Kamis, 20 Oktober 2022

Tumpek Landep








Tumpek Landep adalah pemujaan dan rasa syukur kepada Hyang Pasupati atas segala ciptaanya, sehingga atas analisys dari manusia menggunakan ketajaman Jnana (pikiran/idep, logika dan ilmu pengetahuannya) sehingga berhasilah mengolah logam logam yang dipergunakan untuk melancarkan usahanya dalam menunjang kehidupan sehari-hari, sehingga lazimnya pada tumpek ini sepertinya di katagorikan sebagai sarwa sanjata-senjatanyapun yang dari Logam, pada hal yang utama bagaimana ketajaman dari Jnanam kita yang di anugrahi oleh sang maha pencipta.

Demikian diuraikan dari kutipan tumpek dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Sebagaimana juga ditambahkan dalam sumber kutipan Kalender Bali Digital, tumpek landep juga disebutkan sebagai upacara yadnya selamatan terhadap semua jenis alat yang tajam atau senjata, keris, tiuk dll serta memohon kehadapan Bhatara Siwa dan Sang Hyang Pasupati agar semua alat / senjata tetap bertuah yang perayaannya dilakukan setiap 210 hari yaitu pada sabtu wuku landep.


Piodalan di sejumlah pura / tempat suci di Bali :

Pura Pasek Gelgel Pedungan Denpasar Selatan.
Pura Agung Pasek Tangun Titi kaler Tabanan.
Pura Agung Pasek Silamadeg Tabanan.
Pura Pasek Tangkas Kediri Tabanan.
Pura Kerta di Banyuning Barat Buleleng.
Pura Dalem Tenggaling Sengguan Singapadu.
Pura Kawitan Arya Wang Bang Pinatih Peguyangan Singaraja.
Pura Bhujangga Waisnawa Tegalcangkring Jembrana.
Pura taman Desa Bubunan Seririt Buleleng.
Pura Penataran Pande Dalem Batur Jati Banjar Pandean Mengwi.
Pura Dalem Pingit Br, Taro Kaje Tegalalang.
Pura dadia Pasek Gelgel Gobleg di Desa Selat Sukasada Buleleng.
Pura Batur Arya Warih Kepaon Cengolo Sudimara Tabanan.
Pura Ida ratu Pande di Besakih,
Merajan. Pasek Toh Jiwa Tangungtiti.
Pura Penataran Pande Kusamba Klungkung.
Pura Penataran Agung Pinatih Tulikup Banjar Menak Desa Tulikup Gianyar.
dll
Sementara dari perspekif Tattwa (philosofis umat Hindu), sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Tumpek Landep Kearifan Lokal Umat Hindu Etnis Bali Memanfaatkan Teknologi Untuk Kemanusiaan, sebagaiman yang dituis oleh : Ni Kadek P. Noviasih (ref), Upacara Tumpek dilaksanakan untuk memohon keselamatan kehadapan Sang Hyang Pasupati, manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) sebagai dewa pencipta dan pemilik peralatan yang terbuat dari besi, perak, emas dan lain sebagainya.

Di samping itu, juga sebagai wujud atau simbol puji syukur umat Hindu ke hadapan Sang Hyang Widhi yang telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merangcang teknologi canggih sehingga tercipta benda-benda yang dapat membantu sekaligus mempermudah kehidupan manusia.


Ritual ini sesungguhnya merupakan event yang penuh spirit kemanusiaan, membangun manusia yang arif dalam memanfaatkan teknologi.

Selain menghaturkan sesajen pada kendaraannya, umat Hindu juga menghaturkan sesajen itu di atas benda-benda teknologi yang mengandung unsur besi, sepeda motor, sepeda, mesin-mesin, komputer, televisi, radio, pisau, keris, tombak, cangkul, dan berbagai jenis senjata.

Semua benda atau teknologi canggih itu memang harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat positif, sesuai dengan konsep hidup orang Bali yang berlandaskan Tri Hita Karana (hidup harmonis dengan Yang Maha Kuasa, dengan alam lingkungan, dan dengan sesama manusia).

Karena itu seluruh peralatan yang dipakai manusia untuk mengolah isi alam, harus tetap terjaga kesucianya, sehingga selalu dapat digunakan dengan baik tanpa merusak alam atau menyakiti mahluk lain.

Sebagai ilustrasi, orang yang berprofesi sebagai petani akan merawat dan menjaga peralatan pertaniannya dengan baik, seperti bajak, cangkul, sabit, pisau, kapak, dan berbagai bentuk senjata seperti keris, tombak, bedil atau panah.
Orang yang berprofesi sebagai pande (tukang membuat berbagai peralatan dari besi, baja, emas, perak) juga memelihara dan menjaga peralatannya agar tidak disalahgunakan untuk membuat benda-benda yang membahayakan kehidupan di alam semesta ini.

Para sopir akan selalu merawat kendaraannya dengan baik, para operator komputer atau peralatan teknologi canggih lainnya juga akan bekerja dengan baik. (Baca: Hasil Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu)



Secara teknis, prosesi upacara Tumpek Landep diuraikan dalam Lontar Sundarigama. Adapun sesajen yang dipersembahkan pada hari Tumpek Landep terdiri
tumpeng putih kuning selengkapnya dengan
lauk sate,
terasi merah,
daun dan
buah - buahan
29 tanding (kelompok) dihaturkan di Sanggah / Merajan (tempat suci).
Persembahan kepada Sanghyang Pasupati berupa sebuah
Sesayut Pasupati,
sebuah Sesayut Jayeng Perang,
sebuah Sesayut Kusumayudha,
Banten Suci,
Daksina,
Peras,
Ajuman,
Canang Wangi,
Reresik atau Pabersihan. Besar kecilnya upacara ini dilaksanakan sesuai kemampuan seseorang atau disesuaikan dengan desa kala patra yang sesuai kondisi, waktu dan wilayah tertentu.

Tumpek Landep dan Kesadaran Menangani Limbah Industri Seirama dengan perkembangan ekonomi dan teknologi yang ditandai dengan meningkatnya taraf hidup manusia, maka kini manusia pun semakin banyak memiliki peralatan rumah tangga yang terbuat dari besi, termasuk
mobil,
pesawat terbang
sepeda motor,
sepeda,
televisi,
radio,
dan lain-lain. Ada kesan orang-orang akan sangat bangga jika semakin banyak memiliki benda-benda material berbau teknologi canggih. Pola hidup orang jaman sekarang pun tampak telah jauh berubah dari pola hidup agraris ke industri dan konsumtif. Tanah persawahan dan ladang mulai tergusur oleh pembangunan pertokoan/mall, perumahan, hotel, dan tempat-tempat usaha industri yang mengoperasikan mesin-mesin canggih.



Ritual Tumpek Landep bukan sekadar prosesi membuat dan menghaturkan sesajen, tetapi mengandung suatu pengharapan agar ritual ini dapat membangun kesadaran manusia, bahwa semua benda teknologi atau mesin-mesin industri itu harus terpelihara kesuciannya, termasuk penanganan limbahnya supaya tidak menimbulkan masalah bagi kehidupan manusia dan alam semesta.

Penanganan limbah industri sampai saat ini memang belum bagus dan ada yang mencemari lingkungan. Contohnya jika kita kebetulan melihat air sungai di seputar perkotaan bahkan di pedesaan misalnya, tampak berwarna hitam atau coklat penuh busa, itulah akibat dari pencemaran limbah industri. Kesadaran menangani
limbah inilah seharusnya mulai dibangkitkan ketika merayakan hari Tumpek Landep.

Makna dari pelaksanaan upacara Tumpek Landep ini adalah untuk mengasah dan meningkatkan ketajaman pikiran serta mohon kekuatan lahir bathin agar manusia selamat dalam mengarungi samudra kehidupan.
Dalam kitab Sarasamuccaya mengajak umat Hindu agar terus meningkatkan ketajaman dan kecerdasan akal serta pikiran dengan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Sebab dari semua mahluk yang dilahirkan ke dunia, hanya manusia yang dibekali kecerdasan akal pikiran, dan kesadaran. Manfaatkanlah kesempatan hidup itu untuk membebaskan diri dari samsara atau penderitaan dan kelahiran berulang-ulang.

Kita semua tentu berharap agar makna universal Tumpek Landep ini bisa dihayati dan diamalkan oleh seluruh umat manusia di muka bumi, sehingga tidak akan terjadi berbagai kerusakan lingkungan, perlombaan senjata serta perperangan diberbagai belahan dunia. Tentu akan sangat bagus jika spirit perdamaian dari upacara
Tumpek Landep yang dilaksanakan orang Bali kini terus didengungkan ke seluruh pelosok dunia untuk membangun kehidupan dunia global yang damai sejahtera.

Agama Hindu dan Kemajuan Teknologi
Buku Himpunan Hasil Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu dalam Konteks Kemajuan Teknologi seperti diterbitkan Pemerintah Daerah Provinsi Bali tahun 1999 (halaman 48-49), memberi tuntunan praktis bagi umat Hindu dalam menyikapi kemajuan teknologi. “Hasil kesatuan tafsir ini diharapkan dapat mengajak umat Hindu bertindak bijaksana, menjaga keseimbangan antara kebutuhan bidang
material dengan bidang mental spiritual,” tulis I Wayan Surpha dalam kata pengantar buku tersebut.
Kemajuan teknologi juga bisa sejalan dengan tujuan agama Hindu yakni moksa dan jagathita, mencapai kesejahteraan niskala dan sekala. Agama Hindu menerima teknologi secara selektif dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Hindu.


Teknologi itu hanya sebagai sarana penopang untuk mencapai tujuan hidup, termasuk dalam pelaksanaan upacara agama.

Yang menjadi tolok ukur dalam menerima atau menolak teknologi dalam kehidupan adalah:
Tri Semaya yaitu, atita artinya penyesuaian dengan masa lampau, wartamana artinya penyesuaian dengan masa sekarang, dan nagata artinya penyesuaian dengan masa yang akan datang;
Tri Pramana yaitu pratyaksa artinya berdasarkan penglihatan langsung, anumana artinya berdasarkan kesimpulan logis, agama artinya berdasarkan pemberitahun orang yang dapat dipercaya;
Rasa, Utsaha, Lokika dan Desa Kala Patra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar