Sabtu, 28 September 2024

CERITA RAKYAT BALI " GUGURNYA SANG PRABU MAYADENAWA "

 

CERITA MAYADENAWA, LATAR
BELAKANG HARI RAYA GALUNGAN

Cerita Mayadanawa merupakan gabungan
antara cerita sejarah dan mithologis. Cerita
ini merupakan latar belakang pelaksanaan
Hari Raya Galungan bagi umat Hindu.

Pada zaman dahulu, bertahta seorang raja
Mayadanawa , keturunan Daitya (Raksasa)
di daerah Blingkang (sebelah Utara Danau
Batur), anak dari Dewi Danu Batur. Beliau
adalah raja yang sakti dan dapat mengubah
diri menjadi bentuk yang diinginkannya.
Beliau hidup pada masa Mpu Kul Putih.
Karena kesaktian sang raja, daerah
Makasar, Sumbawa, Bugis, Lombok dan
Blambangan dapat ditaklukkannya. Karena
kesaktiannya, Mayadenawa menjadi
sombong dan angkuh. Rakyat Bali tak
diizinkan lagi menyembah Tuhan, dilarang
melakukan upacara keagamaan dan
merusak semua Pura. Rakyat menjadi sedih
dan sengsara, namun tak kuasa menentang
Raja yang sangat sakti. Tanaman penduduk
menjadi rusak dan wabah penyakit
menyerang di mana-mana.Melihat hal
tersebut, Mpu Kul Putih melakukan yoga
semadhi di Pura Besakih untuk mohon
petunjuk dan bimbingan Tuhan. Beliau
mendapat pawisik/petunjuk agar meminta
pertolongan ke India (Jambudwipa).
Kemudian diceritakan pertolongan datang
dari Sorga, yang dipimpin oleh Bhatara
Indra dengan pasukan yang kuat dan
persenjataan lengkap. Dalam penyerangan
melawan Mayadanawa, pasukan sayap
kanan dipimpin oleh Citrasena dan
Citrangada. Pasukan sayap kiri dipimpin
oleh Sangjayantaka. Sedangkan pasukan
induk dipimpin langsung oleh Bhatara
Indra. Pasukan cadangan dipimpin oleh
Gandarwa untuk menyelidiki keadaan
keraton Mayadanawa, dengan mengirim
Bhagawan Naradha.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Menyadari kerajaannya telah terancam,
Mayadanawa mengirimkan mata-mata
untuk menyelidiki pasukan Bhatara Indra
serta menyiapkan pasukannya. Ketika
pasukan Bhatara Indra menyerang, pasukan
Mayadanawa memberikan perlawanan yang
hebat. Pasukan Bhatara Indra unggul dan
membuat pasukan Mayadanawa melarikan
diri bersama patihnya yang bernawa Kala
Wong. Karena matahari telah terbenam,
peperangan dihentikan. Pada malam
harinya, Mayadanawa menciptakan mata
air yang beracun di dekat tenda pasukan
Bhatara Indra. Agar tidak meninggalkan
jejak, ia berjalan mengendap dengan
memiringkan telapak kakinya, sehingga
daerah itu kemudian dikenal dengan nama
Tampak Siring.
Keesokan harinya banyak pasukan Bhatara
Indra yang jatuh sakit karena minum air
yang beracun. Melihat hal itu, Bhatara
Indra kemudian menciptakan mata air yang
kemudian dinamakan Tirta Empul , dan
semua pasukannya bisa disembuhkan
kembali. Bhatara Indra dan pasukannya
melanjutkan mengejar Mayadanawa. Untuk
menyembunyikan dirinya, Mayadanawa
mengubah dirinya menjadi Manuk Raya
(ayam), dan daerah tersebut dinamakan
Desa Manukaya . Bhatara Indra tak bisa
dikibuli dan terus mengejar. Mayadanawa
mengubah dirinya menjadi Buah Timbul
sehingga daerah itu dinamakan Desa
Timbul, kemudian menjadi Busung (janur)
sehingga daerah itu dinamakan Desa
Blusung, menjadi Susuh sehingga daerah
itu dinamakan Desa Panyusuhan,
kemudian menjadi Bidadari sehingga
daerah itu dinamakan Desa Kadewatan dan
menjadi Batu Paras (batu padas) bersama
patihnya Si Kala Wong. Batu padas tersebut
dipanah oleh Bhatara Indra sehingga
Mayadanawa dan patihnya menemui
ajalnya. Darahnya terus mengalir
membentuk sungai yang disebut Sungai
Petanu. Sungai itu dikutuk oleh Bhatara
Indra yang isinya, jika air sungai itu
digunakan untuk mengairi sawah akan
menjadi subur, tetapi ketika dipanen akan
mengeluarkan darah dan berbau bangkai .
Kutukan itu berumur 1000 tahun
Kematian Mayadanawa tersebut diperingati
sebagai Hari Raya Galungan, sebagai
tonggak peringatan kemenangan Dharma
(kebenaran) melawan Adharma
(kejahatan).

Lontar Jaya Kasunu menceritakan bahwa
pada saat akan naik tahta, Sri Jaya Kasunu
melihat rakyat Bali diserang penyakit hebat
dan raja-raja yang memerintah sebelum
beliau selalu berumur pendek. Beliau
melakukan yoga samadhi dan mendapat
petunjuk Tuhan yang berwujud Bhatara
Durgha, bahwa masyarakat sebelumnya
telah melupakan Hari Raya Galungan. Juga
agar setiap keluarga memasang Penjor pada
Hari Raya Galungan

Sumber : wikipedia / http://googleweblight.com/?lite_url=http://aryawiguna10.blogspot.com/2011/02/cerita-mayadenawa-latar-belakang-hari.html?m%3D1&ei=XZTcfy0b&lc=id-ID&s=1&m=693&host=www.google.co.id&ts=1473216215&sig=AKOVD655mHPHAjOyJti_g1swGDnKBjZpfA

Foto : Ogoh Ogoh Br Pande Sumerta Denpasar Timur



Tidak ada komentar:

Posting Komentar