Senin, 26 Agustus 2024

Asal Mula Bukit Catu Cerita Rakyat dari Bali




Alkisah di pedalaman Pulau Bali, terdapat sebuah
desa yang subur dan makmur. Sawah dan
ladangnya selalu memberikan panen yang
berlimpah. Di desa tersebut tinggal seorang
petani bernama Pak Jurna dan istrinya. Mereka
menginginkan hasil panen padinya lebih banyak
dari pada hasil panen sebelumnya. "Hem,
sebaiknya pada musim tanam padi sekarang ini
kita berkaul," usul Pak Jurna pada istrinya.
"Berkaul apa, pak?" sahut Bu Jurna. "Begini, jika
hasil panen padi nanti meningkat kita buat
sebuah tumpeng nasi besar, ujar Pak Jurna
penuh harap. Ibu Jurna setuju.
Ternyata hasil panen padi Pak Jurna meningkat.
Sesuai dengan kaul yang telah diucapkan, lantas
Pak Jurna dan istrinya membuat sebuah tumpeng
nasi besar. Selain itu diadakan pesta makan dan
minum. Namun Pak Jurna dan istrinya belum
puas dengan hasil panen yang mereka peroleh.
Mereka ingin berkaul lagi dimusim padi
berikutnya. "Sekarang kita berkaul lagi. Jika hasil
panen padi nanti lebih meningkat, kita akan
membuat tiga tumpeng nasi besar-besar," ujar
Pak Jurna yang didukung istrinya. Mereka pun
ingin mengadakan pesta yang lebih meriah
daripada pesta sebelumnya.
Ternyata benar-benar terjadi. Hasil panen padi
lebih meningkat lagi. Pak Jurna dan istrinya
segera melaksanakan kaulnya. Sebagian sisa
panen dibelikan hewan ternak oleh Pak Jurna.
Tapi mereka masih belum puas. Pak Jurna dan
istrinya berkaul lagi akan membuat lima tumpeng
besar jika hasil panen dan ternaknya menjadi
lebih banyak. Panen berikutnya melimpah ruah
dan ternaknya semakin banyak. "Suatu anugerah
dari Sang Dewata, apa yang kita mohon
berhasil," ucap Pak Jurna datar.
Di suatu pagi yang cerah, Pak Juran pergi ke
sawah. Sewaktu tiba di pinggir lahan persawahan,
ia melihat sesuatu yang aneh. "Onggokan tanah
sebesar catu?" tanyanya dalam hati. "Perasaanku
onggokan tanah ini kemarin belum ada," gumam
pak Juran sambil mengingat-ingat. Catu adalah
alat penakar beras dari tempurung kelapa.
Setelah mengamati onggokan tanah itu, pak
Jurna segera melanjutkan perjalanan mengelilingi
sawahnya. Setelah itu, ia pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, pak Jurna bercerita pada
istrinya tentang apa yang dilihatnya tadi. Ia
segera mengusulkan agar membuat catu nasi
seperti yang dilihat di sawah. Ibu Jurna
mendukung rencana suaminya.





"Begini, pak. Kita buat beberapa catu nasi.
Dengan begitu, panenan kita akan berlimpah
ruah, sehingga dapat melebihi panenan orang
lain," usul Bu Jurna.
Hasil panen berlimpah ruah. Lumbung padi penuh.
Para tetangga Pak Jurna takjub melihat hasil
panen yang tiada bandingnya itu. "Pak Jurna itu
petani ulung," kata seorang lelaki setengah baya
kepada teman-temannya. "Bukan petani ulung
tetapi petani beruntung," timpal salah satu
temannya sambil tersenyum. Pak Jurna dan
istrinya membuat beberapa catu nasi. Pesta pora
segera dilaksanakan sangat meriah. Beberapa
catu nasi segera dibawa ke tempat sebuah catu
yang berupa onggokan tanah berada. Namun, Pak
Jurna sangat terkejut melihat catu tersebut
bertambah besar.
"Baik, aku akan membuat catu nasi seperti catu
tanah yang semakin besar ini," tekad Pak Jurna
bernada sombong. Pak Jurna segera pulang ke
rumah dan memerintahkan istrinya agar membuat
sebuah catu nasi yang lebih besar.
Sebuah catu nasi yang dimaksud telah siap
dibawa ke sawah. Sambil bersenandung dan
diiringi gemerciknya air sawah, Pak Jurna
membawa catu nasi besar. Namun setelah tiba
ditempat, Pak Jurna terperanjat.
"Astaga! Catu semakin besar dan tinggi!"
pekiknya. "Tak apalah. Aku masih mempunyai
simpanan beras yang dapat dibuat sebesar catu
ini," ujar Pak Jurna tinggi hati. Begitulah yang
terjadi. Setiap Pak Jurna membuat catu nasi lebih
besar, onggokan tanah yang berupa catu
bertambah besar dan semakin tinggi. Lama
kelamaan catu tanah tersebut menjadi sebuah
bukit.
Pak Jurna dan istrinya pasrah. Mereka sudah
tidak sanggup lagi membuat catu nasi. Lantas
apa yang terjadi? Pak Jurna jatuh miskin karena
ulah dan kesombongannya sendiri. Akhirnya,
onggokan tanah yang telah berubah menjadi
bukit itu dinamai Bukit Catu.
Moral : Bersyukurlah atas segala sesuatu yang
telah diberikan Yang Maha Kuasa. Jangan terlalu
rakus dan sombong.

Sumber : http://folktalesnusantara.blogspot.co.id/.../asal-mula...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar