Baruna yang maha suci, meresapi dunia dengan kesucian jiwa, hamba memujaMu.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Untuk di Pura Batur, Ulunsui, Ulundanu, mantramnya:

Om Sridhana Dewika Ramya
Sarwa Rupawati Tatha
Sarwa Jñana Maniscaiwa
Sri Sridewi Namo’stute

Artinya:
Ya Tuhan, Engkau hamba puja sebagai Dewi Sri yang maha cantik, dewi dari kekayaan yang memiliki segala keindahan. la adalah benih yang maha mengetahui. Ya Tuhan Maha Agung Dewi Sri, hamba memujaMu.

Untuk bersembahyang pada hari Saraswati, atau tatkala memuja Hyang Saraswati. Mantramnya:

Om Saraswati Namas Tubhyam
Warade Kama Rupini
Siddharambham Karisyami
Siddhir Bhawantu Me Sada

Artinya:
Ya Tuhan dalam wujud-Mu sebagai Dewi Saraswati, pemberi berkah, terwujud dalam bentuk yang sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu sukses atas waranugraha-Mu.

Untuk bersembahyang di pemujaan para Rsi Agung seperti Danghyang Dwijendra, Danghyang Astapaka, Mpu Agnijaya, Mpu Semeru, Mpu Kuturan dan lainnya, gunakan mantram ini:

Om Dwijendra Purvanam Siwam
Brahmanam Purwatisthanam
Sarwa Dewa Ma Sariram
Surya Nisakaram Dewam

Artinya:
Ya, Tuhan dalam wujudMu sebagai Siwa, raja dari sekalian pandita, la adalah Brahma, berdiri tegak paling depan, la yang menyatu dalam semua dewata. la yang meliputi dan memenuhi matahari dan bulan, kami memuja Siwa para pandita agung.

Demikianlah beberapa mantram yang dipakai untuk bersembahyang pada tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mantram ini menggantikan “mantram umum” pada saat menyembah kepada Istadewata, yakni sembahyang urutan ketiga pada Panca Sembah.

Terakhir, ini sembahyang ke hadapan Hyang Ganapati (Ganesha), namun dalam kaitan upacara mecaru (rsigana), atau memuja di Sanggah Natah atau Tunggun Karang, tak ada kaitannya dengan Panca Sembah:

Om Ganapati Rsi Putram
Bhuktyantu Weda Tarpanam
Bhuktyantau Jagat Trilokam
Suddha Purna Saririnam

Demikianlah mantram untuk Istadewata.

Sembahyang Muspa Kramaning Sembah Dalam Agama Hindu

Mantra dan Tata Cara Pasupati Saat Tumpek Landep

 






TUMPEK LANDEP: Tumpek Landep adalah hari suci di mana kekuatan manifestasi Tuhan turun ke dunia dalam bentuk ketajaman pikiran, dalam memilih baik dan buruk kehidupan. (DOK. BALI EXPRESS)





Dalam perayaan Tumpek Landep, umumnya yang distanakan pada hari itu adalah Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Pasupati.


Pasupati merupakan senjata berbentuk panah yang ujungnya berupa bulan sabit. Senjata ini dianggap sangat tajam dan dapat memusnahkan adharma (kebatilan) di dunia. Maka dari itu, upacara Pasupati dimaksudkan sebagai pemujaan atau permohonan berkah kepada Sang Hyang Pasupati agar memberikan kekuatan magis pada benda – benda tertentu yang akan dikeramatkan atau dipasupati.




Menurut Ida Pandita Mpu Putra Yoga Parama Daksa, Tumpek Landep adalah saat yang tepat bagi mereka yang ingin nunas penganugerahan pada benda benda pusaka dan juga bagi mereka yang mendalami tatwa.




“Hari yang bagus bagi yang ingin nunas energi untuk mapasupati pusaka,” ungkapnya kepada Bali Express (Jawa Pos Group), kemarin di Mengwi, Badung.


Pusaka yang umumnya dapat dipasupati di ataranya keris, pratima, pis kepeng, barong, rangda, rerajahan, serta penggunaan simbol simbol lainnya.

Lantas seperti apa rangkaian ritual pamasupatian tersebut? Mpu Parama Daksa memaparkan, upacara Pasupati umumnya ada tiga jenis, sederhana, madya, dan utama. “Untuk pelaksanaan sederhana, biasanya hanya dilakukan secara individu di rumah. Benda – benda yang dipasupati juga hanya benda tertentu saja, yaitu pis kepeng dan benda kecil lainnya. Untuk Pasupati pratima atau keris ya harus menggunakan upacara utama,” ujarnya.

Adapun banten Pasupati sederhana yaitu canang sari, dupa (pasupati) dan tirta pasupati.

“Kalau yang madya biasanya hanya menggunakan banten peras dan daksina (pejati). Nah untuk yang utama ini, bantennya agak besar. Biasanya untuk dilakukan di pura,” ujarnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Banten pasupati utama Di antaranya sesayut Pasupati (tumpeng barak, raka – raka , jaja dan kojong balung), prayascita, sorohan alit, banten durmanggala, dan pejati. “Ada baiknya Pasupati ini dipuput oleh pemangku atau mpu dan pandita. Hal itu untuk menteralisasi kesalahan yang akan terjadi,” paparnya.

Mpu Parama Daksa juga memaparkan, mantra yang digunakan ketika menghaturkan banten Pasupati yaitu: Om Sanghyang Pasupati Ang, Ung, Mang ya Namah swaha. Om Brahma Astra Pasupati, Visnu Astra Pasupati, Siva Astra Pasupati, Om ya namah svaha. Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati, Tumurun maring Sanghyang Gana,
Angawe Pasupati mahasakti,
Angawe Pasupati mahasiddhi,
Angawe Pasupati mahasuci,
Angawe pangurip mahasakti,
Angawe pangurip mahasiddhi,
Angawe pangurip mahasuci,
Angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sang Hyang Akasa pertiwi Pasupati, angurip 'nama benda yang akan di pasupati'.
Om eka vastu avighnam svaha
Om sang – bang- tang – ang – ing – nang-mang- sing- wang- yang- ang- ung – mang.
Om Brahma Pasupati, Om Bisnu Pasupati, Om Shiva sampurna ya namah svaha.

Pengertian Nawa Widha Bhakti dan Bagian-Bagiannya Dalam Ajaran Agama Hindu

Pengabdian merupakan sikap dan perbuatan yang sangat mulia dihadapan Tuhan, terhadap negara/pemerintah, orang tua, guru, maupun dihadapan masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaruh kehidupan yang serba instan, pragmatis, meniru budaya-budaya asing menjadikan manusia makin menjauh dari nilai-nilai moral, etika yang sangat luhur berdasarkan ajaran Agama Hindu. Untuk meningkatkan sradha dan Bhakti kepada Sang Hyang Widhi dapat dilakukan melalui pelaksanaan ajaran Nawa Widha Bhakti secara tulus agar tercapainya kehidupan yang santhi atau damai dan sejahtera lahir dan batin.




Foto: @nanda_windu

Pengertian Nawa Wida Bhakti atau Nawa Widha Bhakti

Secara etimologi Nawa widha bhakti adalah sembilan usaha dan upaya, pendekatan, pengetahuan atau jalan berlandaskan cinta-kasih untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa beserta prabhawa-Nya guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat manusia.

Kondra (2015:170-171) menjelaskan Nawa Widha Bhakti atau Nawa Wida Bhakti adalah sembilan bentuk bkati untuk memuja Tuhan diantaranya adalah sravanam, Kirtanam, Smaranam, Padasevanam, Arcanam, Vandanam, Dasya, Sakhyam dan Atmanivedanam.

Kesembilan Bagian Dari Nawa Widha Bhakti akan dijelaskan sebagai berikut:

Bagian Bagian Nawa Widha Bhakti

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
1. Srawanam

Srawanam dapat diartikan sebagai mendengarkan piteket/ pitutur sane rahajeng/ baik. Mendengarkan ‘piteket pitutur sane rahayu’ (Bhs. Bali) mendengarkan wejangan yang baik misalnya; dapat menerima wangsit, senang menerima, mendengarkan dan melaksanakannya yang diajarkan oleh orang tua kita di rumah, oleh guru di sekolah, oleh orang suci, dan para pemimpin yang menjalankan pemerintahan. Berterima kasih kepada siapa saja yang telah memberikan nasihat yang positif untuk kemajuan diri kita.


2. Wedanam

Wedanam artinya membaca kitab kitab suci agama yang kita yakini. Membaca kitab kitab suci Agama Hindu yang kita yakini misalnya; Membiasakan diri suka membaca sloka-sloka kitab Bhagawadgita, Kitab sarasamuscaya, membaca tatwa-tatwa Agama Hindu baik bersumberkan Sruti maupun Smrti, melalui membaca ajaran suci akan dapat memberikan kesucian pikiran, ketenangan batin dan pengetahuan rohani yang lebih luas.

3. Kirthanam

Kirthanam artinya melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani. Melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani misalnya; Melantunkan kidung sebelum dan sesudah melaksanakan persembahyangan, pembacaan wirama dari kekawin baik Ramayana dan Mahabharta. Menyanyikan tembang-tembang yang mengajarkan pitutur, piteket yang mengandung tuntunan hidup, cara mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi/ Tuhan antara lain melalui tembang Sekar alit, Sekar Agung, Sekar madya dan lagu- lagu daerah setempat yang mengandung nilai-nilai budaya (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 224).

DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI

4. Smaranam

Smaranam artinya secara berulang-ulang menyebutkan nama Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Secara berulang-ulang menyebutkan Nama-NYA misalnya; Melakukan japa mantra yaitu mengucapkan mantra-mantra secara berulang-ulang dan terus menerus baik dalam batin maupun melalui ucapan. Mengucapkan Mantra Om bhur bhuwah svah, tat savitur varenyam,bhargo Devasyo dhimahi, dhiyo yo nah pracodayat. Mengucapkan OM Nama Siwa, maupun mantra dan doa yang lainnya yang tujuannya untuk memberikan keselamatan baik jiwa dan raga kita maupun sekitarnya.

5. Padasewanam

Padasewanam artinya sujud bhakti di kaki Nabe. Sujud Bhakti di kaki Nabe misalnya; Menghormati dan melaksanakan ajaran orang suci seperti Pendeta/Pedande, Pinandita/pemangku. Selain itu tugas kita membantu, memberikan pelayanan, memberikan dana punia, untuk kesejahteraan hidup orang suci, sehingga beliau dapat melaksanakan tugasnya untuk keselamatan umat manusia dan seisi alam semesta ini.

6. Sukhyanam

Sukhyanam artinya menjalin persahabatan. Menjalin persahabatan misalnya; Dalam ajaran Catur Paramitha disebutkan Maitri yaitu: Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain karena manusia adalah makluk sosial. Untuk itu kita harus mencari dan menpunyai banyak teman sebagai sahabat. Bersahabatlah dengan orang-orang yang memiliki sifat mulia seperti: susila, pintar, dan saling mengasihi dan menyayangi, suka menolong dan sifat-sifat baik lainnya. Sehingga dalam hidup ini nyaman, damai, tenang, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 225).

7. Dahsyam

Dahsyam artinya berpasrah diri memuja kehadapan para dewa. Berpasrah diri dihadapan para bhatara- bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai sinar suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah sifat dan sikap yang sangat baik. Berpasrah diri adalah wujud dari sikap percaya secara penuh kehadapan Tuhan.

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Berpasrah diri adalah sikap bertanggung jawab penuh kehadapan Tuhan akan segala kemunginan yang terjadi. Berpasrah diri dapat melenyapkan segala keragu-raguan yang ada pada setiap pribadi seseorang. Melaksanakan persembahyangan dengan baik adalah merupakan salah satu wujud dari berpasrah diri. Setiap umat penting berpasrah diri kepada Tuhan beserta dengan manifestasi-Nya karena beliau tidak akan mungkin menyengsarakan umatnya. Setiap siswa perlu berpasrah diri kepada gurunya, karena tidak ada guru yang akan menelantarkan peserta didiknya.

Demikian juga sebaliknya, tidak ada siswa yang baik akan menyia-nyiakan gurunya dalam pembelajaran. Membantu para guru di sekolah yang memberikan ilmunya dengan cara belajar yang tertib, jujur, dan bertanggung jawab adalah cermin siswa yang baik.

Jika menjadi pegawai/karyawan memberikan pelayanan yang menyenangkan penuh dedikasi terhadap yang membutuhkan jasa dan pelayanan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya perlu juga berpasrah diri kepada atasannya, karena tidak ada atasan yang baik yang akan menyengsarakan bawahannya.

8. Arcanam

Arcanam artinya bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol-simbol suci keagamaan. Bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol misalnya: Menghormati dan menjaga kesucian Pura sebagai lambang/simbol perwujudan Sang Hyang Widhi, karena melalui simbol tersebut manusia lebih dekat dengan Tuhan dan manifestasi-Nya. Melalui simbol melakukan pemujaan sebagai wujud rasa bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi, maka dibuatkanlah Pratima atau Patung-patung Deva, termasuk sejajen/banten adalah perwujudan Tuhan (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 226).

9. Sevanam

Sevanam artinya memberikan pelayanan yang baik. Sevanam atau Atmanividanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Memberikan pelayanan misalnya; Memberikan pelayanan dari masing-masing pribadi yang terbaik kepada sesama. Sebagian orang menyebutnya bahwa hidup ini untuk pelayanan (sevanam). Dalam

konteks pelayanan ini, tugas kita adalah memberikan bantuan kepada sesama untuk meringankan bebannya, baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Terwujudnya Doa yang diucapkan tentu menjadi harapan kita bersama untuk meringankan sesama. Pelayanan sebagaimana ditegaskan dalam kitab suci Rgveda, sebagai berikut;


"Svasti na indro vrddhaúravàh svasti nah pùsà viúvavedàh. svasti nas tàrksyo aristanemih svasti no brhaspatir dadhàtu".

Terjemahan:

"Sang Hyang Indra yang berjaya, Sang Hyang Pusan Yang Maha Kuasa, Garuda yang bersayap kuat dan Brhaspati yang berpengetahuan tinggi, semoga memberkahi kami dengan kesejahteraan" (Yajurveda XXV. 19).

Rasa hormat, sujud bakti, sikap welas asih, dan ilmu pengetahuan yang kita miliki akan bermanfaat dalam hidup ini dan kelak apabila dapat kita amalkan dengan sungguh-sungguh untuk kebahagiaan dan kesejahtraan sesama. Lakukanlah demi tegaknya dharma (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 227).

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Perenungan Ågveda IV.17.17

“Tràtà no boghi dadhaúàna àpir abhiravyàtà mardità somyànàm, sakhà pità pitåtamàá pitåóàý kartemu lokam uúate vayodhàá".


Terjemahan:


"Jadilah engkau penyelamat kami; tunjukkanlah bahwa dirimu milik kami, memelihara dan menunjukkan belas kasihan kepada pemuja. Kawan, ayah, pengayom yang maha agung, memberikan kepada pemuja yang menyintai tempat serta kehidupan yang bebas".


Referensi

Kondra, I Nengah. 2015. Kamus Istilah Dalam Agama Hindu. Bandung: -
Ngurah Dwaja, I Gusti dan Mudana, I Nengah. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.


Sumber: Buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas XII
Kontributor Naskah : I Gusti Ngurah Dwaja dan I Nengah Mudana
Penelaah : I Made Suparta, I Made Sutresna, dan I Wayan Budi Utama Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015



BUDDHA AWATARA DAN BUDDHISME


Pada zaman Kali Yuga, Wisnu dikatakan telah turun ke dunia. Kali ini ia bertugas untuk memperbaiki cara pandangan agama yang keliru. Wisnu turun ke dunia sebagai Buddha.

Buddhisme bermula dari ajaran Buddha dan interpretasi-interpretasi atas ajaran tersebut oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran ini telah mampu membangun tradisi spiritual dan pembelajaran yang khas. Buddha nama awalnya adalah Siddharta Gautama. Ia lahir pada tahun 623 Sebelum Masehi di Kapilavastu, sekarang tempat ini berada di lereng gunung di Nepal perbatasan India dari pasangan Raja Suddhodana dan Permaisurinya Maya. Menurut tradisi Hindu, Buddha Awatara diceritakan di dalam kitab Matsya Purana, Agni Purana, Bhawisya Purana dan Bhagawata Purana.

Beliau mendapatkan pencerahan pada usia 35 tahun di bawah sebuah pohon bodhi di Gaya, sebuah kota kecil di Bihar, setelah melakukan meditasi dan puasa selama 42 hari. Setelah merasa penasaran oleh kenikmatan indriawi, ia meninggalkan istana yang serba mewah pada usia 29 tahun untuk mendapatkan jawaban atas penderitaan hidup dan mencapai kebenaran eternal dan perdamaian, mengikuti cara-cara dan disiplin yang keras disarankan oleh guru-gurunya. Ia menyelinap ke luar istana diiringi oleh kusirnya Channa dan kemudian mengembara, menanggalkan segala atribut kebesaran seorang pangeran. Setelah enam tahun melaksanakan kehidupan yang keras belum juga ada hasil yang nampak, maka ia memutuskan untuk berhenti. Ia memandang menyiksa diri dalam pengekangan diri yang keras dirasakan kurang berhasil dan tidak masuk akal pada aspek transformasi moral. Lalu ia mencari jalannya sendiri dan melalui mediatasi yang intens, maka pada usia 35 tahun ia berhasil mendapatkan pencerahan dengan ditemukannya Empat Ajaran Kebenaran (Catur Arya Satyani). Ajarannya ini mengindikasikan dilaksanakannya jalan tengah untuk menghindari dua ekstrim yaitu self-indulgence dan self-mortification dan eksistensi bergantung dari eksistensi (pratityasamutpada). Realisai ini membentuk pencerahan (Buddha) yang muncul dari usaha sendiri dan kesempurnaan moral. Buddha percaya hanya dengan jalan disiplin diri dan kesempurnaan moral seseorang dapat mencapai Nirvana. Sejak itu Gautama disebut Buddha.


Buddha meninggal dunia pada usia 80 tahun, yaitu pada tahun 543 Sebelum Masehi di Kusinara, sebuah kota di Uttar Pradesh di wilayah Timur Laut India. Kewafatannya disebut Parinibbana. Kelahiran maupun kewafatannya jatuh pada hari purnama. Ia meninggal karena keracunan mengkonsumsi daging babi yang disediakan oleh abdinya di sebuah desa kecil disebut Pava, tujuh mil dari kota Kusinara.

Dalam Mahaparinibbana Sutta, kita diberitahukan bahwa Sang Buddha menderita sakit secara tiba-tiba setelah Beliau memakan suatu hidangan khusus yang lezat, Sukaramaddava, yang secara harafiah diterjemahkan sebagai "daging babi lunak", yang telah disiapkan oleh penjamu dermawanNya, Cunda Kammaraputtra. Nama dari hidangan tersebut menarik perhatian dari banyak sarjana, dan hal itu menjadi fokus dari riset akademis terhadap asal muasal makanan hidangan atau bahan baku yang digunakan di dalam memasak hidangan khusus ini.

Dalam perkembangannya ajaran-ajaran Buddha membentuk suatu tradisi tersendiri yang berbeda dari tradisi Weda. Pada awalnya Buddha mengajarkan etika. Ia percaya kebahagiaan abadi yang disebut Nirvana hanya bisa dicapai melalui berperilaku yang baik dan benar seperti diajarkan oleh Buddha. Oleh karena itu, ia mengajarkan kemandirian. "Atmo deva bhawa" merupakan idium umum ajaran Buddha. Yang bisa menolong diri manusia itu sendiri adalah dia sendiri melalui ajaran etika. Namun dalam perkembangannya, ajaran-ajaran Buddha berkembang menjadi agama, seperti diyakini dan dipraktekkan oleh mazab Mahayana. Buddhisme mencakup berbagai aspek kehidupan mulai dari metafisika, etika, teologi, seni, sastra, arsitektur, pranata sosial, tata pemerintahan dan lain-lain. Banyak mazab atau sub mazab tumbuh dan berkembang di dalam Buddhisme persebarannya hanya mencakup wilayah Asia, namun sekarang ke seluruh dunia.


Awalnya ajaran Buddha hanyalah ajaran untuk mendapatkan kesempurnaan moral dan etika, maka dalam perkembangannya ada sebagian pengikutnya menjadikan ajaran-ajaran tersebut sebagai agama.

Kondisi ini menyebabkan ajaran-ajaran Buddha ditafsirkan sebagai agama yang nampaknya tidak demikian yang diinginkan oleh Sang Buddha. Sesungguhnya Sang Buddha pada awalnya tidak mengajarkan suatu agama, tetapi etika hidup, disiplin diri dan mental dengan mengedepankan intelektualitas.

Malahan Sang Buddha melarang pengikutnya memandang Buddha sebagai Tuhan atau sebagai Guru. Ia menyarankan agar umat manusia menggunakan ajaran-ajaran Buddha sebagai Guru utama (jadikanlah ajaran Buddha sebagai Guru).

Dengan adanya keyakinan bahwa Wisnu telah turun ke dunia pada zaman Kali Yuga sebagai Buddha, maka pada umumnya orang-orang Hindu menganggap ajaran Buddha adalah ajaran agama Hindu pula.

OM Namo Buddhaya.

OM Shanti.

Tradisi Ngurek


Ngurek adalah atraksi menusuk diri dengan menggunakan senjata keris, ini berlangsung ketika para pelaku berada dalam keadaan kerasukan (di luar kesadaran). Ngurek berkaitan erat dengan ritual keagamaan bahkan di sejumlah desa adat di Bali dan tradisi ini wajib dilangsungkan.

Ngurek bisa disebut juga dengan Ngunying. Ngurek merupakan wujud bakti seseorang yang dipersembahkan kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Ngurek termasuk dalam upacara Dewa Yadnya yaitu pengorbanan/persembahan suci yang tulus ihklas. Menurut ajaran agama Hindu, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia, mahluk hidup beserta isinya berdasarkan atas Yadnya, maka dengan itu manusia diharapkan dapat memelihara, mengembangkan dan mengabdikan dirinya kepada Sang Pencipta yakni Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).


Ngurek berasal dari kata ‘urek‘ yang berarti lobangi atau tusuk. Jadi Ngurek dapat diartikan berusaha melobangi atau menusuk bagian tubuh sendiri dengan keris, tombak atau alat lainnya saat berada dalam kondisi kerasukan. Karena Ngurek dilakukan dalam kondisi kerasukan atau di luar kesadaran, maka roh lain yang masuk ke dalam tubuh akan memberi kekuatan, sehingga orang yang melakukan Ngurek ini menjadi kebal, dan ini merupakan suatu keunikan sekaligus misteri yang sulit dijelaskan.

Tradisi Ngurek tidak tahu kapan mulai dilakukan. Konon ini terjadi pada jaman kejayaan kerajaan. Saat itu sang raja ingin membuat pesta yang tujuannya untuk menunjukkan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan sekaligus menyenangkan hati para prajuritnya. Setelah dilakukan sejumlah upacara, kemudian memasuki tahap hiburan, mulai dari sabung ayam, hingga tari-tarian yang menunjukkan kedigdayaan para prajurit, maka dari tradisi ini munculah Tari Ngurek atau Tari Ngunying.

Ngurek, menusuk diri dengan keris dalam keadaan kerasukan atau tidak sadar ini pada zamannya hanya dilakukan oleh para pemangku, namun kini orang yang melakukan Ngurek tak lagi dibedakan statusnya, bisa pemangku, penyungsung pura, anggota krama desa, tokoh masyarakat, laki-laki dan perempuan. Tapi suasananya tetap yaitu mereka melakukannya dalam keadaan kerasukan atau trance. Kendati keris yang terhunus itu ditancapkan ke tubuh, namun tidak setitikpun darah yang keluar atau terluka.

Ngurek ini biasa dilakukan di luar kompleks pura utama. Sebelum Ngurek dilakukan, biasanya Barong dan Rangda serta para pepatih yang kerasukan itu keluar dari dalam kompleks pura utama dan mengelilingi wantilan pura sebanyak 3 kali. Saat melakukan hal itulah, para pepatih mengalami titik kulminasi spiritual tertinggi.




Kerasukan dalam Ngurek, biasanya terjadi setelah melakukan proses ritual. Untuk mencapai klimaks kerasukan, mereka harus melakukan beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut secara garis besar dibagi menjadi tiga yang terdiri dari:

Nusdus adalah merangsang para pelaku ngurek dengan asap yang beraroma harum menyengat agar segera kerasukan.
Masolah merupakan tahap menari dengan iringan lagu-lagu dan koor kecak atau bunyi-bunyian gamelan.
Ngaluwur berarti mengembalikan pelaku ngurek pada jati dirinya
Masuknya roh ke dalam diri para pengurek ini ditandai oleh keadaan: badan menggigil, gemetar, mengerang dan memekik, dengan diiringi suara gending gamelan, para pengurek yang kerasukan, langsung menancapkan senjata, biasanya berupa keris pada bagian tubuh di atas pusar seperti dada, dahi, bahu, leher, alis dan mata. Walaupun keris tersebut ditancapkan dan ditekan kuat kuat secara berulang ulang, jangankan berdarah, tergores pun tidak kulit para pengurek tersebut, roh yang ada di dalam tubuh para pengurek ini menjaga tubuh mereka agar kebal, tidak mempan dengan senjata.

Ngurek mempunyai gaya masing-masing, ada yang berdiri sembari menancapkan keris ke bagian tubuh, seperti dada atau mata, ada pula yang bersandar di pelinggih. Setelah upacara selesai, para pelaku ngurek kembali ke kompleks pura utama.

Tradisi Ngurek ini merupakan kebiasaan masyarakat Bali, dimana saat upacara mengundang roh leluhur dilakukan, para roh diminta untuk berkenan memasuki badan orang-orang yang telah ditunjuk, dan menjadi sebuah tanda, bahwa roh-roh yang diundang telah hadir di sekitar mereka. Tradisi Ngurek juga dipercaya, untuk mengundang Ida Bhatara dan para Rencang-Nya, berkenan menerima persembahan ritual saat upacara. Jika orang-orang yang ditunjuk sudah kerasukan dan mulai Ngurek, maka masyarakat bisa mengetahui dan meyakini kalau Ida Bhatara sudah turun ke marcapada (dunia), maka umat yang mengikuti prosesi ritual kian mantap dengan semangat bhaktinya.


Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, apa pun yang kita lakukan dengan pasrah, berserah diri dan ihklas kepada Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa), maka akan mendapat anugrah dan karunia.
*Adi Sudiatmika

Foto : INDONESIA. Bali. Village of Batubulan.
Barong dance. 1949. The "Kris dancers" in
a trance, they are doing the self-stabbing
with kris, ngurek. From Magnum Photos.

#BALITEMPOEDULOE
#BUDAYA #SENI
#TAKSUHINDUBALI #ADATBUDAYA#

Video Tari Barong dan Ngurek - Bali Tempo Doeloe https://www.facebook.com/108159370949700/posts/202003568231946/

Arti, Makna, Fungsi dan Jenis Jenis Api dalam Upacara Yajna

Berbicara tentang yajna, maka tentu tidak lepas dari sarana atau peralatan yang diperlukan dalam upacara yajna (korban suci). Sarana dapat dikatakan sebagai penentu utama berhasil tidaknya suatu upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu. Sebab Sarana adalah media konsentrasi untuk dapat mendekatkan diri dengan Brahman (Sang Hyang Widhi) serta manisfestasinya yang dipuja.


Selain digunakan sebagai media untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, penggunggunaan sarana juga dapat menciptakan hubungan harmonis antara lingkungan, sesame manusia, tumbuh-tumbuhan, para pitara (roh suci leluhur) serta keharmonisan lainya dalam kehidupan di dunia ini.




Foto: Mutiarahindu.com
Setiap sarana yang digunakan dalam upacara yajna tentunya memiliki arti, fungsi, dan makna masing-masing. Baik dari segi nilai kesucian, kemulian, dan nilai spiritual. Dari setiap sarana yang dipergunakan, tuntunya kita memiliki suatu harapan suci. Untuk itu, sangat penting untuk mengetahui setiap arti, fungsi dan makna dari setiap sarana yang dipergunakan dalam upacara yajna. Sebab tampa mengetahui, arti, fungsi dan makna dari setiap sarana yang digunakan, maka mustahil harapan kita dapat tercapai seperti disebutkan dalam Manawa Dharmasastra 3.97:

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

“Nasyanti hawwyah kawyani naranamawijajanatam, bhasmi bhutesu wipresu mohad dattani datrbhid”


Terjemahan:
“Persembahan kepada Dewa dan Leluhur yang dilakukan oleh orang yang tidak tahu peratunyanya adalah sia-sia, kalau memberi karena kebodohanya memberikan bagianya kepada Brahmana, persembahannya tidak ada bedanya dengan abu.”


Dari sloka yang diambil dari Manawa Dharmasastra 3.97 diatas, dapat disimpulkan bahwa wajib hukumnya untuk mengetahui tujuan dan makna upacara yajna yang dilaksanakan agar tidak sia-sia. Untuk itu melalui artikel ini, mutiara hindu akan membahas arti, fungsi dan makna api dalam upacara yajna.


Arti, Makna dan Fungsi Api



Api merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam upacara agama Hindu. Penggunaan api sangat banyak kita jumpai sesuai dengan jenis yajna yang dilaksanakan. Ada yang menggunakan dupa, dipa, api, takep, pasepan dan lainya sebagainya.


Dhupa atau dupa adalah nyala bara yang berisi wangi-wangian atau astanggi yang dipakai dalam upacara dan untuk menyelesaikan upacara. Dipa yaitu api yang nyalanya sebagai lampu yang terbuat dari minyak kelapa. Api takep yaitu api sebagai sara upacara dengan nyala bara yang terbuat dari kulit kelapa yang sudah kering (sabut kelapa). Pasepan yaitu api sebagai nyala bara yang ditaruh diatas tempat tertentu atau dulang kecil yang di isi dengan potongan kayu kering yang dibuat kecil-kecil. Kayu yang dipergunakan biasanya yang harum seperti kayu menyan, cendana, kayu majegau, dan lainya. Semua penggunaan api diatas memiliki makna tertentu. (Susila, dkk. 2009:77)


Dupa merupakan lambing aksara tattwa, dan dipa adalah lambang sakti tattwa. Dijelaskan arti dupa bahwa:

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

“wijil ing dhupa sakeng wisma, dipa sakeng Ardha candra landepi sembah”.


Terjemahan:
“bahwa tajamnya sembah sakti itu (dengan) dhupa yang tercipta dan Wisma (sarwa alam) dan dipa yang terdiri dan Ardha Candra (bulan sabit) atau dengan istilah lain bahwa terwujudnya cipta pujaan itu akan dapat diintensifkan dengan mempergunakan dhupa dan dipa itu:” (Wedaparikrama:103)


Penggunaan api sebagai sarana upacara agama juga disebut dengan agni. Peranan api dalam upacara agama sangat penting sekali seperti dijelaskan dalam Wedaparikrama:44-45, bahwa api adalah pengantar upacara yang menghubungkan antara manusia dengan Sang HYang Widhi Wasa, Agni adalah Dewa yang mengusir Raksasa dan membakar habis semua mala sehingga menjadikanya suci, Agni adalah pengawas moral dan saksi yang abadi, agnilah yang menjadi pemimpin upacara Yajna yang sejadi menurut Veda.


Dikatakan bahwa suatu upacara yajna belum lengkap kalau tidak ada unsur api di dalamnya, sebab dengan api umat Hindu dapat melaksanakan upacara dengan sempurnah, api untuk penyucian, dapat menghalau roh-roh jahat atau mendatangkan pengaruh-pengaruh baik karena api sebagai pengantar, sebagai pemimpin upacara dan juga saksi.


Dalam agama Hindu api yang sangat diharapkan yakni api yang mengeluarkan asap harum, dan yang tidak diharapkan api yang terbuat dari lilin karena tidak mengeluarkan asap berbau harum. Sedangkan untuk Dipa, Dupa, dan lainya memang sudah dirangkai khusus agar mengeluarkan bauh harum yang dilengkapi dengan kemenyn, gula, kulit duku, kayu cendana, kayu majegau dll.


Jenis-Jenis Api Dalam Upacara Yajna Agama Hindu


Berdasarkan beberapa sastra ada beberapa jenis pembagian api dalam upacara yajna adalah sebagai berikut:


Api yang ada di dapur
Api yang ada pada diri manusia
Api yang ada pada Matahari


Dari semua jenis api diatas, memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia baik dalam keseharian, kehidupan social maupun budaya dan keagamaan. Dalam Kitab Sarasamuccaya: 59 dijelaskan tiga jenis api seperti berikut:


“---Taat mengadapan puja kepada tiga api suci, yang disebut Tryagni: yaitu tiga api suci, perinciannya adalah: ahawaniya, garhaspatya, dan citagni, ahawaniya artinya api tukang masak untuk memasak makanan, garhaspatya artinya api upacara perkawinan,itulah api yang dipakai saksi pada waktu perkawainan dilangsungkan, Citagni artinya api untuk membakar mayat, itulah yang disebut tiga api suci---“

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Dari kutipan Kitab Sarasamuccaya: 59 dijelaskan tiga jenis api yang disebut Sang Hyang Tryagni diantaranya adalah sebagai berikut:

Ahawaniya, yaitu api yang dipergunakan untuk memasak
Garhaspatya adalah api upacara perkawinan
Citagni adalah api yang digunakan dalam upacara pembakaran mayat.

Tryagni diatas merupakan sarana yang sangat penting dalam upacara agama hindu sesuai dengan yajnanya yang dilaksanakan. Api dalam istila ajaran agama hindu juga disebut dengan Apuy, Agni, Wahni.


Dikatakan juga bahwa api adalah sumber kehidupan dan kekuatan Brahma untuk menciptakan alam semesta dan isinya. Dalam Agastya Parwa, juga dijelaskan tentang pentingnya penggunaan Dhupa (api) dalam upacara yajna seperti:


“kita lihat orang kaya, keluarganya tidak kekuarangan suatu apa, sementara ia menikmati kebahagiannya dengan penuh kesenangan, maka ia pun di tawan orang, dirampas, dijual, dituduh berbuat dosa walaupun sesungguhnya ia tidak berdosa. Orang yang demikian di dunia, demikian tingkah lakunya dahulu gemar memuja Bhatara yang menyebabkan bhatara menjadi suka cita. Namun karenya pemujaanya itu dahulu tampa dilengkapi dengan dupa, maka usahanya itu kehilangan makna upacara agama, sebab tujuan adanya dupa itu adalah untuk menjaga pahala pemujaan itu kelak.”

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Fungsi Api Dalam Upacara Yajna


Selain uraian di atas berikut ada beberapa penjelasan tentang pentingnya api dalam dalam upacara yajna agama hindu. Aka diuraikan sebagai berikut:

Api sebagai pendeta pemimpin upacara (Pejelasan baca: Isa Upanisad. 18, Reg Veda Mandala I)
Api sebagai perantara pemuja dan yang dipuja (Penjelasan baca:Mds.I.23, Bhagavad Gita IV.24-25)
Api sebagai pembasmi segala kekotoran dan pengusir roh jahat (Penjelasan baca: Bhagavad Gita IX.26, Wedaparikrama: 102, Reg Veda Mandala I sukta sloka 5,7,10, Reg Veda Mandala I,12.5, Reg Veda Mandala I.12.7, Reg Veda Mandala I.12.10, Lontar Sundarigama,)
Api sebagai saksi upacara dalam kehidupan. (Penjelasan baca: Upadeca.7, Agama Hindu II, Gd. Pudja, M.A., S.H., 167-168)

Demikianlah uraian singkat tentang pentingnya api dalam upacara yajna. Sebenarnya sangat banyak sastra-sastra atau kita suci veda yang mengulas tentang pentingnya penggunaan api dalam upacara Yajna, tetapi dalam artikel ini hanya dijelaskan secara singkat.


Reff: https://www.mutiarahindu.com/2018/02/arti-makna-fungsi-dan-jenis-jenis-api.html
Susila, I Nyoman, dkk. 2009. Materi Acara Agama Hindu. Jakarta: Depag RI Dirjen Bimas Hindu
Transkripsi Lontar Sundari Gama, UNHI Dempasar
Beberapa sumber kitab suci hindu seperti yang tertera di setiap sloka.