Jumat, 19 Agustus 2022

Ade ne ngendah

 


Bagi umah Hindu Bali yang memiliki bayi baru lahir pasti memiliki kendala bayinya menangis terus menerus saat menjelang malam atau tengah malam dan terjadi pada saat menjelang hari-hari yang dianggap keramat, seperti sehari sebelum Kajeng Kliwon.
Orang Bali percaya hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan dari orang yang menjalankan ilmu leak yang sedang iseng saat mempraktekan ilmunya dengan mengganggu sang bayi.


Istilah Balinya “ade ne ngendah” yang artinya ada orang yang mengganggu, sehingga di batu tempat ari-ari ditanam, akan ditaruh kurungan ayam dan lampu, dan ditanam pandan berduri, bertujuan orang yang berilmu leak tidak dapat mengganggu sang bayi.
Adapun upacara untuk melindungi sang bayi setiap hari hingga dilaksanakannya 3 bulanan, ada 2 cara yang hingga kini masih dipercaya, yaitu membuat Perlindungan di Tempat Ari-ari dan perlindungan di Kamar.
payanadewa,com



Doa atau mantra untuk mengusir atau menangkal ilmu leak

 


Leak sebenarnya ilmu spiritual yang ada di Bali, bisa digunakan untuk kebaikan maupun menyakiti orang lain. Biasanya orang yang mempelajari ilmu ini dalam keadaan tidak kuat mental dan menahan godaan, pasti akan menggunakannya untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Karena hal itu, ilmu leak sering dianggap sebagai aliran kiri atau ilmu hitam.
Menurut Buku Lontar Pengejukan Leak karya Drs I Wayan Sumawa, terdapat beberapa doa atau mantra untuk mengusir atau menangkal ilmu leak. Mantra ini bisa digunakan oleh siapa saja dan bisa digunakan sehari-hari. Berikut ini 7 mantra penangkal leak.


1. Mantra Ki Dukuh Sakti
2. Mantra pengasih desti
3. Mantra pengejukan atau menangkap leak tanpa sarana
4. Mantra pengejukan leak menggunakan sarana tembakau
5. Mantra membuat leak menjadi buta
6. Mantra Gni Astra atau panah api
7. Mantra penolak bala atau ilmu hitam
Dalam menggunakan mantra-mantra ini diperlukan keyakinan yang teguh dan percaya akan kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Ketika memohon kepada-Nya, harus dengan rasa bakti yang mantap, dan pasti apa yang diinginkan akan tercapai.


Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap

 



Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap, pura ini memiliki jejak sejarah yang panjang. Pura ini berlokasi di perbatasan Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Tepatnya di Muara Tukad Badung di jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai Denpasar. Diyakini yang berstana Ida Ratu Bhatari Niang Sakti, sebagai Dewi Kemakmuran.
Dari penuturan Pemangku Pura Luhur Candi Narmada, IB Made Sudana, sebelum berdiri megah seperti saat ini, pura Luhur Tanah Kilap ini sudah ada, namun masih berupa pura sederhana. "Sejarah pura ini tertulis dalam lontar yang ditemukan di Griya Gede Gunung Beau Muncan- Karangasem," jelasnya.
Adapun sejarah dari pura ini, seperti yang diceritakan Sudana, pada zaman pemerintahan kerajaan Bandana Raja, di pesisir bagian selatan pulau Bali hiduplah seorang Bendega (nelayan) bernama Pan Santeng, yang sehari-harinya hidup dari aktivitasnya sebagai nelayan di muara sungai yang menghadap ke laut Selatan Bali. Pada suatu hari, ketika sedang melaut, ternyata Pan Santeng sama sekali tidak mendapat hasil, dan kejadian tersebut berlangsung selama tiga hari berturut-turut.



Akhirnya pada hari ketiga, akhirnya Pan Santeng mengucapkan janji masesangi (kaul), jika mendapatkan ikan, maka dia akan menghaturkan pekelem dan doanya pun terkabul.
"Sehingga Pan Santeng membangun palinggih di atas batu karang dan setiap hari dengan tekun sang Bendega menghaturkan Bhakti di pelinggih tersebut, seiring dengan semakin banyaknya hasil tangkapan yang diperolehnya," lanjut Sudana.
Hingga suatu hari, Pan Santeng mendapat sabda jika pelinggih tersebut adalah tempat stana Ida Brahma Putri dari Patni Keniten yang bernama Ida Ayu Ngurah Saraswati Swabhawa.
Demikianlah intisari dari sejarah Pura Luhur Candi Narmada dan pura tersebut selama berabad-abad tetap berupa pelinggih batu sederhana di atas karang, hingga akhirnya dilanjutkan Sudana pada tahun 1958 ada seorang ibu dari Kuta menerima pewisik untuk membangun sanggar agung di kawasan pelinggih Ratu Niang Sakti.
Dirangkum dari denpasarkota,goid



Rabu, 17 Agustus 2022

Pura Dalem Suka Merta atau Pura Suwuk


 Pura Dalem Suka Merta atau Pura Suwuk berlokasi Banjar Tanjung, Intaran, Sanur Kauh. Pura ini berada di tengah-tengah hutan bakau. Apabila serius menginginkan sebuah kekayaan yang dimohon dari pura ini, tentunya harus siap dengan segala persyaratan yang diminta, di antaranya adalah Guling Buntut (tumbal manusia), penyakit bisul yang sangat menyiksa dan tak kunjung sembuh selama hidup, dan persyaratan berat lainnya.

Pura Dalem Suka Merta di bagi menjadi tiga bagian. Ada pura utama yang difungsikan untuk memohon keselamatan dan tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa seperti pura pada umumnya. Pemedek yang tangkil (datang) cukup membawa banten pejati (sarana persembahyangan umat hindu) seperti biasa. Dipercaya, yang bersemayam di pelinggih ini adalah I Gusti Ngurah Jom, penguasa jagat Intaran.


Ia menambahkan, bangunan pura yang berlokasi di belakang bangunan utama merupakan tempat penyimpanan harta dari Raja Intaran. Raja ini dulu dikenal sangat kaya raya. Bahkan di bawah kekuasaannya, wilayah Sanur berjaya. Pada pelinggih ini terdapat pohon kaktus yang tak pernah mati. Konon harta dari sang penguasa disimpan di bawah pohon ini. Orang yang ingin memohon pesugihan diharuskan membawa sarana pejati dengan minuman tujuh macam, daging kambing serta itik.
Lanjut Patra, di pelinggih ketiga tempat memohon ilmu kanuragan atau kekuatan dan meminta pengobatan. Palinggih ini dihuni oleh jin yang menggunakan permata. Bila memohon di tempat ini, sarananya berupa sesajen yang serba mentah.
Pura Dalem Suka Merta ini juga dipercaya sebagai penjaga wilayah Sanur. Sebab pura ini memiliki keterkaitan antara Pura Pangembak serta Pura Mertasari yang berlokasi tak jauh dari Pura Dalem Suka Merta. Bila dilihat dengan kasat mata, hanya terlihat seperti hutan bakau biasa. Akan tetapi menurut penglihatan orang pintar, hutan bakau itu adalah camp para tentara di alam gaib.

Dewi Durga

 



Dalam setiap pementasan Drama Tari Calonarang di Bali sering menonjolkan kesaktiannya Dewi Durga. Dewi Durga adalah sumber kekuatan Kiwa (kiri) dan Tengen (kanan). Dalam mitologi Hindu, Dewi Durga merupakan sakti (Lambang kekuatan perempuan) dari Dewa Siwa, yang tugasnya untuk membunuh raksasa.
Dewi Durga, yang juga disebut dengan nama Hyang Nini Bhagawati ini, memberikan jenis ilmu pengiwa (Ilmu hitam) kepada Calonarang sehingga memiliki kesaktian tingkat ketujuh. Hal ini karena Calonarang sangat memuliakan dan memuja Hyang Nini Bhagawati.


Namun di pihak lain, Mpu Bharadah juga menerima anugerah kesaktian dari Dewi Durga berupa ilmu Penengen (Ilmu putih). Sama halnya dengan Calonarang, Mpu Bharadah sangat memuliakan dan memuja Dewi Durga.
Kekuatan-kekuatan Dewi Durga yang dimunculkan dalam Drama Tari Calonarang disebut dengan nama Panca Krtya Sakti. Yaitu Srsti Sakti, Sthiti Sakti, Samhara Sakti, Anugraha Sakti, dan Tirobhawa Sakti.
Pementasan Drama Tari Calonarang yang di dalamnya terdapat tarian rangda, secara tidak langsung menyimbolkan pemujaan terhadap kekuatan atau Panca Krtya Sakti tersebut. Ini juga terlihat dari lokasi pementasan yang dipilih. Yaitu sebagian besarnya mengambil lokasi di Pura Dalem, yang merupakan tempat Dewa Siwa dan saktinya Dewi Durga atau Dewi Uma berstana.

Senin, 15 Agustus 2022

Beberapa mitologi Di Bali (Hindu)




 Di Bali (Hindu) ada beberapa mitologi yang dahulu kerap disampaikan orang tua, agar orang patuh akan aturan. Namun kini banyak mitologi unik ini mulai terlupakan di tengah kemajuan zaman. Salah satunya adalah larangan menyapu pada malam hari. Ada apa dengan aktivitas ringan malam hari ini?

Meski kebanyakan orang tua tak menjelaskan alasannya. Namun, menurut Jro Mangku Pada asal Tabanan ini, menyapu malam hari berisiko menghilangkan benda berharga yang tak sengaja jatuh di lantai.
“Zaman dahulu kan penerangan terbatas, jadi bisa saja benda-benda penting tak sengaja jatuh. Sehingga dikhawatirkan bisa ikut tersapu. Selain itu, menyapu pada malam hari juga hasilnya tak maksimal, karena kotoran, seperti debu atau sampah bisa tertinggal karena tak terlihat,” jelasnya.
Tak hanya menyapu, memotong kuku malam hari juga dilarang. Hal ini dianggap mengundang pamali atau sial. “Ya, seperti itu tadi, kan penerangan terbatas. Nah, memotong kuku malam hari bisa berisiko menyebabkan jari terluka. Sehingga ini mungkin yang disebut mengundang sial,” kata Jro Mangku.


Kemudian ada pula larangan memberikan carikan atau sisa makanan kepada orang tua. Hal ini juga menurutnya berkaitan dengan etika. Layaknya, anak-anak menyuguhkan makanan yang masih sukla kepada orang tua.
Mitos unik lainnya, yakni menempatkan sapu lidi anyar atau belum pernah digunakan untuk menyapu di sebelah bayi sebagai penangkal gaib. Konon sapu lidi memiliki kekuatan yang membuat takut makhluk gaib. Sehingga sapu lidi secara tak langsung dijadikan penjaga bayi agar tenang dan tidurnya nyenyak.
“Diletakkan di samping bayi, agar mudah digapai si ibu. Sapu lidi kan banyak gunanya. Misalnya sebagai penghalau serangga atau binatang. Jadi sapu lidi diletakkan dekat bayi,” katanya.

Jumat, 12 Agustus 2022

Apakah kaitan Tumpek Landep dan Ukir?

 


Apakah kaitan Tumpek Landep dan Ukir? Berikut ini penjelasannya bagi masyarakat Hindu di Bali.
Hari suci pada wuku Landep, adalah Tumpek Landep yang dirayakan setiap hari Sabtu Kliwon Landep, atau hari ini Sabtu 9 April 2022. Dalam lontar Sundarigama, disebutkan bahwa hari suci ini diyakini sebagai hari suci bagi Bhatara Siwa dan Sang Hyang Pasupati, sebab beliau melakukan yoga semadi.
Untuk itu, umat Hindu disarankan membuat sesajen persembahan di merajan yang ditujukan kepada Bhatara Siwa. Sesajen tersebut, diantaranya adalah tumpeng putih kuning adanan dengan lauk ayam putih, ikan teri, terasi merah, dan sedah woh.
Untuk sesajen yang dihaturkan kepada Sang Hyang Pasupati adalah sasayut pasupati, sasayut jayeng perang, sasayut kusuma yudha, suci, daksina, pras, ajuman, canang wangi, tadah pawitra, reresik. Biasanya dalam prosesi upacara umat Hindu, pada Tumpek Landep ini akan diupacarai semua benda tajam khususnya senjata.

Filosofinya memohonkan ketajaman kepada Sang Hyang Pasupati, dengan merapalkan mantra Dhanurdhara atau ajian ilmu panah. Tujuannya untuk mengasah ketajaman batin dan pikiran umat manusia. Layaknya setajam senjata perang pada zaman dahulu seperti keris dan pedang.
Dijelaskan pula, pada Tumpek Landep ini manusia harus menyadari adanya hakekat kematian sebagai teman dekat dari semua makhluk hidup. Untuk itulah, seharusnya semua berbuat baik sebelum ajal menjemput. Hal ini tersirat dalam kutipan 'rumaketa sanak tuhu ring sanjata tkeng pati'.
Atau mendekatkan sanak saudara pada hakekat senjata dan kematian yang sejati. Setelah Saraswati, Banyupinaruh, Soma Ribek, Sabuh Mas, dan Pagerwesi.
Pada Umanis Ukir, yaitu setiap hari Minggu wuku Ukir diyakini sebagai hari suci Bhatara Guru, sebab beliau melakukan yoga semadi. Sehingga pada Minggu Umanis Ukir, umat Hindu memohon anugerah keselamatan dan kesejahteraan kehadapan Bhatara Guru.
Tribunbali,com