Minggu, 19 Mei 2024

Tedung

 


Tedung, wastra dan atribut lainnya di tempat suci, menandakan akan ada upacara. Tedung menjadi simbolik peneduh bhakta.
Tedung yang ada di pura, juga sebagai Ista Dewata. Bahkan dapat juga sebagai windu, yang terdiri atas bhur, bwah, swah, yang mengayomi ketiga jagat (dunia)
Bentuknya yang bulat menjadi simbol menyeluruh atau universal karena perlindungan dan kedamaian diharapkan ada di seluruh dunia.
Tedung juga sering dikaitkan dengan makna gunung sebagai peneduh dunia dan melindungi bhakta.

Istilah tedung agung dan robrob dibedakan atas lenter/ider-ider yang dikenakan pada sisi penggir tukub/atap tedung dengan posisi berjuntai. Kalau Tedung robrob, pada sisi pinggirnya diisi atau dihiasi dengan anyaman atau sulaman dari benang. Sulaman atau rajutan yang menghiasi pinggiran tedung robrob menggunakan benang wol yang berwarna, seperti hitam, putih, kuning merah maupun hijau. Sedangkan tedung agung, pada hiasan tepi pinggir dijuntai dengan kain warna atau prada yang lazim disebut dengan ider-ider. Kain yang berjuntai tersebut terdiri dari dua lapis/warna dengan ukuran kain atas/depan lebih pendek dari pada yang dibagian bawah/tengahnya.
Setiap kerangka Tedung memiliki makna. Bahkan mempunyai filosofinya yang berbeda juga. Sebuah iga-iga tedung, lanjutnya, bermakna sebagai pangider bhuana (lambang dunia) yang berfungsi sebagai peneduh jagat, karena bentuknya yang bundar dan sesuai dengan arah mata angin.
“Sebelum dipakai, Tedung baru harus diupacarai terlebih dahulu, menggunakan banten pangulapan. Pada Tedung juga diisi sasap yi janur dan daun dapdap. Setelah itu, baru bisa digunakan, karena sudah dianggap suci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar