Kutipan Hindu Times
Om Swastiastu
Tatkala anda mendengar Agnihotra mungkin bagi sebagian orang hindu upacara sacral dan terpenting dalam
weda ini terkesan baru. Lebih ekstrim lagi upacara suci ini dianggap bertentangan dengan budaya atau malah sesat. Ketika kita menganggap sesuatu sesat harusnya kita memiliki referensi atau dasar yang abash mengenai mana yang benar. Apabila klaim sesat tersebut hanya berdasarkan asumsi pribadi atau sekelompok orang saja, berdasarkan sikap apriori, maka itu adalah sebuah kesalahan berpikir. Biasanya kesalahan berpikir seperti ini terjadi karena kurangnya wawasan kita atau sikap sentiment kita terhadap betapa luasnya peradaban ini.
Apakah Agnihotra merupakan upacara sesat sebagaimana menurut anggapan sekelompok orang terhadap tradisi luhur weda ini.
Kita mungkin sering melihat upacara Agnihotra di film-film India, di komunitas hindu India atau pernah menyaksikannya secara langsung. Faktanya berdasarkan kitab Darmasastra, Agnihotra senantiasa harus dilaksanakan dalam setiap upacara yang dilakukan oleh manusia, mulai dari upacara kehamilan, kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Dengan kata lain Agnihotra atau Homa adalah ritual inti dalam upacara-upacara suci weda. Dalam kitab-kitab weda mulai dari kitab Catur Weda, Upanisad, Purana, Ithiasa dan Darmasastra, dinyatakan bahwa upacara Api Suci sangatlah sacral dan sistem pelaksanaan upacara ini diturunkan sejak awal penciptaan dari Dewa Brahma sendiri. Pada manuantara pertama tatkala alam semesta ini baru tercipta, Tuhan sendiri turun sebagai Indra. Pada saat itu beliau turun dengan nama Yagna (baca Yadnya). Pada jaman itu Tuhan secara langsung memperkenalkan sistem ritual api suci Agnihotra. Sistem ritual ini kemudian diteruskan oleh para brahmana dan Rsi yang Agung untuk tujuan-tujuan yang spesifik Tidak hanya dalam upacara-upacara biasa saja, Agnihotra juga dilakukan demi tujuan-tujuan khusus lain pada masa lampau. Sebagai contoh Raja Dasarata memohon putra dengan menyelenggarakan korban suci Agnihotra. Pada saat itu dari dalam api suci Dewa Agni sendiri muncul memberikan sekendi nasi manis kepada Maharaja, untuk dibagikan kepada ketiga istrinya agar hamil. Dalam kisah sejarah weda yang lain, Rsi Tuastri, seorang brahmana agung menyelenggarakan korban suci agnihotra untuk membalas kematian putranya yakni Wiswarupa yang dipenggal oleh Dewa Indra. Karena salah mengucapkan satu suku kata mantra saja, dari api suci tersebut keluarlah makhluk kuat yang menyeramkan yang dikenal sebagai Ritrasura. Maharaja Pancala pada jaman Dwapara Yuga, juga memohon putra melalui korban suci Agnihotra. Dari apisuci tersebut keluarlah dua anak yaitu Drupada dan Drupadi. Maharaja Pururawa seorang raja pada jaman Treta Yuga, dari dinasti Candra Wamsa menyelenggarakan upacara suci Agnihotra agar bisa naik ke planet-planet surga dan bertemu kekasihnya yakni Uruwasi. Raja Pradiota salah satu keturunan Maharaja Yudistira juga melaksanakan upacara Agnihotra yang sangat besar untuk mengurangi kekuatan kegelapan di awal jaman Kaliyuga.
Tidak hanya dalam sejarah weda, di jaman Nusantara kunopun Upacara Agnihotra terdapat diberbagai peninggalan sejarah, cerita rakyat maupun kesusastraan. Manik Angkeran contohnya, menurut kisah dalam Babad, putra Danghyang Sidimantra ini dilahirkan dari kobaran api suci Upacara Agnihotra atau Homa yang dilakukan oleh ayahnya. Pahlawan legendaris Bali Kuno yang kita kenal sebagai Kebo Iwa, juga lahir dari api yadnya Upacara Agnihotra yang dilakukan oleh kedua orang tuanya yang lama tidak mendapatkan keturunan. Didalam Pura Kehen terdapat peninggalan kuno berupa Kunda Apia tau Altar tempat menyalakan Api Suci. Peninggalan serupa juga dapat ditemukan di desa sembiran, di Pura Gunung Kawi dan tempat-tempat suci kino disekitar Kintamani. Bahkan beberapa prasasti penting jaman Bali Kuno, seperti prasasti Bebetin, menyebutkan dengan jelas bahwa terdapat kuil Dewa Apia tau Hyang Api didekat pantai utara Bali pada abad ke 11 hingga abad ke 12.
Apa sesungguhnya Upacara Agnihotra, secara singkat Agnihotra adalah Upacara Suci Pokok yang termuat dalam Kitab Suci Weda. Dalam Upacara ini, seorang Brahmana atau Pendeta. Yajamana atau Penyelenggara Upacara dan Peserta Upacara mempersembahkan biji-bijian, kacang-kacangan dan minyak gee kedalam api suci disertai dengan pengucapan mantra untuk Ista Dewata yang ingin dipuja. Minyak yang dituangkan dalam Upacara Agnihotra adalah minyak yang khusus diperas dari susu sapi bukan dari bahan-bahan lain apalagi minyak sawit. Dikatakan dalam kitab suci weda, bahwa minyak gee atau minyak samin, disebut sebagai hawi yang adalah makanan bagi para dewa. Makanan bagi para dewa berupa mentega murni , gee, susu, olahan susu, dan kacang-kacangan. Makanan ini disebut sebagai Payasa atau Hawi. Juga disebutkan dalam kitab suci weda, apabila seseorang memuaskan Tuhan Yang Maha Esa dengan Yadnya, maka seluruh dewa yang ada dengan sendirinya terpuaskan. Itulah sebabnya satu-satunya tujuan Yadnya apapun adalah untuk memuaskan Tuhan. Dalam kitab suci weda Bhagawadgita bab 3 disebutkan adanya siklus semesta yang disebut Prawartitam Cakram. Siklus ini sesungguhnya adalah siklus kehidupan di alam semesta yang memungkinkan semua makhluk hidup mendapatkan kesejahteraan. Inti dari siklus ini adalah adanya korban suci Agnihotra. Dari Korban Api Suci, dimana biji-bijian dan minyak gee dituangkan, akan muncul asap yang mujur dalam sifat satwam atau kebaikan. Asap yang membubung ke angkasa ini dapat memurnikan atmosfir dan mengubah sifat awan menjadi satwam. Dari awan-awan satwam yang berkumpul tersebut munculah titik-titik hujan dengan air yang berkualitas satwika. Titik-titik hujan yang bersifat satwika ini adalah kendaraan bagi roh atau atma yang akan lahir ke bumi melalui sentuhan dengan tanah atau pertiwi. Disinilah bukti nyata adanya kontak antara elemen purusa dan predana di alam ini sebagaimana yang kita yakini sebagai umat Hindu. Roh-roh atau atma yang ingin mendapatkan badan kasar melalui kelahiran kembali di dunia ini turun dengan mengendarai butiran-butiran air hujan. Apabila awan-awan hujan disucikan dengan asap korban suci Upacara Agnihotra kualitas roh atau atma yang turun akan bersifat satwam. Dari atma yang dibungkus sifat satwam ini akan muncul berbagaimacam makhluk hidup berkualitas baik. Karena itulah kita sering mengaitkan hujan dengan kesuburan. Dari tanah yang subur akan tumbuh tanaman pangan yang subur. Roh-roh yang jatuh melalui hujan itu berkembang dan masuk menjadi biji-bijian yang dapat tumbuh. Itulah sebabnya orang dapat menumbuhkan biji menjadi individu baru karena didalam biji tersebut terkandung atma atau roh. Apabila biji-bijian atau kacang-kacangan ini dimakan oleh makhluk hidup heterotroph, atma didalam biji-bijian tersebut akan ditransfer kedalam badannya dan menjadi benih untuk menghasilkan keturunan yang baru. Apabila seseorang makan biji-bijian yang satwika maka tubuhnya dan juga keturunannya akan menjadi satwika. Ini yang menjadi alas an mengapa umat Hindu selalu mempersembahkan makanan kepada Tuhan sebelum dimakan. Makanan yang suci, akan menyebabkan munculnya generasi-generasi yang suci. Dari generasi manusia yang suci dan religious, yadnya akan terus dilakukan lagi sehingga siklus yadnya akan berputar terus menerus sepanjang jaman. Karena itulah siapapun yang tidak ikut memutar siklus yadnya, dinyatakan hidup dalam dosa, karena dia tidak mengambil kesempatan untuk menyucikan diri melalui korban suci dan kedermawanan. Dengan demikian melaksanakan korban suci dan memberikan sumbangan kepada orang suci adalah salah satu kewajiban manusia, terutama bagi mereka yang berumah tangga.
Berdasarkan uraian tersebut, kita sedikit tidaknya memahami bahwa Upacara Agnihotra adalah ritual sacral dalam Hindu. Permasalahan bahwa sebagian orang menganggapnya asing adalah karena Upacara sacral ini memang telah lama menghilang terutama di Nusdantara. Hal ini dikarenakan situasi politik yang tidak menentu sejak akhir keruntuhan Majapahit dan memudarnya sistem aguron-guron, atau garis perguruan rohani, sistem weda ini makin dilupakan. Sekarang ini sebagian orang kaget dengan munculnya Sampradaya, Agnihotra dan lagu-lagu Rohani Bhajan, tetapi sesungguhnya itu adalah budaya lama yang rupa-rupanya kembali hidup setelah 500 tahun mati suri. Upacara Agnihotrapun telah lama mati suri dalam perjalanan Hindu di Nusantara. Ada baiknya apabila kita mencoba mempelajari dan memahaminya, sebagai salah satu warisan peradaban Hindu dari jaman leluhur kita yang telah lampau. Karena Agnihotra melibatkan api suci, mantra suci, persembahan gee, biji-bijian dan kacang-kacangan maka Upacara Agnihotra tidak sama dengan pasepan atau dupa. Dengan kata lain upacara ini sesungguhnya tidak bisa digantikan dengan asap saja. Barangkali ada suatu peristiwa di masa lalu yang menjadi alas an mengapa Upacara Agnihotra dilupakan. Konon karena peristiwa kebakaran yang terjadi di Istana Gelgel, tatkala Upacara Agnihotra sedang berlangsung. Itu barangkali yang menjadi sebab mengapa Agnihotra tidak begitu dikenal di Nusantara. Upacara Agnihotra sesungguhnya bukan hal yang baru, apalagi bagi leluhur umat Hindu di Nusantara. Dalam rontal Rogha Sanghara Bhumi disebutkan bahwa upacara Homa atau atau api suci harus dilakukan apabila terjadi bencana besar atau wabah disebuah negara. Upacara Api Suci Agnihotra harus dilakukan apabila ada tanda-tanda yang tidak mujur disuatu desa. Demikianlah para leluhur Nusantara telah mencatat Upacara Agnihotra sebagai upacara sacral yang suci. Upacara Agnihotra bukan hal yang baru, namun kebudayaan dan tradisi Hindu lama yang dibangkitkan kembali sebagai salah satu tanda Kebangkitan Hindu. Sebelum kita menuduh suatu ritual adalah sesat, atau tidak sesuai dengan pakem, kita hendaknya mempelajarinya terlebih dahulu. Paling tidak ini akan menyelamatkan kita pada gagal paham yang parah dan berujung pada perpecahan internal umat beragama. Walau nampaknya sederhana ternyata Upacara Agnihotra menyimpan siklus alam yang ajaib. Inilah Bukti betapa ilmiahnya pengetahuan weda dan betapa luasnya pengetahuan rohani. Mari kita merenung daripada mempermasalahkan tatacara persembahyangan atau upacara. Kita hendaknya mempelajari lebih dalam tentang apa yang kita yakini, termasuk juga belajar memahami apa yang orang lain yakini.