Sabtu, 23 Desember 2023

Apanya Yang Salah Kaprah Mengenai Tantra dan Bhairawa





Apanya Yang Salah Kaprah Mengenai Tantra dan Bhairawa

Bhagavad Gītā, 7.22
sa tayā śraddhayā yuktas tasyārādhanam īhate labhate ca tatah kaman mayaiva vihitān hi tān
Arti:
Setelah diberi kepercayaan tersebut, mereka berusaha menyembah Dewa tertentu dan memperoleh apa yang diinginkannya. Namun sesungguhnya hanya Aku sendiri yang menganugerahkan berkat-berkat tersebut.

Bhagavad Gītā, IX.23
ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitā te ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam
Arti:
Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)

Bhagavad-gita 9.25
"Orang yang menyembah dewa akan dilahirkan di tengah masyarakat dewa, orang yang menyembah leluhur akan pergi ke leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan di tengah-tengah makhluk seperti itu, dan orang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku."


Dalam kitab Maha Nirwana Tantra dinyatakan bahwa menghadapi kemelut hidup di Kali Yuga ini dengan memprioritaskan pemujaan Sakti sebagai manifestasi Tuhan. Sakti adalah Tuhan. Karena pada zaman Kali ini semakin kuat sinergi antara Guna Rajah dan Guna Tamas. Hal ini menyebabkan manusia itu hidup dengan gaya hedonis artinya ingin hidup enak dan bersenang-senang, tetapi dengan bermalas-malas. Artinya gaya hidup enak tanpa kerja.

Sementara Tantrayana itu mengajarkan hidup enak ini baik tetapi jangan seenaknya.
Capailah hidup enak tetapi dengan kerja keras. Seseorang akan bisa kerja keras apabila potensi yang ada dalam dirinya benar-benar bangkit. Beragama dengan menguatkan potensi diri itulah yang disebut dengan Niwrti Marga sebagai konsep beragama yang ditekankan dalam ajaran Hindu Tantrayana.

Melalui Markandeya Purana dapat diketahui bahwa Durga adalah simbol semua kekuatan penciptaan dan kekuatan gabungan ini akan muncul jika kekuatan jahat mengancam keberadaan ciptaan. Jadi, Durga bertugas menghancurkan ketidakharmonisan dan menciptakan harmoni. Kelahiran Durga adalah untuk menciptakan aturan Dharma.

Dalam jejak sejarah pemahaman dan pelakonannya memang ada kecenderungan paham pemujaan terhadap Ibu Dewi Sakti itu terbelah dua, satu ke kiri, dan satu lagi ke kanan. Yang memuja Ibu Sakti dalam aspek "kiri" mencitrakan Ibu Sakti mengerikan, menyeramkan, pemangsa, penghancur, sebagai Kali. Namun yang memilih aspek "kanan" mencitrakan Ibu Sakti sangat positif: mulia, lemah lembut, megah, indah., cantik, kreatif. Maka dalam tradisi India, aspek Ibu Sakti yang menyeramkan dinamakan Kali, Karala, Durga, Candi, Mundi, camundi, Mahisasuramardini, Tripurasundari, Sambhawi. Sedangkan dalam aspek bentuk yang penuh cinta kasih Ibu Sakti dinamakan Uma, Aditi, Usha, Brahmi, Maheswari, Katyayani, Annapurneswari, Minakshi, Durga.

Istilah Sakti ini sampai saat ini masih ada kesalahpahaman dalam masyarakat Hindu pada umumnya. Sakti diartikan sangat negatif. Kalau ada orang bisa menjadi siluman monyet, ular, kambing, nyala api (endih) atau rangda, dll. itu disebut orang sakti.

Dalam kitab ''Wrehaspati Tattwa'' rumusan Sakti dinyatakan sbb: Sakti ngarania sang sarwa jnyana muang sang sarwa karya. Artinya: Sakti adalah orang banyak ilmunya dan banyak kerjanya. Jadinya orang sakti itu adalah orang yang rajin belajar dan banyak kerja mengamalkan ilmu yang didapatkan dari rajin belajar itu. Karena ajaran Tantrayana itu Ista Dewatanya adalah Sakti atau Dewi seperti Dewi Uma atu Dewi Durgha, maka timbulah kesalahpahaman tentang pengertian Sakti dalam ajaran Hindu Tantrayana.

Sakti itu dikait-kaitkan dengan ajaran ilmu hitam. Orang-orang yang menganut ajaran Hindu Tantrayana sering dipojokkan negatif dalam masyarakat. Demikian juga praktik upacara Tantrayana dengan konsep Maka Kama Pancaka atau lebih terkenal dengan Panca Ma atau Malima yang juga salah artikan.

Panca Ma itu adalah Mada, mamsa, matsya, Mudra dan Maituna. Mamsa diartikan makan daging bagaikan hewan buas. Mada diterjemahkan mabuk-mabukan. Maituna diterjemahkan melakukan hubungan seks secara erotis, dst. Padahal ajaran tersebut tidaklah sesederhana itu dan mengandung arti ganda(kiri dan kanan, kasar dan halus dan dalam). Lebih diarahkan kepada konsep dari Karma marga, Bakti yoga, Jnana Marga menuju Raja Yoga atau menggerakan posisi kundalini menuju kesaktian tertinggi yaitu bersatu dengan Tuhan.Misalnya:

Mada/Madya (Kebingungan / tengah / dua, Akasa / ruang), sehingga artinya jelas buka mabuk/minuman, atau berada pada ketidaksadaran, namum lebih kepada jalan tengah, tidak terlalu banyak atau kurang, tidak terlalu keras atau lemah atau dengan kata lain secukupnya tidak berlebihan Kata ini berarti mengetahui baik dan buruk justru sadar secara penuh!
Mamsa (mam = aku, sa = dia, pertiwi / tanah) artinya bukanlah berarti otot atau daging, namun lebih kepada tercapai paham bahwa tidak ada perbedaan, kata ini berarti mengandung arti memadamkan nafsu dan keinginan atau penuh dan stabil, atau dengan kata lain mematikan semua indra.
Matsya (nyaman, luwes Air / mengalir) bukanlah memakan ikan, namun lebih kepada keluawesan pergerakan, merasakan (empati dan simpati), tidak kaku, merasakan senang apabila pihak lain merasa senang, begitu pula sebaliknya. Dalam latihan yoga ini disebut juga Pranayama, aliran dalam kedua jalur itu dikendalikan dan pikiran menjadi tenang agar mudah meditasi
Mudra (gerak(an), bayu / tekad / angin / jiwa) bukan untuk melakukan gerak-gerik tangan untuk belajar ilmu hitam. Mudra adalah penjiwaan yang mendalam, penuh tekad, pelaksanaan tindakan dan pembuktian yaitu memelihara hubungan dengan semua yang membantu memperoleh kemajuan rohani dan menghindarkan diri dari kehadiran semua hal yang dapat mengganggu kemajuan kita.
Maithuna (persatuan, api / siwa / panas / menghancurkan / melumatkan) bukan berarti persetubuhan namum lebih menyatakan menyatukan pikiran kepada kosmis, menghancurkan pikiran tenggelam kepada kehampaan, atau mencapai kebebasan pikiran.Bhagawad Gita II.15
Samaduhkhasukham dhiram, somrtatvaaya kalpate.
Seimbang dan teguhlah menghadapi suka dan duka. Mereka yang demikian itulah yang akan mencapai kehidupan yang kekal.


Bhagawad Gita II-56
“Ia yang pikirannya tidak digoyahkan dalam keadaan dukacita dan bebas dari keinginan-keinginan ditengah-tengah kesukacitaan, ia yang dapat mengatasi nafsu, kesesatan dan kemarahan, ia disebut seorang yang bijaksana”

Bhagawad Gita VI-10
“Seorang Yogin harus tetap memusatkan pikirannya kepada atma yang maha besar (Tuhan), tinggal dalam kesunyian dan tersendiri, bebas dari angan-angan dan keinginan untuk memilikinya”

Bhagawad Gita VI-27
“Karena kebahagiaan tertinggi datang pada Yogin, yang pikirannya tenang, yang nafsunya tidak bergolak, yang keadaannya bersih dan bersatu dengan Tuhan (Moksa)”

Kesalahpahaman tentang ajaran Tantrayana itu sampai saat ini masih banyak yang terjadi. Mungkin zaman Kerajaan Singosari saat Raja Kerta Negara memerintah ajaran Maha Kama Pancaka itu pernah dipratikkan secara keliru sampai mentradisi. Dari tradisi yang keliru itulah menimbulkan kesalahpahaman sampai saat ini.

Meskipun di beberapa tempat di India dan juga di Bali kesalahpahaman tentang ajaran Tantrayana pelan-pelan sudah mulai berubah ke arah konsep yang benar sesuai dengan ajaran Tantrayana.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar