Sabtu, 07 Oktober 2023

Sejarah Desa Ketewel - Sukawati




Tersebutlah seorang keturunan Pasek Prawangsa dari Lembah Tulis Majapahit, datang ke Bali, beliau menjadi pamongmong Widhi di Pasar Agung Besakih. Beliau sangat bijaksana dan mendalami filsafat ketuhanan (Widhi Tatwa), beliau bernama Mangku Sang Kulputih. Mangku Sang Kulputih mempunyai dua orang putera yang bernama I Wayan Pasek dan I Made Pasek. Kedua bersaudara itu sudah beristri dan masing - masing mempunyai keturunan. Mereka berdua sama-sama bijaksana dalam ilmu pengetahuan Ketuhanan.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Beberapa lamanya Mangku Sang Kulputih menjadi pamongmong di Pasar Agung Besakih, tentramlah pulau Bali ini, dan akhirnya beliau berpulang ke Sorga (meninggal dengan jalan moksah).

Sepeninggal Mangku Sang Kulputih, maka putera beliau I Made Pasek meninggalkan Pasar Agung Besakih bersama-sama dengan istri dan putra beliau mengembara keluar masuk hutan. Di dalam perjalanannya diam-diam beliau dibuntuti oleh seekor burung perkutut putih. Pada suatu ketika di tengah perjalanan I Made Pasek merasa lelah, maka mendekatlah burung perkutut putih itu serta memberikan tiga butir biji kuning untuk di makan sekedar menambah tenaga. Dengan dimakannya pemberian burung perkutut itu maka I Made Pasek kembali segar bugar serta melanjutkan perjalanan.

Sepanjang perjalan I Made Pasek dengan setia memuja serta memohon anugrah Ida Hyang Widhi agar mereka selamat dalam perjalanan.

Beberapa tahun lamanya I Made Pasek mengembara di hutan-hutan akhirnya sampailah beliau di alas Jerem (hutan jerem). Karena kelelahan akhirnya beliau tertidur di tepi alas jerem tersebut. Tidak beberapa lama beliau merasa seolah-olah mimpi hingga beliau terkejut dan terbangun. Tatkala itu terdengarlah suara gaib dari angkasa, yang isinya :

"Hai engkau manusia keturunan Pasek Prawangsa, Aku adalah Hyang Pasupati datang memberitahukan kepadamu, hentikanlah perjalananmu, aku memberikan tugas suci kepadamu untuk menjadi Tukang sapu, pamongmong di Kahyangan-Ku yaitu di Pura Jogan Agung di hutan Jirem ini dan Aku memberikan panugrahan kepadamu yaitu menjadi wangsa Dukuh Murti, selanjutnya mulai saat ini engkau tidak boleh lagi mengingat Wangsa Pasekmu sebagai asal kawitanmu" Demikianlah sabda dari Hyang Pasupati.


Setelah beberapa kurun waktu Dukuh Murti menjadi pamongmong di Pura Payogan Agung di hutan Jerem, beliau sangat setia terhadap tugas dan taat melakukan tapa brata, serta mengadikan diri sepenuhnya terhadap Hyang widhi.

Putra Dukuh Murti yang diberi nama Dukuh Centing Tinggal di alas Mercika (Mercika Wana) yang sehari-harinya melaksanakan Yoga Semadi dan melakukan Brahmacari (tidak kawin).

Diceritakan sekarang pada hari baik yaitu Soma Wage Dukut purnamaning Kasa, sampailah waktunya beliau terpanggil pulang ke alam baka (meninggal dunia) dengan jalan moksa tanpa meninggalkan jasad. Beliau meninggalkan setetes darah untuk meyakinkan putranya Dukuh Centing bahwa beliau beserta istrinya telah meninggal.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Bertepatan dengan meninggalnya Dukuh Murti, Dukuh Centing selalu dihinggapi perasaan gelisah dengan adanya firasat-firasat buruk sehingga beliau memutuskan untuk kembali ke alas Jerem menemui orang tuanya. Sesampainya beliau di alas Jerem, keadaan sunyi senyap baik di kahyangan Payogan Agung maupun di pondoknya. Tiba-tiba tercium bau wangi dari angkasa serta ditemukan setetes darah. Dalam keprihatinnannya yakinlah Dukuh Centing bahwa darah itu adalah darah orang tuanya yang membuktikan bahwa orang tuanya telah meninggal. Oleh karena itu diambilnyalah darah itu dan diupacarai sebagaimana mestinya. Setelah diupacarai abunya lalu ditanam di pekarangan pondok beliau. Kemudian Dukuh Centing kembali ke Mercika Wana untuk melanjutkan Yoga semadinya.

Tidak beberapa lama Dukuh Centing melakukan yoga semadi, kembalilah beliau pulang ke alas jerem untuk menghadap ke kahyangan Payogan Agung. Tiba-tiba beliau dikagetkan dengan adanya dua batang pohon nangka yang sudah besar sekali, padahal beliau meninggalkan alas jerem dalam waktu tidak beberapa lama.

Dalam kebingungannya yang dihantui oleh rasa takut tiba-tiba terdengar suara gaib dari angkasa, sebagai berikut:

"Hai kamu Dukuh Centing janganlah engkau pergi dan takut,ini ada tumbuh dua batang pohon nangka yang membuktikan bahwa orang tuamu Dukuh Murti telah mejelma kembali kedunia ini. Pada saatnya nanti apabila pohon ini telah sama-sama dewasa, maka dari kedua pohon ini akan lahirlah 2 orang laki dan perempuan, yang laki diberi nama Gede Mawa dan yang perempuan bernama Ni Mawit Sari, yang selanjutnya Gede Mawa bergelar I Gede Ketewel, karena beliau lahir dari pohon nangka. Nantinya atas restuku, Aku perkenankan kepada seluruh keturunannya menggunakan Wangsa Ketewel dimanapun dia berada di pulau Bali ini, dan alas Jerem Aku jadikan sebuah desa yang bernama Desa Ketewel"

Sumber : cakepane.blogspot.com

MENGAPA SEMETON DARI BULELENG ITU ASIK BANGET


Orang Buleleng memiliki beberapa karakter yg paling menonjol, antara lain: egaliter, skeptik, open-minded dan hangat.

Egaliter dalam artian, semua orang dipandang dan diperlakukan sama/setara. Tidak ada istilah kelas. Dalam percakapan sehari-hari misalnya, mereka lebih banyak menggunakan Bahasa Bali lumrah cenderung kasar (kadang bercampur Bahasa Indonesia) dibandingkan tata bahasa Bali halus—terlepas dari siapapun lawan bicaranya. Cai, awake, nani, kola, siga, dst, adalah sebutan “kamu” dan “aku” yang lumrah digunakan sehari-hari. Bagi mereka ini tidak kasar, tapi “akrab” katanya. Ada juga sebutan “ana” (=saya) dan “ente” (=anda) yang hanya digunakan oleh orang Buleleng.

Jika anda ingin tahu dimana istilah ningrat dan non-ningrat paling banyak ditentang di Bali, jawabannya: di Buleleng. Ketika bertemu orang ningrat yang selalu berbahasa Bali halus —entah karena memang ingin menunjukkan keningratannya atau karena kebiasaan semata— akan diledek dengan “Tyang sampun ngajeng, I ratu sampun ngeleklek?” tentu saja sambil tertawa sinis.

Bukan hanya terbuka dalam menyampaikan sesuatu. Orang Buleleng juga sangat terbuka terhadap nilai-nilai, konsep-konsep dan ide-ide baru—baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar. Bisa dibilang tidak ada yang “tenget” (=tabu) bagi mereka, asal masuk-akal. Bapak-bapak bertattoo atau berambut pirang atau mengenakan kalung rantai ala Harley Davidson’s riders, misalnya, bukan berarti mereka mantan preman atau anggota ormas tertentu. Itu hal biasa saja, bukan sesuatu yang luar biasa.


Mungkin karakter egaliter menonjol inilah yang membuat Orang Buleleng cenderung skeptik —istilahnya “meboya”— terhadap banyak hal terkait atribut. Mereka meboya terhadap hal-hal yang berbau feodal. Mereka meboya terhadap hal-hal yang ditabukan. Mereka meboya terhadap orang yang memposisikan dirinya lebih —entah entah itu dalam hal soroh/klan, strata ekonomi, strata pendidikan dan atribut-atribut sejenisnya. Terhadap perilaku yang dinilai sengaja memamerkan kelebihan atribut, Orang Buleleng katakan “Ake sing taen ngon!” (=aku tidak pernah silau.)


Dalam pergaulan Orang Buleleng tergolong hangat dan ‘easy going’. Suka berkelakar, ceplas-ceplos dan tidak mudah tersinggung untuk hal-hal yang sifatnya tidak prinsipiil. Jika anda sedang bepergian sendiri dan butuh teman ngobrol, menemukan orang Buleleng mungkin suatu keberuntungan.

Kombinasi karakter menonjol inilah yang membuat orang Buleleng relative mudah bergaul dengan orang/kalangan manapun, termasuk dari etnis-ras-bangsa-dan-agama manapun.


Ingin gaul dengan Orang Bali tanpa mengkhawatirkan batasan-batasan dan aturan ini-itu selain common-sense? Coba gaul dengan Orang Buleleng.
BIN SIK ORANG BULELENG NAK MELIK2

#mana_suarany_orang_BULELENG
#jeleme_BULELENG_asah_udeg_ngenn

Repost Fb/Kadek Widia

Pemilihan Hari Baik Untuk Pernikahan

 Pemilihan Hari Baik Untuk Pernikahan


Dibali, upaca pernikahan / pawiwahan sangatlah di sakralkan. karena dari sinilah seseorang akan memulai kehidupan barunya sesuai dengan tujuan agama dan tujuan pernikahan itu sendiri. berkenaan dengan hal tersebut diperlukan hari baik untuk memperlancar proses pernikahan serta pencapain tujuan yang dimaksud.

Adapun hari baik yang biasa digunakan dibali berdasarkan Wariga – Dewasa, dimana ada hari – hari yang sangat baik untuk melaksanakan upacara dan ada juga hari yang harus di.hindari dalam pelaksanaan upacara pernikahan tersebut.

Untuk lebih cepat dalam pemilihan Hari Baik Untuk melakukan upacara (rutual) Pernikahan, bisa dengan cara mencarinya langsung di kalender bali. adapun tips cepat mendapatkan Hari Baik Untuk Pernikahan atau oleh orang bali sering disebut dengan Dewasa Ayu Nganten, dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:

Langkah Pertama, Perhatikan WUKU dari kalender bali tersebut. Wuku yang baik untuk melakukan/melangsungkan upacar pernikahan adalah Wuku.

Langkah kedua, perhatihan HARInya. sesuai wariga, hari yang direkomendasikan (harus) untuk melangsungkan upacara pernikahan adalah Hari: Senin, Rabu, Kamis dan Jumat. selain itu dilarang.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Langkah ketiga, perhatikan penanggalnya. Penanggal merupakan perhitungan hari yang dimulai setelah Tilem, sehingga setelah Tilem merupakan penanggal 1 dan seterusnya, dan berakhir pada Purnama (Penanggal ping 15). untuk upacara Pawiwahan/Nganten, diharuskan dilangsungkan pada tanggal 1, 2, 10 dan 13.

Langkah keempat, perhatikan "SASIH"nya atau Bulan. yang direkomendasikan untuk acara manusa yadnya dalam hal ini upacara pernikahan adalah di Sasih Ketiga, Kapat, Kalima, Kapitu dan Kedasa.

Bila terjadi atau dalam keadaan mendesak, sehingga sulit menentukan hari (dewasa ayu) terbaik, maka:

Pilihlah Dewasa Ayu yang Terbaik diantara yang terburuk

untuk pertimbangan lebih lanjut, silahkan baca beberapa hal berikut ini:
berikut hari baik yang biasa dipilih dalam rangkan pelaksanaan upacara Pernikahan / pawiwahan:

Usahakan, meksanakan ke-4 langkah diatas, dan bila memungkinkan usahakan cari yang bertepatan dengan dina "SUBACARA", yang merupakan dewasa ayu melakukan semua karya ayu.

Pernikahan menurut Sapta Wara;
  • Redite / Minggu = Buruk
  • Soma / Senin = Menemukan Kebahagiaan
  • Anggara / Selasa = Sengsara
  • Budha / Rabu = Sangat Baik
  • Wrespati / Kamis = Kinasihaning Jana
  • Sukra / Jumat = Berbahagia, Mewah
  • Saniscara / Sabtu = Percekcokan, sengsara
Agar rukun dan berbahagia, pilihlah ;
  • Hari “Senin Wage tanggal ping 1”, maka kerahayuan, kebahagiaan serta putra yang luih utama akan diperoleh.
  • Hari “Rabu Pon tanggal ping 10”, maka kebahagiaan akan menyelimuti keluarga anda.
Pemilihan Hari pernikahan berdasarkan Penanggal (dimulai setelah hari Tilem);

    = Menemukan kebahagiaan
    = Berkecukupan
    = Banyak keturunan
    = Suami lekas meninggal
    = Menemukan kebahagiaan, langgeng
    = menemui kesengsaraan
    = menemukan kerukunan
    = Sangat Buruk, menemukan kematian
    = Sangat Buruk, sangat sengsara
    = murah rejeki
    = serba kekurangan
    = menemukan kesusahan
    = mewah, berlimpah
    = sering cekcok, penuh dengan pertengkaran, keributan
    = sangat teramat buruk.

Pemilihan Hari Pernikahan Menurut Bulan / Sasih
  • Juli / Kasa Shrawana, = Buruk, anak sakit – sakitan
  • Agustus / Karo, Bhadrapada = Buruk, Sengsara
  • September / Katiga, Asuji = Banyak memiliki keturunan
  • Oktober / Kapat, Kartika = murah rejeki
  • November / Kalima, Margasirsa = Berlimpah, mewah
  • Desember / Kanem, Pausya = Buruk, susah memiliki keturunan
  • Januari / Kapitu, Magha = Dirgayusa, langgeng
  • Februari / Kaulu, Phalguna = Serba kekurangan
  • Maret / Kasanga, Caitra = Sangat Buruk, penuh penderitaan
  • April / Kadasa, Waisyaka = Sangat Baik, Berbahagia, berwibawa
  • Mei / Jyestha = Buruk, hidup susah
  • Juni / Sadha = Buruk, Serba kekurangan
Perjodohan atau patemon
Perjodohan atau patemon laki-perempuan (lanang-istri) dalam dunia primbon ada beberapa cara,antara lain misalnya perjodohan berdasarkan sapta wara dan panca wara kelahiran calon laki-pempuan lalu masing-masing dibagi 9 tau disebutkan dalam prembon sebagai berikut:

Wetone panganten lanang lan wadon, Neptune dina lan pasaran digunggung, banjur kabage 9, lanag turah pira wadon turah pira, yen turah :
3 lan 9 sugih rejeki; 2 lan 7 anake akeh mati, 3 lan 5 gelis pegat. dari hari kelahiran lanang-wadon ; Selasa lan Rabo = sugih, Rabo lan Saptu = becik, Akada lana senen = Sugih lara.

Untuk mengetahui pertemuan laki-perempuan itu baik atau buruk maka Urip/neptu sapta dan Panca wara harus dipahami dengan baik.
berikut ini daftar urip Pancawara, Sadwara dan Saptawara:


Mencari hari untuk perkawinan orang harus terlebih dahulu mengetahui jumlah Urip/Neptu hari kelahiran kedua calon mempelai (temantin), kemudian dicarikan hari dan pasaran yang Uripnya/Neptunya bilamana dijumlahkan dengan jumlah Neptu kedua mempelai tadi dan dibagi 3 bisa habis.
Hitungan itu merupakan tiga kata-kata sebagai berikut :
  1. Wali, berarti bahwa dalam perkawinan itu kurang cinta kasih atau mudah bosen satu sama lain.
  2. Penghulu, berarti dalam perkawinan ini bakal banyak cedera antara satu sama lain.
  3. Temantin, berarti bahwa dalam perkawinan itu bakal beruntung.
Rumus Pemilihan Hari Baik Pernikahan Menurut Tri Pramana:
(Urip Saptawara + Urip Pancawara + Urip Sadwara Suami & Istri) : 16. sisa;
  1. Bergejolak, mesti tahan uji.
  2. Selalu menghadapi kesulitan, Banyak pengeluaran
  3. Selalu kecewa
  4. Sulit mendapatkan keturunan
  5. Terus mengalami kemajuan, rejeki berlimpah, meningkat terus
  6. Penderitaan
  7. Meningkat tetapi sangat lambat
  8. Serba kekurangan
  9. Mewah, kaya raya tetapi sering ricuh dan perebutan kekayaan
  10. Berwibawa
  11. Selalu dalam keadaan puas
  12. Murah rejeki
  13. Langgeng, panjang umur
  14. Berbahagia
  15. Teramat Buruk, sering mengalami kesusahan
  16. Selalu Rukun

Prembon Petemuan/Perjodohan, yang berlaku lima tahun umur perkawinan:
(Urip Saptawara + Urip Pancawara Suami & Istri) : 5 sisa;
  1. Sri = Selalu sejahtera dan bahagia
  2. Gedong = Tidak kurang sandang pangan
  3. Pete = Selalu bertengkar dan ribut
  4. Lara = Mlarat dan banyak maslah
  5. Pati = Salah satu mendahului meninggal belum waktunya.
Yang berlaku secara berkala 5 tahun secara bergantian, sehingga dengan mudah mengetahui masa berkumpulnya dalam rumah tangga dan suasana yang dilaluinya.
Hitungan detailnya adalah Urip lahir lanag-istri (panca dan sapta wara) digabung kemudian dibagi 5 sisanya menunjukkan keadaan selama 5 tahun berjalan, kemudian lima tahun berikutnya hasil pembagian dipakai mengurangi urip gabungan awal, hasilnya kemudian dibagi 5 sisanya keadaan selama 5 tahun berikutnya. Hasil pembagian selalu dipakai pengurang hasil terakhirnya dan selalu dibagi 5 menyatakan keadaannya, bila hasilnya 0 (nol) sama keadaanya dengan sebelumnya.


Baik-buruknya hari perkawinan menurut pertiti semutpada :
  • Awidiya = sebagai pedewasaan baik, tidak menemui kesulitan, dan keluarga akan mendapat kebahagiaan. 
  • Bawa = sebagai pedewasaan buruk, akan mendapat halangan atau kesulitan, pihak lain tidak bersimpati, tidak memperoleh kebahagiaan. 
  • Jaramarana = sebagai pedewasaan buruk, akan menemui kegeringan, pertengkaran dan kesulitan. 
  • Jati = sebagai pedewasaan cukup baik, pihak lain akan memberi perhatian, dan membantu sepenuhnya, namun masih dijumpai sedikit kesulitan dan hambatan. 
  • Namarupa = sebagai pedewasaan buruk, akan sukar mendapat kebahagiaan, orang-orang disekitarnya sering memfitnah, gossip jelek, memalukan dan sebagainya. 
  • Samskara = sebagai pedewasaan buruk, akan menemui kesulitan, kesedihan, pikiran kacau, menimbulkan konflik. 
  • Sedayatana = sebagai pedewasaan cukup baik, walau ada sedikit gangguan, keluarga dan pihak lain akan setia membantu. 
  • Separsa = sebagai padewasaan amat buruk, akan menimbulkan pertengkaran, kesulitan bingung, tidak menemukan kebahagiaan sekalipun banyak berkorban. 
  • Teresna = sebagai pedewasaan buruk, banyak musuhnya, akan menghadapi masalah yang serba sulit. 
  • Upadana = sebagai pedewasaan cukup baik, karena pihak lain akan bersimpati, sekalipun ada sedikit pengorbanan dan pemborosan. 
  • Widnyana = sebagai padewasaan baik, para kerabat akan membantu segala yang dikehendaki, dan akan menemui kebahagiaan. 
  • Wedhana = sebagai padewasaan cukup baik, banyak saudara yang membantu. Walau ada sedikit kesulitan dan pemborosan, tapi pikiran anda tetap tenang.


Amerta Yoga = sangat biaik melaksanakan Manusa Yadnya, adapun hari yang dimaksud antara lain;
  • Soma Klion Landep
  • Soma Umanis Taulu
  • Soma Wage Medangsia
  • Soma Klion Krulut
  • Soma Umanis Medangkungan
  • Soma Paing Menail
  • Soma Pon Ugu
  • Soma Wage Dukut
Dewa Mentas = Hari baik untuk semua jenis pekerja, Purnama nemu Wrespati.

Selain itu dapat juga memilih hari lainnya dengan mempertimbangkan hari – hari diatas, tentunya juga meminta pertimbangan para tetua adat dan sulinggih.

Berikut ini gambaran singkat Dewasa Ayu Nganten, agar para semeton bali memiliki bayangan Pemilihan Hari Baik Untuk melakukan upacara Pernikahan, diantaranya:
  •     Dewasa Ayu Nganten di Tahun 2013
  •     Dewasa Ayu Nganten di Bulan Januari - April 2014
  •     Dewasa Ayu Nganten di Bulan Mei - Desember 2014
  •     Dewasa Ayu Nganten di Bulan Januari - Juni 2015
  •     Dewasa Ayu Nganten di Bulan Juli - Desember 2015
Artikel diatas memiliki prioraitas dari "wewaran - penanggal - wuku - sasih", yang kiranya dipandang "aman" saja yang dicantumkan dalam artikel-artikel diatas, yang tidak tercantum merupakan hari yang tidak direkomendasikan. tetapi, apapun itu, selama sulinggih pemuput karya berkenan untuk muput karya pawiwahan para semeton bali, itulah yang terbaik sementara dipandangan beliau. karena itu, dalam artikel diatas masih banyak kekurangannya, jadi mohon masukan dari para semeton untuk memperbaikinya.

Sudah barang tentu, tiada Dewasa Ayu yang sempurna, sehingga setiap pemilihan hari baik pasti memiliki sisi buruknya. nah untuk meredam efek negatif dari Dewasa Ala adalah dengan membuatkan Banten Bayuh Dewasa. hendaknya banten ini di"anteb" oleh pemangku khayangan tiga, bahkan lebih bagus lagi jika dipuput oleh sang sulinggih.

PERINGATAN!!!
Jangan sesekali Melaksanakan Pernikahan pada hari – hari tertentu karena sangat teramat buruk, bisa menyebabkan Kesusahan, pertengkaran, sampai kematian. adapun hari- hari tersebut diantaranya;
  • “hari atau Wuku yang berisi RANGDA TIGA”, seperti Wuku; Wariga, Warigadean, Pujut, Pahang, Menail, Prangbakat. 
  • "Wuku TANPA GURU" diantaranya: Kuningan, Medangkungan, Kelawu dan Gumbreg
  • "Sasih tanpa Sirah" merupakan sasih/bulan yang tidak berisi tumpek (saniscara klion).
  • "Sasih Anglawean" merupakan sasih yang didalamnya terdapat perhitungan penanggal/pangelong 14 bertepatan dengan purnama/tilem, sehingga pada saat itu tercatat "penanggal atau pangelong 14/15".
  • “Uncal Balung” dari Anggara Wage Galungan (Penampahan Galungan) sampai Budha Klion Pahang ( Pegat Uakan). 
  • "CARIK WALANGATI" merupakan dina/wuku yang bertepatan dengan carik walangati.
  • "Pati Paten" apapun yang dilaksanakan akan bermasalah, dinanya Sukra tilem dan Sukra Penanggal/Pangelong 10.
  • "Kala Jengking" akan sering berselisih paham, Kajeng wage Maulu.
  • "Sampar Wangke" berakibat kurang baik, Soma nuju: Sinta, Wariga, Langkir, Tambir, Bala
  • “Mrta Papageran” Sangat buruk, yaitu; Saniscara / Sabtu nemu Purnama atau Yama. 
  • “Kalebu Rau” Sangat buruk, yaitu; Soma / Senin nemu Tilem atau Beteng. 
  • “Purwanin dina” tidak baik melakukan pekerjaan / membuat dewasa, yaitu ; Anggara Klion / anggarkasih, Budha Klion, Sukra Wage, Saniscara Klion / Tumpek. 
  • “Purwanin Sasih” tidak baik melakukan pekerjaan / membuat dewasa, yaitu ; tanggal dan panglong ping 6, 8, 14.
  • "Ingkel /Jejepan WONG" tidak baik melalukan manusa yadnya.

Perhatikan juga catatan dalam wariga berikut ini:

    " Aja wiwaha tatkalaning “pangelong” muang “uku Rangda Tiga” yan tempal ngawinang kageringan, sengsara wiadin balu "

    " Jangan melangsungkan pernikahan di hari pangelong dan Rangda Tiga, apabila tetap dilaksanakan maka akan berakibat kesengsaraan serta besar kemungkinan menjadi janda/duda "

Sumber : cakepane.blogspot.com


Senin, 02 Oktober 2023

TUMPEK KUNINGAN

 


Tumpek Kuningan jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Kuningan, Tumpek ini merupakan satu satunya yang paling
“ SPESIAL ” karena dalam melaksanakan upacara harus selesai dilaksanakan sebelum “ TENGAI TEPET ” atau jam 12.00 siang. Bandingkan dengan Tumpek Landep, Tumpek Wariga,Tumpek Krulut,Tumpek Uye dan Tumpek Wayang sama sekali tidak ada aturan harus selesai sebelum jam 12.00
Mengapa demikian?
Tumpek Kuningan ini adalah hari terakhir di Wuku Kuningan dan besoknya sudah memasuki WUKU LANGKIR , tepatnya Redite Umanis Langkir.
LANGKIR adalah wuku yang dilindungi oleh BHATARA KALA, Sesuai dengan namanya, KALA adalah WAKTU, beliau adalah SANG PENGUASA WAKTU DALAM KEHIDUPAN.
Sujatinya itulah yang menyebabkan sebisa mungkin kita seharusnya selesai sebelum jam 12.00 , Karena tujuannya adalah untuk menghormati beliau BHATARA KALA , KALA atau WAKTU adalah hal yang paling susah ditebak ( Relative).
Jika kita menggunakan waktu dengan baik maka akan menjadi BHATARA KALA sedangkan kalau kita tidak
menggunakan waktu dengan baik maka akan menjadi BHUTA KALA .
Leluhur kita mengajarkan dan
mengingatkan kita agar selalu
memanfaatkan / mengelola waktu dengan baik ( Time Management ), Optimalkan waktu dalam hidup
sehingga kita dapat mengatur ;
• Kapan waktu untuk beragama / upacara,
• Kapan waktu untuk bekerja / usaha
• Kapan waktunya untuk istirahat /
social life.
Sehingga menghasilkan keseimbangan dalam hidup baik dalam Bhuana Agung maupun Bhuana Alit.
Sebagai Tonggak Pemujaan Khusus, Kuningan bahkan lebih “RUMIT ” dan “ RIMIT ” dibandingkan dengan Galungan.
Seperti sarana ;
• TEBOG ,
• SELANGI ,
• CENIGA, dengan daun kayu
sedikitnya lima macam,
• TAMIANG,
• TER,
• ENDONGAN,
• SAMPIAN GANTUNG,
• TUMPENG KUNING ,
• NASI KUNING ,
• SODAN,
• SEGEHAN , dll.
Dan semua sarana tersebut sebelum dihaturkan mesti dikuningkan dan disucikan dengan sarana Gerusan /
Tumbukan DAUN INTARAN dan KUNYIT yang diisi air.

Dalam SUNARIGAMA ,
Pada hari Saniscara Kliwon wara Kuningan Sang Hyang Mahadewa diikuti oleh para Dewa dan Pitara (Leluhur) turun dari “Kayangan” menuju “Mercapada” untuk Mesucidan Amukti_Sarining_Banten”.
Oleh karena itu, Sang Gama Tirtha di Mercapada menyambut kehadiran “Bhatara” dan “Pitara” dengan persembahan Pesucian, Canang wangi, disertai “Selangi”, “Tebog”, Haturan sesaji, dan Segehan, sebagai simbol TAPA dan KETULUSAN memuja Hyang Maha Suci untuk memohon AMERTA, KEMAKMURAN , KEPRADNYANAN / KEBIJAKSANAAN.
Pada hari Kuningan bangunan agar “Mesawen” dipasangi “Tamiang” ( Tameng / Pelindung) sebagai tanda kemeriahan dan keindahan menyambut kehadiran Bhatara dan Pitara di Mercapada.
“Tamiang” dan “Ter” juga sebagai simbol memohon perlindungan dan
keselamatan kehadapan Bhatara dan Pitara.
Sang Gama Tirtha juga melaksanakan “Prayascita”memohon penyucian diri kehadapan Betara dan Pitara dengan Sesayut Prayascita disertai ;
HENING “ADNYANA ” / BHATIN .
1. TAMIANG memiliki dua makna simbolik yaitu :
• Sebagai PERLINDUNGAN atau
PERTAHANAN dari berbagai
serangan.
• Sebagai Perputaran Waktu atau
Roda Waktu yang terus berputar
untuk mengungkap kebenaran.
Memiliki Karakter yang Baik, selalu bersikap Tenang, tanpa mengeluh, Disiplin dengan menyadari Perputaran Roda Waktu dan memiliki Rasa Syukur dan Bhakti yang tinggi adalah senjata yang terbaik . Siapapun yang memiliki ini akan mengalami kesuksesan .
2. TER adalah simbol PANAH atau SENJATA. Makna simboliknya adalah untuk Selalu Siaga menggunakan modalitas di dalam diri manusia seperti Pengetahuan, Kebijaksanaan, Pikiran, Kecerdasan, Perasaan, Intuisi dan Modalitas diri lainnya.

3. ENDONGAN adalah simbolLOGISTIK . Berbagai perlengkapan dalam perang yang tentunya dalam konteks ini bermakna untuk selalu siaga melawan musuh dengan memperkuat ketahanan diri. Musuh dimaksud adalah ADHARMA atau KETIDAK-BENARAN, utamanya lagi untuk memerangi musuh-musuh yang ada di dalam diri sendiri. Endongan yang UTAMA adalah memiliki, BHAKTI dan JNANA, serta KARAKTER yang mulia.
4. SAMPIAN GANTUNG merupakan makna simbolik dari PENOLAK BALA . Alam buana alit (microcosmos) dan alam buana agung (macrocosmos), kedua-duanya dalam kemurnian. Penolak bala yang dimaksud adalah untuk meletakkan komitmen diri untuk selalu menjaga dengan penuh Kesadaran, Kelestarian, Karakter diri, Lingkungan Fisik, Sosial dan Budaya yang baik.

TAMIANG , TER , KOLEM dipasang pada semua Palinggih, Bale, dan Pelangkiran, sedangkan ENDONGAN dipasang hanya pada Palinggih dan Pelangkiran.
Tumpeng pada banten yang biasanya berwarna PUTIH diganti dengan Tumpeng berwarna KUNING yang dibuat dari nasi yang dicampur dengan KUNYIT yang telah dicacah dan direbus bersama minyak kelapa dan daun
PANDAN HARUM
WARNA KUNING yang identik dengan hari raya Kuningan memiliki makna ;
• KEBAHAGIAAN,
• KEBERHASILAN, dan
• KESEJAHTERAAN.
Pahamilah juga anak anakKu sekalian ...... !!!
Bahwa SANGHYANG SIWA menjadi KLIWON , dan saat itu juga IBUMU diikuti oleh para KALA dan DENGEN
yang berupa JOTI . Jika pada saat itu AKU tidak datang , tidak mungkin lagi berubah wujud menjadi DURGGA ,
saat itu Kliwon , NAWA SUJI juga bertemu dengan HYANG BRAHMA sehingga menjadi KAJENG KLIWON .
Jika ada yang yang berdoa ......
Semoga BERHASIL apa yang ia lakukan.
KLIWON sebagai JALANNYA : DEWA Dan juga BHUTA KALA DENGEN

PELINGGIH

 



Di Bali pelinggih merupakan sebuah bangunan suci yang biasanya digunakan sebagai tempat menstanakan Bhatara atau Tuhan. Pada hari-hari tertentu atau rahinan di masing-masing pelinggih tersebut dihaturkan banten.
Akan tetapi ada satu hal yang banyak orang belum ketahui tentang pelinggih, bahwa pelinggih merupakan pengadeg Akasara. Apa itu aksara bisa anda baca lebih detail di buku Meditasi Anggawasa. Pelinggih terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian Kaki atau dasar, bagian Badan, dan bagian Kepala.
1. KAKI atau DASAR, ini merupakan dasar dari sebuah pelinggih karena letaknya paling bawah. Sama halnya dengan manusia bagian ini adalah kakinya. Bagian dasar ini merupakan tempat untuk meletakkan batu dasar saat membangun sebuah pelinggih, biasanya terbuat dari batu bata merah yang di isi gambar berupa lingkaran dan titik, diletakkan di tengah-tengah bagian dasar. Pada bagian dasar terdapat karang gajah, yang merupakan aplikasi dari aksara Panca Brahma yaitu (Sang, Bang, Tang, Ang, Ing), dimana aksara Ing disini sebagai motorik atau pusat penggerak dan arah putarannya kekiri.
2. BADAN, Pada bagian badan terdapat karang paksi yang merupakan aplikasi dari aksara Panca Tirta. yaitu (Nang, Mang, Sing, Wang, Yang) dimana aksara Yang disini sebagai motorik atau penggerak dan arah putarannya ke kanan. Pada bagian inilah tempat meletakkan pancadatu.
Dengan adanya perputaran ke kiri dan ke kanan akan menjadi sebuah pertemuan antara panca Brahma dan Panca Tirta sehingga muncullah yang namanya Panca Aksara. Panca Aksara ini diaplikasikan dalam bentuk Karang Tapel. Karang Tapel tersebut menunjukkan sebuah sesana, inilah yang akan menjadi sebuah bukti orang yang berada ditempat tersebut sebagai apa, dalam kata lain sesananya sebagai apa pada masa itu. Sebagai contoh karang tapel berupa Barong, ini menunjukkan bahwa orang tersebut adalah seorang patih atau abdi raja dijaman itu.
Kemudian Perputaran ke kiri dan ke kanan inilah yang sering diaplikasikan oleh orang bali ketika melaksanakan sebuah prosesi upacara seperti melaspas dan sebagainya. yang biasa disebut dengan mepurwa daksina, yaitu mengitari pelinggih kekiri dan ke kanan yang memunculkan sebuah pertemuan antara pertiwi dan akasa menjadi satu, dan dari pertemuan itu terciptalah pelinggih dalam pekarangan.

3. KEPALA, pada bagian kepala ini terdapat ruang sebagai tempat untuk menghaturkan canang ataupun banten saat rahinan. Bagian kepala ini sering pula disebut dengan RONG, ada satu hal yang tidak boleh dilupakan disini yaitu tikar, lepekan, dan carat coblong. Saat nemu rahinan carat coblong tersebut biasanya di isi dengan air.
Jadi jika kita amati dari dasar pelinggih yang merupakan aplikasi dari Aksara Panca Brahma dimana aksara "Ing" sebagai penggerak dengan arah putaran ke kiri, bergerak naik dan bertemu dengan aksara Panca Tirta. Dimana aksara "Yang" sebagai penggerak dengan arah putaran kekanan, disini terbentuklah sebuah titik pertemuan yang menjadi Panca Aksara.
Panca aksara tersebut diaplikasikan dalam bentuk Karang Tapel, yang merupakan sebuah Sesana. Kemudian Panca Aksara naik direcah oleh tikar yang berbentuk segi empat menjadi Tri Aksara yaitu (Ang, Ung, Mang) yang disimbulkan oleh lepekan, carat coblong.
Ketika carat coblong di isi air, disini ada proses bertemunya unsur api,air,udara, menjadilah Ang Ah atau dikenal dengan dwi aksara, kemudian setelah dipasupati menjadilah Ongkara ngadeg
JADI bisa kita simpulkan inilah cikal bakal bahwa kenapa pelinggih disebut Rong oleh orang Bali, karena pelinggih merupakan pengadeg aksara atau tempat menstanakan aksara Ong.
Demikianlah yang bisa kita sampaikan tentang pelinggih dilihat dari aksara.