Senin, 01 Mei 2023

Karma Marga: Dengan Pelayanan Menggapai Pembebasan

 



Swami Wiwekananda, seorang filsuf besar Hindu suatu waktu bercerita tentang seorang Rsi yang melakukan meditasi di bawah pohon. Seekor burung yang kebetulan bertengger di ranting pohon itu membuang kotoran tepat jatuh di dahinya. Sang Rsi menoleh dengan marah ke atas, dan burung itupun jatuh, hangus terbakar. Sang Rsi bangga: meditasinya sudah membuahkan hasil.
Ketika sang Rsi mengetuk pintu warga untuk mengharapkan sedekah, seorang wanita menyodorkan mentega yg kelihatannya sudah tdk terlalu segar. Rsi ini merasa tersinggung, tapi sebelum ia bicara, perempuan itu sudah mendahului “Rsi yang agung, aku bukanlah burung yang bisa hangus oleh tatapanmu. Aku baru saja datang dari bekerja, melayani suamiku yang sakit, dan inilah satu2nya yang aku punya”. Sang Rsi merasa tertampar, tapi perempuan itu melanjutkan “pergilah ke pasar desa, mungkin disana engkau akan mendapat pemahaman baru”

Sang Rsi pergi ke pasar. Hal yang paling menarik perhatiannya adalah seorang tukang jagal. Pisaunya besar, wajahnya basah terciprat darah, bajunya bahkan berubah berwarna merah. Ia memotong, mengiris dan memasukkan daging ke kantong sebelum menyerahkannya ke pembeli dengan senyum ramah. Tak tampak rasa berdosa di wajahnya. Sang Rsi merasa mual, tapi sang jagal segera menyapanya dengan senyum merekah. “Rsi yang agung, marilah mampir ke rumah saya, kebetulan pasar sudah tutup”. Di rumah sang jagal, Rsi Agung ini kembali jengkel karena harus menunggu lama di ruang tamu. Sang jagal kemudian muncul dan berkata “Rsi yang agung, maafkan aku membuatmu menunggu. Aku harus mandi, berdoa dan menghaturkan persembahan, lalu memandikan ayahku yang sudah tua, kemudian menyuapinya. Sekali lagi, maafkan aku”
Sang Rsi tertegun. Bayangan burung yang hangus terbakar karena kekuatan meditasinya berkelebat di kepalanya. Apa manfaat meditasinya bagi seisi semesta? Bandingkan dengan wanita tadi dan tukang jagal ini? Mereka mendedikasikan dirinya untuk tugas masing-masing dan memberi manfaat untuk orang lain melalui pekerjaannya itu. Sang Rsi termangu, ia kini memiliki pemahaman baru tentang hakikat kerja.
Demikianlah, ajaran Hindu yang membentang luas telah mengajarkan banyak jalan menuju Tuhan, sesuai kecenderungan dan potensi setiap orang. “Wahai Arjuna, sejak dahulu kala telah aku ajarkan jalan pengetahuan bagi mereka yang berfikir, dan jalan kerja bagi mereka yang berbuat”, demikian sabdaNya dalam Gita. Pada bagian lain, Brahman Yang Esa bersabda “Kecuali pekerjaan yang dilakukan sebagai yajña, selebihnya semua kerja didunia ini terikat oleh hukum karma. Oleh karenanya, oh Arjuna, lakukan pekerjaanmu sebagai yajña, bebaskan diri dari semua ikatan” (BG III.9). *“Hanya dengan perbuatan, Prabu Janaka dan orang-orang hebat lainnya mendapat kesempurnaan. Jadi kamu juga harus melakukan pekerjaan dengan pandangan untuk pemeliharaan dunia” (BG III.20).*
Kerja, dengan demikian, bukan hanya cara untuk hidup, atau bahkan sering dipahami secara salah untuk memenuhi keinginan, tetapi lebih mulia dari itu: ia adalah cara untuk mencapai pembebasan. Dengan semangat dan kesadaran kerja sesuai ajaran Bhagawad Gita ini, kita tidak akan mendengar berita korupsi, atau petugas pelayan publik yang datang ke kantor jam 11 siang, istirahat jam 12, balik kantor jam 14 dan pulang jam 15. Atau, yang terbaru, berita presiden mengeluh karena banyak masyarakat berobat ke luar negeri, tapi segera disusul berita seorang ibu hamil dan anak yang dikandungnya meninggal dunia karena ditolak oleh rumah sakit lokal. Kerja dengan output seperti itu tidak akan membawa pelakunya kemana2, dan juga tidak menyumbangkan kebaikan untuk masyarakat. Sebaliknya, kerja sesuai prinsip2 ajaran Gita akan membawa pada kesempurnaan pelayanan yang memberi kemanfaatan pada dunia, dan pembebasan yang menjadi tujuan perjalanan setiap jiwa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar