Minggu, 05 Maret 2023

Huruf - Huruf Suci Agama Hindu - Sumber Alam Semesta

  



Huruf-huruf suci yang merupakaran sumber dari alam semesta termasuk manusia adalah dasaaksara. mungkin sudah banyak yang sering mendengar kata Dasa Aksara ini, berikut ini akan diulas kembali Dasa Aksara tersebut..
10 Huruf Suci (Dasa Aksara) yang merupakan sumber alam semesta

Ini merupakan wejangan yang teramat mulia, diceritakan dalam setiap tubuh manusia terdapat huruf – urup yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa - dewa dari huruf suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’.

Dasa aksara merupakan sepuluh huruf utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya. Dari sepuluh huruf bersatu menjadi panca brahma(lima huruf suci untuk menciptakan dan menghancurkan), panca brahma menjadi tri aksara(tiga huruf), tri aksara menjadi eka aksara (satu huruf). Ini hurufnya: “OM”. Bila sudah hafal dengan pengucapan huruf suci tersebut agar selalu di ingat dan diresapi, karena ini merupakan sumber dari kekuatan alam semesta yang terletak di dalam tubuh kita (bhuana alit) ataupun dalam jagat raya ini (bhuana agung).

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Begini caranya menyatukan ataupun menempatkan sang hyang dasa aksara dalam badan ini. Yang pertama sang hyang sandhi reka yang terletak dalam badan kita ini. Beliau bertapa-beryoga sehingga beliau menjelma menjadi sang hyang eka jala resi. Sang hyang eka jala rsi beryoga muncul sang hyang ketu dan sang hyang rau.

Sang hyang rau menciptakan kala (waktu), kegelapan, niat (jahat yang sangat banyak, sedangkan sang hyang ketu menciptakan tiga aksara yang sangat berguna, diantaranya wreasta (ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, nya), beserta swalalita dan modre. Sehingga jumlah hurufnya adalah dua puluh huruf.
Aksara modre bersatu dengan sembilan huruf wreasta yaitu dari ha –wa, yang kemudian disebut dasa sita.
Aksara swalelita, bersatu dengan sembilan huruf wreasta lainnya yaitu dari la – nya, yang kemudian disebut ‘dasa sila’ dan ‘dasa bayu’.
Bertemu ketiga induk dari aksara suci tersebut; dasa sita, dasa sila, dasa bayu menjadi ‘dasa aksara’.

Begini cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan;

Sa ditempatkan di jantung,
Ba ditempatkan di hati,
Ta ditempatkan di kambung,
A ditempatkan di empedu,
I ditempatkan di dasar hati,
Na ditempatkan di paru - paru,
Ma ditempatkan di usus halus,
Si ditempatkan di ginjal,
Wa ditempatkan di pancreas,
ya ditempatkan di ujung hati.Dasa aksara diringkas menjadi panca brahma (sa, ba, ta, a, i).
panca brahma diringkas menjadi tri aksara (a, u, ma).
Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik).
Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang.



Lafalkan aksara tersebut lalu letakkan dalam tubuh kita dan alam semesta.
BACA JUGA
Kamus Hindu Bali
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di BaliIni rangkuman intisari dari sastra yang berjumlah lima huruf, yang digunakan untuk memuja tuhan, memanggil, menghaturkan persembahan, memohon anugrah dari tuhan YME, diantaranya:

mantra untuk memuja tuhan, Mang Ang Ong Ung Yang.
mantra untuk memanggil agar tuhan berkenan hadir, Ang Ong Ung Yang Mang
mantra untuk mempersembahan sesajen jamuan dari kita, Ong Ung Yang Mang Ang
mantra untuk memohon anugrah dari tuhan YME, Ung Yang Mang Ang Ongyang disebut Panca tirta, ini aksaranya:

Sang sebagai tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).
Bang sebagai tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).
Tang merupakan tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).
Ang merupakan tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).
Ing merupakan tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).Ini yang dikatakan panca brahma, berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI



Nang disimpan di suara.
Mang disimpan di tenaga
Sing disimpan di hati/perasaan
Wang disimpan di pikiran
Yang disimpan di nafas.Kemudian balikkan huruf tersebut:

Yang disimpan di jiwa
Wang disimpan di guna/aura
Sing disimpan di pangkal tenggorokan
Mang disimpan di lidah
Nang disimpan di mulutIni menyimpan Rwa bhineda (dua sisi dunia), ini suaranya; Ong Ung. Ong di hati putih, ung di hati hitam. Ung di empedu, ong di pancreas. Ong di dubur, ung di usus.

Ini suara inti sari; ekam evam dwityam Brahman, disebut ONG. Berupa api rwa bhineda Ang, berupa air rwa bineda Ah.

Dasar mantra antuk tri aksara; Mang Ang Ung
Kemulan mantra; Ang Ung Mang
Pengastiti widhi dewa bethara; Ung Mang Ang
Iki pengeraksa jiwa antuk catur aksara; Mang Ang Ung Ong
Pengundang bhuta dengen antuk kahuripan; Ang Ung Ong Mang
Pemageh bayu ring raga antuk catur resi; Ung Ong Mang Ang
Pangemit bayu antuk catur dewati; Ong Mang Ang Ung

Ini pertemuan sastra yang delapan belas (wreastra), bertemu ujung dengan pengkalnya menjadi dasa aksara, diantaranya;

ha – nya menjadi sang
na – ya menjadi nang
ca – ja menjadi bang
ra – pa menjadi mang
ka – nga menjadi tang
da – ba menjadi sing
ta – ga menjadi ang
sa – ma menjadi wang
wa – la menjadi ing, yangIni merupakan maksud dari sastra wreastra, dibaca dari belakang. diantaranya;

nyaya berarti sang Hyang Pasupati, tuhan
japa berarti sang hyang mantra,
ngaba berarti Sang Hyang guna,
gama berarti kekal, abadi,
lawa berarti manusia
sata berarti hewan dan binatang
daka berarti pendeta, nabi, orang suci
raca berarti tumbuhannaha berarti moksa, nirvanaDemikianlah sastra yang ada di alam ini yang berada juga didalam tubuh kita. Jagalah kesucian dan keseimbangan dari huruf suci tersebut. Semoga setelah membaca dan meresapi sastra ini, dunia ini akan menjadi semakin sejahtera.

Penjelasan Tri Purusa Sebagai Manifestasi Sang Hyang Widhi Dalam Agama Hindu



seperti kita ketahui bahwa Tri Purusa merupakan Tiga sifat Tuhan dalam bentuk Dewa Siwa. Ketiga sifat tersebut yakni Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwatma. Parama Siwa merupakan sifat Tuhan dalam bentuk tidak terpikirkan, murni, abadi, tidak terbatas, memenuhi segalanya, jiwa segala jiwa, anandi ananta yaitu tidak berawal dan tidak berakhir. Parama Siwa sebagai jiwa agung alam semesta menempati alam atas atau Swah Loka.



Image; bali.sakral

Tuhan dalam sifat Sada Siwa sebagai jiwa alam tengah ( Bhuwah loka) disebutkan bahwa Tuhan telah terpengaruh maya sehingga memiliki kemahakuasaan yang tidak terbatas. Dalam keadaan seperti ini Beliau juga disebut Saguna barhaman. Tuhan dalam hal ini disebut juga Apara Brahman yaitu Tuhan Pencipta, Pemelihara dan Pelebur. Sedangkan Tuhan Dalam sifat Siwatma atau penguasa alam bawah (bhur loka) disebut juga atmika adalah Tuhan yang telah diliputih oleh maya, menjadi jiwa semua makhluk hidup.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Tri Purusha adalah jiwa agung tiga alam semesta yakni Bhur Loka (alam bawah), Bhuwah Loka (alam tengah) dan Swah Loka (alam atas). Tri Purusha terdiri dari;


1. Parama Siwa:


Parama Siwa artinya Tuhan dalam keadaan belum beraktivitas. Tuhan dapat digambarkan seperti kilat atau petir. Kilat atau petir itu adalah listrik yang ada di alam dan hanya terlihat pada musim hujan. Listrik ada tetapi belum aktif. Seperti itulah penggambaran Tuhan dalam keadaan Parama Siwa.


2. Sadha Siwa:


Sadha Siwa berarti keadaan Tuhan sudah aktif dan berfungsi menciptakan alam. Penggambaran Tuhan (Brahman) sebagai Sadha Siwa dalam keadaan aktif sudah mulai berfungsi, sudah menunjukkan ke-Mahakuasaan-Nya yang diwujudkan dalam wujud Deva. Tuhan berfungsi sebagai pencipta disebut Deva Brahma, Tuhan berfungsi sebagai pemelihara disebut Deva Wisnu dan Tuhan berfungsi sebagai pelebur atau mengembalikan ke asalnya disebut Deva Siwa. Tuhan dalam wujud Sadha Siwa juga memiliki kekuasaan dapat kecil sekecil-kecilnya, besar sebesar-besarnya, bersifat Maha Tahu, Maha Karya, ada di mana- mana dan kekal abadi. Karena Tuhan memiliki ke-Maha Kuasaan, maka Tuhan diberi gelar atau sebutan bermacam-macam sesuai ke-Maha Kuasaan-Nya, seperti:

Brahma,
Wisnu,
Rudra,
MahaDeva,
Sang Hyang Widhi,
Sang Hyang Sangkan Paran, dan lain-lain (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 264).

PERTANYAAN YG SERING DITANYAKAN SEPUTAR COVID 19

3. Siwa:


Siwa sebagai bagian ketiga dari Tri Purusha adalah keadaan Tuhan sebagai Siwatma yaitu dapat menyatu dan menjiwai tubuh makhluk. Penggambaran Tuhan dalam wujud Siwa digambarkan seperti sebuah bola lampu. Di mana bola lampu akan menyala bila sudah dialiri oleh listrik. Listrik yang mengalir akan menyesuaikan dengan bentuk sebuah lampu. Kalau dalam makhluk hidup, bila Tuhan dalam Siwatma akan menyatu dengan ciptaan-Nya menjadi tubuh makhluk yang disebut Atma. Atmalah yang menjiwai manusia, hewan dan tumbuhan. Ketika Tuhan sudah berada dalam makhluk ciptaan-Nya, maka Tuhan akan dipengaruhi oleh keadaan makhluk itu dan menjadi lupa akan asalnya dan akan mengalami suka duka.


Dalam mahzab Siwaisme dikenal istilah Tri Purusha. “menurut Piagam Besakih, Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Tri Purusha (Tiga Manifestasi Tuhan sebagai jiwa alam semesta)”. Tri Purusha didalam Tattwa Jnana disebutkan “……yang disebut Siwa Tattwa ada tiga yaitu; Paramasiwa Tattwa, Sadasiwa Tattwa, Atmika Tattwa” (Tattwa Jnana). Dengan demikian pada dasarnya Siwa adalah satu namun keadaan dan sifatnya berbeda, yang secara vertikal dipilah menjadi tiga bagian menyangkut keadaan-Nya yaitu: Paramasiwa (Trancendent), Sadasiwa (Immanent), dan Atmika Tattwa atau Siwatma (Immanent).


Atmika Tattwa/Siwatma merupakan aspek Tuhan yang bersemayam didalam hati setiap makhluk. Sadasiwa Tattwa merupakan aspek Tuhan berwujud (Saguna Brahman), sedangkan aspek Tuhan yang tak berwujud (Nirguna Brahman) adalah Paramasiwa Tattwa.




Dalam mahzab Waisnawa aspek Tuhan yang berwujud adalah Bhagavan, aspek Tuhan tak berwujud adalah Brahman dan aspek Tuhan yang bersemayam di dalam hati setiap makhluk adalah Paramatman (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 265)


Renungan Atharvaveda X.2.23


"Brahma devàn anu kûiyati brahma daivajanir viúah, brahmedam anyat-akúatram brahma sat kûatram ucyate".


Terjemahan:

Dagang Banten Bali

"Tuhan Yang Maha Esa bersemayam dan berwujud sebagai para Deva. Tuhan Yang Maha Esa, bersemayam pada media-media yang suci, Tuhan Yang Maha Esa adalah abadi (tak terhancurkan) dan Dia adalah pelindung yang agung".




Referensi https://www.mutiarahindu.com/2018/11/penjelasan-tri-purusa-sebagai.html


Ngurah Dwaja, I Gusti dan Mudana, I Nengah. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.


Sumber: Buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas XII

Kontributor Naskah : I Gusti Ngurah Dwaja dan I Nengah Mudana

Penelaah : I Made Suparta, I Made Sutresna, dan I Wayan Budi Utama Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015

Pura Pangkung Pastu, Kawasan Angker yang Penuh Misteri

 






ANGKER : Pura Pangkung Pastu di Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, kawasan angker yang sering muncul kejadian aneh. (Dian Suryantini/Bali Express)





Desa Bulian, Kubutambahan, Buleleng, banyak menyimpan kisah unik dan mistis. Kawasan Pura Pangkung Pastu, salah satunya tempat yang konon terkenal sangat angker.


Seperti namanya, Pura Pangkung Pastu terletak di tepian pangkung atau sungai yang ada di pinggiran desa. Tepatnya berada di wilayah Dusun Dauh Margi, Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan.




Untuk menuju lokasi pura dapat diakses dengan sepeda motor sampai di homestay Bulian. Lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki mengikuti jalan setapak menuju pura sekitar 200 meter. Setelah itu, akan terlihat pohon besar yang menjulang tinggi. Nah, disanalah lokasi Pura Pangkung Pastu.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI




Saat mengunjungi pura ini, pamedek harus berhati-hati, apalagi sedang musim hujan karena jalanan licin.

Dahulu tidak ada palinggih yang dibangun di kawasan ini. Hanya ada satu buah batu besar yang merupakan pondasi dari palinggih terdahulu yang tersisa. Lantaran kayu besar di atasnya telah terbakar.

Menurut cerita para tetua desa setempat, keberadaan Pangkung Pastu tersebut karena konon Bulian adalah salah satu tempat yang terkena kutukan. Namun, entah kutukan apa yang dimkasud, tak ada yang tau.

"Ceritanya pun hanya dituturkan dari mulut ke mulut. Tak ada pula sumber tertulis yang menyinggung mengenai tempat itu," ungkap salah satu tokoh masyarakat Desa Bulian, I Gede Suardana Putra, kemarin.

“Desa Bulian itu adalah desa yang paling tua. Pangkung Pastu itu adanya dahulu karena Bulian kena pastu (kutuk) sebanyak tiga kali. Begitu yang diceritakan oleh panglingsir saya dahulu. Saya masih kecil. Tempat itu ada sebelum saya lahir. Bahkan, sebelum leluhur saya, sudah ada,” kata pria berusia 66 tahun ini.

Ada dua versi cerita yang beredar di masyarakat mengenai keberadaan Pangkung Pastu di Desa Bulian. Cerita pertama, dikatakan Desa Bulian itu pernah kena pastu atau kutukan. Jadi, pastuan itu akan berjalan sebanyak tujuh keturunan.

“Tujuh keturunan itu kan 700 tahun ditandai dengan penanaman pohon beringin pada 22 November 1320, pada saat Jro Pasek Bulian menegakkan kebenaran dan keadilan di desa ini. Saat itu Tumpek Kuningan Sasih Kalima. Itu pohonnya ada di sebelah rumah saya,” terang Suardana.

Sementara cerita kedua, yakni ketika ada orang yang datang dari arah barat, sampai arah Pangkung Pastu, maka orang itu bakal dicegat bila membawa sesuatu hal yang berbau magis ataupun dengan niatan kurang baik.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

“Kalau sudah lewat di kawasan Pangkung Pastu dengan tujuan tidak baik, tidak akan bisa lolos karena akan dipastu. Vibrasinya memang sangat kuat. Tenget (angker) sekali disana, kalau mau macam-macam, pasti ada saja kejadian menimpa yang bersangkutan,” ujarnya.

Tempat itu dikatakan angker, sebab banyak kejadian aneh yang kerap terjadi. Tidak saja terjadi di tempat itu, namun beberapa warga yang bermukim dekat pura juga terkadang merasakan aura magis yang sangat kuat.

Bahkan, pernah suatu hari terlihat seorang lelaki tua dengan rambut putih, duduk termenung menghadap ke selatan. Warga yang melihat pun tidak berani menyapa. Sebab, lelaki yang dilihat itu nampak aneh. Tidak seperti manusia pada umumnya. “ Di samping itu, ada juga ular poleng di sekitar sana,” jelasnya.

Disebutkannya, yang berstana di Pura Pangkung Pastu adalah Ratu Ayu Mas Magelung. Segala keinginan yang dimohon di tempat tersebut diyakini akan terkabul. “Yang namanya memohon dimana saja bisa. Asal meminta dengan ikhlas dan tulus, pasti akan diberikan anugerahnya. Tapi ya tidak instan, semua ada prosesnya juga,” ungkapnya.

Sebelum terdapat palinggih seperti saat ini, dahulu hanya ada satu palinggih berupa batu paras. Di depannya terdapat dua pohon besar. Satu pohon berada di tengah-tengah, dan satunya lagi berada tepat di ujung tebing.

Pohon besar yang berada di tengah-tengah tersebut kini telah ditebang warga, karena bermimpi penunggu di Pura Pangkung Pastu ingin dibuatkan palinggih. Sesaat setelah pohon itu ditebang, salah seorang warga lainnya bermimpi. Di mimpi itu terlihat seorang lelaki mengenakan busana adat putih kuning. Namun, tubuhnya terpotong-potong.

Kini hanya tersisa satu pohon saja di ujung tebing itu. “Dahulu palinggihnya ya batu, seperti paras. Di atasnya ada kayu. Karena kayunya terbakar, tinggal pondasinya saja sekarang,” tuturnya.

MISTERI ARYAKA DAN BUNGA LOTUS NAGAPUSPA DI ZAMAN BALI KUNO (BALI AGA)


Saya mulai mengungkap tentang keberadaan Aryaka (keturunan naga) di zaman Bali Aga di novel Haricatra Trilogi Kedua. Singkatnya, beberapa keluarga Bali Aga yang tinggal di kaldera Gunung Lesung-Sanghyang-Pohen adalah keturunan naga. Entah karena memang mereka menamai diri mereka keturunan naga atau memang secara denotatif mereka memiliki beberapa persen gen naga, saya belum meneliti sejauh itu.

Yang jelas, setiap manusia memiliki otak reptil di bagian bawah kelenjar pineal. Otak reptil ini mengontrol fungsi dasar tubuh dan naluri alamiah (hewani). Namun anehnya, otak reptil ini bisa memicu hormon tubuh sehingga tubuh bisa melakukan ‘penyembuhan diri sendiri’ apabila seseorang terkena infeksi atau serangan penyakit.

Para ahli yoga menggambarkan kelenjar pineal yang berkembang sebagai sebuah lotus yang mekar sempurna. Tatkala seseorang mampu melampaui keterikatan pada naluri dasarnya (kenikmatan lidah, perut dan kemaluan), maka kelenjar ini berkembang. Dalam Siva Samhita, sebuah kitab yoga yang terkenal, kelenjar pineal ini mengeluarkan cairan nektar yang disebut sebagai ‘bindu’ atau amerta (air keabadian). Apabila seseorang mengaktifkan kelenjar pineal-nya, maka air amerta ini akan menetes dari kelenjar pineal dan mengaktifkan fungsi sensori yang melampaui kemampuan manusia biasa.


Dahulu, menurut catatan babad yang samar-samar (bahkan mungkin sekarang sudah dilupakan), di zaman Bali kuno terdapat orang-orang yang memiliki fungsi kelenjar pineal yang mumpuni. Mereka disebut para Aryaka. Entah siapa yang menamai mereka Aryaka. Nama itu,—menurut sumber yang pernah saya baca—adalah nama salah satu klan naga kuno yang disebutkan dalam Mahabharata, bersama beberapa klan naga legendaris lain seperti Airavata, Sankhacuda, Taksaka, Vasuki dan Anantabhoga.


Apabila seseorang memiliki mata ketiga, dia bisa melihat perbedaan anak-anak keturunan Aryaka dan bocah-bocah biasa. Anak-anak Aryaka memiliki kening yang menyala di hari-hari tertentu, kemungkinan disebabkan oleh aktivitas kelenjar pineal mereka yang amat aktif. Karena itu, anak-anak Aryaka diburu pada masa lalu, dibantai dan diisap darahnya oleh para penganut ilmu hitam. 

Konon, hanya anak-anak Aryaka yang bisa melihat Lotus Nagapuspa,—lotus misterius yang tumbuh di atas batu dan mengeluarkan sari yang menyembuhkan segala penyakit. Raja Bali kuno, utamanya pada zaman Jayapangus, Masula-Masuli hingga Sri Tapolung (Astasura) merekrut beberapa Aryaka terpilih untuk menjadi penjaga Lotus Nagapuspa. Karena itu, kerajaan Bali amat sulit ditaklukkan.

Di wilayah Tamblingan sendiri, raja menghimpun para pembuat senjata, yang kini dikenal dengan nama klan Pande. Di Tamblingan sendiri ada beberapa klan pande yang terkenal, dan salah satunya adalah Pande Bangke Mong yang mampu membuat senjata beracun yang amat ampuh. Siapa pun yang terkena senjata itu akan langsung tewas dengan badan membusuk. Sungguh mengerikan.


Misteri para Aryaka rupanya menarik minat Majapahit untuk melakukan ekspedisi rahasia. Singkatnya, mereka berhasil menguasai Bali dengan terlebih dahulu menggempur Tamblingan. Sayang sekali, mereka tidak berhasil menemukan Nagapuspa. Demikian menurut cerita. 

Anak-anak Aryaka yang selamat kemudian diasingkan, lalu diambil kekuatannya oleh orang tua mereka. Ini yang dimaknai secara harfiah sebagai ‘nyilib wangsa’ ala Bali Aga. Padahal, tidak ada hirarki 'wangsa' pada zaman Bali kuno sebagaimana yang ada pada abad pertengahan. Nyilib wangsa’ secara harfiah berarti menyembunyikan identitas kebangsawanan seseorang agar tidak diserang oleh lawan. Namun, seapik apa pun seseorang menyembunyikan identitasnya, wajahnya tidak akan bisa disembunyikan (kecuali mereka operasi plastik). Nyatanya, nyilib wangsa pada zaman itu bisa jadi berarti ‘menyembunyikan kemampuan metafisik mereka dengan menghentikan aktivitas kelenjar pineal mereka yang memikat’.

Setelah kekuatan mereka dicabut, anak-anak Aryaka tidak lagi bisa melihat Nagapuspa. Namun karena mereka secara alami adalah keturunan naga, beberapa anak Aryaka hingga kini masih memiliki kemampuan metafisika yang khas, dan konon bisa melihat Nagapuspa di hutan-hutan gunung terpencil di Bali.

Sangat sulit menemukan keturunan Aryaka di zaman ini. Mereka disembunyikan sejak lahir. Jika seorang bayi ketahuan memiliki kelenjar pineal yang aktif, maka orang tua mereka cepat-cepat me-‘netral’-kannya agar cahaya di kening mereka itu tidak terdeteksi oleh orang-orang yang berniat jahat. Jika darah Aryaka sampai didapatkan, maka darah itu bisa melipatgandakan kekuatan sihir seseorang. Demikian menurut penuturan orang-orang tua.

Ada banyak peristiwa sejarah yang tidak dicatat dalam lembar sejarah,—atau malah sengaja disembunyikan dan dibuatkan versi yang lebih ‘aman. Barangkali Anda tidak percaya pada eksistensi para Aryaka. Ini wajar karena hal ini memang tidak pernah Anda dapatkan di pelajaran sejarah di sekolah. Jika Anda hanya mengandalkan buku-buku teks sejarah di sekolah, maka artikel ini saya kira kurang cocok buat Anda.

Semoga bermanfaat.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1801637783318766&id=100004176848490

Jumat, 03 Maret 2023

PAWUKON




1. Uku Sinta :
Lain dari pada yang itu, ada juga menurut Pawukon, yakni pada Uku Sinta :
a. Coma Ribek :
Coma Pon disebut juga Coma Ribek, hari puja wali Sang Hyang Çri Amrta, tempat bersemayamannya adalah di Lumbung, Pulu, adapun upacara memujanya ialah :
Nyahnyah geti-geti, gringsing, raka pisang mas, disertai denga bunga serba harum.
Pada waktu itu, orang-orang tak diperkenankan menumbuk padi, demikian juga menjual beras, karena kalaupun dilakukan, maka dikutuklah oleh Bhatari Çri, sepatutnya orang memuja Sang Hyang Tri pramana ( bayu, sabda, idep ), serta membatinkan inti sari ajaran Agama ; karenanya pada hari itu, tidak diperkenankan tidur pada siang hari.
b. Sabuh Mas :
Pada Hari Anggara Wage, disebutlah sabuh mas, suatu hari yang disucikan untuk memuja Bhatara Mahadewa, dengan jalan melakukan upacara Agama, terhadap harta benda kakayaan, yaitu :
Manik dan segala manikam ; adapun upakara :
Suci, daksina, peras penyeneng, sesayut yang disebut Amrta sari, canang lenga wangi, burat wangi dan reresik.
Tempat melakukan upacara itu, ialah dibalai piyasan ( dan yang semacam itu). Bagi orang-orang , patutlah melakukan pembersihan diri dan janganlah takabur terhadap kesenangan yang bersifat kebendaan belaka, melainkan ratna mutu manikam yang ada dalam diri pun ( jiwa ), perlu dimuliakan. Demikianlah, setelah selesai menyuguhkan kepada Bhatara-Bhatari bebanten sesayut itu, patutlah diayap untuk diri kita.
c. Pager Wesi :
Pada hari Buda Kliwon ( Sinta ), disebutlah Pager Wesi, saat Sang Hyang Pramesti guru ( Çiwa ) dan diikuti oleh Dewata Nawasanga, yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa segala makhluk hidup yang ditakdirkanNya dialam ini semuanya ; karenanya patutlah para sulinggih memuja cipataan Bhatara Prameswara : Upakara nya, ialah :
Daksina, suci 1, peras panyeneng, sesayut, pancalingga, penek ajuman, serta raka-raka, wangi-wangi, dan perlengkapannya, yang dihaturkan (disuguhkan) di Sanggah kemulan. Adapun bebanten bagi orang-orang ialah :
Sesayut pageh hurip 1, serta prayascita, setelah tengah malam, dilakukan yoga samadi (renungan suci). Dan ada pula sesuguh kepada Panca mahabuta (lima unsur alam) yaitu :
Segehan berwarna, sesuai dengan neptu kelima arah, dan diselenggarakan di natar sanggah, dan disertai dengan segehan agung 1, (sebuah).

2. Tumpek Landep :
Juga pada wara Landep, yaitu hari Caniscara Kliwon, adalah puja wali Bhatara Çiwa, dan hari saat beryoganya Sang Hyang Pasupati Adapun untuk pujawali Bhatara Çiwa, ialah :
Tumpeng putih kuning satu pasang, ikannya ayam sebulu, grih terasi merah, pinang dan sirih, dan banten itu dihaturkan di Sanggah.
Adapun yoganya Sang Hyang Pasupati (Hyang Widhi dalam wujud Raja Alam semesta), ialah :
Sesayut jayeng perang, sesayut kusumayudha, suci, daksina peras, canang wangi-wangi, untuk memuja bertuahnya persenjataan.
Demikian juga menurut ajaran, dalam hubungannya dengan manusia ialah hal itu untuk menjadikan tajamnya pikiran ; karena hal yang demikian patut dilaksanakan dengan puja mantra sakti pasupati.
……………………..
3. Wuku Ukir :
Wuku Ukir, yakni pada Redite Umanis, adalah hari untuk melakukan pujaan kepada Bhatara Guru, adapun upakara bebantennya, ialah :
Pengambean, 1, sedah ingapon 25 ( sirih dikapuri ), kwangen 8 buah, bebanten mana semuanya itu dihaturkan si sanggar kemulan, namun dapat juga ditambahkan dengan pelaksanaan upakara sedemikian rupa menurut kemampuan ; demikianlah patutnya orang, dalam memuja Bhatara Guru, yang dipuja di sanggar kemulan.
4. Kulantir :
Uku Kulantir, yakni pada Anggara Keliwon adalah hari unuk memuja Bhatara mahadewa ; dengan Upakara serba berwarna kuning yakni :
Punjung kuning satu pangkon, ikannya ayam putih siungan di betutu, sedah woh (sirih dan pinag), yang berisi kapur, dan bebanten-bebanten itu dihaturkan disanggar.
5. Uku Wariga :
Uku wariga, yakni hari Saniscara keliwon, disebutlah hari Panguduh, suatu hari untuk memuja kepada Sang Hyang sangkara, sebab beliaulah yang menyebabkan menjadinya segala tumbuh-tumbuhan termasuk kayu-kayuan. Adapun upakaranya ialah :
Peras, tulung, sesayut, tumpeng bubur dan tumpeng Agung dengan ikan babi, atau itik diguling. Baik pula disertai dengan raka-raka, penyeneng, tetebus, dan sesayut cakragni. Adapun bebanten tersebut diatas, ialah mendoakan semoga atas rahmat Hyang Widhi maka segala tumbuh-tumbuhan dapat tumbuh subur bersusun-susun dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia dalam menentramkan hati, serta sejahteranya hubungan lahir bathin.
6. Warigadian :
Pada wuku warigadian, yakni pada hari coma pon, ialah hari untuk penghormatan kepada Bhatara Brahma, dengan mempergunakan bebanten sbb :
Sedah woh selengkapnya, dan menurut kemampuan, banten mana dihaturkan di Paibon, serta menghaturkan bunga harum, sebagai biasanya dilakukan.

7. Sungsang :
Uku Sungsang, yakni pada hari Wraspati wage, disebutlah hari Pararebon. Juga disebut hari Sugihan Jawa. Adapun hari tersebut, ialah untuk melaksanakan prayascita ( pensucian ), para Bhatara-Bhatara semuanya, yang disemayamkan di Prahyangan . Maka pada hari itu, dilakukanlah upacara pensucian Bhatara-Bhatara, kemudian dari pada itu dilanjutkan dengan upacara menghaturkan puspa harum. Lain dari pada itu, bagi orang yang membathinkan inti hakekat samadhi (meditasi), maka seyogyanyalah melaksanakan Yoga (renungan suci), sedangkan bagi para wiku (pedanda, Rsi, Empu, dsb), seyogyanya pula melakukan puja stuti, sebab pada hari itu para Bhatara turun kedunia disertai para Dewa pitara, untuk menikmati upacara pesucian, berlangsung sampai pada hari itu galungan. Oleh karena itu orang-ornag hendaknya melaksanakan upacara agama, dengan natab banten sesayut dan banten tutuan, yakni banten yang bersimbul penarik kebahagiaan lahir bathin, demikian patut dilaksanakan.
8. Dungulan :
a. Uku Dungulan, yakni pada hari Redite paing, disebutkan bahwa Sang Hyang Tiga Wisesa turun kedunia, dalam wujud kala, dan disebut Sang Bhuta Galungan, yang ingin memakan san minum didunia ini, oleh karena itu, orang-orang suci, demikian pula para sujana (bijaksana), hendaknya waspada serta mengekang / membatasi dirinya kemudian memusatkan pikirannya kearah kesucian, agar tiada kemasukan oleh sifat-sifat yang membahayakan dari pengaruh-pengaruh Sang Bhuta Galungan, dan hal yang demikian, disebutlah hari penyekeban.
b. Pada hari coma pon, adalah hari untuk melakukan yoga samadhi, dengan memusatkan pikiran untuk menunggalnya dengan para Bhatara-Bhatara. Itulah sebabnya, mengapa pada hari itu disebut :
Penyajaan oleh dunia ( Hindu ).
c. Pada hari Anggara Wage, disebutlah hari penampahan, Pada hari itulah waktunya Sang Bhuta Galungan memangan. Oleh karena itu, patutlah dilakukan penyelenggaraan hidangan oleh desa Adat, dengan korban caru kepada Bhuta –Bhuta, bertempat diperempatan Desa adat, adapun korban yang diberikan kepada Bhuta-Bhuta, bentuknya bermacam-macam, yakni dari bentuk yang sederhana, sedang, dan besar. Dan yang patut memuja, ialah para Sulinggih , unuk memohonkan kepada Hyang . Yang dimaksud Sulinggih, yakni : Pedanda Cwa Budha, karena beliaulah yang mempunyai wewenang dalam hal ini. (termasuk juga dalam golongan Sulinggih, yakni Pemangku).
Lain dari pada itu, segala senjata perang, patutlah semuanya itu diupacarai, dengan upacara pensucian oleh para Sulinggih. Tambahan pula bagi orang-orang kebanyakan ( Umat Hindu bersangkutan ), upacara-upacara tsb, bermanfaat untuk mendapat pahala kekuatan utama dalam perjuangan hidup yang patut disuguhkan di masing-masing pekarangan rumah ialah :
Segehan warna, 3. ditaburkan menurut neptu, yakni : putih, 5. hitam, 4. bang, 9. ikannya olahan babi, tetabuhan, disertai segehan Agung, 1. Adapun tempat melakukan caru, ialah di natah pekarangan rumah, di sanggah, dan dimuka pekarangan rumah, yang dihayat pada waktu menjalankan caru itu, ialah Sang Bhuta Galungan. Sedang yang patut dihayapkan oleh anggota keluarga, ialah banten pabyakala, prayascita, dan sesayut, untuk mendapat kesuksesan dalam perjuangan hidup, sekala niskala (lahir-batin).
d. Disebut Buda keliwon galungan, keterangannya, ialah, bahwa untuk memusatkan pikiran yang suci bersih, disertai dengan menghaturkan upacara persembahan kepada para Dewa-Dewa, di Sanggar parhyangan, tempat tidur, pekarangan, lumbung, dapur, dimuka karang perumahan, tugu, tumbal, pangulun Setra, pangulun Desa, pangulun sawah, hutan munduk, lautan, sampai pada perlengkapan rumah, semuanya itu diadakan persajian, dengan suguhan yang dilakukan di sanggar parhyangan, menurut besar kecilnya sbb :
Tumpeng payas, wangi-wangi, sesucen (pembersihan ), itulah yang disuguhkan di Sanggar. Adapun banten dibalai-balai, ialah : tumpeng pengambean, jerimpen, pajegan, sodaan, dan perlengkapannya. Sedangkan ikannya, ilah jejatah babi, serta asap dupa harum. Setelah selesai itu semuanya diupacarakan, maka biarkanlah semalam, banten itu semuanya jejerang, sampai besoknya pagi-pagi.
9. Kuningna :
a. Pada redite wage, disebut pemaridan guru, pada hakekatnya ialah saat kembalinya para Dewata-Dewata semuanya, menuju kahyangan, jelasnya, bahwa para Dewata-Dewata pergi, dengan meninggalkan kesejahteraan panjang umur. Maka upacaranya :
ialah :
Menghaturkan ketipat banjotan, canang raka-raka, wangi-wangi, serta menikmati tirtha pebersihan.
b. Pada coma keliwon, disebutlah Pamacekan Agung. Pada sore harinya, patut melakukan segehan Agung dimuka halaman karang perumahan, dan memakai sambleh ayam semalulung yang disuguhkan kepada sang Bhuta Galungan dan para abdinya agar pergi.
c. Buda paing kuningan ialah hari pemujaan Bhatara Wisnu, maka upacaranya ialah:
Sirih dikapuri, putih, hijau, dan pinang, 26, disertai tumpeng hitam serta runtutannya. Menurut kemampuan, dan dihaturkan kepada Bhatara di paibon, dan disertai pula bunga-bunga harum sebagaimana mestinya.
d. Pada hari saniscara kliwon kuningan, turunlah lagi para Dewata sekalian, serta sang dewa pitara (leluhur) untuk melakukan pensucian, lalu menikmati upacara bebanten, yakni :
Sege dan selanggi, tebog, serta raka-raka selengkapnya, pebersihan, canang wangi-wangi dan runtutannya, dan menggantungkan sawen tamiang dan gegantungan caniga, sampai pada tempat / kandang segala binatang ternak. Janganlah menghaturkan bebanten setelah lewat tengah hari, melainkan seyogyanyalah pada hari masih pagi-pagi, sebab kalau pada tengah hari, Dewa-Dewa telah kembali ke sorga.
Lain dari pada itu, yang patut dipakai mendoakan manusia :
Sesayut prayascita luwih, yaitu segejenar, ikannya itik putih, panyeneng, tetebus, yang gunanya untuk mohon kesucian pikiran, yang suci bersih, dan tidak putus-putusnya melakukan semadhi, juga diletakkan pasegehan di natar, yakni segehan Agung, 1.Don pepe


Beberapa Jenis Permata yang sesuai dengan Hari Kelahiran

 



Radite/Minggu Umanis
Emerald (jamrud, osadi), jade (giok), peridot (ijo gading), chrysoberyl cat’s eye (narigangga, mata kucing)
Radite Pahing
Amethyst (kecubung), ruby (mirah), sapphire (safir, nilam)
Radite Pon
Garnet (rudirarnawa/danau darah)
Radite Wage
Amethyst (kecubung), yellow sapphire (cempaka)
Radite Kliwon
Amethyst (kecubung), yellow sapphire (cempaka), turquoise (pirus, ijo rangreng)
Coma/Senin Umanis
Amethyst (kecubung), yellow sapphire (cempaka)
Coma Pahing
Ruby (mirah), turquoise (pirus, ijo rangreng)

Coma Pon
Moonstone (biduri bulan)
Coma Wage
Jade (giok), chrysoberyl cat’s eye (narigangga, mata kucing)
Coma Kliwon
Garnet (rudirarnawa), sapphire (safir, nilam)
Anggara/Selasa Umanis
Aquamarine (windu segara), moonstone (biduri bulan)
Anggara Pahing
Garnet (rudirarnawa), ruby (mirah)
Anggara Pon
Sapphire (safir, nilam), chrysoberyl cat’s eye (narigangga, mata kucing)
Anggara Wage
Opal (kalimaya), jade (giok)
Anggara kliwon
Moonstone (biduri bulan)
Budha Umanis: Netral
Budha/Rabu Pahing
Sapphire (safir, nilam), opal (kalimaya), ruby (mirah)
Budha Pon
Kristal (kecubung air, manik tirta)
Budha Wage
Purple sapphire (safir ungu, mirah kecubung), moonstone (biduri bulan)
Budha Kliwon
Tuby (mirah), opal (kalimaya)
Wrhaspati/Kamis Umanis
Ruby (mirah), turquoise (pirus, ijo rangreng)
Wrhaspati Pahing
Moonstone (biduri bulan), ruby (mirah), amethyst (kecubung)
Wrhaspati Pon
Ruby (mirah), opal (kalimaya)
Wrhaspati Wage
Garnet (rudirarnawa), ruby (mirah), amethyst (kecubung)
Wrhaspati Kliwon
Moonstone (biduri bulan), sapphire (safir, nilam), opal (kalimaya)
Sukra/Jumat Umanis
Ruby (mirah), moonstone (biduri bulan), amethyst (kecubung)
Sukra Pahing
Ruby (mirah), aquamarine (windu segara)
Sukra Pon
Yellow sapphire (cempaka)
Sukra Wage
Chrysoberyl Cat’s Eye (narigangga, mata kucing)
Sukra Kliwon
Ruby (mirah), sapphire (safir, nilam), amethyst (kecubung)
Saniscara/Sabtu Umanis
Ruby (mirah), sapphire (safir, nilam)
Saniscara Pahing
Ruby (mirah), moonstone (biduri bulan), amethyst (kecubung)
Saniscara Pon
Yellow sapphire (cempaka)
Saniscara Wage
Chrysoberyl Cat’s Eye (narigangga, mata kucing), emerald (jamrud)
Saniscara Kliwon
Ruby (mirah), moonstone (biduri bulan), amethyst (kecubung)
(sumber: buku “Tenung Wariga, Kunci Ramalan Astrologi Bali”, terbitan Bali Aga, disusun oleh I.B. Putra Manik Aryana, S.S, M.Si)