Minggu, 18 Agustus 2024

Semiotika OM (dan praktik Yoga)

 



Kata “OM” ditemukan di hampir semua Upanisad, secara khusus diuraikan dalam Taittiriya, Chāndogya dan Māndukya Upanishad. OM juga beberapa kali disebutkan dalam Bhagawad Gita.
Aum ity etad aksaram idam sarvam, tasyopavyakhyanam, bhutam bhavad bhavisyad iti sarvam aumkara eva, yac canyat trikalatitam tad apy aumkara eva (Mandukya Upanisad 1).
“Aum, aksara ini adalah apa saja yang ada di sini. Apa saja yang meruupakan keadaan masa silam, sekarang dan yang akan datang semuanya adalah aksara Aum. Dan apa saja yang berada di luar waktu itu juga hanyalah aksara Aum”
maharṣīṇāṁ bhṛgurahaṁ girāmasmyekamakṣaram, yajñānāṁ japayajñoʻsmi sthāvarāṇāṁ himālayaḥ (Bhagawad Gita X.25).
“Di antara para maharṣi akulah Bhṛgu. Di antara suara suci Aku aksara tunggal OṀ. Di antara yajña akulah japayajña, di antara benda-benda yang tak bergerak akulah Himālaya”
Aum – sering disebut sebagai Om – dianggap sebagai suku kata paling suci dalam agama Hindu. Hal ini diyakini sebagai benih primordial yang mendasari semua suara manifes, suara pertama yang berasal dari kosmos yang memicu terciptanya alam semesta. Aum dikatakan terus-menerus bergema di seluruh alam semesta dan getarannya menjadi dasar bagi semua benda-benda materi, semua makhluk hidup, semua bahasa dan kitab suci – oleh karena itu dianggap sebagai suara alam semesta yang menghubungkan segalanya.


A, U, M sebagaimana yang paling sering kita dengar, melambangkan tiga prinsip keberadaan yang diwakili oleh tiga prinsip utama Dewa-dewa Hindu – Brahma, Wisnu, Siwa (dan dengan itu mewakili spektrum segala yang ada – penciptaan, pemeliharaan dan peleburan).
Selain itu, AUM secara keseluruhan berarti realisasi yang membebaskan jiwa manusia dari kungkungan tubuh, pikiran, kecerdasan dan ego. Dengan bermeditasi pada Aum, sadhaka menjadi jiwa yang agung (mahatma). Ketiga huruf tersebut dikatakan mewakili 3 kondisi kesadaran.
A adalah keadaan sadar, waking state. Yaitu mewakili dunia fisik yang dirasakan dengan organ indera kita, yaitu aspek kasar dari keberadaan kita, tubuh kita, dunia material.
U adalah alam bawah sadar, keadaan mimpi. Dream state. Di sinilah kesadaran individu berada berbalik ke dalam, keadaan 'di antara' kesadaran kehidupan [terjaga] dan ketidaksadaran saat tidur. U adalah dunia abstrak atau halus.
M adalah ketidaksadaran, keadaan tidur yang tanpa mimpi, lelap. Deep sleep state.
Setelah melampaui ketiga level kesadaran tersebut, kita akan sampai kepada keadaan keempat yaitu keadaan Samadhi.
OM, adalah juga perlambang panca maha butha, unsur2 semesta dengan mana semua material dibentuk.
****
Kemarin saya mempresentasikan Analisis Semiotika OM ini di Kelas Eksekutif Semester VI STAH DNJ. Sungguh kebetulan yang luar biasa, hari ini mentor istri saya membahas hal yang sama di kelas Yoga 300 jam.
“Pa, ini materinya persis yang papa bahas kemarin”, katanya sambil mengirim beberapa screenshot materi.
Yoga, pada level awal, membahas AUM melalui teknik pernafasan. Nafas A adalah aktifasi cakra bawah, U aktifasi cakra tengah, dan M aktifasi cakra atas. Kemudian, di level tertentu, Yoga akhirnya juga akan membahas “kesadaran” (consciousness). Waking state, dream state, deep sleep state, dan puncaknya “Turiya”, Samadhi.
Siapa bilang Yoga bisa dipisahkan dari ajaran Hindu?
*****
“Segala sesuatu dalam ciptaan memiliki frekuensi getaran dan mantranya sendiri, namun
kombinasi seluruh frekuensi universal dan getaran berdenyut mengikuti irama dari Aum. Tidak ada mantra yang lebih baik untuk diulangi”
(Swami Muktibodhananda)
“Ishvara adalah Atman yang dilihat atau ditangkap oleh pikiran. Nama tertingginya adalah Om; jadi ulangi, renungkan, dan pikirkan semua sifat-sifat indahnya. Mengulangi Om terus-menerus adalah satu-satunya pemujaan yang benar. Itu bukanlah sebuah kata, itu adalah Tuhan sendiri”
(Swami Vivekananda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar