Senin, 03 Juli 2023

Bayi Rentan Diganggu Makhluk Halus, Ini Alasan dan Solusinya

 






NASI WONG-WONGAN : Segehan dengan nasi kepelan dan wong-wongan bisa diletakkan di bawah tempat tidur si bayi, untuk menangkal gangguan ilmu hitam atau makhluk halus. (SURPA ADISASTRA/BALI EXPRESS)





BALI EXPRESS, DENPASAR - Menjaga bayi adalah pekerjaan yang gampang-gampang sulit. Oleh karena itu, diperlukan kesabaran dan ketelatenan. Meski demikian, terkadang sebagai pengasuh, terutama orang tua, bisa saja mengalami hal yang membingungkan. Misalnya bayi tiba-tiba menangis tak wajar pada jam-jam tertentu, khususnya tengah malam. Ketika dicek secara medis, ternyata si bayi sehat walafiat. Namun, tetap saja setiap malam si bayi menangis tidak karuan, seperti ketakutan. Bagaimana cara menangkalnya?


Sebagai masyarakat nusantara, khususnya Bali, fenomena semacam itu tak jarang dialami keluarga yang baru dikaruniai seorang anak. Oleh karena itu, bayi orang Bali diperlakukan dengan sangat ketat, terutama dari segi ritual. Perlakuan bayi, ari-ari, dan sang ibu yang baru melahirkan, sangat spesial.


Salah satu akademisi Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr. I Made Adi Surya Pradnya atau yang populer dengan nama Jro Dalang Nabe Roby, tak menampik ada kepercayaan masyarakat Bali terhadap fenomena gaib yang terjadi pada bayi. Masyarakat Bali yang lekat dengan budaya religius magis, kata dia, percaya jika bayi rawan diganggu oleh makhluk halus atau orang yang mengamalkan ilmu hitam.


"Dalam Kanda Pat Rare, bayi disebut orang yang masih suci. Jadi, orang yang masih suci menjadi 'makanan empuk' dari orang-orang yang mengamalkan ilmu gaib secara negatif," ujarnya kepada Bali Express (Jawa Pos Group), Selasa (30/5/2017) lalu.

Konon, makhluk halus atau orang yang mengamalkan ilmu hitam, lanjutnya, mencium aroma bayi yang baru lahir seperti masakan yang lezat. "Jadi, baunya sangat enak, seperti masakan," ungkapnya.

Berkenaan dengan hal itu, bayi menurutnya harus mendapat perlakuan ekstra, tak hanya secara medis, juga secara ritual. Tak hanya si bayi, namun berdasarkan ajaran Kanda Pat, seorang lahir ke dunia bersama Catur Sanak atau empat orang saudara. Yang paling tua berwujud fisik yeh nyom (air ketuban) dan dinamakan Anggapati. Kedua berwujud fisik getih (darah) dengan nama Mrajapati. Ketiga berwujud fisik ari-ari (plasenta) dengan nama Banaspati. Sedangkan yang keempat berwujud fisik lamas (lapisan lemak yang membungkus janin) dengan nama Banaspati Raja. Keempat saudara inilah yang dipercaya menemani dan menjaga manusia selama hidupnya, meski kelak tak ada lagi wujud fisiknya, sehingga harus diperlakukan dengan hati-hati.

Salah satu yang biasanya dibawa pulang ke rumah dan dikubur di pekarangan adalah ari-ari. Ari-ari tersebut pun tak sekadar dikubur, namun diberikan ritual dan dijaga dengan berbagai benda, seperti ditutup dengan batu, diberi pandan berduri, dan ditutup dengan keranjang. Bahkan, setiap hari diberikan sesajen dan diberikan penerangan berupa lampu minyak. "Menjaga Sang Catur Sanak ini penting, karena untuk menyerang si bayi, bisa saja melalui nyama patnya," jelas doktor termuda IHDN tersebut.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Selain itu, biasanya distanakan pula Sang Hyang Kumara di pelangkiran. Seperti yang tercantum dalam mitologi, Sang Hyang Kumara atau Sang Hyang Rare Kumara adalah putra Dewa Siwa yang bertugas menjaga bayi.

Nah, jika segala perlakuan secara medis maupun ritual telah dilaksanakan, namun si bayi menangis setiap sandi kala (pergantian waktu), khususnya pada sore hari menjelang malam atau pada tengah malam, maka tidak menutup kemungkinan ada hal gaib yang mengganggu.

"Bayinya sehat, mengapa menangis terus. Padahal, susu juga sudah diberikan, ternyata tetap menangis. Pasti ada faktor lain," ujarnya.

Dengan demikian, Jro Dalang Nabe Roby mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, Sang Hyang Rare Kumara setiap hari harus dibantenin (diberikan sesajen) dan diisi mainan. Demikian pula ari-arinya. "Apabila si bayi masih menangis setiap jam 12 malam, maka perlu dibuatkan segehan kepelan berisi nasi wong-wongan yang dihaturkan di bawah tempat tidur si bayi. Itu dihaturkan sebagai upah, agar tidak si bayi yang diganggu," paparnya.

Selanjutnya, ia mengatakan, ada cara lainnya, yakni dengan air klebutan atau air yang diambil dari mata air langsung atau sumur. Selanjutnya air tersebut dilemparkan ke atap dapur dan air yang jatuh ditadah dengan kukusan dan diwadahi panci tanah liat.

"Air tersebut kemudian dipercikkan sebagai tirtha kepada bayi. Itu panugerahan Brahma Geni. Jadi, itu yang dipakai ngeseng (membakar) energi negatif," jelasnya.

Selain itu, Jro Dalang mengatakan, perlu juga pengecekan pekarangan. "Sebelum bayi dibawa ke rumah, rumah harus dibersihkan dahulu. Terutama di panunggun karang, harus ngatur piuning dan menyampaikan bahwa akan ada anak kecil di rumah itu dan agar ikut menjaga," bebernya.

Dari semua itu, ia menegaskan, yang paling penting untuk menenangkan bayi adalah sentuhan dan pelukan seorang ibu. Tidak bisa dipungkiri, antara bayi dan ibu ada ikatan jiwa dan emosional yang sangat kuat. "Jadi, sentuhan dan pelukan seorang ibu sangatlah penting," tandasnya.



(bx/adi/yes/JPR)

Diganggu Wong Peri Jika Tengai Tepet, Sandikala dan Tidak Sopan

 






PANTANG: Jika ingin melukat di Pura Beji Utama, pantang dilakukan pada tengai tepet, sandikala dan berbicara tidak sopan. Jika itu terjadi, siap – siap diganggu wong peri. (KUSUMA YONI/BALI EXPRESS)





MENGWI, BALI EXPRESS - Pura Beji Utama Sari atau yang sebelumnya dikenal dengan nama Pura Beji Gerobogan yang berlokasi di Banjar Lebah Sari Desa Adat Gulingan Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Pura ini tidak saja menjadi tempat penyucian bagi Ida Bhatara yang berstana di Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Gulingan, pura ini juga menjadi salah satu tempat melukat bagi umat Hundu.


Menurut Pemangku Pura Beji Utama Sari, Jro Mangku Made Sarya, Pura Beji Utama Sari (wawancara dilakukan Juli 2016) yang juga dikenal dengan nama Pura Beji Taman Sari ini adalah salah satu Pura Beji yang ada di Lingkungan Desa Adat Gulingan yang memiliki kaitan dengan pengembaraan Ida Pedanda Sakti Telaga atau yang lebih dikenal dengan nama Ida Pedanda Sakti Ender dari tempat tinggalnya di Gelgel menuju Desa Gulingan pada masa pemerintahan Tjokorda Pugangga sebagai Raja Mengwi.



Seperti yang diceritakan Sarya, Ida Pedanda Sakti Ender, selama pengembaraannya, Beliau sempat singgah di Desa Gulingan dan di Desa ini Pedanda Sakti Ender memiliki banyak murid. “Perjalanan Beliau di Gulingan ini dimulai dari arah Timur, selanjutnya ke Selatan sampai di Banjar Batulumbung, dan akhirnya berhenti di Pancoran Utama Sari untuk beristirahat,” jelasnya.


Ketika beristirahat di Pancoran Utama Sari ini, Ida Pedanda Ender sempat melakukan Puja Samadi karena suasana di Pancoran tersebut sangat tenang, setelah melakukan puja semadhi, Ida Pedanda Ender pun tertarik dengan kesejukan air Pancuran, dan akhirnya Ida Pedanda Sakti Ender mandi di Pancuran tersebut.

Ketika mandi di Pancuran Utama Sari ini, Ida Pedanda dikatakan Mangku Sarya diganggu oleh Wong Peri yang ada di pancuran t e r s e b u t . K a re n a m e r a s a terganggu oleh kejahilan Wong Peri ini, akhirnya Ida Pedanda Ender marah dan menggunakan kesaktiannya untuk menemukan Wong Peri yang menganggunya.

Setelah berhasil menemukan para wong Peri yang menganggunya ini, para wong peri ini akhirnya mengakui kesaktian dari Ida Pedanda Ender. Karena menganggu Ida Pedanda ketika mandi, akhirnya Wong peri ini o leh Ida Pedanda Sakt i Ender diberikan tugas untuk menjaga pancoran Utama Sari ini. “Selain itu para wong peri ini juga diberikan kuasa untuk mengganggu siapa saja yang mandi ketika waktu matahari berada di atas kepala (tengai tepet) dan ketika Sandikala dan bagi mereka yang berbicara t i d a k s o p a n d i a re a l B e j i Gerobogan itu,” paparnya.

Wong Peri ini dikatakan Sarya diberikan tugas untuk menjaga Beji Utama Sari ini untuk selamanya, sehingga sampai saat ini masyarakat percaya jika mandi pada waktu matahari di atas kepala dan saat sandikala, maka dipercaya yang mandi akan diganggu oleh wong Peri yang menjaga Pancoran Utama Sari ini.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Selain memberikan tugas kepada para wong peri untuk menjaga Pancoran ini, Pedanda Sakti Ender dikatakan Sarya juga memberikan nama baru kepada pancoran ini, sebelum bernama pancoran Utama Sari, Pancoran ini bernama Pancoran Gerobogan karena sumber air di pancoran ini hanya satu dan dialirkan dengan pipa yang terbuat dari batang bambu.

Nama Pancoran Utama Sari dikatakan Sarya mengandung makna, pancoran yang utama atau pancoran yang memiliki sumber air yang utama dan istimewa yang mampu memberikan kehidupan bagi masyarakat yang ada di desa adat Gulingan. Karena itulah dikatakan Mangku Sarya, air pancoran ini selain berfungsi sebagai sarana melukat juga berfungsi sebagai sumber air minum bagi masyarakat.

Pura Beji yang piodalannya jatuh pada Purnama Kedasa ini, dikatakan Mangku Sarya saat ini diemong oleh 48 pekarangan rumah yang berasal dari beberapa banjar di Desa Adat Gulingan. “48 pekarangan inilah yang bertindak sebagai pengemong dari Pura Beji Utama Sari dan bertanggung jawab atas aktivitas dan perawatan di Pura Beji ini,” jelasnya.

Untuk piodalan di Pura Beji Utama Sari ini, Mangku Sarya menyebutkan jika upakara yang digunakan dalam melaksanakan ritual piodalan banten dengan tingkatan yang sederhana tetapi namun tetap pada tingkat yang utama, yakni pad atingkat banten Taman Pulegembal.

Pada hari piodalan tersebut, juga hadir beberapa undakan (barong dan rangda) dari beberapa banjar yang ada di Desa Gulingan. “Para undakan ini memang hadir setiap hari Pujawali di Pura Beji Utama Sari ini,” paparnya.


Berkhasiat Untuk Mengobati Sakit Mata

SELAIN air Beji Utama Sari dimanfaatkan sebagai sumber air suci dan tempat untuk melukat bagi masyarakat di sekitar Desa Adat Gulingan bahkan dari Seluruh wilayah di Bali, air dari Beji Utama Sari ini diakui Mangku Sarya juga dipercaya memiliki khasiat untuk menyembuhkan sakit mata.

Seperti yang diungkapkan Mangku Sarya, sejak dahulu air Beji Utama Sari sudah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengobati sakit mata. “Jika ada wabah sakit mata, masyarakat disekitar sini percaya jika air pancoran Utama Sari ini berkhasiat untuk mengobati sakit mata yang disebabkan oleh virus,” paparnya.

Selain digunakan untuk obat sakit mata, khasiat air Beji Utama Sari juga dikenal sebagai tempat untuk melukat, yang datang melukat di Beji Utama Sari ini diakui Mangku Sarya tidak saja masyatakat yang berasal dari Kabupaten Badung saja, melainkan berasal dari hampir seluruh wilayah yang ada di Bali.

Rata-rata yang datang melukat ke Beji Utama Sari ini adalah mereka yang mendapat petunjuk dari orang pintar supaya melakukan ritual pengelukatan di Beji Utama Sari ini. “Untuk yang mendapatkan petunjuk ini mereka biasanya datang dengan upakara dan sarana yang sudah ditentukan oleh orang pintar tersebut,” paparnya.

Selain itu, ada beberapa manfaat lain dari air Beji Utama Sari ini, antara lain adalah untuk mengairi areal persawahan yang ada di lingkungan Subak Batan Badung Munduk Bukti Tuh. Selain itu fungsi Beji juga berfungsi sebagai tempat penyucian bagi Ida Bhatara yang berstana di Pura Kahyangan tiga di Desa Adat Gulingan. “Selain itu Beji ini juga digunakan untuk ritual Ngening jika ada upacara atma wedana,” tambahnya.



(bx/gek/yes/JPR)

Sembahyang Muspa Kramaning Sembah Dalam Agama Hindu

  





Sembahyang atau sering juga disebut muspa kramaning sembah merupakan jalan dan salah satu cara Memuja Tuhan

Salah satu hakekat inti ajaran agama Hindu (sanata dharma) adalah sembahyang. setiap orang yang mengaku beragama, ia pasti melakukan sembahyang karena sembahyang menurut agama bersifat wajib (harus). sembahyang intinya adalah iman atau percaya sehingga semua tingkah laku atau perbuatan, pikiran dan ucapan sebagai perwujudan dalam bentuk "bakti" hakekatnya sumber pada unsur iman (sradha).

Menurut kitab Atharwa Weda XI.1.1, unsur iman atau sradha dalam agama hindu meliputi : Satya, Rta, Tapa, Diksa, Brahma dan Yadnya.

Dari keenam unsur srada tersebut, dua ajaran trakhir termasuk ajaran sembahyang.
sembahyang terdiri dari dua suku kata, yaitu:

Sembah yang artinya "sujud atau sungkem" yang dilakukan dengan cara - cara tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau pikiran, baik dengan ucapan kata - kata maupun tanpa ucapan (pikiran atau perbuatan).
Hyang artinya "yang dihormati atau dimuliakan" sebagai obyek pemujaan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang berhak menerima penghormatan menurut kepercayaan itu.Dalam kehidupan sehari - hari, sembahyang kadang sering disebut "muspa, mebakti atau maturan".

Muspa, karena dalam persembahyangan itu lazim dilakukan dengan jalan persembahan kembang, bunga (puspa).
Mebakti, yang berasal dari kata bakti. dikatakan demikian karena inti sembahyang itu adalah untuk memperlihatkan rasa bakti atau hormat yang setulus - tulusnya, sebagai penyerahan diri kepada yang dihormati atau Tuhan YME.
Maturan, artinya menyampaikan persembahan dengan mempersembahkan (menghaturkan) apa saja yang merupakan hasil karya sesuai menurut kemampuan dengan perasaan tulus iklas. intinya adalah perwujudan rasa bakti dan kerelaan untuk beryadnya.Tata Cara dalam Persembahyangan
didalam Reg Weda IX. 113-4 menjelaskan bahwa hidup yang benar merupakan persiapan untuk melakukan persembahyangan. yang diartikan hidup yang benar adalah:

Suci Lahiriah,
Suci Batiniah, dan
Suci Laksana (hidup).Di dalam Yayur Weda 19.30 terdapat juga uraian yang menjelaskan tahap - tahap tingkatan pencapaian realisasi dalam bakti. adapun tahapan itu diantaranya:

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Wrata (brata),
Diksa,
Daksina,
Sraddha, dan
SatyaDalam rumusannya dikatakan bahwa

"dengan BRATA orang akan mencapai tingkat DIKSA (orang suci). bila orang hidup dalam kesucian (diksa) maka ia akan memperoleh DAKSINA (rahmat) atau pahala. dengan pahala yang diperoleh ia akan mencapai SRADDHA (peningkatan iman) atau yakin, dan atas dasar keyakinan itulah ia dapat mencapai SATYA atau Tuhan".

Ketika bersembahyang tidak meminta sesuatu kepada-Nya, selain mengucapkan doa-doa seperti tersebut di atas. Perhatikanlah makna Kekawin Arjuna Wiwaha sebagai berikut:


"Hana Mara Janma Tan Papihutang Brata Yoga Tapa Samadi Angetekul Aminta Wirya Suka Ning Widhi Sahasaika, Binalikaken Purih Nika Lewih Tinemuniya Lara, Sinakitaning Rajah Tamah Inandehaning Prihati".

Artinya:
Adalah orang yang tidak pernah melaksanakan brata tapa yoga samadi, dengan lancang ia memohon kesenangan kepada Widhi (dengan memaksa) maka ditolaklah harapannya itu sehingga akhirnya ia menemui penderitaan dan kesedihan, disakiti oleh sifat-sifat rajah (angkara murka/ ambisius) dan tamah (malas dan loba), ditindih oleh rasa sakit hati.

Itu berarti pula bahwa Hyang Widhi mengasihi dan memberkati hamba-Nya yang melaksanakan brata tapa yogi samadi terus menerus tanpa mengharap pahala.

Banyak macam sembahyang, ditinjau dari kapan dilakukannya, dengan cara apa, dengan sarana apa dan di mana serta dengan siapa melakukannya. Kemantapan hati dalam melakukan sembahyang, membantu komunikasi yang lancar dan pemuasan rohani yang tiada terhingga. Kemantapan hati itu hanya dapat kita peroleh apabila kita yakin bahwa cara sembahyang kita memang benar adanya, tahu makna yang terkandung dari setiap langkah dan cara.

Berikut ini adalah pedoman sembahyang yang telah ditetapkan oleh Mahasabha Parisada Hindu Dharma ke VI.

Persiapan Sembahyang
Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan.
Termasuk dalam persiapan lahir pula ialah sarana penunjang sembahyang seperti pakaian, bunga dan dupa sedangkan persiapan batin ialah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana-sarana sembahyang adalah sebagai berikut:

Sarana Persembahyangan :
Bunga dan Kawangen
adalah lambang kesucian, karena itu perlu diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika pada saat sembahyang tidak ada kawangen, maka dapat diganti dengan bunga (kemabang). Bunga yang tidak baik dipersembahkan menurut Agastya Parwa adalah:

"Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada Hyang Widhi, yaitu bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa diguncanng, bunga yang berisi semut bunga yang layau atau yang lewat masa mekarnya, bunga yang tumbuh dikuburan. Itulah bunga yang tidak patut dipersembahkan oleh orang-orang baik"

Dupa
Apinya dupa adalah simbol Sang hyang Agni, yaitu saksi dan pengantar sembah kita kepada Hyang Widhi, sehingga disamping sarana-sarana lain dupa ini juga perlu di dalam sembahyang.

Tirtha
adalah air suci, yaitu air yang telah disucikan dengan suatu cara tertentu dan disebut dengan Tirtha Wangsuh Pada Hyang Widhi (Ida Betara). Tirtha dipercikan di kepala, diminum dan dipakai mencuci muka. Hal ini dumaksudkan agar pikiran dan hati kita menjadi bersih dan suci yaitu bebas dari segala kotoran , noda dan dosa, kecemaran dan sejenisnya.

Bija atau Wija
Adalah Lambang Kumara yaitu putra atau bija Bhatara Siwa. Kumara ini adalah benih ke-Siwaan yang bersemayam di dalam diri setiap orang. Dengan demikian "Mawija" (Mabija) mengandung pengertian menumbuhkembangkan benih ke-Siwaan yang bersemayam didalam diri kita. Benih itu akan bisa tumbuh dan berkembang apabila ditanam di tempat yang bersih dan suci, maka itu pemasangan Bija(Wija) dilakukan setelah metirtha.


Urutan-urutan Sembah
Urutan-urutan sembah baik pada waktu sembahyang sendiri ataupun sembahyang bersama yang dipimpin oleh Sulinggih atau seorang Pemangku adalah seperti berikut ini:

sebelum melaksanakan sembahyang, lakukan dulu TriSandya
Setelah selesai memuja Trisandya dilanjutkan Panca Sembah. Kalau tidak melakukan persembahyangan Trisandya (mungkin tadi sudah di rumah) dan langsung memuja dengan Panca Sembah, maka setelah membaca mantram untuk dupa langsung saja menyucikan bunga atau kawangen yang akan dipakai muspa.
Ambil bunga atau kawangen itu diangkat di hadapan dada dan ucapkan mantram ini:

Om Ang Ung Mang Puspa Danta Ya Namah Swaha

Artinya:
Ya Tuhan, semoga bunga ini cemerlang dan suci.

Urutan sembahyang ini sama saja, baik dipimpin oleh pandita atau pemangku, maupun bersembahyang sendirian. Cuma, jika dipimpin pandita yang sudah melakukan dwijati, ada kemungkinan mantramnya lebih panjang. Kalau hafal bisa diikuti, tetapi kalau tidak hafal sebaiknya lakukan mantram-mantram pendek sebagai berikut:
Sembah puyung (sembah dengan tangan kosong)
Mantram :

Om atma tattvatma suddha mam svaha.

artinya:
Om atma, atmanya kenyataan ini, bersihkanlah hamba.

Menyembah Sanghyang Widhi sebagai Sang Hyang Aditya
Sarana bunga
Mantram:

Om Aditisyaparamjyoti,
rakta teja namo'stute,
sveta pankaja madhyastha,
bhaskaraya namo'stute
Om hrang hring sah parama siwa raditya ya namo namah

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Artinya:
Om, sinar surya yang maha hebat,
Engkau bersinar merah,
hormat padaMu,
Engkau yang berada di tengah-tengah teratai putih,
Hormat padaMu pembuat sinar.

Menyembah Tuhan sebagai Ista Dewata pada hari dan tempat persembahyangan
Sarana kawangen
Ista Dewata artinya Dewata yang diingini hadirnya pada waktu pemuja memuja-Nya. Ista Dewata adalah perwujudan Tuhan dalam berbagai-bagai wujud-Nya seperti Brahma, Visnu, Isvara, Saraswati, Gana, dan sebagainya. Karena itu mantramnya bermacam-macam sesuai dengan Dewata yang dipuja pada hari dan tempat itu. Misalnya pada hari Saraswati yang dipuja ialah Dewi Saraswati dengan Saraswati Stawa. Pada hari lain dipuja Dewata yang lain dengan stawa-stawa yang lain pula.

Pada persembahyangan umum seperti pada persembahyangan hari Purnama dan Tilem, Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Siwa yang berada dimana-mana. Stawanya sebagai berikut:
Mantra

Om nama deva adhisthannaya,
sarva vyapi vai sivaya,
padmasana ekapratisthaya,
ardhanaresvaryai namo namah
Om hrang hring sah parama siwa aditya ya namah swaha.

Artinya:
Om, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang inggi,
kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada dimana-mana,

kepada Dewa yang yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat,
kepada Adhanaresvari, hamba menghormat

bila sembahyang dilaksanakan di rumah / pamerajan tambahkan mantra berikut:
Mantra

om ang geng gnijaya ya namah swaha
om gnijaya jagatpatye namo namah
om ung manikjayas’ca semerus’ca ganas’ca de kuturans’ca adipati beradah ya namo namah

om brahma wisnu iswara dewam,
jiwatmanam trilokanam,
sarwa jagat pratistanam,
suddha klesa winasanam.

Om dewa-dewa tri devanam,
tri murti linggatmanam
tri purusa sudha-nityam,
sarvajagat jiwatmanam.

Om guru dewa guru rupam,
guru padyam guru purvam,
guru pantaram devam,
guru dewa suddha nityam.

Om guru paduka dipata ya namah

Artinya:
ya tuhan, sembah hormat kepada leluhur yang bergelar hyang Gnijaya
ya tuhan, sembah hormat kepada leluhur yang bergelar Gnijaya yang menurunkan kami
dan sembah hormat hyang Manikjaya, Hyang Semeru, hnyang Gana, hyang de kuturan serta hyang bradah

Ya tuhan, yang bergelar brahma, wisnu, iswara,
yang berkenan turun menjiwai isi triloka,
semoga seluruh jagat tersucikan,
bersih serta segala dosa terhapus olehmu,

Ya Tuhan, para dewa dari tiga dewa,
tri murti tiga perwujudan simbul Siwa, Paramasiwa, Sadasiwa dan Siwa,
suci selalu, nyawa dari alam semesta.

Ya Tuhan, gurunya dari Dewa,
Gurunya batara-batari,
junjungan guru permulaan,
guru perantara dewa-dewa,
gurunya dewa yang selamanya suci.

ya tuhan selaku bapak alam, hamba memujamu

Menyembah Tuhan sebagai Pemberi Anugrah
Sarana bunga
Mantra

Om anugraha manohara,
devadattanugrahaka,
arcanam sarvapujanam
namah sarvanugrahaka.

Deva devi mahasiddhi,
yajnanga nirmalatmaka,
laksmi siddhisca dirghayuh,
nirvighna sukha vrddhisca

Om dirgayuastu tatastu astu,
Om awignamastu tatastu astu,
Om subhamastu tatastu astu,
Om sukham bawantu,
Om sriam bawantu,
Om purnam bawantu,
Om ksama sampurna ya namah,
Om hrang hring sah sarwa nugraha ya namah swaha


Artinya:
Om, Engkau yang menarik hati, pemberi anugerah,
anugerah pemberian dewa, pujaan semua pujaan,
hormat pada-Mu pemberi semua anugerah.

Kemahasidian Dewa dan Dewi, berwujud yadnya, pribadi suci,
kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur,
bebas dari rintangan, kegem- biraan dan kemajuan

Semoga panjang umur,
Semoga tiada rintangan,
Semoga baik,
BACA JUGA
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Muput Piodalan Alit di Merajan / SanggahSemoga bahagia,
Semoga sempurna,
Semoga rahayu,
Semoga tujuh pertambahan terwujud

Sembah puyung (Sembah dengan tangan kosong)
Mantram:

Om ayu werdi yasa werdi,
werdi pradnyan suka sriam,
dharma santana werdisyat santute sapta werdayah,

Om devasuksma paramacintya ya nama svaha

artinya:

Om, Semoga Hyang Widhi melimpahkan usia yang panjang, bertambah dalam kemashuran,
bertambah dalam kepandaian, kegembiraan dan kebahagiaan,
bertambah dalam dharma dan keturunan,
tujuh pertambahan semoga menjadi bagianmu.

Semoga panjang umur,
Semoga tiada rintangan,
Semoga baik,
Semoga bahagia,
Semoga sempurna,
Semoga rahayu,
Semoga tujuh pertambahan terwujud

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

hormat pada yang tak terpikirkan yang maha tinggi yang gaib.

Setelah persembahyangan selesai dilanjutkan dengan mohon tirtaAmrta (ambrosia) dan bija.
pelaksanaan pemberian tirtha amrta inipun memenuhi acara tersendiri, demikian menurut manusmrti dinyatakan:
percikan tiga sampai tujuh kali ke ubun - ubun.
Mantram:

Om Buddha Mahapawitra ya namah
Om Dharma Mahatirtha ya namah
Om Sanggya Mahatoya ya namah

minum tiga kali
Mantram:

Om Brahma Pawaka
Om Wisnu Amrta
Om Iswara Jnana

meraup tiga kali
Mantram:

Om siwa sampurna ya namah
Om sadasiwa paripurna ya namah
Om paramasiwa suksma ya namah

semua acara dapat dan umumnya disempurnakan dengan basma dan menerima wija (bija). yang dilaksanakan dengan mantra:

Om kung kumara wijaya om phat

berikut ini mantra untuk ista dewata

Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang ditujukan kepada Istadewata. Berikut ini contohnya:

Untuk memuja di Padmasana, Sanggar Tawang, dapat digunakan salah satu contoh dari dua mantram di bawah ini:

Om, Akasam Nirmalam Sunyam
Guru Dewa Bhyomantaram
Ciwa Nirwana Wiryanam
Rekha Omkara Wijayam

Artinya:
YaTuhan, penguasa angkasa raya yang suci dan hening. Guru rohani yang suci berstana di angkasa raya. Siwa yang agung penguasa nirwana sebagai Omkara yang senantiasa jaya, hamba memujaMu.

BACA JUGA:
Cara Membuat dan Kajian Filosofis Daksina
Cara Membuat dan Kajian Filosofi Banten
Cara Membuat dan Filosofi Banten Pejati
Om Nama Dewa Adhisthanaya
Sarva Wyapi Vai Siwaya
Padmasana Ekapratisthaya
Ardhanareswaryai Namo’namah

Artinya:
Ya Tuhan, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada di mana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanaresvarì, hamba memujaMu.

Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Desa, digunakan mantram sebagai berikut:

Om Isanah Sarwa Widyanam
Iswarah Sarwa Bhutanam
Brahmano’ Dhipatir Brahma
Sivo Astu Sadasiwa


Artinya:
Ya Tuhan, Hyang Tunggal Yang Maha Sadar, selaku Yang Maha Kuasa menguasai semua makhluk hidup. Brahma Maha Tinggi, selaku Siwa dan Sadasiwa.

Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Puseh, mantramnya begini:

Om, Girimurti Mahawiryam
Mahadewa Pratistha Linggam
Sarwadewa Pranamyanam
Sarwa Jagat Pratisthanam

Artinya:
Ya Tuhan, selaku Girimurti Yang Maha Agung, dengan lingga yang jadi stana Mahadewa, semua dewa-dewa tunduk padaMu.

Untuk memuja di Pura Dalem, masih dalam Kahyangan Tiga:

Om, Catur Diwja Mahasakti
Catur Asrame Bhattari
Siwa Jagatpati Dewi
Durga Sarira Dewi

Artinya:
Ya Tuhan, saktiMu berwujud Catur Dewi, yang dipuja oleh catur asrama, sakti dari Ciwa, Raja Semesta Alam, dalam wujud Dewi Durga. Ya, Catur Dewi, hamba menyembah ke bawah kakiMu, bebaskan hamba dari segala bencana.

Untuk bersembahyang di Pura Prajapati, mantramnya:

Om Brahma Prajapatih Sresthah
Swayambhur Warado Guruh
Padmayonis Catur Waktro
Brahma Sakalam Ucyate

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma Prajapati, pencipta semua makhluk, maha mulia, yang menjadikan diriNya sendiri, pemberi anugerah mahaguru, lahir dari bunga teratai, memiliki empat wajah dalam satu badan, maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma Maha Agung.

Untuk di Pura Pemerajan/Kamimitan (rong tiga), paibon, dadia atau padharman, mantramnya:

Om Brahma Wisnu Iswara Dewam
Tripurusa Suddhatmakam
Tridewa Trimurti Lokam
Sarwa Wighna Winasanam

Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Dewa Tripurusa MahaSuci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana.

Untuk di Pura Segara atau di tepi pantai, mantramnya:

Om Nagendra Krura Murtinam
Gajendra Matsya Waktranam
Baruna Dewa Masariram
Sarwa Jagat Suddhatmakam

Artinya:
Ya Tuhan, wujudMu menakutkan sebagai raja para naga, raja gagah yang bermoncong ikan, Engkau adalah Dewa Baruna yang maha suci, meresapi dunia dengan kesucian jiwa, hamba memujaMu.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Untuk di Pura Batur, Ulunsui, Ulundanu, mantramnya:

Om Sridhana Dewika Ramya
Sarwa Rupawati Tatha
Sarwa Jñana Maniscaiwa
Sri Sridewi Namo’stute

Artinya:
Ya Tuhan, Engkau hamba puja sebagai Dewi Sri yang maha cantik, dewi dari kekayaan yang memiliki segala keindahan. la adalah benih yang maha mengetahui. Ya Tuhan Maha Agung Dewi Sri, hamba memujaMu.

Untuk bersembahyang pada hari Saraswati, atau tatkala memuja Hyang Saraswati. Mantramnya:

Om Saraswati Namas Tubhyam
Warade Kama Rupini
Siddharambham Karisyami
Siddhir Bhawantu Me Sada

Artinya:
Ya Tuhan dalam wujud-Mu sebagai Dewi Saraswati, pemberi berkah, terwujud dalam bentuk yang sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu sukses atas waranugraha-Mu.

Untuk bersembahyang di pemujaan para Rsi Agung seperti Danghyang Dwijendra, Danghyang Astapaka, Mpu Agnijaya, Mpu Semeru, Mpu Kuturan dan lainnya, gunakan mantram ini:

Om Dwijendra Purvanam Siwam
Brahmanam Purwatisthanam
Sarwa Dewa Ma Sariram
Surya Nisakaram Dewam

Artinya:
Ya, Tuhan dalam wujudMu sebagai Siwa, raja dari sekalian pandita, la adalah Brahma, berdiri tegak paling depan, la yang menyatu dalam semua dewata. la yang meliputi dan memenuhi matahari dan bulan, kami memuja Siwa para pandita agung.

Demikianlah beberapa mantram yang dipakai untuk bersembahyang pada tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mantram ini menggantikan “mantram umum” pada saat menyembah kepada Istadewata, yakni sembahyang urutan ketiga pada Panca Sembah.

Terakhir, ini sembahyang ke hadapan Hyang Ganapati (Ganesha), namun dalam kaitan upacara mecaru (rsigana), atau memuja di Sanggah Natah atau Tunggun Karang, tak ada kaitannya dengan Panca Sembah:

Om Ganapati Rsi Putram
Bhuktyantu Weda Tarpanam
Bhuktyantau Jagat Trilokam
Suddha Purna Saririnam

Demikianlah mantram untuk Istadewata.

Sembahyang Muspa Kramaning Sembah Dalam Agama Hindu

Catur Sanak, Empat Saudara Niskala yang Menemani Manusia hingga Mati

 






DITANAM: Proses penanaman Ari-Ari yang memiliki tujuan menyatukan pertiwi dan akasa guna memberikan keseimbangan perjalanan pada bayi. Ari-ari merupakan salah satu dari empat saudara atau Catur Sanak atau Bhanaspatiraja. (ISTIMEWA)





Dalam preses kehidupannya, manusia yang lahir ke dunia tidaklah sendiri. Seseorang dalam menjalani kehidupan keduniawian selalu ditemani empat saudara yang disebut Kandapat atau Catur Sanak.


Di Bali kepercayaan ini sangat kuat. Saudara-saudara yang tak kasat mata ini pun turut lahir mengikuti manusia, dan menemaninya hingga ajal menjemput.



Catur Sanak berasal dari kata Catur yang berarti empat, dan Sanak artinya keluarga atau saudara. Jadi Catur Sanak berarti empat saudara. Catur Sanak ini pun yang sering disebut Kandapat.


Awal mula adanya Catur Sanak ini yakni pada waktu lahir, pada saat yang sama juga lahir Sanghyang Panca Maha Butha dan Sanghyang Tiga Sakti. Sanghyang Tiga Sakti ketika meninggal menyatu dengan Bhuana Agung, dan kemudian dipuja semua makhluk. Sedangkan Sanghyang Panca Maha Bhuta menjadi pepatih di segala penjuru, sebagai pemelihara dunia, semua sakti tanpa ditandingi, bila di puja, diresapi, dan diyakini, ia masuk ke dalam badan manusia.

Menurut Pandita Mpu Putra Yoga Parama Daksa dari Griya Agung Batur Sari, Banjar Gambang, Mengwi, Badung, untuk memanggil saudara empat ini menggunakan mantra khusus. Pun bantennya pula. Fenomena saat ini, banyak orang yang mencari Tuhan tanpa mengetahui dimana dan kemana ujungnya.

Tak peduli jarak dan waktu yang ditempuh untuk mencari Tuhan yang keberadaannya jauh. Bahkan tidak bisa diukur dengan nalar. Namun banyak yang tidak menyadari, keberadaan Tuhan itu sendiri. Banyak pula yang menyatakan Tuhan ada dalam diri.

“Disinilah letaknya, Catur Sanak sendirilah yang dimkasud. Tuhan yang selalu mengikuti, dan yang selalu melindungi kemanapun seseorang pergi. Tuhan yang selalu menuntun saat seseorang melakukan aktivitasnya,” ungkap Mpu Yoga.

Empat saudara yang dikatakan mengikuti manusia sejak lahir hingga mati itu diantaranya, pertama Yeh Nyom. Yeh Nyom sama dengan air ketuban. Kelahirannya sebagai suadara pertama diyakini berstana di Pura Ulun Swi yang bergelar I Ratu Ngurah Tangkeb Langit.

Ia menjadi Dewa Sawah, Dewa Bumi dan Dewanya Binatang. Dalam tubuh manusia ia berstana di kulit berwujud Aamerta Sanjiwani. Dalam penyebutannya, saudara pertama ini disebut Sang Bhuta Anggapati. Aksara sucinya Sang dengan arah mata angin di Timur. Banten yang diperuntukkan untuk saudara pertama ini adalah ketipat dampulan dengan ikannya telur asin, canang pasucian, segehan kepelan putih, ikannya bawang jahe.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Saudara yang kedua adalah Getih atau darah. Saudara ini disebut Prajapati dengan aksara sucinya Bang. Memiliki warna merah dan arahnya ke Selatan. Kelahirannya dipercaya sebagai Dewa Hutan, Dewa Gunung, Dewa Jalan dan berstana sebagai patih di Pura Sada bergelar I Ratu Wayan Tebeng. Sesajinya atau bantennya adalah ketipat galeng dengan ikan telur itik, segehan kepelan barak, ikannya bawang jahe dan canang pesucian.

Saudara yang ketiga adalah placenta atau Lamas. Kelahirannya disebut Banaspati memiliki aksara Tang dan mengarah ke Barat. Kelahirannya dipercaya sebagai Dewa Kebun. Upacaranya diberikan banten ketipat gangsa dengan ikan sate gede, canang pasucian, segehan kepelan kuning dengan ikannya bawang jahe. Saudara ketiga ini bergelar I Ratu Nyoman Jelawung.

Dan saudara yang terakhir adalah Bhanaspatiraja atau ari-ari. Kelahirannya diberi gelar I Ratu Ketut Petung. Memiliki aksara Ang dan berstana di Pura Dalem. Upacaranya dengan membuat bebantenan yang terdiri dari ketipat gong dengan ikannya telur diguling, canang pesucian, segehan kepelan selem dengan ikannya bawang jahe, ditambah rokok dan sesari sebelas buah uang kepeng (pis bolong).

Catur Sanak dengan Dewata Nawa Sanga hanya berbeda sebutan saja, tetapi intinya sama. Sama-sama ada aksara sucinya yaitu Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, sehingga semua mengacu kepada yang kosong, yaitu Tuhan itu sendiri yang dalam Lontar Dalem tentang Catur Sana ini disebutkan, Galihing Kangkung, Tampaking Kuntul Angelayang, Lontar Tanpa Tulis, Segara Tanpa Tepi yang kesemua itu artinya kosong. Kosong itu sunyi, sunya atau Tuhan tanpa wujud.

Catur Sanak atau saudara empat ini akan selalu megikuti kemanapun manusia melangkah. Bisa melindungi seseorang tersebut, sebaliknya bisa juga mendatangkan petaka. Untuk mendapatkan perlindungannya, keempat saudara ini perlu disebut dengan nama mereka masing-masing, Anggapati, Prajapati, Banaspati dan Bhanaspatiraja. Entah pergi tidur atau hendak mandi, orang perlu menyebut mereka untuk melindunginya dari kekuatan jahat yang mencoba mendekat.



Sebaliknya bila orang melupakannya, orang akan mudah terkena bencana, badan akan mudah jatuh sakit dan bisa lupa ingatan. Keempat saudara ini bisa menjadi musuh yang jahat, yang bisa mendatangkan segala macam bencana dan penyakit.

Dengan memberi perhatian yang cukup dan kurban sajian yang cukup, mengundang mereka turut ambil bagian dalam makan dan minum, meminta mereka menjadi sahabat dalam apa yang dikerjakan atau kemana berpergian, mereka akan memberi imbalan dalam wujud kekuatan magis yang dibutuhkan. “Secara haris besarnya bisa dikatakan, mereka akan memberikan apapun sesuai dengan perlakuan kita terhadapnya,” tegasnya.


fungsi dan pengertiannya

  





Sanggah Kamulan berasal dari 2 kata, "sanggah" berarti tempat pemujaan, dan "kamulan" berasal dari kata mūla yang berarti awal atau sumber. Jadi Sanggah Kamulan adalah tempat untuk memuja asal mula darimana manusia itu diciptakan, siapakah Beliau?⁣

"Pada kamulan kanan adalah ayahmu, Sang Parātmā. Pada kamulan kiri adalah ibumu, Sang Śivātmā. Pada kamulan tengah adalah Sang Hyang Ātmā (Tuhan), yaitu roh dari ayah dan ibu (yang telah) kembali ke Dalem (asal mula) menjadi Sang Hyang Tunggal" — Lontar: Tutur Gong Besi, lembar 3a⁣





Jadi, umat Hindu bersembahyang dihadapan Sanggah Kamulan tiada lain sedang memuja asal mula diri kita sendiri yaitu Bhaṭāra Hyang Guru (Tuhan Yang Maha Esa).⁣
Gong Besi lebih lanjut menyatakan, "Aku maraga lanang, meraga wadon, meraga daki, dadi aku meraga sawiji, nga. Aku Sang Hyang Tuduh, Sang Hyang Tunggal." — Aku berwujud laki-laki, juga berwujud perempuan, telah menjadi kotor (papā), beragalah Aku sebagai makhluk hidup. Namun sesungguhnya Aku esa tiada duanya. ⁣

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Adapun Lontar Śivāgama, lembar 328, menyiratkan begitu pentingnya Sanggah Kamulan dibangun sebagai satu-satunya pemujaan yang harus ada pada masing-masing pekarangan untuk memuja Bhaṭāra Dalem (Tuhan) sebagai Sang Hyang Ātmā.⁣
"Dia adalah Sang Hyang Paramawisesa dari Dalem Kawi. Kalian sehat berasal dari Dalem, penyakit dari Dalem, kehidupan dari Dalem, kematian juga dari Dalem. Dari Sang Hyang Pemutering Jagatlah asal mula segala sesuatu, menjadi beranekaragam oleh karena Dalem Sendiri." — Lontar: Tutur Gong Besi, lembar 3b.⁣
yo devānām prabhavaś co'dbhavaś ca
vīśvādhipo rudro maharṣiḥ
hiraṇyagarbham paśyata jāyamānam
sa no buddhyā śubhayā samyunaktu
"Dia adalah sumber dan darimana para devatā itu berasal, penguasa segalanya, Mahaṛṣi Rudra (Bhaṭāra Guru), yang mengawasi segala ciptaan alam semesta (Hiraṇya-garbha). Semoga Dia memberikan cahaya pengetahuan kepada kita." — Śvetāśvatara Upaniṣad (4.12)⁣
______________________________ ⁣
Part 2: Sanggah Kemulan sebagai media penghormatan kepada leluhur (bersambung)⁣
Photo: @ayomoto.id

Minggu, 02 Juli 2023

TUMPEK

 


Saniścara kliwon ngaran tumpěk, wkasing tuduh ring sarwa janma, [Sundarigama, a]
Rahina pertemuan Saptawara Saniscara (Sabtu) dengan Pancawara Kliwon dinamakan Tumpěk, yang bermakna puncak segala titah kepada semua umat manusia.
Yan ring Saniscara Kliwon, ngabhakti pitra guna asih. [Bhuwana Mahbah]
Saat di hari Sabtu Kliwon adalah hari baik untuk memuja leluhur agar mendapatkan berkat kasihnya.
haywa lali umastiti sanghyang paramawisesa, apan sira tuhu tan adoh tan aparèk lawan sira, tan parèk tan pasah, apan sira amet pinet, kala samana turun krēta nugrahanira sanghyang antawisesa ring rat kabeh, [Sundarigama, a]
Karena itu, janganlah lupa memuja Sanghyang Parama - wiśesa, sebab Beliau sungguhnya tidak berada jauh dan juga tidak dekat dengan diri kita, tidak dekat dan juga tidak terpisahkan, sebab Beliau memiliki kekuatan mengambil dan diambil. Pada hari itu SANGHYANG ANTAWISESA turun ke dunia memberikan ANUGRAH.
Ritus Tumpek
Tumpek merupakan rerahinan pertemuan Saptawara, Saniscara bertemu dengan Pancawara Kliwon. Secara umum Tumpek terkait dengan rituas profesi. Ritualnya dengan menghaturkan persembahan ke Sanggah Kemulan. Setelah itu, dilanjutkan dengan ritus nyurud ayu, tatab sesayutnya untuk diri, keluarga serta obyek yang diritualkan.
aturakna wangi - wangi, canang nyasa maring sarwa dewa, pamalakunya, ring sanggar parhyangan, laju matirta gocara, puspa wangi. [Sundarigama, a]
mempersembahkan sesajen berupa canang wangi - wangi, canang yasa kepada para dewa, bertempat di Sanggar dan Parhyangan, lalu memohon air suci.
wenang, base, buah, sudang, taluh, canang limang tanding. [Bhuwana Mahbah]
Sarana yang diperlukan adalah daun sirih (base), buah pinang (buah), ikan laut (sudang), telor, dan lima buah (tanding) canang.
pangacinya kayeng lagi, nghing ri sedenging latri tan wěnang sira anambut gawe, měněng juga pwa hěningakna kang ajñana malilang, tumengětakna śasananira sanghyang dharma, mwang kawyajñana śāstra kabeh, mangkana tělas [Sundarigama, a]

Sesajen persembahan yang patut dibuat sama seperti di atas, namun pada saat malam hari, kalian tidak boleh mengambil pekerjaan. Kalian hanya berdiam diri mengheningkan pikiran (Meditasi Pamurtian Aksara) agar jernih dan terang benderang, membangkitkan kesadaran kepada Sanghyang Dharma, serta kemuliaan semua ajaran suci.
Rahayu Tabik Pekulun, Inti dari rerahinan tumpek adalah RITUS NYURUD AYU sangat jelas di sebutkan dalam kutipan teks lontar Sundarigama di atas.
Gugon Tuwon Tumpek yang kehilangan ETIKA
Seperti yang kita lihat perkembangan yang ada di tengah masayarakat, bahwa setiap tumpek biasanya melakukan upacaranya langsung di lokasi yang akan dibuatkan upacaranya, contoh kalau tumpek landep dibuatkan upacara di hadapan mobil, motor, pabrik yang berhubungan besi dll, tumpek uduh upacaranya di tegalan dimana pohon pohonan yang akan di upacarai, tumpek kendang upacaranya di kandangnya dst…….
Sesungguhnya tidak salah dengan dibuatkan upacara seperti yang disebutkan diatas dan memang seharusnya dibuatkan upacaranya tapi upacara yang dilakukan di tempat yang akan diupacarai adalah RITUS NYURUD AYU, dan pusat ritus setiap tumpek DI LAKUKAN DI SANGGAH KEMULAN
TUMPEK KLURUT yang kebablasan
Tumpek Krulut jatuh pada hari Sabtu Kliwon, wuku Krulut adalah pemujaan kepada Tuhan dalam manisfestasinya sebagai Dewa Iswara, yang telah menciptakan suara-suara suci dalam bentuk Tabuh (kara-wit-an) dan Gamelan (kara-wang).
Krulut memiliki makna RASA, dalam hal ini wujud dari Dewa Iswara merupakan implementasikan dalam bentuk suara yang menimbulkan rasa kasih sayang yang berupa gamelan atau tetabuhan.
Tidak semua masyarakat Hindu Bali melaksanakan Rerainan Tumpek Krulut, Mengapa?
Jika dicermati dari sudut pandang GUGON TUWON sesungguhnya sangat jelas siapa yang melaksanakan RITUS pada saat Tupek Krulut sehingga sangat jelas bagaimana dan siapa saja yang melaksanakan rerainan Tumpek Krulut, yakni LEMBAGA ROHANI YANG MEMPUNYAI SEPERANGKAT GAMELAN
Kembali ke pemahaman tumpek bahwa rerainan Tumpek adalah rerainan yang bersifat LOKA DRESTA (sundarigama) yang artinya tidak semua masyarakat melaksanakan rerainan Tumpek, dan RERAHINAN TUMPEK adalah RITUS NYURUD AYU jadi sesungguhnya upacara yang dilaksanakan pada saat tumpek semestinya di lakukan di Sanggah atau Merajan dari PEMILIK GAMELAN yang akan di buatkan upacara, dan karena sekarang banyak masyarakat dan banjar-banjar membeli sendiri seperangkat gamelan maka etika dalam pelaksanaan upacara ritus tumpek krulut menjadi bias (tidak berdasarkan Tatwa, Susila dan Upacara).
Cara mudah melihat siapa pemilik dari gamelan yang berdasakan GUGON TUWON adalah dengan melihat siapa yang melaksanakan RERAIHAN pada saat tumpek krulut, dialah sesungghnya yang memiliki gambelan (walaupun dimana di tempatkan gamelan tersebut, tidak masalah) dan yang paling penting pada saat upacara TUMPEK adalah proses NYURUD AYU yaitu nunas Tirta Pemuput dan nunas Sesayut serta Ketipat Gong dari pemilik gamelan tersebut.
Dalam kondisi sekarang semestinya di Puri-Puri sejebag Bali dalam perspektif tatwa yang mempunyai otoritas sebagai Sang Prabu yang melaksanakan upacara Tumpek Krulut karena Sang Prabu yang mempunyai dan menjalankan fungsi sebagai lembaga rohani di Bali dan yang memiliki SUARA DAN KEPUTUSAN (ketipat gong)
Via : Aci Skar Dana
Credit : Made Yoga Semadhi