Rabu, 01 Maret 2023

Maketekan, Tradisi Sensus Penduduk Sakral di Desa Adat Patas

 

MAKETEKAN : Prosesi Maketekan krama Desa Adat Patas, Kecamatan Tegallalang, Gianyar saat Sasih Kanem. (Ist)

Maketekan, sebuah tradisi yang dilestarikan Desa Adat Patas, Kecamatan Tegallalang, Gianyar untuk sensus penduduk secara sakral. Prosesinya menggunakan banten, yang dilaksanakan di Pura Dalem Desa Adat Patas.

Tokoh Adat Patas Wayan Nesa mengatakan tradisi Maketekan rutin digelar setiap Tilem Sasih Kaenem dengan melibatkan seluruh krama desa. Mereka wajib melewati beberapa rentetan acara yang sakral. Proses Maketekan ini menggunakan sarana berupa uang kepeng (pis bolong). Sarana inilah yang nantinya digunakan sebagai simbol dari jumlah warga yang dihitung di areal Pura Dalem. Uang kepeng yang disetorkan dipercaya sebagai jimat keselamatan anggota keluarganya.

Selain uang kepeng, ada sejumlah sarana upakara yang digunakan. Dalam tradisi ini upakara yang digunakan ada yang berbentuk bantenan seperti peras, pangambean, dan yang lainnya. Persembahan seperti guling serta simbol seperti uang kepeng, ayam dan juga tumpeng.


Ada beberapa runtutan prosesi yang dilaksanakan saat Maketekan. Seperti tahapan matur piuning dengan menggunakan sarana canang santun. Matur piuning untuk memohon petunjuk, pesaksian kehadapan Tuhan serta memohon keselamatan dan kelancaran tradisi Maketekan.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Kemudian dilaksanakan dengan macocongan atau Aci Keburan Ayam yang dilaksanakan di areal lain, mengingat tempat yang kurang memadai. “Macocongan dilaksanakan pertama di Penataran Pura Dalem, setelah itu baru berlanjut di tempat yang sudah ditentukan,” jelasnya, belum lama ini.


Saat Macocongan digelar, setiap krama lanang (laki-laki) akan membawa ayam untuk kepentingan tajen (sabung ayam). Namun sebelum Macocongan dilaksanakan, diawali dengan kegiatan nunas ica serta menghaturkan banten sebagai wujud permohonan agar diberi kelancaran dalam kegiatan macocongan. “Kalau laki-laki yang tidak memiliki ayam, bisa membayar dengan uang Rp 1000, walau begitu tidak pernah kegiatan Macocongan ini tidak dilaksanakan karena bagaimanapun antusiasme warga Desa Pakraman Patas sangat bagus di dalam pelaksanaan Macocongan ini,” imbuhnya.

Macocongan ini biasanya dilaksanakan selama tiga sampai tujuh hari. Durasi ini tergantung dengan banyaknya warga yang membawa ayam untuk kegiatan ini.


Dijelaskan Nesa, Macocongan memiliki arti persembahan krama Desa Adat Patas ke hadapan sasuunan yang berstana di Pura Dalem Patas. Tujuannya untuk memohon agar selalu dilimpahkan kesehatan, kesejahteraan dan juga kelancaran dalam melaksanakan swadharma kehidupan.

Tahapan selanjutnya adalah mapanauran yang artinya membayar. Mapanauran dalam tradisi Maketekan dilaksanakan sebagai pembayaran utang kepada leluhur yang menggunakan sarana guling kucit (sarin ketimun). Panauran ini dihaturkan di Pura Dalem yang dipimpin langsung oleh Jro Mangku Dalem. Setelah Mapenauran, guling dibagi rata untuk seluruh warga sebagai paica dari sasuunan yang ada di Pura Dalem.

Kemudian ada yang namanya Nangluk. Upacara nangluk ini dilaksanakan di perempatan desa. Sarana yang digunakan ialah caru panca sata yang dilengkapi dengan kelabang/klangsah yang terbuat dari daun kelapa tua yang dipasang melintang di tempat upacara.

Upacara ini dipercayai sebagai permohonan agar dijauhkan dari mara bahaya dan juga dari grubug gering agung. “Pada saat upacara ini warga akan diberikan paica dalam bentuk benang tri datu yang sudah dipasupati dan sudah melewati rangkaian upacara,” sebutnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar