Selasa, 04 April 2023

Cerita yang Berkaitan dengan Tri Parārtha; Srī Kṛṣṇa dan Semut dan Burung Merpati



Srī Kṛṣṇa
Di sebuah desa, hiduplah seorang ibu bernama Gandari. Ia tinggal bersama anaknya yang masih balita bernama Dhanan. Gandari bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Pekerjaannya membereskan rumah majikannya, mencuci, dan menyetrika. Ia selalu membawa anaknya ikut serta karena mereka hidup hanya berdua. Suaminya telah meninggal beberapa tahun yang lalu.



Image; rajastore_bali

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI


Kini, Dhanan telah menginjak umur 6 tahun. Gandari harus memikirkan pendidikan untuk anaknya. Desa tempat mereka tinggal tidak terdapat sekolah yang dekat. Letak sekolah jauh di desa seberang dan harus melewati hutan serta menyeberangi sungai. Gandari merasa bingung. Namun, demikian ia berpikir kembali bahwa pendidikan untuk Dhanan sangat penting.


Hari pertama Dhanan sekolah, Gandari meminta izin kepada majikannya untuk mengantarkan Dhanan ke sekolah, berlanjut hari kedua dan ketiga. Karena izin yang diberikan majikannya sudah habis, Gandari mencari alasan agar anaknya berani untuk berangkat ke sekolah sendiri. Gandari terpaksa berbohong kepada Dhanan.


“Anakku, Dhanan, mulai sekarang, kamu harus berani ke sekolah sendiri karena Ibu harus bekerja,” kata ibunya


“Tapi, aku takut, Ibu, aku tidak berani berjalan di hutan dan menyeberangi sungai,” Dhanan merengek kepada ibunya.


“Kamu tidak perlu takut, karena sebenarnya kamu mempunyai kakak yang tinggal di hutan bernama Kṛṣṇa. Jika kamu merasa takut, panggillah kakakmu, ia akan datang,” kata ibunya membujuk.



“ Benarkah, Ibu, aku mempunyai kakak bernama Kṛṣṇa?”, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 13).


“Iya, sayang, Percayalah, dia akan datang membantumu saat kamu ketakutan dan membutuhkan bantuan.”


Keesokan harinya, Dhanan berangkat ke sekolah seorang diri. Sesampainya di hutan dan mau menyeberangi sungai, ia merasa takut. Ia ingat pesan ibunya. Lalu, Dhanan memanggil-manggil nama Kṛṣṇa dengan penuh keyakinan. Lalu, Kṛṣṇa pun datang dan menunjukkan diri-Nya kepada Dhanan, Kṛṣṇa membantu Dhanan menyeberangi sungai. Itulah yang ia lakukan ketika berangkat ke sekolah.


Di sekolah, pada hari ketujuh, dilaksanakan perayaan hari raya Śivarātri. Hari Raya Śivarātri adalah hari raya untuk memuja Deva Śiva. Anak-anak diminta untuk membawa susu pada hari tersebut. Dhanan merasa bingung. Dari mana ia mendapatkan uang untuk membeli susu? Meminta kepada ibunya pun segan. “Harga susu pasti mahal sekali. Kasihan jika harus membebani Ibu,” ucapnya dalam hati.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

SrīKṛṣṇa mengetahui kegundahan hati Dhanan. Bertepatan dengan Hari Raya Śivarātri, Dhanan berangkat ke sekolah dengan hati yang sedih karena tidak membawa susu. Datanglah Kṛṣṇa dan memberikan susu kepada Dhanan. Hati Dhanan sangat senang dan berjalan ke sekolah dengan riang.


Sesampainya di sekolah, teman-temannya bertanya kepada Dhanan. “Dhanan, dari mana kamu mendapatkan susu itu? Memangnya kamu punya uang untuk membeli susu itu?” Kemudian, Dhanan bercerita kepada teman-teman dan gurunya bahwa ia mendapatkan susu itu dari kakaknya yang bernama Kṛṣṇa. Namun, tidak ada satu pun yang percaya dengan perkataannya. Mereka mengetahui bahwa Dhanan tidak mempunyai saudara, teman-temannya mengejek Dhanan.


“Aku tidak berbohong. Aku benar-benar mempunyai kakak yang tinggal di hutan,” kata Dhanan sambil menangis, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 14).


“Kamu pasti bohong... kamu pasti bohong,” teman-temannya mengejek.


Perayaan segera dimulai. Para siswa mulai menuangkan susu ke patung Śiva secara bergiliran. Kini, giliran Dhanan. Ketika susu dituangkan, isi susu tersebut tak ada habis-habisnya. Semua orang merasa heran dengan apa yang disaksikannya.



Pada saat itulah, Kṛṣṇa menunjukkan wujudnya, Dhanan tersenyum dan membuktikan kepada teman-teman dan guru-gurunya bahwa ia berkata jujur. Ia mempunyai kakak bernama Kṛṣṇa.


Dijelaskan dalam Kitab Bhagavadgītā :
"may eva mana ādhatsva
mayi buddhim niveśaya
nivasisyasi may eva
ata ūrdhvam na saṁśayah", (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 15).


Pusatkan pikiranmu hanya pada-Ku, maka Aku akan datang padamu, biarlah kesadaranmu ada pada-Ku, setelah itu engkau akan hidup di dalam-Ku, dan ini tak perlu disangsikan lagi (Pudja: 2004: 313).
Bhagavadgītā XII.8


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI



Semut dan Burung Merpati


Pada suatu hari, seekor semut berjalan-jalan mencari makanan di pinggir sungai. Ѕeperti biasa, dia berjalan dengan riang dan penuh keceriaan. Tiba-tiba, semut terjatuh ke dalam sungai karena tidak berhati-hati.

Dagang Banten Bali

Semut timbul-tenggelam dihanyutkan oleh arus sungai. Semut berusaha untuk berenang ke tepian, tetapi tidak berhasil sehingga semut pun mengalami kepanikan. Kejadian itu disadari oleh seekor burung merpati. Burung merpati merasa kasihan terhadap nasib malang yang menimpa semut itu dan ingin menyelamatkannya.


Lalu, burung merpati memetik daun dan menjatuhkannya berdekatan dengan semut. Semut merayap naik ke atas daun dan akhirnya dapat menyelamatkan dirinya. Daun yang dinaiki semut perlahan-lahan bergerak ke pinggir sungai, dan semut pun terselamatkan. Kemudian, sang semut melihat seorang pemburu burung sedang mengendap- endap berusaha mendekati burung merpati yang telah menolongnya. Semut menyadari bahaya yang akan menimpa burung merpati yang baik tersebut. Semut segera berlari mendekati pemburu dan menggigit kaki sang pemburu.


Sang pemburu mengalami kesakitan dan terkejut, lalu mengibaskan ranting yang digunakan untuk menangkap burung. Burung merpati menyadari kehadiran pemburu yang sibuk mengibas-ngibaskan ranting dan kesakitan. Akhirnya burung merpati itu pun terbang menyelamatkan dirinya (anonim), (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 17).


Referensi: https://www.mutiarahindu.com/2018/12/cerita-yang-berkaitan-dengan-tri.html


Susila, Komang dan Sri Mulia Dewi, I Gusti Ayu. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti (kelas 3) / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.


Sumber: Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas III
Kontributor Naskah : Komang Susila dan I Gusti Ayu Sri Mulia Dewi
Penelaah : I Wayan Paramartha dan I Made Redana
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015

Karma Phala Merupakan Hukum Universal






Karma Phala Merupakan Hukum Universal
Dalam melangsungkan kehidupan, maka kita senantiasa melakukan bermacam-macam gerak dan aktivitas. Gerak dan aktivitas yang kita laksanakan itu pada umumnya untuk memenuhi segala kepuasan dan kenikmatan hidupnya secara lahir dan bhatin, yang disesuaikan dengan pandangan dan kebutuhan hidup masing-masing. Segala gerak atau aktivitas yang dilakukan, disengaja atau tidak, baik atau buruk, benar atau salah, disadari atau diluar kesadaran, kesemuanya itu disebut dengan karma. Menurut hukum sebab akibat, maka segala sebab pasti akan membuat akibat. Demikian pulalah sebab dari suatu gerak atau perbuatan akan menimbulkan akibat, buah, hasil atau phala seperti buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya.


Karma phala ini sangat besar sekali pengaruhnya terhadap keadaan hidup seseorang. Karena karma phala itulah yang menentukan bahagia atau menderitanya hidup seseorang, baik dalam masa hidup didunia ini, diakhirat maupun dalam penjelmaan yang akan datang. Nasib seseorang tergantung pada karmanya sendiri. Barang siapa yang berbuat baik akan mengalami kebahagiaan, yang berbuat jahat akan mendapat hukuman. Apa saja yang dibuatnya, begitulah hasilnya. Apa yang ditanam begitulah tumbuhnya. Menanam padi tentu tumbuhnya padi.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI




Pengaruh hukum karma itu pulalah yang menentukan corak serta nilai dari pada watak seseorang. Oleh karena karma itu bermacam-macam jenisnya dan tak terhitung banyaknya. Maka watak seseorang pun beraneka macam pula ragamnya. Karma yang baik menciptakan watak yang baik dan karma yang buruk akan mewujudkan watak yang buruk pula. Segala macam karma yang kita lakukan akan selalu tercatat dalam alam pikiran kita. Yang kemudian akan menjadi watak dan berpengaruh terhadap Atma atau Roh.


Hasil dari perbuatan itu tidak selalu langsung dapat kita rasakan dan kita nikmati, seperti halnya tangan yang menyentuh es akan seketika terasa dingin, namun menanam padi harus menunggu berbulan-bulan untuk bisa menikmati hasilnya. Setiap karma akan meninggalkan bekas, ada bekas yang nyata, ada bekas dalam angan-angan dan ada juga yang abstrak. Oleh karena itu hasil perbuatan atau phala karma yang tidak sempat kita nikmati pada saat berbuat atau pada kehidupan sekarang maka akan kita nikmati setelah meninggal dan pada kehidupan yang akan datang.


Hukum Karma yang mempengaruhi seseorang bukan saja akan dinikmatinya sendiri, namun akan diwarisi juga oleh para sentananya atau keturunannya. Misalnya seseorang yang hidupnya mewah dari hasil menghalalkan segala cara, namun setelah orang itu meninggal dunia, kekayaannya diwarisi oleh para sentananya, maka tidak jarang para sentananya mempunyai watak yang akan mewarisi watak purusanya atau leluhurnya. Sehingga kekayaan tersebut tidak akan bertahan lama untuk dinikmatinya dan pada akhirnya akan jatuh miskin, melarat dan menderita. Adanya suatu penderitaan dalam kehidupan ini walaupun seseorang selalu berbuat baik (subha karma), hal itu disebabkan oleh karmanya yang lalu (sancita karma phala), terutama karma yang buruk harus dinikmati hasilnya sekarang, karena tidak sempat dinikmati pada kehidupannya yang terdahulu, sehingga mengakibatkan neraka cyuta (kelahiran dari neraka). Begitu pula sebaliknya seseorang yang selalu berbuat tidak baik (asubha karma) namun hidupnya nampak bahagia, hal itu dikarenakan pada kehidupannya yang terdahulu ia memiliki phala karma yang baik karena ia merupakan kelahiran dari surga (swarga cyuta), akan tetapi perbuatan buruknya dalam kehidupan sekarang bisa dinikmati pada kehidupan sekarang, bisa juga dinikmati pada kehidupan yang akan datang. Oleh sebab itu marilah kita untuk senantiasa selalu dan selalu berbuat kebajikan, berjalan diatas dharma (kebenaran) sesuai dengan ajaran agama yang kita anut, semoga Hyang Widhi selalu memberikan waranugraha-Nya pada kita semua.


Itulah sebabnya mengapa Hukum Karma Phala dikatakan sebagai hukum yang bersifat universal, karena tidak ada seorangpun dan tidak ada satu mahluk hidup pun yang bisa terbebas dari hukum ini. Untuk memperoleh phala karma yang baik hendaknyalah kita memperbanyak berkarma yang baik, dan pada akhirnya kita mampu melepaskan diri dari penderitaan atau samsara (kelahiran yang berulang-ulang) menuju kebahagiaan yang abadi (Sat Cit Ananda) yaitu bersatunya Sang Atman dengan Brahman.

- CARA SIMPLE MENDAPATKAN PENHASILAN HARIAN DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


berikut sloka yang mendukung keberadaan karma phala tersebut
dalam Slokantara sloka 13 disebutkan bahwa:

Artha grhe niwartante smasane mitrawandhawah,
sukrtam duskrtam caiwa chayawadanugacchati


Artinya:
kekayaan itu hanya tertinggal di rumah setelah kita meninggal dunia, kawan - kawan dan sanak keluarga hanya mengikuti sampai dikuburan. hanya karmalah yaitu perbuatan baik atau buruk itu yang mengikuti jiwa kita sebagai bayangannya.


disini dikatakan bahwa bukan kekayaan dan bukan keluarga, tetapi karma (perbuatan baik buruk) yang setia mengikuti kita sampai ke akhirat. untuk itu ini dapat dibandingkan dengan Kitab Niti Sastra III.2 yang berbunyi:


sadrunikanang artha ring greha hilangnya, tan hana winawanya yan pejah.
ikang mamidara swa wandhu, surud ing pamasaran umulih padang ngis
gawe hala hajeng, manuntun angiring, manuduhaken ulah tekeng tekan.
kalinganika ring dadi wwang i sedeng hurip angulaha dharma sadhana.


Artinya:
tempat terakhir dari harta (benda) kekayaan itu ialah sampai dirumah saja, tidak dapat dibawa jika kita mati, orang yang melayat dan keluarga sendiri mengantarkan sampai dikuburan, lalu pulang sambil menangis. hanya pekerjaan buruk atau baik yang akan membawa kita ke akhirat. oleh karena itu kita sementara hidup sebagai manusia haruslah berbuat kebajikan sebagai alat untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia baka.


dalam pustaka Sarasamuccaya pada sloka 32 disebutkan juga sebagai berikut:


A dhumagrannivarttante jnatayah saha bandhavih
yena taih saha gantavayam tat karma sukrtam kuru


Artinya:
adapun semua sanak keluarga itu hanya sampai di pembakaran (di kuburan) batasnya mengantar. adapun yang ikut sabagai teman jika kita ke alam baka ialah perbuatan baik atau buruk itu jua adanya. oleh karena itu berusahalah berbuat baik yang akan merupakan sebagai sahabat yang akan menuntun jiwamu ke alam baka kelak.


dalam pustaka Sarasamuccaya pada sloka 33 disebutkan sebagai berikut:


mrtam sariramutsrjaya kastalostasaman anah,
muhurttamuparudyatha tato yanti paranmukhah, rudyatha.


Artinya:


pada saat kematian, tinggallah jasmani yang tak berguna ini yang pasti akan dibuang tak bedanya dengan pecahan periuk. nah itulah yang dipeluk, diratapi oleh keluarga untuk sementara waktu dan pada akhirnya mereka akan meninggalkannya juga. hanya itulah yang dapat dilakukan oleh sanak keluarga secara langsung. maka dari itu usahakanlah berbuat dharma sebagai sahabatmu untuk mengantarkan engkau mencapai alam kehidupan dengan kebebasan abadi.


dalam Slokantara sloka 14 disebutkan bahwa:

balo yuwa ca wrddhasca yatkaroti subhasubham,
tasyam tasyamawasthayam bhukte janmani - janmani.

Dagang Banten Bali


Artinya:
sebagai seorang anak kecil, sebagai pemuda dan sebagai orang tua, setiap manusia itu akan memetik hasil segala perbuatannya yang baik atau yang buruk di kelahiran yang akan datang pada tingkat umur yang sama.


dalam Kekawin Arjuna Wiwaha XII.5 disebutkan bahwa:


hana mara janma tanpapihutang brata yoga tapa.
angentul aminta wiryya, sukhanning widhi sahasika,
binali kaken puri hnika lewih, tinemunya lara,
sinakitaning rajah tamah inandehaning prihantin.


Artinya:
ada juga orang yang tidak berbuat kebajikan sama sekali, tidak mempihutangkan brata yoga tapa. pongah saja ia memaksa - maksa meminta kebahagiaan dan kekuasaan, seolah - olah hendak memaksa dengan kekerasan agar permohonannya itu dipenuhi. akhirnya malah nasibnya dibalikkan dan yang diperolehnya adalah kesengsaraan dan derita belaka. kesedihan akan dideritanya akibat kekuatan rajah dan tamah (nafsu dan kebodohan) yang menyakiti badan dan jiwanya.


Demikian sekilas Karma Phala yang merupakan Hukum Universal, semoga bermanfaat.

Sumber : cakepane.blogspot.com



Pengertian Punarbhava, Surga Çyuta, dan Neraka Çyuta



Kata Punarbhava dari akar kata Punar (kembali) dan Bhava (lahir) bisa diartikan Reinkarnasi, yang memiliki arti kelahiran kembali ke mayapada atau bumi. Dalam pandangan filsafat, Atma berarti jiwa yang masih dibungkus oleh badan kasar (stula sarira) dan badan halus (suksma sarira), maka atma terbelenggu oleh unsur maya.




CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Kepercayaan terhadap Punarbhava mengajarkan kita untuk percaya diri. Dengan adanya Punarbhava, kita diberikan kesempatan untuk berbuat baik (subha karma) di dunia. Perbuatan baik (subha karma) yang dilakukan dapat membebaskan kita dari perputaran kelahiran kembali, (Duwijo dan Susila, 2014: 1).


Pengertian Surga Çyuta dan neraka Çyuta


Agama Hindu, mengajarkan setelah kematian akan ada alam lain (neraka, surga, dan moksa). Keadaanalamsetelahkematianhampirsamadengan keadaan alam dunia. Kelahiran manusia ke dunia juga berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh bekas perbuatannya (karma wasana), ada yang lahir dalamkeadaancacat,sempurna,kaya, miskin, cantik, tidak cantik, tampan, dan tidak tampan serta yang lain. Perbuatan itulah yang menyebabkan manusia dilahirkan dari surga atau neraka.



1. Pengertian Surga Çyuta


Surga Çyuta adalah seseorang yang terlahir dari surga. Orang tersebut terlahir dari surga, karena dalam hidupnya selalu menjalankan dharma. Dharma mengajarkan kita untuk menghargai sesama makhluk, berbuat kebajikan, suka menolong, welas asih, dan selalu mendekatkan diri ke hadapan Sang Hyang Widhi. Jika sudah menaati dharma, maka orang tersebut ditempatkan di Surga Loka.


2. Pengertian neraka Çyuta



Neraka Çyuta adalah seseorang yang terlahir dari neraka. Orang tersebut terlahir dari neraka karena dalam kehidupan masalampaunya selalu melakukan perilaku buruk (adharma). Mereka suka berbohong, durhaka kepada kedua orang tua, suka mencuri, malas, mencontek, korupsi, berlaku kasar serta segala perbuatan yang merugikan orang lain, dan tidak dibenarkan oleh agama.


Atas perbuatannya yang buruk itu, maka mereka akan dimasukkan ke neraka loka. Setelah menikmati hasil perbuatannya di neraka, mereka akan menjelma kembali ke mayapada atau bhumi. Kelahiran manusia dari neraka loka disebut dengan Neraka Cyuta, (Duwijo dan Susila, 2014: 2).


Dagang Banten Bali



Referensi:
https://www.mutiarahindu.com/2019/12/pengertian-punarbhava-surga-cyuta-dan.html

Duwijo dan Susila, Komang. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. - Edisi Revisi. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Minggu, 02 April 2023

Yama Raja jadi Utusan Tuhan

 



Ketika masa hidup setiap makhluk hidup berakhir, Yama mengirim utusannya dan membawa jiwa tersebut keYamapurī (kota Yama). Dari sana, jiwa-jiwa suci dikirim ke Vaikuṇṭa dan jiwa-jiwa berdosa ke Neraka.
*Silsilah Yama*.
Dari Mahāviṣṇu-Brahmā-Marīci-Kaśyapa-Sūrya (Matahari)-Yama (Kāla).
Sūrya menikahi Saṃjñā, putri Viśvakarmā, menghasilkan tiga orang anak, Manu, Yama dan Yamī, kemudian lahir Aśvinīkumāra, Revanta dan Bhayā. Suatu ketika, Saṃjñā yang tidak mampu menahan sinar Sūrya yang panas, memerintahkan pembantunya Chhāyā menggantikannya, dia pergi kehutan untuk melakukan penebusan dosa.
Sūrya dengan Chhāyā melahirkan tiga putra, yaitu Śaniścara (Sani), Manu dan Tapatī. Suatu ketika Chhāyā mengutuk Yama karena ketidaktaatan, kemudian Sūrya dan Yama mengerti bahwa dia bukanlah Saṃjñā.
Viṣṇu Purāṇa bagian III, Bab 2 mengatakan bahwa Yama adalah saudara Manu, Yamī, Aśvinī Kumāra, Tapatī, Śanaiścara dan Bhayā. Kakak Yama, Bhayā, dinikahi oleh Asura Heti. Sunīthā putri sulung Yama, menikahi raja Aṃga, yang berputra raja Vena yang terkenal.

*Sebagai Dikpālaka*.
Suatu ketika Kubera melakukan tapa penebusan dosa kepada Brahmā selama sepuluh ribu tahun didalam air, menghadap ke bawah dan di tengah-tengah Pañcāgni. Brahmā yang senang, muncul di hadapannya dan Kubera berdoa kepadanya agar dia dijadikan salah satu Lokapālaka. Brahmā mengatur untuk selanjutnya, Indra memerintah di Timur, Yama diSelatan, Varuṇa diBarat, dan Kubera diUtara. Kota Yama disebut Saṃyaminī. (Uttara Rāmāyaṇa).
ŚrīRāma memerintah negara Ayodhya selama 11.000 tahun. Tiba waktunya untuk kembali keVaikuṇṭha, Brahmā mengirim Yama ke bumi untuk membawa kembali Śrī Rāma.
Yama yang menyamar sebagai seorang Maharṣi muda, pergi ke Ayodhyā dan mengunjungi ŚriRāma. Dia berkata bahwa dia adalah murid dari orang bijak Atibala dan datang untuk memberitahunya sebuah rahasia. Jadi Lakṣmaṇa ditempatkan di pintu masuk untuk mencegah siapa pun memasuki ruangan. Diumumkan bahwa siapa pun yang mencoba masuk akan dibantai.
Saat Śrī Rāma dan Yama sedang melakukan pembicaraan rahasia, Durvāsa, orang bijak, yang lapar setelah puasa 1.000 tahun, tiba di depan pintu, meminta makanan. Lakṣmaṇa memberitahunya dengan rendah hati bahwa dia tidak boleh masuk saat itu. Durvāsas, yang menjadi sangat marah, hendak mengutuk seluruh ras Raja, maka Lakṣmaṇa memasuki ruangan dan memberitahu Śrī Rāma tentang kedatangan Durvāsa.
Disaat yang sama, sebagai pemenuhan sumpah, Laksmana siap untuk dibunuh. Vasiṣṭha menyarankan bahwa cukuplah jika diusir dari istana. Karena itu dia diusir dan dia pergi dan menenggelamkan dirinya di kedalaman sungai Sarayū. Śrī Rāma yang patah hati karena berpisah dari Lakṣmaṇa pergi ke sungai yang sama dan menenggelamkan dirinya di sana tidak lama kemudian. Yama kemudian membawa jiwa mereka ke Vaikuṇṭha. (Uttara Rāmāyaṇa).


Sabtu, 01 April 2023

Pura Luhur Batukau

 


Pura Luhur Batukau dibangun pada abad ke-11 oleh seorang Mpu yang datang dari Pulau Jawa yaitu Mpu Kuturan.
Pura Luhur Batukau sering digunakan untuk meditasi memperoleh kedamaian rohani dan untuk mencapai keseimbangan hidup dengan cara menjaga keseimbangan jiwa, laut, hutan, danau, bumi, dan individu.
Dewa yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan mempergunakan air secara benar, maka di Pura Batukaru ini disebut sebagai pemujaan Tuhan sebagai Ratu Hyang Tumuwuh atau Tuhan sebagai yang menumbuhkan.
Pura Luhur Batukau terletak di kaki selatan Gunung Batukau dari sanalah nama Pura Luhur Batukau berasal tepatnya di Desa Wongaye Gede, Penebel, Tabanan.

Pada tahun 1959 Pura Luhur Batukau direnovasi besar-besaran karena diceritakan tahun 1605 Masehi sumber berasal dari kitab Babad Buleleng.
Diceritakan Pura Luhur Batukaru pernah dirusak oleh Raja Buleleng yang bernama Ki Gusti Ngurah Panji Sakti yang ingin memperluas wilayah dan menyerang kerajaan Tabanan.
Bersama dengan prajuritnya memporak-porandakan Pura Luhur Batukau. Tapi sesuatu terjadi Ki Panji Sakti dan prajuritnya malah diserang oleh tawon banyak sekali galak dan menyengat yang datang entah dari mana, yang memukul mundur Ki Panji Sakti dan prajuritnya sehingga tidak bisa menyerang kerajaan Tabanan.
Ada hal unik yang tidak boleh di langgar di Pura Luhur Batukau yaitu tidak boleh mengajak anak kecil yang belum ketus gigi atau gigi yang belum tanggal.
Menurut Jro Mangku Gede Teken pantangan ini tidak ada hubunganya dengan niskala atau alam gaib.
Dirangkum dari Blog Colek Pamor.




Pemahaman Mantram Sesontengan yang dilakukan oleh Seorang Walaka












Sesontengan adalah ucapan penganteb banten dengan kata-kata biasa sehari-hari yang dilakukan oleh para walaka yang belum mempelajari puja ataupun mantra.

Tegasnya sesontengan bukan mantra. Mantra adalah Weda, yaitu wahyu Hyang Widhi yang tidak dapat diubah. Menafsirkan Mantra harus dilakukan oleh orang-orang suci yang ahli di bidang itu agar tidak menyesatkan masyarakat.

Untuk menghindari salah pemahaman, mantra harus diucapkan dalam bahasa aslinya, yaitu Sanskerta, dengan irama tertentu. Mantra utama yang populer di masyarakat adalah Puja Trisandya bait pertama yang dikenal sebagai Mantram Gayatri.

Mantra boleh diucapkan oleh siapa saja asalkan cara mengucapkannya benar, untuk tujuan suci, dalam situasi sakral, dan keluar dari lubuk hati kesucian. Mengucapkan mantra juga dapat disebut sebagai Memantra atau Maweda.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI



Para Pandita/ Pedanda (atau umumnya disebut Wiku) tidak dapat dikatakan memantra atau maweda karena Weda tidak diucapkan secara utuh baik pada waktu Nyurya Sewana maupun ketika muput karya.
Apa yang diucapkan sudah bercampur antara mantra dengan doa/ rapal dalam bahasa Kawi. Oleh karena itu beliau disebut MAPUJA atau MAMEOS.

Selain itu perlu diketahui bahwa Trisandya bukanlah mantram, tetapi Puja karena tidak seluruh baitnya Weda (Catur Weda).

Mudah-mudahan dengan penjelasan ini anda dapat membedakan antara: SONTENG, PUJA, DAN MANTRA.
Sumber : Stitidharma.org –sumber


Pohon Raksasa Banjar Bayan

 


Keberadaan pohon unik yang satu ini mencuri perhatian publik sejak beberapa tahun silam. Bagaimana tidak, pohon ini bisa dikatakan sangat langka dan membuat siapapun yang melihatnya akan terpukau sekaligus takjub karena pohon itu disebut Pohon Raksasa. Banjar Bayan, yang merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan.
Saat ini Banjar Bayan sering dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara karena keberadaan sebuah pohon raksasa. Pohon setinggi 50 meter dengan diameter lebih dari tersebut berada dibelakang Pura Babakan Banjar Bayan. Konon Pohon Raksasa yang disebut oleh warga sekitar Pohon Kayu Putih, pohon ini sudah ada jauh sebelum Pura Babakan tersebut dibangun. Namun semenjak Pura itu dibangun pada zaman Raja Perean, Baturiti, Pura dan Pohon Raksasa menjadi satu kesatuan karena dikatakan memiliki kaitan.

Menurut Prajuru Pura Babakan I Made Kurnawijaya, hingga saat ini tidak ada yang tahu pasti apa jenis pohon raksasa yang diperkirakan telah berumur lebih dari 500 tahun tersebut. “Jadi kalau ada pengunjung yang bertanya ini pohon apa pasti kami jelaskan kalau hingga saat ini belum tahu pasti jenisnya apa, hanya saja warga Banjar Bayan menyebutnya Kayu Putih karena kalau dilihat langsung batangnya memang dominan berwarna putih,” jelasnya.
Kurnawijaya yang rumahnya berada tepat di depan lokasi pohon pun menceritakan bahwa menurut penuturan dari nenek moyangnya, dari pohon raksasa tersebut seringkali terdengar alunan suara gamelan gender. Dan hal tersebut biasa didengar oleh warga sekitar pada malam sehari sebelum ada rahinan. “Sampai sekarang pun katanya masih ada yang mendengar muncul alunan gamelan gender dari pohon ini,” jelasnya