Rabu, 03 Mei 2023

Pengertian Indra Brata dan Penjelasannya





Wiracarita Ramayana digubah oleh pujangga besar Indonesia di jaman dulu yaitu Mpu Yogiswara pada tahun 925 M . Sudah tua umumya tetapi mudah mudahan masih ada gunanya dalam masa pembangunan ini. Indpa Brata adalah salah satu sloka yang pertama dari delapan sloka yang dinamai Asga Brata yang ada pada sargha XXIV Ramayana itu. Kata ASTA berarti DELAPAN dan BRATA antara lain berarti TUGAS KEWAJIBAN, AZAS/LAKU UTAMA, KETEGUHAN HATI. Karena kata BRATA ini mempunyai sedikitnya tiga arti yang semuanya tepat dalam hubungan maksud istilah ini, untuk singkatnya penulis sebutkan saja ASTA BRATA (walaupun kata-kata ini berasal dari bahasa Sanskerta). Karena terlalu panjang untuk diterjemahkan dengan DELAPAN TUGAS KEWAJIBAN, DELAPAN AZAS/LAKU UTAMA, DELAPAN KETEGUHAN IMAN sekaligus, walau maksudnya mencakup sebaris kata-kata tersebut/penulis pakai saja istilah Agta Brata. Ajaran ASTA BRATA ini tercantum di dalam buku wira carita (epos) Ramayana Jawa Kuno gubahan pujangga besar Yogiswara pada Sargha XXIV sloka 52-60, (Sudharta, 2015:1).



Dewa Indra

Ajaran ini disampaikan Oleh Sri Rama kepada sang Wibhisana pada waktu Sri Rama telah dapat menaklukkan kerajaan Alengkapura. Beliau mengalahkan raja Rawana dalam pertarungan sengit pada perang tanding yang berakhirkan dengan tewasnya raja Rawana, Sri Rama ingin menyerahkan kerajaan Alengka kepada ahli warisnya yang masih hidup, Pangeran Wibhiwana. Betapapun sakit hati Pangeran Wibhisana terhadap kakaknya raja Rawana yang telah mengusirnya dari kerajaan Alengka, betapapun kesal hatinya terhadap kakaknya yang dianggapnya bersalah melanggar norma kesusilaan dengan menculik dewi Sita, permaisuri Rama. Namun wafatnya raja Rawana adalah suatu kejadian yang sangat menyedihkan hatinya, walaupun sebelumnya kejadian ini sudah diperkirakan olehnya. Apalagi kakaknya yang kedua yaitu Kumbhakarna telah pula meninggalkannya, gugur di medan laga sebagai putra sejati dari sebuah kerajaan yang berpegang teguh sampai akhir hayatnya kepada prinsip "right or wrong is my country". Benar atau salah, negara ini adalah negaraku yang harus ku bela dan ku pertahankan sampai titik darah yang penghabisan!. Kehancuran kerajaan Alengka adalah kehancuran yang menggundahkan perasaan Pangeran Wibhisana. Kematian kedua saudara tuanya adalah kematian yang merenyuhkan hatinya. Hal ini menyebabkan Pangeran Wibhisana tidak rela menerima permintaan Sri Rama agar ia mau menduduki tahta kerajaan yang ditinggalkan kedua kakaknya. Ia tidak ingin menikmati kehidupan di atas reruntuhan negaranya. Tetapi demi kelangsungan hidup dan eksistensi kerajaan Alengka yang pernah jaya itu Sri Rama mendesak agar Pangeran Wibhisana bersedia melanjutkan kepemimpinan kakaknya. Diharapkan membina rakyai Alengka dengan gaya dan corak yang lebih baik dari kakaknya. Memerintah dengan kepemimpinan yang dituntun oleh ajaran ajaran agama, antara lain ajaran ASTA BRATA, (Sudharta, 2015:1-2).

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Memang benar nasihat Sri Rama dalam bentuk Asga Brata itu hanya ditujukan olehnya kepada Pangeran Wibhisana dalam memimpin kerajaan Alengka. Tetapi pada hakekatnya ajaran itu tidak hanya bagi Pangeran Wibhisana dan tidak hanya untuk memimpin kerajaan Alengka. Ajaran itu dapat juga diperlakukan oleh setiap orang yang hendak memimpin apa saja dan di mana saja serta kapan saja setelah disesuaikan dengan desa, kala, patra yaitu disesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan yang dihadapi. Karena siapakah yang tidak merupakan PEMIMPIN dalam kehidupan ini? Setiap orang adalah PEMIMPIN. Apakah ia memimpin rumah tangga, memimpin kelompok lingkungan kecil, atau besar. Memimpin sekolah yang dasar ataupun yang tinggi. Memimpin masyarakat atau negara yang kecil maupun yang besar. Memimpin pemerintahan di tingkat apapun juga. Yang terutama adalah memimpin diri sendiri, (Sudharta, 2015:2).

Dengan demikian sebagai seorang pemimpin, ajaran Asta Brata ini dapat dipergunakan sebagai salah satu pegangan dalam mensukseskan mission dalam hidup ini. Antara lain ikut menciptakan kesejahteraan dan kedamaian yang menyeluruh lahir bathin di bidangnya masing masing. Perlu kami tekankan di sini bahwa ajaran Asta Brata dan agama Hindu ini hanyalah merupakan salah satu pegangan dan. bukan satusatunya pegangan karena pegangan pegangan lainnya masih banyak ada baik di dalam agama Hindu sendiri maupun di dalam agama lainnya. Ajaran yang perlu kita gali, kita persembahkan kepada bangsa dan negara kita yang sedang berada di dalam era pembangunan di scgala bidang dan khususnya di dalam Pelita yang akan datang yang menekankan pembangunan dalam mewujudkan keadilan sosial. Dan dalam hal ini kami tertarik akan pendapat Prof. Dr. Mubyarto yang mengatakan :

"Berjalannya sistem ekonomi (apapun namanya) tidak terlepas dari manusia-manusia pelakunya. Dalam keadaan masyarakat kita yang bersifat majemuk, nampaknya pembahasan masalah keadilan sosial, perlu lebih dikaitkan pada masalah pcndidikan moral dan agama, dan bukan hanya masalah sistem ekonomi dan struktur sosial".

Di samping adanya ajaran moral dari kelima agama yang diakui di Indonesia, kita sudah pula mempunyai Moral Pancasila sebagai sumber masukan dalam mewujudkan, membina masyarakat adil dan makmur melalui Pelita-Pelita yang kita buat bersama. Ajaran moral dan agama Hindu yang penulis sajikan ini ialah ajaran Asta Brata yang sebagai namanya menunjukkan berjumlah delapan butir. Mudah-mudahan ajaran Asta Brata yang disajikan ini masih ada arti dan gunanya pada masa ini karena ia ditulis di Indonesia oleh pujangga besar Yogiswara pada tahun 925 M, (Sudharta, 2015:3).

Dalam kekawin Ramayana Sargha (Bab) XXIV sloka (bait) 52 pujangga Yogiswara menuliskan sebagai ungkapan permulaan dari delapan bait syair yang mengandung ajaran Asta-Brata itu sebagai berikut :

"Hyang Indra Yama Suryya Candra-anila,

Kuwera Baruna-agni nahan wwalu,

sira ta maka-angga sang bhupati,

matang nira inisti agabrata".

Terjemahan:

"(Brata) dewa Indra, Yama, Suryya (Matahari), Candra (Bulan), Anila (Angin), Kuwera, Baruna, dan Agni (Api) adalah delapan (brata) yang bernama Asta-Brata yang seharusnya dihayati oleh seorang pemimpin agar meresap dalam jiwa raganya", (Sudharta, 2015:3).

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI 

Kata Dewa dalam agama Hindu berasal dari kata Sanskerta Div yang berarti sinar, cahaya yang sama dengan kata Day (Inggris) atau Tag (Jerman) atau Daag (Belanda) yang berarti hari yaitu bagian waktu yang mempunyai cahaya. Dengan demikian kata Dewa berarti Ia yang mempunyai sinar atau memberi sinar atau merupakan sinar (Nur) dari Hyang Widhi (Illahi). Setiap Dewa (Nur Illahi) ini mempunyai sifat, tugas, kekuasaan dan kemampuannya masing-masing sebagai percikan dari Kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Kedelapan Dewa tersebut masing-masing mempunyai sifat, kekuasaan dan tugasnya sendiri yang patut dipakai tauladan oleh seorang pemimpin. Misalnya , disebutkan dalam syair 53 :

"Nihan brata ni sang hyang Indra-alapen,

sira anghudanaken tumrepting jagat,

sirata tuladena Indrabrata,

sudana ya hudanta manglyabi rat"

Terjemahan:

"Beginilah brata dari dewa Indra yang harus diikuti yaitu memberi hujan kesejahteraan pada rakyat; anda hendaknya meniru brata Indra ini, SUDANA lah yang anda harus hujankan demi kesejahteraan rakyat".

Disebutkan di sini bahwa hyang Indra sebagai dewa hujan. Ia mempunyai kekuasaan dan tugas untuk menghujani alam semesta, sehingga seorang pemimpin harus menghujani rakyat dengan suddna, pemberian yang baik. Dalam agama Hindu istilah DANA (Pemberian) tidak hanya berarti pemberian harta Benda (ARTHA DANA) tetapi juga pemberian PERLINDUNGAN DARI BAHAYA (ABHAYA DANA) serta pemberian PENGETAHUAN (BRAHMA DANA). Sehingga dengan demikian seorang pemimpin harus memikirkan dan "menghujani" mereka yang dipimpinnya dengan memenuhi kebutuhan mereka di bidang materi (antara lain sandang, pangan, papan). Juga memberikan perilindungan dari bahaya, memberikan rasa aman, menciptakan situasi keamanan yang mantap, sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan sehari-harinya dengan tidak ada kekhawatiran sama sekali, baik terhadap bahaya dari luar maupun yang ada di dalam lingkungannya sendiri.

Di samping itu merekapun harus dijamin atau "dihujani" dengan Pemberian Ilmu Pengetahuan. Pcndidikan mereka harus diselenggarakan, ada jaminan bahwa mereka pasti dapat pendidikan, mereka harus dapat memiliki ilmu pengetahuan yang setinggi tingginya dengan biaya yang semurah-murahnya kalau tidak dapat secara cuma-cuma. Tugas sebagai dewa Indra ialah menghujani kemakmuran, kesejahteraan lahir bathin pada rakyat. Di samping itu, sebagai sifat air hujan itu sendiri, sang pemimpin hendaknya dapat menyejukkan suasana kehidupan serta hati sanubari setiap bawahannya. Seorang pemimpin tidak boleh membiarkan hati sanubari dan kehidupan rakyat atau bawahannya menjadi gersang apalagi sampai kering kepanasan karena tidak pernah mendapatkan gerimisnya "hujan pemberian" sebagai tersebut di atas. Sebagai juga kodrat dari air hujan itu sendiri yang jalannya pasti ke bawah, hendaknya pemimpin meniru kodrat hujan itu, yaitu menyampaikan kesejukan, menyampaikan pemberian itu, tidak hanya sampai di tingkat atas saja tetapi harus juga sampai ke tingkat yang paling bawah. Dan malah kalau bisa tingkat yang paling bawah itulah yang seharusnya dapat yang paling banyak, dengan cara menghindarkan adanya kebocoran-kebocoran atau pcnyelewengan-penyelewengan di tingkat atas, (Sudharta, 2015:4).

Di samping penyampaian segalanya itu supaya sampai ke bawah, hendaknya juga perhatian dan pengalaman pribadi supaya sampai juga ke bawah yaitu dengan seringnya pemimpin itu turun ke bawah, turun ke masyarakat. Tidak hanya menerima laporan di atas meja sambil duduk di atas kursi yang empuk. Sebagai juga sifat air hujan bisa menghanyutkan segala yang menghadang, bendungan-bendungan atau hambatan hambatan yang tidak teratur, yang diciptakan atau dibuat di luar ketentuan ketentuan yang berlaku.

Karena itu pemimpin atau pemerintah hendaknya selalu memberi peringatan kepada semua pihak bahwa pemerintah akan bisa bertindak sebagai banjir menghantam mereka yang menghambat atau membendung jalannya pemerintahan. Baikpun dengan secara illegal apalagi dengan maksud untuk menimbulkan keresahan, ketidak amanan serta keadaan-keadaan lain yang negatif. Sebaliknya perlu diterangkan kepada mereka bahwa air atau hujan sebagai hyang Indra akan membawakan kemakmuran, kesuburan dan kesejukan hidup jika sifatnya itu dianut oleh pemimpin dan tidak dihambat-hambat oleh bawahan dengan sengaja atau tidak sengaja. Jadi dasarnya sifat, tugas dan kekuasaan dewa Indra yang perlu diikuti ialah :

"menghujani" dengan tiga macam pemberian (dana) di atas : materi, pendidikan, keamanan;
menyejukkan hati dan suasana masyarakat;
menyampaikan segala "pemberian" dan perhatian sampai ke bawah;
menghanyutkan segala rintangan dan hambatan yang dapat membahayakan.



Inilah hakekat dari Indra Brata , brata kcpertama dari Agga Brata, (Sudharta, 2015:5).

Referensi: https://www.mutiarahindu.com/2020/10/pengertian-indra-brata-dan-penjelasannya.html

Rai Sudharta, DR.Tjok. 2015. Asta Brata di abad Millenium. Denpasar: ESBE buku

Senin, 01 Mei 2023

Tumpek Wariga, Tumpek Uduh, Tumpek Bubuh lan Tumpek Pengatag, puja kepada Shiva Shankara



Perayaan Tumpek Wariga atau Tumpek Uduh, lumrah juga disebut Tumpek Bubuh, terasa sangat spesial , karena hari bertuah itu diperingati menjelang Perayaan kemenangan Dharma atas Adharma, di India disimbolkan dengan kemenangan Sri Rama atas sosok terbaik wangsa asura Rahwana, Raja Alengka. Maka di India dibuat patung patung Rahwana, kemudian ogoh ogoh itu dipanah, sebagai refleksi kemenangan Dharma atas Adharma.
Perayaan Wijaya Dasami ini merupakan puncak hari ke-10 dari puja Nawa Ratri, yang dipuja Tridewi, Durga, Laksmi, dan Saraswati. Perayaan ini di Bali disebut Galungan dan perayaan hari ke 10 adalah Tumpek Kuningan. Berkaitan perayaan Tumpek Bubuh di Bali, maka dipuja Dewa Sangkara, di India untuk memohon kesuburan tanaman, maka perayaanya disebut “Shangkara Puja”.
Tumpek Wariga ini di Bali sebagai penanda awal bahwa peringatan hari Galungan sudah menjelang. Hari suci Galungan hanya tinggal dalam durasi 25 hari saja. Pada moment Tumpek Wariga ini dimaknai sebagai upacara pelestarian lingkungan, terutama pada tumbuhan, segala jenis pepohonan agar subur, berbuah lebat, sehingga umat dapat anugraha dari lingkungan itu sendiri.
Mengutip, Bhagawad Gita, III . 14
, “Annaad bhavanti bhuutaani. Prajnyaad annasambhavad. Yadnyad bhavati parjanyo Yadnyah karma samudbhavad”.
Makhluk hidup berasal dari makanan. Makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan berasal dari hujan. Hujan berasal dari yadnya.

Yadnya itu merupakan karma. Maka sejatinya cakra yadnya itu harus senantiasa diputar, agar siklus rta itu secara alamiah juga berputar di jagat ini, karena itu sang manawa yang merupakan bagian dari kosmos ini , tidak bisa melepaskan dari siklus cakra yadnya itu.
Sebab, tanpa tumbuh-tumbuhan dalam kehidupan ini, semua makhluk bernyawa sejatinya tidak dapat melangsungkan hidupnya. Karena pastinya bahan pokok makanan hewan dan manusia adalah tumbuh-tumbuhan. Adanya tumbuh-tumbuhan itu karena yadnya dari bumi dan langit kepada semua makhluk hidup ini.
Pertanyaan reflektif itu, lalu masihkah kita tidak menghargai anugerah yang telah kita terima dari bumi pertiwi ??
Bagaimana cara kita menghargainya? Ini lah salah satu bentuk kearifan budaya lokal local genius dan local wisdom yang sungguh Adi Luhung di jagat Bali Dwipa ini, yang dimaknai dalam perayaan , Tumpek Wariga ini.
Tumpek Wariga dikenal juga sebagai tumpek bubuh, tumpek pengatag, tumpek pengarah. Jatuh pada hari Saniscara, Kliwon, Wuku Wariga, atau 25 hari sebelum Galungan. Rangkaian upacara ngerasakin dan ngatagin itu dilaksanakan untuk memuja Dewa atau Bhatara Sangkara, manifestasi Hyang Widhi, memohon kesuburan tanaman yang berguna bagi kehidupan manusia.
Tumpek Wariga adalah hari menghaturkan puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Dewa Sangkara (masyarakat Bali Kuno menyebut sebagai Kaki Bentuyung), Dewa Penguasa Tumbuh-tumbuhan yang dikonkretkan melalui mengupacarai pepohonan.
Selain itu,Tumpek wariga juga merupakan penanda, sebagai rangkaian awal persiapan menyambut hari raya Galungan. Ketut Wiana, menjelaskan
Manusia sebagai makhluk hidup yang paling serakah sering berbuat tidak adil kepada keseimbangan hidup tumbuh-tumbuhan tersebut.
Nah untuk menumbuhkan sikap yang adil dan penuh kasih kepada tumbuh-tumbuhan, umat Hindu memohon tuntunan Dewa Sangkara sebagai manifestasi Tuhan Yang Mahaesa. Karena itu, umat Hindu di India memiliki ''Hari Raya Sangkara Puja'', sedangkan umat Hindu di Bali memiliki Tumpek Wariga sebagai hari untuk memuja Dewa Sangkara.



 

PENGAMALAN DHARMA

 



Sri Bagawan Yogananda
Melaksanakan ajaran Hindu apalagi menebarkan ajaran kesucian dharma itu sejatinya tidak lah gampang. Disadari, pastinya tidak semudah membalikkan telapan tangan. Sebab, perlu kepribadian bijaksana, dan pemahaman sangat luas , komprehensif mengurai keberadaan Hyang Widhi Wasa, yang tidak terbatas itu.
Karena itu, membedah ajaran suci dharma perlu persepsi holistik , selain landasan Sruti, smerti, upanisad, itihasa, purana, lontar lontar Bali termasuk lontar kedhyatmikan, juga perlu penalaran, kedalaman inspirasi, logika terkait analisis dan sintesis mencapai resume yang luas, dalam. Dan pastinya pula perlu anubhawa, pengalaman langsung melalui penampakan ( dharsan) suci, sehingga kebenaran yang dibedah tidak memunculkan bias dan distorsi melabar.
Sehingga pemahaman yang diapresiasi terkait ajaran dharma itu tidak dangkal. Intepretasi tidak parsial dan agar dijauhkan dari kecendrungan kontra produktif. Karena itu, perlu penjabaran dan pengertian dengan kesimpulan holistik, penuh kasih dan sesuai tatanan Hindu , Agama yang damai, toleransi , penghormati semua mahluk.
Kesucian dan keluhuran ajaran Dharma itulah, wajib kita kawal dengan sebaik baiknya, sehingga kita bisa menyebarkan ajaran Dharma itu sebagai tuntunan kehidupan yang produktif dan bermaanfaat baik sekala lebih lebih niskala.
Disadari perlu pemahaman pokok pokok formulasi , rumus pengertian yang dijadikan titik tolak, terkait membedah kepercayaan Agama Hindu secara lebih komprehensif.
Bisa kita kutip Atharwa Weda XII. 1.1. , yakni “Satyam brhad rtam ugram dikso tapo brahma yadnya pertiwim dharaayanti so no bhutasya bhavyasya patnyurum lokan pertivi nah krnotu”
Maksudnya: Agama adalah satya, rta, diksa, tapa, brahma dan yadnya, semoga semua ini dapat memberikan tempat, dan mengatur tempat hidup kita di masa lalu, sekarang dan masa akan datang di dunia ini.

Satya itu merupakan kebenaran yang absolut, rta merupakan dharma atau undang undang yang mengatur hidup manusia, diksa adalah pensucian, dan tapa adalah semua perbuatan suci.
Brahma merupakan doa dan mantra mantra, yadnya merupakan korban. Diksa dan tapa itu merupakan landasan pokok dalam pembentukan watak dan kepribadian manusia, sedangkan doa doa, mantra dan korban, merupakan landasan ideal untuk berbuat suci di dalam agama itu.
Pengertian dalam lontar Kadyatmikan Bali, bisa dikutif dari Wrhaspati Tatwa 25 yang menyatakan :
“ Sila Yajna tapo daanam
Pravraja bhiksu revaca
Yogascaapi savasena
Dharmasyeke vinirnayah
Artinya, mewujudkan Sila, Yadnya, Tapa, Danaa, Prawraja, Bhiksu, dan melakukan Yoga, Inilah rincian pengamalan Dharma.
Itu juga yang disebut Jnyana.
Agar manusia dapat melakukan pengamalan dharma itu,maka dharma diarahkan untuk membina diri sendiri (Swaartha),kemudian dijadikan kekuatan melayani hidup sesama(Para Artha),sebagai wujud Bhakti pada Tuhan (Parama Artha).
Sesuai pustaka Wraspathi Tatwa 25 itu,ada 7 perilaku pengamalam dharma
1 Sila.
Sila ngaranin mangraksa acara rahayu.Sila namanya menjaga kebiasaan baik dan benar.Misalnya sembahyang setiap hari,mengatur pola beristirahat,disiplin soal makanan,mengotrol pikiran,perkataan dan prilaku. Artinya berbagai kebiasaan positif harus senantiasa diupayakan.
2. Yajna.
Yajna, Ngaraning menghadakaken Homa.Homa ini juga disebut Upacara Agni hotra.Yajna ini diajarkan dalam pustaka Rg Weda X.66.8 dan atharwa Weda XXVIII.6.Yajna itu disebut spatika yajna atau mutiaranya Yajna.Upacara ini dilakukan oleh mereka yang hatinya mulia.Agnihotra ini dapat menciptakan kedamaian,dapat menggugah hati para pemimpin untuk bekerja dengan baik,membina masyarakat dan tidak menyakiti hatinya.
3.Tapa.
Tapa ngaraning umatinindryania.
Terus menerus menguasai indriya.Kahrtaning indriya(Sarasamuscaya),
Indriya ini harus dipelihara dengan sebaik baiknya agar sehat dan berfungsi sempurna.Tetapi ekspresi indria ini harus terus menerus dalam kendali pikiran.Pikiran dalam kesadaran budhi. Dengan sruktur diri yang demikian itulah dapat merealisasikan kesucian atman dalam prilaku.Demikian menurut Bhagawad Gita III.42.
4.Daana.
Daana ngaranning paweweh.Membangun sifat suka memberi.Dermawan.
5.Prawrajya
Prawrajya ngaraning Wiku ansaka.Menyebarkan secara terus menerus ajaran dharma.
Dapat dikutip juga bagaimana penegasan Yajur Weda XXVI.2. terkait penyebaran ajaran Dharma itu.
“Yathemaam vaacam kalyanim avadani janebhyah,brahma rajanyabhyam sudraya caryaya ca svaya caranaya ca”
Sabda suci Weda itu, hendaknya disampaikan kepada seluruh umat manusia,cendekiawan rohaniawan,raja,pemerintah,masyarakat,para pedagang,petani dan nelayan serta para buruh,kepada orang orangku dan orang asing sekalipun.
Bertolak dari mantra Yajur Weda ini, Agama Hindu sesungguhnya adalah agama missi,agama yang harus disebarluaskan.Pengertian misi disini tentunya berbeda dengan missi dalam usaha menyebarluaskan agama secara aktif walau itu diamanatkan dalam veda,melainkan karena keluhuran ajaran Hindu lah orang tertarik mendalami dan mengikutinya.
6.Bhiksu.
Bhiksu ngaraning diksa.Proses penyucian diri.Kata diksa dlm bahasa sanskerta artinya suci.Bhiksu adalah tahapan hidup yang keempat yang juga disebut Sanyasin.Tahap ini dicapai setelah melewati Tahap Brahmacari,Grhasta dan Wanaprasta.
7.Yoga.
Yoga ngaraning magawe samadhi.Yoga untuk mewujudkan kejernihan pikiran. Rshi Pantanjali dalam Astanggayogannya mengutip shubashitam, wejangan suci, “Yogascitta vrtti nirodhah”.
Yoga keterhubunga secara intensif harus terus dilakukan dengan Hyang Widhi Wasa, sehingga gelombang pikiran dalam alam pikiran yang sifatnya fluktuatif itu dapat dikendalikan dengan baik.Untuk mencapai rohani, spiritualitas yang jernih Rshi Pantanjali, merekomendasikan agar kita melakukan delapan tahapan yoga secara intensif yang dikenal dengan asthanggayoga yakni “ Yama, Niyama, Asana, Pranayama, Prathihara, Dharana, Dyana dan Samadhi”.
Grya Payuk,Sukra Wage Kuningan 13.Januai 2023.



Homa Ritual To Unity and Egaliter “No Soroh”

 



Dengan Homa kita disatukan dalam unity- kesatuan, menju purity - kemurnian, mencapai divinity - terangkat pada kesadaran sarva dewata is one , and the end got enlightement - kemurnian kesadaran tertinggi.
Karena itu, Homa dilakukan dengan suasana egaliter - kesamaan derajat dan klas. Tak ada srata , golongan tinggi dan rendah. Hannya dibagi dengan kompetensi Pandit yang ahli di Rg Veda, Sama Veda, Yayur Veda, Atharva Veda. Keempat Veda menjadi dasar mantra terangkum secara harmanis dalam mosaik pemujaan yang khusuk.
Jelas dalam Rg Veda disebutkan 3333 dewa hadir , malam di Atharva Veda 6333 - para leluhur datang kepada sisva yang mempelajari veda , para gandarva - pemusik surgawi, demikian juga 33 dewa utama, 300 bahkan 6000 dewa ia memberikan para dewa semangat dan menyala nyala.

Homa upacara penuh berkah dari Homalah Manik Angkeran lahir di Udaya Parwata/ Gunung Agung yang dimintakan doa kepada Agni oleh ayahnya Dangyang Sidhi Mantra.
Dari Homa lahir empat Putra Raja Ayodya Dasaratha, Rama, Bharata, Laksama dan Satrugna. Rama adalah sebagai awatara Wisnu di Tretayuga.
Dari Homa , Raja Drupada memohon kelahiran Dewi Drupadi , istri Panca Pandava, dan kakaknya Dristadyumna
Homa adalah upacara “Para Rishi Agung” hanya pada sang nara yang punya kompetensi , mamiliki vasana dan samskara kelahiran past life - masa lalu yang baik, yang akan melanjutkan disiplin / abhyasa ritual Veda tersebut dengan gigih dan militan di masa kini.
Over all Homa is the best, upacara murni Veda dan mardava itu sangat low cost / murah. Namun dalam aplikasinya multifungsi. Bisa upacara antyesti/ pelebon, mamukir, potong gigi, melaspas, menek kelih, pawiwahan, ulang tahun, intinya multipurpose
Homa juga menekankan koneksi asta shiva , pertiwi, apah, agni, wayu, akasa, prajapati, mahadewa dan ishasa plus trimurti dan tripurusha, selain abhiseka lingga yoni dan meditasi
Jadi ketika menggunakan metode homa, otomatis dua metode pendekatan yakni dwaita dan advaitha di kolaborasikan menjadi satu kesatuan utuh.
Banyak hal positif dan konstruktif lainnya terkait Homa , agar ditambahkan oleh para suci & prajnan lainnya
Tat asthu pranam



Karma Marga: Dengan Pelayanan Menggapai Pembebasan

 



Swami Wiwekananda, seorang filsuf besar Hindu suatu waktu bercerita tentang seorang Rsi yang melakukan meditasi di bawah pohon. Seekor burung yang kebetulan bertengger di ranting pohon itu membuang kotoran tepat jatuh di dahinya. Sang Rsi menoleh dengan marah ke atas, dan burung itupun jatuh, hangus terbakar. Sang Rsi bangga: meditasinya sudah membuahkan hasil.
Ketika sang Rsi mengetuk pintu warga untuk mengharapkan sedekah, seorang wanita menyodorkan mentega yg kelihatannya sudah tdk terlalu segar. Rsi ini merasa tersinggung, tapi sebelum ia bicara, perempuan itu sudah mendahului “Rsi yang agung, aku bukanlah burung yang bisa hangus oleh tatapanmu. Aku baru saja datang dari bekerja, melayani suamiku yang sakit, dan inilah satu2nya yang aku punya”. Sang Rsi merasa tertampar, tapi perempuan itu melanjutkan “pergilah ke pasar desa, mungkin disana engkau akan mendapat pemahaman baru”

Sang Rsi pergi ke pasar. Hal yang paling menarik perhatiannya adalah seorang tukang jagal. Pisaunya besar, wajahnya basah terciprat darah, bajunya bahkan berubah berwarna merah. Ia memotong, mengiris dan memasukkan daging ke kantong sebelum menyerahkannya ke pembeli dengan senyum ramah. Tak tampak rasa berdosa di wajahnya. Sang Rsi merasa mual, tapi sang jagal segera menyapanya dengan senyum merekah. “Rsi yang agung, marilah mampir ke rumah saya, kebetulan pasar sudah tutup”. Di rumah sang jagal, Rsi Agung ini kembali jengkel karena harus menunggu lama di ruang tamu. Sang jagal kemudian muncul dan berkata “Rsi yang agung, maafkan aku membuatmu menunggu. Aku harus mandi, berdoa dan menghaturkan persembahan, lalu memandikan ayahku yang sudah tua, kemudian menyuapinya. Sekali lagi, maafkan aku”
Sang Rsi tertegun. Bayangan burung yang hangus terbakar karena kekuatan meditasinya berkelebat di kepalanya. Apa manfaat meditasinya bagi seisi semesta? Bandingkan dengan wanita tadi dan tukang jagal ini? Mereka mendedikasikan dirinya untuk tugas masing-masing dan memberi manfaat untuk orang lain melalui pekerjaannya itu. Sang Rsi termangu, ia kini memiliki pemahaman baru tentang hakikat kerja.
Demikianlah, ajaran Hindu yang membentang luas telah mengajarkan banyak jalan menuju Tuhan, sesuai kecenderungan dan potensi setiap orang. “Wahai Arjuna, sejak dahulu kala telah aku ajarkan jalan pengetahuan bagi mereka yang berfikir, dan jalan kerja bagi mereka yang berbuat”, demikian sabdaNya dalam Gita. Pada bagian lain, Brahman Yang Esa bersabda “Kecuali pekerjaan yang dilakukan sebagai yajña, selebihnya semua kerja didunia ini terikat oleh hukum karma. Oleh karenanya, oh Arjuna, lakukan pekerjaanmu sebagai yajña, bebaskan diri dari semua ikatan” (BG III.9). *“Hanya dengan perbuatan, Prabu Janaka dan orang-orang hebat lainnya mendapat kesempurnaan. Jadi kamu juga harus melakukan pekerjaan dengan pandangan untuk pemeliharaan dunia” (BG III.20).*
Kerja, dengan demikian, bukan hanya cara untuk hidup, atau bahkan sering dipahami secara salah untuk memenuhi keinginan, tetapi lebih mulia dari itu: ia adalah cara untuk mencapai pembebasan. Dengan semangat dan kesadaran kerja sesuai ajaran Bhagawad Gita ini, kita tidak akan mendengar berita korupsi, atau petugas pelayan publik yang datang ke kantor jam 11 siang, istirahat jam 12, balik kantor jam 14 dan pulang jam 15. Atau, yang terbaru, berita presiden mengeluh karena banyak masyarakat berobat ke luar negeri, tapi segera disusul berita seorang ibu hamil dan anak yang dikandungnya meninggal dunia karena ditolak oleh rumah sakit lokal. Kerja dengan output seperti itu tidak akan membawa pelakunya kemana2, dan juga tidak menyumbangkan kebaikan untuk masyarakat. Sebaliknya, kerja sesuai prinsip2 ajaran Gita akan membawa pada kesempurnaan pelayanan yang memberi kemanfaatan pada dunia, dan pembebasan yang menjadi tujuan perjalanan setiap jiwa.



Memilih Pemimpin.

 



Sri Begawan Agni Yogananda
Pemimpin adalah pemimpi saat terjaga.
Pemimpin itu sejatinya orang yang mempersembahkan dirinya untuk melayani orang banyak. Dalam idiom asing - serve all and love all -layani semua masyarakat tanpa diskriminasi, dan cintai semua. Seorang pemimpin adalah bijaksana. Karena itu, ia bukan saja mampu merencanakan,mengelola dan memperbaharui , juga melakukan hal kreatif dan inovasi, serta memelihara kesejahteraan masyarakat atau pengikutnya.
Idealnya seorang pemimpin itu bisa mengaplikasikan kepribadiannya secara holistik ketika mendapat mandat menjadi pemimpin. Paling tidak secara umum ada 12 karakter pemimpin masa depan yang terdiri dari : jujur, kompeten, visioner, menginsipirasi, cerdas, adil, berwawasan luas, berani , lugas , imaginatif, kreatif dan inovatif.
Petunjuk cara memimpin yang baik dan ideal juga tersurat dalam Kekawin Niti Sastra. “Masepi ikan desa tan hana mukya” maksudnya amat sepi Desa itu jika tidak ada pemimpinnya.
Kemudian dalam naskah Jawa Kuno Nawa Natya, disebutkan tentang tata cara memilih pemimpin pembantu Raja. Raja dalam memilih pemimpin yang akan membantunya menjalankan pemerintahannya itu diibaratkan seperti memilih bibit bunga yang akan disemaikan dalam taman bunga.
Dalam Lontar Nawa Natya disebutkan bahwa bibit bunga yang baik untuk disemaikan dalam taman bunga itu adalah bunga yang mekar. Selain bunya yang warnanya indah,harum,tahan lama,tidak disukai oleh hama penyakit, daunnya hijau,tidak mudah layu.


Jadi dalam memilih pemimpin yang akan membantunya, sang Raja itu hendaknya berpedoman pada cara memilih bibit bunga sesuai konsep Nawa Natya yang terdiri dari :
Pradnya Widagda.
Bijaksana dan mahir dalam berbagai pengetahuan. Orang yang berilmu itu bukanlah orang yang hanya memiliki kemampuan mengadopsi ilmu yang diperoleh dari berbagai buku atau sumber sumber lainnya. Tetapi ia yang mampu menjadikan ilmu itu sebagai alat untuk memperkuat eksistensi dirinya sebagai manusia.
Orang itu bukan saja mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat diri, namun juga mampu menjadikannya bijaksana. Orang yang demikianlah yang disebut Pradnya widagda.
Parama Artha.
Memiliki cita cita mulia dalam hidupnya.Parama artinya mulia atau utama dan Artha artinya tujuan atau cita cita.
Wira Sarwa Yudha.
Pemberani dalam menghadapi pertempuran.Dalam keadaan perang pemimpin pembantu raja ikut berperang. Namun dalam keadaan damai sikap wira sarwa Yudha ini artinya tidak takut menghadapi persoalan yang ditemukan dalam melakukan tugas tugas kepemimpinannya.
Ia tidak lari dari persoalan yang dihadapi melainkan dijadikan kesempatan untuk peryadnya. Artinya melakukan sesuatu yang
terbaik
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Dirotsaha
Teguh dan tekun dalam berupaya.Dirotsaha berasal dari kata Dira yang artinya teguh atau tekun. Sedangkan Utsaha itu artinya selalu tidak henti hentinya senantiasa berupaya.
Contoh, akhir akhir ini banyak persoalan muncul. Kegaduhan terjadi di luar batas.Persoalan yang dihadapi tidak begitu gampang untuk diselesaikan. Nah di tengah situasi krusial itu, sangat dibutuhkan sikap teguh dan tekun dalam upaya mencari solusi penyelesaian
terbaik
atas masalah yang dihadapi.
Pragi Wakya
Pandai menyusun kata kata dalam pembicaraan.Salah satu tugas pemimpin adalah menyampaikan buah pikirannya dalam suatu pembicaraan yang dapat dimengerti dengan baik oleh pihak lain.Kemampuan itu akan diperoleh melalui kegemaran membaca dan latihan berbicara.
Sama Upaya
Taat dengan janji.Menepati janji adalah salah satu cara pemimpin untuk memelihara kepercayaan masyarakatnya. Karena itu, seorang pemimpin tidak boleh sembarangan mengumbar janji. Misalnya, hanya demi ambisinya untuk memenangkan pemilihan.
Setiap janji haruslah dianalisa secara mendalam , apakah janji itu akan bisa ditaati. Sebab, kepercayaan itu adalah nafas bagi seorang pemimpin.
Lagha Wangartha.
Tidak memiliki kepentingan pribadi yang sempit.Perbuatan baiklah yang akan memberikan hasil yang baik. Karena itu berkonsentrasilah untuk berbuat baik sesuai dengan swadarma.
Wruh Ring Sarwa Bhastra.
Memiliki manajemen krisis.Mengetahui cara mengatasi kerusuhan.Memiliki berbagai upaya untuk melakukan pencegahan serta konsep mengatasinya
Wiweka
Kemampuan untuk dapat membeda bedakan mana yang salah,mana yang benar,mana yang tepat dan kurang tepat. Mampu mengambil sikap mana yang lebih penting dan kurang penting. Hal itu, tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca buku saja melainkan harus dilakukan melalui latihan latihan yang tekun disamping juga karena potensi bakat.
Menjadi seorang pemimpin mungkin lebih mudah mendapatkan kedudukan daripada menjalankan amanat dan mewujudkan harapan komunitas yang dipimpinnya.
Kata kuncinya adalah bukan hanya merasa pintar, tetapi lebih pintar merasakan apa yang sedang dirasakan komunitas yang dipimpinnya.
Ajaran Astabrata
Ajaran mulia Astabrata itu merupakan delapan kewajiban yang patut dilaksanakan seorang pemimpin
1.Indra Brata
Bersikap arif bijaksana tanpa pilih kasih terhadap siapapun yang dipimpinnya
2.Yama Brata
Berlaku adil dalam menentukan sanksi bagi siapa saja yang telah dinyatakan bersalah.
3.Surya Brata
Senantiasa memberi tuntunan dan penerangan.
4.Candra Brata
Memberikan kesejukan,ketenangan atau kedamaian
5.Bayu Brata
Selalu berada ditengah komunitas untuk mendengar langsung apa yang dirasakan
6.Kuvera Brata
Terus menerus mengusahakan keseahteraan,kemakmuran secara adil dan merata
7.Varuna Brata
Menjadi tempat perlindungan bagi seluruh masyarakat dari segala keadaan yang tidak menyenangkan atau membebaskannya dari segala penderitaan.
8.Agni Brata
Terus memelihara dan menggelorakan semangat untuk membangun kebersamaan.
Seorang pemimpin memang dituntut untuk memiliki kelebihan dibanding yang lainnya. Namun disadari tidak ada “ Superman” yang mampu mengerjakan semuanya. Karena itu kemampuan membentuk team work - kerja sama - yang solid adalah kunci keberhasilan seorang pemimpin.