Dalam ajaran purba, aksara dikisahkan. Kisahnya termat sangat menakjubkan. Dikisahkanlah aksara adalah benih penciptaan. Artinya, semua keberadaan ini terlahir dari aksara. Teks kuno menyebutkan, bahwa sebelum ada apa yang ada hanya kekosongan. Lalu, dari kekosongan ini ada ruang sunyi yang disebut Sunya Nirbhana. Rupanya seperti Windhu (0). Di dalamnya ada energi yang tidak terlihat wujudnya adalah Nadha atau suara.
Dari bertemunya Windhu Nada terwujud Sanghyang Siwareka. Kemudian, beliau melakukan tapa hebat hingga benih aksara muncul, yakni Wrehastra, Swalalita dan Modre. Dari tiga aksara inilah semua ini mengada. Ketiga aksara ini melambangkan kelahiran, hidup dan kematian kosmos. Sungguh gaib lah ketiga kelompok aksara ini.
Manusia pun tercipta dari aksara ini. Wrehastra aksara yang membentuk selubung badan kasar. Swalalita aksara membentuk badan astral atau halus. Modre aksara membentuk badan terhalus, di mana Sangatmasunya bersthana. Maka dari itu, manusia dalam ajaran purba dinyatakan sebagai selubung aksara.
Aksara Wrehastra menjadikan manusia berbuat. Swalalita berkata dan Modre adalah suksemaning idep atau pikiran. Mereka sungguh ada dalam kegaiban. Menyatulah pada Aksara Modre, yakni Wrehastra kembali pada Aksara ANG, Swalalita pada UNG dan Modre sendiri meleburkan dirinya menjadi MANG. ANG, darinya energi panas bersumber. UNG, darinya energi dalam ruang atau Akasa tercipta. MANG, darinya zat cair sebagai energi memberikan kehidupan manusia.
Ketika semua mengada, aksara ANG sebagai api dalam tubuh ada di nabi/pusar. Aksara UNG dan MANG lebur menjadi aksara AH. Terwujudlah aksara Sang Rwabhineda. Dan, Ah berada pada Siwadwara/ di ubun-ubun. Api menyala dari bawah, air dituangkan dari atas bertemu antar api dan air pada titik Hati yang menyerupai bunga padma. Bertemunya api dan air tercipta asap. Asap putih kemilau samar-samar nyempulung atau tergulung. Asap itulah Sangatma sebagai suksemaning Hurip. Ketika hendak melapasnya, maka tuntunlah asap pada 9 lubang pintu kelepasan.
Kemudian pertemuan dua aksara itu tak ubahnya persengamaan. Dari persenggamaan itu lahirlah kembali Windhu (sunya), Nadha (inti sunya), Ardhacandra (surya dan bulan), Tedung (asas dualitas) dan Okara (asas material). Semuanya itu banyak menjadi satu ONGKARA atau ONG, yakni aksara Mahagaib mewakili manusia dan hubungannya dengan kosmos. Konon, jika manusia berkeinginan mengenal dirinya yang sejati, ONG adalah sasaranya. Dimana idep sebagai busurnya, bayu sebagai tali busurnya, dan sabda sebagai anak panahnya, dan Sangatma sebagai mata anak panahnya. Bidik sasaran dengan tepat dan lepaskan hingga menancap tepat pada sasaran. Maka manunggalah Sangatma dengan ONG.
Demikianlah aksara bertutur dalam kanda. Kembali pada tutur terlahir dari aksara dan ini tidak ubahnya aksara bertutur pada dirinya sendiri tentang diri. Maka, bertuturlah pada diri sebagaimana diri bertutur pada aksara---aksara pada diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar