Kamis, 20 Juli 2023

Yadnya Yang Efektif, Efisien, Praktis dan Satwika





Yajna yang Efektif, Efisien, Praktis dan Sattvika

“Kramanya sang kuningkin akarya sanista, madya, uttama. Manah lega dadi ayu, aywa ngalem druwenya. Mwang kemagutan kaliliraning wwang atuha, away mengambekang krodha mwang ujar gangsul, ujar menak juga kawedar denira. Mangkana kramaning sang ngarepang karya away simpanging budhi mwang krodha”
artinya:
Tata cara bagi mereka yang bersiap-siap akan melaksanakan upacara kanista, madya atau uttama. Pikiran yang tenang dan ikhlaslah yang menjadikannya baik. Janganlah tidak ikhlas atau terlalu menyayangi harta benda yang diperlukan untuk yajna. Janganlah menentang petunjuk orang tua (orang yang dituakan), janganlah berprilaku marah dan mengeluarkan kata-kata yang sumbang dan kasar. Kata-kata yang baik dan enak didengar itu juga hendaknya diucapkan. Demikianlah tata-caranya orang yang akan melaksanakan yajna. Jangan menyimpang dari budhi baik dan jangan menampilkan kemarahan. (Sumber: Lontar Dewa Tattwa)

- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI KLIK DISINI

Yajna dalam bahasa Sanskerta adalah suatu bentuk persembahan yang didasarkan atas keikhlasan dan kesucian hati. Persembahan tersebut dapat berupa material dan non-material. Ketika manusia mempersembahkan sesuatu tentunya membutuhkan pengorbanan, seperti waktu, finansial, pemikiran,dan benda atau harta yang lainnya. Itulah sebabnya mengapa Yajna sering dikatakan sebgai pengorbanan yang suci dan tulus ikhlas. Persembahan yang berwujud dapat berupa benda-benda material dan kegiatan, sedangkan persembahan yang tidak berwujud dapat berupa doa, tapa, dhyana, atau pengekangan indria dan pengendalian diri agar tetap berada pada jalur Dharma. Persembahan dikatakan suci karena mengandung pengertian dan keterkaitan dengan Brahman. Dalam Rgveda disebutkan bahwa “Sang Maha Purusa (Brahman) menciptakan semesta ini dengan mengorbankan diriNya sendiri. Inilah yang merupakan permulaan tumbuhnya pengertian bahwa Yajna yang dilakukan oleh manusia adalah dengan mengorbankan dirinya sendiri”. Sehingga setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia baik melalui pikiran, ucapan dan perbuatan semestinya ditujukan semata-mata hanya untuk Brahman, karena sesungguhnya apa yang ada ini adalah milikNya.

Dalam Bhagavadgita XVII.11-13, disebutkan bahwa untuk dapat mewujudkan sebuah Yajna yang memiliki kwalitas yang sattvika, maka perlu diperhatikan beberapa hal yaitu:

Sraddha: yajna harus dilakukan dengan penuh keyakinan
Aphala: Tanpa ada motif untuk mengharapkan hasil dari pelaksanaan yajna yang dilakukan karena tugas manusia hanya mempersembahkan dan dalam setiap yajna yang dilakukan sesungguhnya sudah terkandung hasilnya.
Gita: ada lagu-lagu kerohanian yang dilantunkan dalam kegiatan yajna tersebut.
Mantra: pengucapan doa-doa pujian kepada Brahman.
Daksina: penghormatan kepada pemimpin upacara berupa Rsi yajna
Lascarya: yajna yang dilakukan harus bersifat tulus ikhlas
Nasmita: tidak ada unsure pamer atau jor-joran dalam yajna tersebut.
Annaseva : ada jamuan makan – minum kepada tamu yang datang pada saat yajna dilangsungkan, berupa Prasadam/lungsuran, karena tamu adalah perwujudan Brahman itu sendiri ) “Matr deva bhava Pitr deva bhava, athiti deva bhava daridra deva bhava artinya; Ibu adalah perwujudan Tuhan, Ayah adalah perwujudan Tuhan, Tamu adalah perwujudan tuhan dan orang miskin adalah perwujudan Tuhan.
Sastra: setiap yajna yang dilakukan harus berdasarkan kepada sastra atau sumber sumber yang jelas, baik yang terdapat dalam Sruti maupun Smrti.


Di samping sumber di atas, dalam Manavadharmasastra VII.10 juga disebutkan bahwa setiap aktivitas spiritual termasuk yajna hendaknya dilakukan dengan mengikuti;
Iksa: yajna yang dilakukan dipahami maksud dan tujuannya
Sakti: disesuaikan dengan tingkat kemampuan baik dana maupun tingkat pemahaman kita terhadap yajna yang dilakukan sehingga tidak ada kesan pemborosan dalam yajna tersebut.
Desa: memperhatikan situasi dimana yajna tersebut dilakukan termasuk sumber daya alam atau potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut.
Kala: kondisi suatu tempat juga harus dipertimbangkan baik kondisi alam, maupun umat bersangkutan.
Tattva: dasar sastra yang dipakai sebagai acuan untuk melaksanakan yajna tersebut, dalam Manavadharmasastra II.6 ada lima sumber hukum hindu yng dapat dijadikan dasar pelaksanaan yajna, yaitu: Sruti, Smrti, Sila, Acara, dan Atmanastusti.Jadi beryajna tidak mesti besar dan megah, apalah artinya kemegahan dengan menghabiskan banyak dhana tapi tidak dilandasi oleh prinsip yajna yang telah tetuang pada susastra Veda. Kecil, sederhana dan segar, bila dilandasi oleh kemurnian; yajna seperti inilah yang harus dilakukan dan disosialisasikan terus. Beryajna tidak mesti membuat upakara / sesajen, sesuai dengan pesan Shri Krshna dalam Bhagavadgita IV.28 ditegaskan bahwa beryajna dapat dilakukan dengan: Beryajna harta milik/kekayaan (drveya), dengan mengendalikan seluruh indria (tapa), dengan pengetahuan (brahma/jnana), dengan doa-doa dan bimbingan kerohanian (yoga), dan dengan menggunakan tubuh ini sebagai arena pemujaan dan pelayanan (svadhyaya) serta memeberikan perlindungan kepada mahluk yang lebih lemah (abhaya).

Jika prinsip-prinsip yajna ini dapat dilakukan tentunya yajna tersebut akan mendatangkan manfaat yang besar bagi manusia dan mahluk yang lainnya, baik kaitannya dengan kehidupan jasmani maupun peningkatan kwalitas rohani umat yang Dharmika.
Avighnamastu !!

Oleh: I Wayan Sudarma (Shri Danu Dharma P), stahdnj.ac.id

Sabtu, 15 Juli 2023

Filosofis dan Persembahan Penuh Makna dari Segehan




Segehan merupakan salah satu ritual Bhuta Yadnya.
Kata segehan, berasal kata "Sega" berarti nasi (bahasa Jawa: sego).
Oleh sebab itu, banten segehan ini isinya didominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya, lengkap beserta lauk pauknya. Bentuk nasinya ada berbentuk nasi cacahan (nasi tanpa diapa-apakan), kepelan (nasi dikepal), tumpeng (nasi dibentuk kerucut) kecil-kecil atau dananan.

Wujud banten segehan berupa alas taledan (daun pisang atau janur), diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti “bawang merah, jahe, garam” dan lain-lainnya. dipergunakan juga api takep (dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda + atau swastika), bukan api dupa, disertai beras dan tatabuhan air, tuak, arak serta berem.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Segehan artinya "Suguh" (menyuguhkan), dalam hal ini adalah kepada Bhuta Kala, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dengan segehan inilah diharapkan dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatik dari libah tersebut. Segehan adalah lambang harmonisnya hubungan manusia dengan semua ciptaan Tuhan (palemahan).

Bhuta Kala dari kaca spiritual tercipta dari akumulasi limbah pikiran, perkataan dan perbuatan manusia, yang dipelihara oleh kosmologi semesta ini. Jadi segehan yang dihaturkan di Rumah bertujuan untuk mengharoniskan kembali kondisi rumah terutama dari sisi niskalanya, yang selama ini terkontaminasi oleh limbah yang kita buat. Jadi Caru yang paling baik adalah bagaimana kita dapat menjadikan rumah bukan hanya sebagai tempat untuk tidur dan beristirahat, tapi harus dapat dimaknai bahwa rumah tak ubanya seperti badan kita ini.

Segehan dihaturkan kepada aspek SAKTI (kekuatan ) yaitu Dhurga lengkap dengan pasukannya termasuk Bhuta Kala itu sendiri. Segehan dan Caru banyak disinggung dalam lontar KALA TATTVA, lontar BHAMAKERTIH. Kalau dalam Susastra Smerti (Manavadharmasastra) ada disebutkan bahwa setiap kepala keluarga hendaknya melaksanakan upacara Bali (suguhan makanan kepada alam). dan menghaturkan persembahan ditempat tempat terjadnya pembunuhan, seperti pada ulekan, pada sapu, pada kompor, pada asahan pisau, pada talenan.

Segehan ini adalah persembahan sehari-hari yang dihaturkan kepada Kala Buchara / Buchari (Bhuta Kala) supaya tidak mengganggu. Penyajiannya diletakkan di bawah / sudut- sudut natar Merajan / Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan.

Macam - Macam Segehan :

Segehan Kepel Putih

Alas dari daun / taledan kecil yang berisi tangkih di salah satu ujungnya. taledan = segi 4, melambangkan 4 arah mata angin.
Nasi putih 2 kepal, yang melambangkan rwa bhineda
Jahe, secara imiah memiliki sifat panas. Semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.
Bawang, memiliki sifat dingin. Manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam berbuat tapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin).
Diatasnya disusun canang genten.
Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol, dimana alkhohol secara ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai kuman/bakteri yang merugikan. Oleh kedokteran dipakai untuk mensteril alat-alat kedokteran. Metabuh pada saat masegeh adalah agar semua bakteri, Virus, kuman yang merugikan yang ada di sekitar tempat itu menjadi hilang/mati.Segehan Kepel Putih Kuning
BACA JUGA
Kamus Hindu Bali
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di BaliSama seperti segehan kepel putih, hanya saja salah satu nasinya diganti menjadi warna kuning.


Segehan Kepel Warna Lima
Sama seperti segehan kepel putih, hanya saja warna nasinya menjadi 5, yaitu putih, merah, kuning, hitam dan brumbun.
segehan kepelan manca warna, disamping di pakai dalam ritual bhuta yadnya saat kajeng klion, juga sering digunakan oleh krama bali yang menekuni ajaran kanda pat bhuta, yang merupakan tahap awal belajar tenaga dalam spiritual bali. khusus untuk banten segehan kepelan manca warna ini dibuat dengan cara khas, yakni dengan menggambil gegenggam nasi sesuai warna, yang kemudian dikepalkan sekuat tenaga, hanya dalam sekali kepalan saja, dan bagaimanapun hasil kepalannya, itulah yang dijadikan nasi kepal ini, sehingga kadang kala, hasil kepalannya kurang bagus, baik pecah ataupun agak hancur (rapuh). nasi kepal ini di buat dengan 5 warna, yang diupayakan menggunakan pewarna alami:

Putih - Ketan. atau nasi putih
Merah - Beras merah. atau nasi dengan pewarna dari campuran air parutan kunyit dengan sedikit kapur (pamor)
Kuning - Beras, atau nasi dengan pewarna dari air parutan kunyit
Hitam - Ketan hitam (injin). atau nasi dengan pewarna hitam/arang,
Panca Warna - Gabungan 4 warna beras diatas.Segehan Cacahan
segehan ini sudah lebih sempurna karena nasinya sudah dibagi menjadi lima atau delapan tempat. sebagai alas digunakan taledan yang berisikan tujuh atau Sembilan buah tangkih.
kalau menggunakan 7 (tujuh) tangkih;

5 Tangkih untuk tempat nasi yang posisinya di timur, selatan, barat, uatara dan tengah.
1 Tangkih untuk tempat untuk lauk pauknya yaitu bawang, jahe dan garam.
1 Tangkih lagi untuk tempat base tampel, dan beras.
Kemudian diatas disusun dengan canang genten.Kalau menggunakan 11 (sebelas) tangkih :

9 Tangkih untuk tempat nasi yang posisinya di mengikuti arah mata angin.
1 Tangkih untuk tempat untuk lauk pauknya yaitu bawang, jahe dan garam.
1 Tangkih lagi untuk tempat base tampel, dan beras.
Kemudian diatas disusun dengan canang genten.Ke-empat jenis segehan diatas dapat dipergunakan setiap kajeng klion atau pada saat upacara – upacara kecil, artinya dibebaskan penggunaanya sesuai dengan kemampuan.

Segeh Agung
Merupakan tingkat segehan terakhir. segehan ini biasanya dipergunakan pada saat upacara piodalan, penyineban Bhatara, budal dari pemelastian, serta menyertai upacara bhuta yadnya yang lebih besar lainnya. adapun isi dari segeh agung ini adalah; alasnya ngiru/ngiu, ditengahnya ditempatkan daksina penggolan (kelapanya dikupas tapi belum dihaluskan dan masih berserabut), segehan sebanyak 11 tanding, mengelilingi daksina dengan posisi canangnya menghadap keluar, tetabuhan (tuak, arak, berem dan air), anak ayam yang masih kecil, sebelum bulu kencung ( ekornya belum tumbuh bulu yang panjang) serta api takep (api yang dibuat dengan serabut kelapa yang dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk tanda + atau tampak dara).

Adapun maksud simbolik banten ini yaitu :

Alasnya ngiru/ngiu, merupakan kesemestan alam
Daksina, simbol kekuatan Tuhan
Segehan sebanyak 11 tanding, merupakan jumlah dari pengider-ider (9 arah mata angindan arah atas bawah) serta merupakan jumlah lubang dalam tubuh manusia diantaranya; 2 lubang mata, 2 lubang telinga, 2 lubang hidung, 1 lubang mulut, 1 lubang dubur, 2 lubang kelamin serta 1 lubang cakra (pusar).
Zat cair yaitu arak (putih/Iswara), darah (merah/Brahma), tuak (kuning/Mahadewa), berem (hitam/Wisnu) dan air (netral/siwa).
Anak ayam, merupakan symbol loba, keangkuhan, serta semua sifat yang menyerupai ayam
Api takep, api simbol dewa agni (baca: Agni Hotra versi Bali) yang menghancurkan efek negatif, dan bentuk + (tampak dara) maksudnya untuk menetralisir segala pengaruh negatif.Adapun tata cara saat menghaturkan segehan yang harusnya setiap Orang Bali Wajib Ketahui adalah

Pertama menghaturkan segehannya dulu yang berdampingan dengan api takep,
Kemudian buah kelapanya dipecah menjadi lima, di taruh mengikuti arah mata angin,
Kemudian anak ayam di putuskan lehernya sehingga darahnya menciprat keluar dan dioleskan pada kelapa yang telah dipecahkan tadi.
Telor kemudian dipecahkan, di”ayabin”
Kemudian ditutup dengan tetabuhan.

Sumber : cakepane.blogspot.com



Tingkatan Ilmu Leak di Bali




Ilmu leak dalam hal kewisesan ilmu pengliakan ini bisa dipelajari dari lontar-lontar yang memuat serangkaian ilmu pengeleakan, antara lain; “Cabraberag, Sampian Emas, Tangting Mas, Jung Biru”. Lontar - lontar tersebut ditulis pada zaman Erlangga, yaitu pada masa Calonarang masih hidup.

Pada Jaman Raja Udayana yang berkuasa di Bali pada abab ke 16, saat I Gede Basur masih hidup yaitu pernah menulis buku lontar Pengeleakan dua buah yaitu “Lontar Durga Bhairawi” dan “Lontar Ratuning Kawisesan”. Lontar ini memuat tentang tehnik-tehnik Ngereh Leak Desti.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Selain itu lontar yang bisa dipakai refrensi diantaranya; “Lontar Tantra Bhairawa, Lontar Kanda Pat dan Lontar Siwa Tantra”.

Leak mempunyai keterbatasan tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada tujuh tingkatan leak.

Leak barak (brahma). Leak ini baru bisa mengeluarkan cahaya merah api.
Leak bulan,
leak pemamoran,
Leak bunga,
leak sari,
leak cemeng rangdu,
leak siwa klakah.Leak siwa klakah inilah yang tertinggi. Sebab dari ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai dengan kehendak batinnya.

Di samping itu, ada tingkatan yang mungkin digolongkan tingkat tinggi seperti :

Calon Arang
Pengiwa Mpu Beradah
Surya Gading
Brahma Kaya
I Wangkas Candi api
Garuda Mas
Ratna Pajajaran
I Sewer Mas
Baligodawa
Surya Mas
Sanghyang Aji Rimrim.Dalam gegelaran Sanghyang Aji Rimrim, memang dikatakan segala Leak kabeh anembah maring Sang Hyang Aji Rimrim, Aji Rimrim juga berbentuk Rerajahan. Bila dirajah pada kayu Sentigi dapat dipakai penjaga (pengijeng) pekarangan dan rumah, palanya sarwa bhuta-bhuti muang sarwa Leak kabeh jerih.

Dan berikut kutipan mantranya:

Ih ibe bute leak, enyen ngadakang kite, sangiang mrucu kunda sangkan ibe ngendih, sangiang brahma menugra sire, kai sangiang siwa menugra kai, angimpus leak, angawe leak bali grubug, tutumpur punah, pengawe pande tikel, pengawen dewa tulak, aku sarinning sangiang rimrim, asiyu bale agung wong ngleak, kurang peteng 3x, jeng. Om ram rimrim durga dewi dan seterusnya....

Disamping itu, ada sumber yang mengatakan ilmu leak mempunyai tingkatan. Tingkatan leak paling tinggi menjadi bade (menara pengusung jenasah), di bawahnya menjadi garuda, dan lebih bawah lagi binatang-binatang lain, seperti monyet, anjing ayam putih, kambing, babi betina dan lain-lain. selain itu juga dikenal nama I Pudak Setegal (yang terkenal cantik dan bau harumnya), I Garuda Bulu Emas, I Jaka Punggul dan I Pitik Bengil (anak ayam yang dalam keadaan basah kuyup).

Dari sekian macam ilmu Pengleakan, ada beberapa yang sering disebut seperti
BACA JUGA
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Bajra Kalika yang mempunyai sisya sebanyak seratus orang,
Aras Ijomaya yang mempunyai prasanak atau anak buah sebanyak seribu enam ratus orang. Di antaranya adalah I Geruda Putih, I Geringsing, I Bintang Sumambang, I Suda Mala, Pudak Setegal, Belegod Dawa, Jaka Tua, I Pering, Ratna Pajajaran, Sampaian Emas, Kebo Komala, I Misawedana, Weksirsa, I Capur Tala, I Anggrek, I Kebo Wangsul, dan I Cambra Berag. Disebutkan pula bahwa ada sekurang-kurangnya empat ilmu bebai yakni I Jayasatru, I Ingo, Nyoman Numit, dan Ketut Belog. Masing-masing bebai mempunyai teman sebanyak 27 orang. Jadi secara keseluruhan apabila dihitung maka akan ada sebanyak 108 macam bebai.Di lain pihak ada pula disebutkan bermacam-macam ilmu pengLeakan seperti :
Aji Calon Arang, Ageni Worocana, Brahma Maya Murti, Cambra Berag, Desti Angker, Kereb Akasa, Geni Sabuana, Gringsing Wayang, I Tumpang Wredha, Maduri Geges, Pudak Setegal, Pengiwa Swanda, Pangenduh, Pasinglar, Pengembak Jalan, Pemungkah Pertiwi, Penyusup Bayu, Pasupati Rencanam, Rambut Sepetik, Rudra Murti , Ratna Geni Sudamala, Ratu Sumedang, Siwa Wijaya, Surya Tiga Murti, Surya Sumedang, Weda Sulambang Geni, keputusan Rejuna, Keputusan Ibangkung buang, Keputusan tungtung tangis, keputusan Kreta Kunda wijaya, Keputusan Sanghyang Dharma, Sang Hyang Sumedang, Sang Hyang Surya Siwa, Sang Hyang Geni Sara, Sang Hyang Aji Kretket, Sang Hyang Siwer Mas, Sang Hyang Sara Sija Maya Hireng, dan lain-lain yang tidak diketahui tingkatannya yang mana lebih tinggi dan yang mana lebih rendah.
Hanya mereka yang mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut yang mengetahuinya.


Tingkatan Leak pun sebenarnya sangat banyak. Namun karena suatu kerahasiaan yang tinggi, jadinya tidak banyak orang yang mengetahui. Mungkin hanya sebagian kecil saja dari nama-nama tingkatan tersebut sering terdengar, karena semua ini adalah sangat rahasia. Dan tingkatan-tingkatan yang disampaikan pun kadangkala antara satu perguruan dengan perguruan yang lainnya berbeda. Demikian pula dengan penamaan dari masing-masing tingkatan ada suatu perbedaan. Namun sekali lagi, semuanya tidak jelas betul, karena sifatnya sangat rahasia, karena memang begitulah hukumnya.

Setiap tingkat mempunyai kekuatan tertentu. Di sinilah penganut leak sering kecele, ketika emosinya labil. Ilmu tersebut bisa membabi buta atau bumerang bagi dirinya sendiri. Hal inilah membuat rusaknya nama perguruan. Sama halnya seperti pistol, salah pakai berbahaya. Makanya, kestabilan emosi sangat penting, dan disini sang guru sangat ketat sekali dalam memberikan pelajaran.

Selama ini leak dijadikan kambing hitam sebagai biang ketakutan serta sumber penyakit, atau aji ugig bagi sebagian orang. Padahal ada aliran yang memang spesial mempelajari ilmu hitam disebut penestian. Ilmu ini memang dirancang bagaimana membikin celaka, sakit, dengan kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah dengan memancing kesalahan orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia bereaksi.

Emosi itu dijadikan pukulan balik bagi penestian. Ajaran penestian menggunakan ajian-ajian tertentu, seperti aji gni salembang, aji dungkul, aji sirep, aji penangkeb, aji pengenduh, aji teluh teranjana. Ini disebut pengiwa (tangan kiri). Kenapa tangan kiri, sebab setiap menarik kekuatan selalu memasukan energi dari belahan badan kiri.

Pengwia banyak menggunakan rajah-rajah ( tulisan mistik) juga dia pintar membuat sakit dari jarak jauh, dan “dijamin tidak bisa dirontgen dan di lab” dan yang paling canggih adalah cetik ( racun mistik). Dan aliran ini bertentangan dengan pengeleakan, apabila perang beginilah bunyi mantranya, "ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan ……….."

Yang paling canggih adalah cetik (racun mistik). Aliran ini bertentangan dengan pengeleakan. Apabila perang, beginilah bunyi mantranya; ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan segara gni………..…

Ilmu Leak ini sampai saat ini masih berkembang karena pewarisnya masih ada, sebagai pelestarian budaya Hindu di Bali dan apabila ingin menyaksikan leak ngendih datanglah pada hari Kajeng Kliwon Enjitan di Kuburan pada saat tengah malam.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Pengertian Reinkarnasi




Reinkarnasi (dari bahasa Latin untuk "lahir kembali" atau "kelahiran semula") atau t(um)itis, merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu.

Terdapat dua aliran utama yaitu

Mereka yang mempercayai bahwa manusia akan terus menerus lahir kembali.
Mereka yang mempercayai bahwa manusia akan berhenti lahir semula pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan (moksha). Agama Hindu menganut aliran yang kedua.Kelahiran kembali adalah suatu proses penerusan kelahiran di kehidupan sebelumnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Reinkarnasi dalam agama Buddha
Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila ia baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya karma pada detik kematiaannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik maka ia akan lahir di alam yang berbahagia, namun sebaliknya ia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma masing-masing.

Reinkarnasi dalam Hinduisme
Dalam agama Hindu, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya.

Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil yang setimpal. Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya yang belum sempat dinikmati. Selain diberi kesempatan menikmati, manusia juga diberi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya (kualitas).

Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat menentukan baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang selanjutnya. Ajaran ini juga memberi optimisme kepada manusia. Bahwa semua perbuatannya akan mendatangkan hasil, yang akan dinikmatinya sendiri, bukan orang lain.

Yang bisa berinkarnasi itu bukanlah hanya jiwa manusia saja. Semua jiwa mahluk hidup memiliki kesempatan untuk berinkarnasi dengan tujuan sebagaimana di atas (menikmati hasil perbuatannya di masa lalu dan memperbaiki kulaitas hidupnya).

Proses Reinkarnasi
Pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang rusak, sehingga roh harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga atau ke neraka.

Dalam filsafat agama yang menganut faham reinkarnasi, neraka dan sorga adalah suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan yang baru. Neraka merupakan suatu pengadilan agar jiwa lahir kembali ke badan yang sesuai dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia bisa bereinkarnasi menjadi makhluk berderajat rendah seperti hewan, dan sebaliknya hewan mampu bereinkarnasi menjadi manusia setelah mengalami kehidupan sebagai hewan selama ratusan, bahkan ribuan tahun. Sidang neraka juga memutuskan apakah suatu jiwa harus lahir di badan yang cacat atau tidak.


Akhir Proses Reinkarnasi
Selama jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka ia tidak akan mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. Maka, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi tersebut, roh yang utama melalui badan kasarnya berusaha melepaskan diri dari belenggu duniawi dan harus mengerti hakikat kehidupan yang sebenarnya. Jika tubuh terlepas dari belenggu duniawi dan jiwa sudah mengerti makna hidup yang sesungguhnya, maka perasaan tidak akan pernah duka dan jiwa akan lepas dari siklus kelahiran kembali. Dalam keadaan tersebut, jiwa menyatu dengan Tuhan (Moksha).

Awal Mula Penelitian Reinkarnasi di Barat
Kisah Cameron Macaulay, anak lelaki Inggris dan Tang Jiangshan anak lelaki Tiongkok, di wilayah lain seluruh duniapun ada kejadian serupa itu, maka dari itu boleh dikatakan teori reinkarnasi bukannya kusus milik bangsa atau agama tertentu.

Akan tetapi, bukannya setiap masyarakat akan dengan serius melangsungkan penelitian terhadap hal tersebut. Misalkan saja di sebagian wilayah Asia Selatan, reinkarnasi adalah pengetahuan umum, tiada orang yang akan menyelidikinya; sedangkan di daratan Tiongkok, tiada ruang dan waktu yang cukup bebas untuk melakukan suatu reset.


Sebagai perbandingan, sikap ilmiah yang serius dari orang barat dan atmosphere ilmiah bebas mereka malah telah menciptakan suatu peluang bagi reset reinkarnasi.
BACA JUGA
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Dibahas secara konservatif, penelitian sistematik orang barat terhadap reinkarnasi bisa dilacak ke tahun 1882, saat pendirian Society for Psychical Research, yang salah satu sasaran utamanya ialah menyelidiki dan mengungkap atau mengkisahkan secara dokumenter fenomena yang menunjukkan orang sesudah mati masih eksis jiwanya.

Sejak tahun 1882 s/d tahun 1930an, para peneliti dari society tersebut di Perancis dan Italia telah menemukan contoh kasus beberapa kisah pribadi tentang memori kehidupan masa lampaunya, beberapa diantaranya telah mengalami pembuktian penelitian secara jangka panjang, memiliki daya keterandalan yang sangat kuat.

Berdasarkan memory pribadi tentang pengalaman pada kehidupan masa lampau semacam ini dan setelah melalui metode penyelidikan dan pembuktian, disebutlah “Metode tradisional”.

Metode penelitian yang lainnya berkaitan dengan penggunaan hypnotherapy. Salah satu peneliti fenomena ganjil paling tersohor di Perancis: Col. Albert de Rochas, pertama kali secara sistematis menggunakan hypnotherapy membawa obyek penelitian ke dalam memori kehidupan masa lampau mereka dan menemukan bahwa si obyek tersebut walau tiada tertarik sedikitpun dengan reinkarnasi, mereka tetap saja dapat mengingat pengalaman kehidupan masa lampaunya. Begitulah ia menyimpulkan penemuan pribadinya di dalam artikel yang ditulisnya pada tahun 1905.

Tahun 1956, “The Search for Bridey Murphy”, hasil karya terkenal dari Morey Bernstein telah terbit. Buku tersebut melalui sang penulis sendiri yang mengikuti suatu kasus hypnotis, menggabungkan konsepsi reinkarnasi dan hypnotherapy menjadi satu, telah mengumandangkan terompet pioneer bagi reset ilmiah untuk reinkarnasi modern barat, juga telah membangun sebuah panggung lapang bagi climax reset reinkarnasi yang kelak bakal tiba.

Semenjak tahun 50 an pada abad yang lalu, hasil karya reset mengenai reinkarnasi dari barat sudah menumpuk sangat banyak. Entah sudah diatur atau memang kebetulan, sewaktu kalangan ilmuwan barat mulai tergugah ketertarikannya dengan reinkarnasi, Tiongkok dengan tanah humus budaya reinkarnasi paling tebal mulai mengkategorikannya sebagi “Tahayul” yang “Anti Iptek” dan telah membuangnya ke dalam tong sampah sejarah.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI


Ian Stevenson: Tokoh Simbolik Riset Reinkarnasi Reinkarnasi
Membicarakan penelitian reinkarnasi, ada seorang peneliti yang tidak bisa tidak, musti kita sebut, ia adalah tokoh simbolik peneliti reinkarnasi yang menggunakan “metode tradisional” yakni: Ian Stevenson, pakar psychiater tersohor dari universitas Virginia – Amerika.

Artikel yang ia publikasikan pada tahun 1960 (Bukti Memory Kehidupan Masa Lampau), dinobatkan sebagai prolog penelitian reinkarnasi barat modern. 40 tahun lebih sesudah tahun itu, ia berkeliling ke seluruh pelosok dunia, telah mengkoleksi 2600 lebih contoh kasus dan telah mempublikasikan 10 buah karya kusus serta beberapa puluh tesis ilmiah, banyak diantaranya oleh para peneliti dianggap sebagai “kitab suci” mereka, terutama adalah 2 karya buku, “Twenty Cases Suggestive of Reincarnation” dan “Children Who Remember Previous Lives”, yang telah banyak dimanfaatkan oleh peneliti generasi penerus.

“Twenty Cases Suggestive of Reincarnation” adalah karya Stevenson yang membuatnya menjadi tersohor. 20 contoh kasus reinkarnasi yang tercatat di dalam bukunya, adalah sebagian contoh kasus yang dikoleksi, di-edit dan telah dilakukan verifikasi tatkala ia pada tahun antara 1961 hingga 1965 dari India, Sri Langka, Brazil, Libanon hingga ke Alaska-Amerika.

Di dalam buku tersebut ada satu contoh kasus dalam reinkarnasi yang sangat langka dan mengandung contoh yang memiliki nilai penelitian istimewa, professor Stevenson menyebutnya sebagai “exchange incarnation / Pertukaran Inkarnasi” dan ia sebetulnya adalah gejala “Arwah Yang Kembali Dengan Meminjam Jenazah” yang pernah dicatat di dalam sejarah authentic Tiongkok.

Anak lelaki kecil asal India berumur 3 setengah tahun mati karena cacar, belum sempat dikubur, pada malam harinya telah hidup kembali. Setelah lewat beberapa hari sudah mulai bisa berbicara lagi, sesudah beberapa minggu ternyata bisa dengan jelas mengekspresikan dirinya sendiri. Namun ia langsung menyebut dirinya bukan si anak, melainkan adalah putra dari Mr. X dari desa X yang berusia 22 tahun, serta menjelaskan dengan detail jalan cerita tentang kematiannya: Ia di dalam grup perkawinan dari satu desa ke desa lain telah memakan sebuah permen beracun pemberian seseorang yang meminjam uang darinya, menjadi pening dan terjatuh dari atas kereta kuda yang ditumpanginya dan kepalanya terbentur hingga mati. Selain itu ia menolak segala makanan dari rumah, karena ia menyebut dirinya termasuk kelas Brahmana yang lebih tinggi kastanya.

Jikalau bukan seorang perempuan Brahmana yang setiap hari berbaik hati membuatkan nasi untuknya, ia kemungkinan bisa sungguh-sungguh mati kelaparan. Kemudian kisahnya telah memperoleh pembuktian, anggota keluarga kehidupan masa lampaunya sering mengajaknya keluar bermain. Ia bermain dengan sukaria di “rumah lama”nya, tidak sudi balik ke rumah lagi, karena ia di situ mengalami kesepian dan kesendirian.

Karya utama Stevenson termasuk: “Reinkarnasi dan ilmu biologi – perjumpaan disini”, “Bahasa yang bisa sendiri tanpa dipelajari – penelitian baru terhadap kemampuan bahasa asing supra natural”, “Contoh kasus bentuk reinkarnasi (4 jilid)” dll. Meskipun Stevenson bukannya orang pertama dari barat yang melakukan penelitian reinkarnasi, tetapi ia dengan sikap yang serius, gaya yang teliti dan status/posisi keilmuan yang menonjol telah memperoleh penghargaan dari seluruh masyarakat yang tidak pernah ada sebelumnya bagi reset reinkarnasi.

Professor M. Netherton di dalam sebuah buku “Metode pengobatan kehidupan masa lampau” telah mengenalkan cara penelitian yang tidak berkaitan dengan ilmu hipnotis: Ia beranggapan penyakit sebagian besar orang berkaitan dengan kehidupan masa lampaunya.

Sumber : cakepane.blogspot.com



Minggu, 09 Juli 2023

Nganteb Piodalan Alit







Persiapan Muput Piodalan Alit


Muput Tirta Gede (Sapta Gangga)
Ambil sekar.
Om om rahpaht astra ya namah (sekare pentil kearep)


Ambil dupa.
Om ang dupa astra ya namah


Ambil sekar.
Om bayu sabda idep sudhanta nirwiggnam ya namah
Om sidhi ya namah (pentil sekere kepedewekan)


Ambil dupa.
Om om wisnu alungguh haneng sesantun bhatara guru anugraha
Ingsun sakeluwiring tinuja den insun tan amiruda ring sira (dupane celekang ring daksina)



Ambil sekar.
O mom rahphat astray an namah
Om mang iswara ya namah
Om puspadanta ya amerta
Sampalaya ya namah (sekere pulang ke rerean/sangku)


Ambil dupa
Om rum kewaca ya namah (sekere pentil kearep)


Ambil sekar (pangastawa Sapta Gangga)
Om sang Gangga ya namah
Om sang Sindhu ya namah
Om sang Saraswati ya namah
Om sang Erawati ya namah
Om sang Garoda ya namah
Om sang Sandisuta ya namah
Om sang Narmada ya namah (setiap mantra bait mantra mengambil sekar, dan masukkan ke keren/sangku)


Setelah selesai muput tirta Gede, kemudian dipercikan:
Om jum siwa sampurna ya namah
Om ang namah, om ung namah, om mang namah
Om ing namah
Om rang ring sah prama siwa amerta sampalawya ya namah swaha
Om rahpat astray a namah angilangaken sarwe mala petaka ya namah
Om basme idam purnam gohya angilangaken sarwe mala petaka ya namah
Om puspa danta ya namah


Ngawit Nanggen Genta
Om omkara sadaciwa stah,
jagatnata hitangkarah abiwada wadanyah,
genta sabda prakasyate.
BACA JUGA
Kamus Hindu Bali
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Genta sabda mahesratah, Omkara parikirtitah candranadha
Bindu nedatam, spulingga Siwatatwatca
Om gentayur pujiate deah,
arbawa bawa karmasu waradah labda sandeyah
warasidhi nir............sancayam
Om Mang Om Ang................
Om Ang Om Mang......Om Om namah (......Suara genta)


Ambil cendana bija.
Om Ang Kang kasulkaya ya namah swaha (pentil kearep)


Ngastawa Tirta
Om Gangga Sindhu sarswati suyamuna gondawari,
narmada kaweri serayu,
mahendra tenaya candrawati wemuka.
Badra netrawati maha suranadhi kasya tascaya,
punyaih purna jalih samudra saitaih,
kurwantu mamanggalam.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Om Sarwa pertiwi Brahma, Wisnu,
Iswara Dewan Dewa putra
Narmadha sarwada suda klesa suda petaka.

Om awignam astu tatastu ya namah swaha
Om Sudantu satu tatastu astu ya namah swaha
Om purnamtu astu tatastu astu ya namah swaha
Om sukantu astu tatastu astu ya namah swaha
Om sriyantu astu tatastu astu ya namah swaha
Om rang ringsah paramasiwa aditya ya namah swaha.


Pengurip Tirta
Om utpeti surasca, utpeti nawa gorasca,
utpeti wiserti warinem,
Om dirgayu ayu werdi,
sakti karanam mertyu jaya sarwata roga
diksnam, kusta derestam kalasem parabha
candra bhaswaram.


Jaya-Jaya Tirtha
Om mertyu jaya dewasya,
yanamami karnu kartayet dirgayusan suwe peptu,
sabrama wijaya bawet.


Om iyate menggalam mertyu stala satru winesanem
kawi wesya rakta tiyem, sarwa bawa bawet bawat.
Om ekasudha, saptawisudha.


Om sudha sudha wariwastu tatastu astu ya namah
Om awignem astu tatastu astu ya namah
Om sriyam bawantu tatastu astu yan namah
Om suciantu ya namah.
Om sri gundi suci nirmala ya namah
Om kung kumara bija ya namah
Om puspa danta ya namah
Om agni ragenir jotir jotir
Dupa dipastra ya samara tayem ya namah swaha.


Sumber : cakepane.blogspot.com

Makna, Tujuan dan Cara Penggunaan Benang Tri Datu




Ini Makna, Tujuan dan Cara Penggunaan Benang Tri Datu

BENANG TRI DATU: Penggunaan benang Tri Datu sebagai lambang Tri Murti. (AGUNG BAYU/BALI EXPRESS)

BALI EXPRESS, DENPASAR - Agama Hindu di Bali memiliki banyak simbul dalam menjalankan agamanya. misalnya ada ritual yang membuat orang Hindu Bali menggunakan gelang benang Tri Datu. Namun benang merah, hitam dan putih ini bak menjadi trend fashion. Karena tak hanya orang Bali, atau orang hindu. Namun non hindu juga "nyaman" menggunakan gelang Tri Datu.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Menurut pandangan Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof I Gusti Ngurah Sudiana, bagi umat Hindu Bali, benang Tri Datu atau juga sering disebut Sri Datu, secara etimologi, berasal dari dua kata yakni kata tri yang berarti tiga, dan datu yang berarti kekuatan, jadi Tri Datu berarti tiga kekuatan. Tiga kekuatan ddi sini adalah kekuatan dari tiga Dewa utama dalam agama Hindu. “Yakni Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa,” jelasnya.



Tri Datu yang memiliki tiga wrna yakni merah, putih dan hitam ini menjadi lambang tiga kekuatan. Yakni Dewa Brahma dengan aksara suci Ang, memiliki urip 9 dengan sakti Dewi Saraswati, disimbolkan dengan warna merah. Dewa Wisnu dengan aksara suci Ung, memiliki urip 4 dengan sakti Dewi Sri, dengan simbol warna hitam.



Dan Dewa Siwa dengan aksara suci Mang, memiliki urip 8 dengan sakti Dewi Durga, disimbolkan dengan warna putih. “Ketiga aksara ini yaitu Ang, Ung, Mang bila disatukan akan menjadi aksara AUM yang bila diucapkan menjadi OM. Aksara pranawa OM merupakan aksara suci umat Hindu serta memiliki nilai magis yang luar biasa sebagai simbol dari Ida Sanghyang Widi Wasa,” lanjut dosen IHDN ini.

Sehingga pada hakikatnya, dikatakan Sudiana, benang Tri Datu merupakan salah satu aktualisasi diri dalam konteks Tri Murti. Dalam ajaran agama Hindu Tri Murti adalah tiga kekuatan Sang Hyang Widhi Wasa dalam menciptakan, memelihara, dan mengembalikan pada asalnya alam beserta isinya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Salah satu sastra yang membahas tentang penggunaan benang Tri Datu dalam ritual keagamaan Hindu adalah Lontar Agastya Parwa. Dimana dalam lontar Agastya Parwa disebutkan Sudiana, benang Tri Datu untuk manusia yakni Umat Hindu Bali digunakan sebagai sarana perlindungan dari kekuatan negatif. Sehingga manusia bisa terhindar dari hal-hal negatif dan bisa berfikir lebih bijaksana.

Dijelaskan Sudiana untuk jalinan benang ini bisa dikatakan benar bila ukuran benangnya, besar benangnya sama dijalin saling ikat bukan terlepas begitu saja, atau bukan dijalin seperti jalinan rambut. “Benang Tri Datu bagi masyarakat Hindu juga difungsikan sebagai sarana dan prasarana upacara keagamaan,” tambahnya.

Jika dilihat dilihat dari sejarah penggunaan benang Tri Datu, sebelum menjadi tren seperti saat ini, dikatakan Sudiana, hampir semua kegiatan keagamaan yang terangkum dalam Panca Maha Yajna dalam pelaksanaannya memakai benang Tri Datu. Mulai dari upacara Dewa Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai sarana nuntun Ida Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya.

Selain itu, benang sebagai alat atau media penghubung antara pemuja dan yang dipuja, sehingga benang Tri Datu pada awalnya adalah sebuah pica (Anugrah) dari beberapa pura seperti Pura dalem Ped yang berlokasi di Nusa Penida. “Bisa dikatakan Pura Dalem Ped inilah yang pertama kali menganugrahkan gelang Tri datu kepada pemedek yang tangkil ke Pura, selanjutnya seiring dengan perkembangan, akhirnya hampir seluruh Pura di Bali saat ini menganugrahkan benang Tri datu kepada umatnya,” urainya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Dalam upacara Butha Yajna, benang Tri Datu dipakai pamogpog (pelengkap) atas kekurangan persembahan yang dilaksanakan. Untuk pelaksanaan upacara Rsi Yajna juga memakai benang Tri Datu yang digunakan sebagai slempang pada tubuh yang di diksa atau winten sebagai pawitra dari nabe kepada sisya.

Sedangkan pada upacara Manusa Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai lambang panugrahan. Memakai benang pawitra berwarna Tri Datu bermakna pengikatan diri terhadap norma-norma agama. “Sedangkan pada upacara Pitra Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai panuntun atma yang telah meninggal,” paparnya.

Lantas bagaimana dengan benang Sanga Datu dan benang Panca Datu yang bisa didapat di Pura watu Klotok untuk Panca Datu dan Pura Besakih untuk Sanga Datu?

Hingga saat ini Sudiana mengaku jika belum ada literature yang menjabarkan tentang penggunaan Sanga Datu dan Benang Panca datu untuk digunakan sebagai gelang atau kalung oleh umat. “Untuk Sanga Datu dan panca Datu ini, belum ada literature yang menyebutkan tentang penggunaan kedua benang ini untuk gelang bagi manusia,” tambahnya.

Dengan latarbelakang ini, Prof Sudiana mengatakan tidak ada masalah jika umat non hindu menggunakan gelang benang Tri Datu tidak salah. “Selain itu memang tidak ada larangan bagi umat non Hindu untuk menggunakan benang Tri datu ini, sepanjang penggunaannya pada tempat yang tepat,” jelasnya.

Adapun masud tempat yang tepat ini seperti digunakan untuk gelang tangan dan kalung dan bukan gelang kaki. Karena jika digunakan di kaki tanpa adanya tujuan dan ritual yang jelas, maka penggunaan tersebut bisa dianggap sebagai pelecehan, karena mengunakan simbul Tri Murti bukan pada tempatnya. "Posisinya tepat, sehingga tidak menjadi pelecahan terhadap simbol Hindu. Tidak masalah jika digunakan umat lain," urainya.

(bx/gek/bay/yes/JPR)

Sabtu, 08 Juli 2023

TRADISI MEPETIK PADA BAYI

 


Dari Alam Spirit Menuju Alam Material.
Mekutang bok ( mepetik ) merupakan bentuk pengharmonisasian ketika sifat Sang Hyang Widhi Wasa pada diri manusia mulai memasuki alam material.
Dengan kata lain, kelahiran manusia sesungguhnya mengalami proses degradasi dari alam spirit menuju alam material.
Karena Ketika manusia memasuki alam material, maka Sang Hyang Atman menjadi ternoda di dalamnya.
Supaya alam spiritual dan material pada mikrokosmos (angga sasira) menjadi harmoni, adalah melalui ritual mekutang bok, salah satu prosesi upacara yang harus dilalui oleh seorang bayi, yakni upacara yang menandakan jika si bayi telah mengalami proses peningkatan, dan telah terbebas dari mala (kotor) yang diakibatkan karena proses kelahirannya ke dunia.

Mepetik rambut punike kasuksmannyane nyuciang Siwadwara nak alit mangde ten papa petaka : ngawit saking
tengen: niasa lara, roga, wigna.
kiwa : niasa gering,sasab,,merana.
ungkur :niasa gegodan musuh.
tengah :niasa sebel kandel.
Upacara Mepetik yang dirangkaikan dengan natab Otonan ini di lakukan ring Griya bajing klungkung..
Beberapa rambut yang telah digunting, dimasukkan ke dalam kojong blayad, lalu dihanyutkan di pantai atau sungai dengan sarana canang, kwangen dan segehan, sumber lain mengatakan ada juga dipendam di belakang pelinggih ibu..
Apa makna dibalik semua itu????
Sampai hari ini, tak satupun dari para orang tua kami yang mewarisi tradisi ini, bisa menjelaskannya...