Rabu, 01 Mei 2024

ulah pati Bunuh Diri : Cara Kematian Paling Mengerikan

 


Di dalam ajaran Siwa-Sogata (Tantra Shiwa-Buddha), satu-satunya cara kematian yang tidak dapat ditolong diseberangkan adalah mati bunuh diri (ulah pati). Orang yang mati bunuh diri, dia akan langsung jatuh ke alam-alam rendah dan mengalami penderitaan berat dan ekstrim selama ribuan tahun. Tidak bisa ditolong. Selain itu, di tempat orang yang melakukan bunuh diri pasti mengalami leteh berat dan energi buruk, serta membawa energi bunuh diri yang menular. Sehingga harus dilakukan suatu ritual khusus untuk nyomia (menetralisir kembali) leteh berat, energi buruk dan energi bunuh diri yang menular.
Ada banyak terdapat lontar-lontar mengenai Atma Tattwa (ajaran tentang kematian dan pembebasan), seperti Yama Purana Tattwa, Yama Purwana Tattwa, Yama Tattwa, Swarga Rohana Parwa, Tetenger Kapatian, Tutur Kalepasan, Tutur Kamoksan, dsb-nya.

Dalam lontar Yama Purwana Tattwa dan Yama Tattwa disebutkan bahwa orang yang mati bunuh diri (ulah pati), mayatnya dilarang berada di dalam pekarangan rumah, karena akan membuat rumah mengalami leteh berat dan membawa berbagai hal yang buruk. Serta dilarang diupacarai (ngaben), hanya boleh dikubur saja dan itupun dilarang dibawa ke setra (kuburan) menggunakan bade, hanya boleh dibawa ke setra dengan tumpang salu dari bambu dan peti mati.
Kemudian harus digelar upacara khusus yaitu Pecaruan Nawa Gempang Lebur Gangsa di tempat orang yang melakukan bunuh diri tersebut, untuk nyomia (menetralisir kembali) leteh berat, energi buruk dan energi bunuh diri yang menular.
Selanjutnya, orang yang bunuh diri tersebut, baru boleh diupacarai (ngaben) paling cepat setidak-tidaknya 5 tahun setelah dikubur.
Hal yang sama berlaku dalam tradisi Bali pada jaman dahulu. Orang yang bunuh diri dilarang diupacarai (ngaben) dan harus dikubur saja. Bahkan di beberapa desa, orang yang mati bunuh diri harus dikubur di tempat lain yang berbeda dengan cara kematian lainnya.
Demikian juga dalam ajaran Hindu, seperti dalam buku suci Parasara Dharma Sastra yang ditulis Maharsi Parasara, salah satu Maharsi dalam Rig Veda dan penulis buku Jyotisha (astronomi Hindu). Disebutkan bahwa orang yang mati bunuh diri, dia akan langsung masuk alam neraka dan mengalami penderitaan berat dan ekstrim minimal 60.000 tahun. Tidak bisa ditolong. Bahkan disebutkan bahwa orang yang menemukan orang bunuh diri, mengurus mayatnya, membawa mayatnya ke kuburan dan menyelesaikan upacaranya, juga akan ikut mendapatkan karma-karma buruk akibat perbuatan bunuh diri tersebut.
Bunuh diri merupakan cara kematian paling mengerikan dan juga tidak bisa ditolong. Bunuh diri merupakan avidya (kebodohan) yang membawa pada kesengsaraan berat dan ekstrim. Setelah mati bukannya seseorang bisa terbebas dari beban-beban berat kehidupan, tapi dia justru akan mengalami kesengsaraan yang jauh lebih berat, keras, gelap dan ekstrim dibandingkan dengan kesengsaraan apapun selama masa kehidupan manusia.
Selain itu, di alam samsara ini, mendapat kesempatan terlahir sebagai manusia tidak terjadi dengan mudah. Kelahiran sebagai manusia yang kita miliki disaat ini sangat sulit diperoleh. Kita perlu mengumpulkan akumulasi karma baik yang amat sangat banyak, dalam jangka waktu amat sangat panjang, agar kita dapat terlahir sebagai manusia.
Sehingga sesedih dan seberat apapun kehidupan ini terasa, jangan pernah sedikitpun terpikir untuk melakukan bunuh diri. Jalan keluar paling baik adalah segera mencari perlindungan dharma, seperti membaca ajaran suci dharma, pergi tirtayatra ke tempat-tempat suci, mencari Guru suci pembimbing, mencari saudara spiritual, dsb-nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar