Minggu, 02 Juli 2023

TUMPEK

 


Saniścara kliwon ngaran tumpěk, wkasing tuduh ring sarwa janma, [Sundarigama, a]
Rahina pertemuan Saptawara Saniscara (Sabtu) dengan Pancawara Kliwon dinamakan Tumpěk, yang bermakna puncak segala titah kepada semua umat manusia.
Yan ring Saniscara Kliwon, ngabhakti pitra guna asih. [Bhuwana Mahbah]
Saat di hari Sabtu Kliwon adalah hari baik untuk memuja leluhur agar mendapatkan berkat kasihnya.
haywa lali umastiti sanghyang paramawisesa, apan sira tuhu tan adoh tan aparèk lawan sira, tan parèk tan pasah, apan sira amet pinet, kala samana turun krēta nugrahanira sanghyang antawisesa ring rat kabeh, [Sundarigama, a]
Karena itu, janganlah lupa memuja Sanghyang Parama - wiśesa, sebab Beliau sungguhnya tidak berada jauh dan juga tidak dekat dengan diri kita, tidak dekat dan juga tidak terpisahkan, sebab Beliau memiliki kekuatan mengambil dan diambil. Pada hari itu SANGHYANG ANTAWISESA turun ke dunia memberikan ANUGRAH.
Ritus Tumpek
Tumpek merupakan rerahinan pertemuan Saptawara, Saniscara bertemu dengan Pancawara Kliwon. Secara umum Tumpek terkait dengan rituas profesi. Ritualnya dengan menghaturkan persembahan ke Sanggah Kemulan. Setelah itu, dilanjutkan dengan ritus nyurud ayu, tatab sesayutnya untuk diri, keluarga serta obyek yang diritualkan.
aturakna wangi - wangi, canang nyasa maring sarwa dewa, pamalakunya, ring sanggar parhyangan, laju matirta gocara, puspa wangi. [Sundarigama, a]
mempersembahkan sesajen berupa canang wangi - wangi, canang yasa kepada para dewa, bertempat di Sanggar dan Parhyangan, lalu memohon air suci.
wenang, base, buah, sudang, taluh, canang limang tanding. [Bhuwana Mahbah]
Sarana yang diperlukan adalah daun sirih (base), buah pinang (buah), ikan laut (sudang), telor, dan lima buah (tanding) canang.
pangacinya kayeng lagi, nghing ri sedenging latri tan wěnang sira anambut gawe, měněng juga pwa hěningakna kang ajñana malilang, tumengětakna śasananira sanghyang dharma, mwang kawyajñana śāstra kabeh, mangkana tělas [Sundarigama, a]

Sesajen persembahan yang patut dibuat sama seperti di atas, namun pada saat malam hari, kalian tidak boleh mengambil pekerjaan. Kalian hanya berdiam diri mengheningkan pikiran (Meditasi Pamurtian Aksara) agar jernih dan terang benderang, membangkitkan kesadaran kepada Sanghyang Dharma, serta kemuliaan semua ajaran suci.
Rahayu Tabik Pekulun, Inti dari rerahinan tumpek adalah RITUS NYURUD AYU sangat jelas di sebutkan dalam kutipan teks lontar Sundarigama di atas.
Gugon Tuwon Tumpek yang kehilangan ETIKA
Seperti yang kita lihat perkembangan yang ada di tengah masayarakat, bahwa setiap tumpek biasanya melakukan upacaranya langsung di lokasi yang akan dibuatkan upacaranya, contoh kalau tumpek landep dibuatkan upacara di hadapan mobil, motor, pabrik yang berhubungan besi dll, tumpek uduh upacaranya di tegalan dimana pohon pohonan yang akan di upacarai, tumpek kendang upacaranya di kandangnya dst…….
Sesungguhnya tidak salah dengan dibuatkan upacara seperti yang disebutkan diatas dan memang seharusnya dibuatkan upacaranya tapi upacara yang dilakukan di tempat yang akan diupacarai adalah RITUS NYURUD AYU, dan pusat ritus setiap tumpek DI LAKUKAN DI SANGGAH KEMULAN
TUMPEK KLURUT yang kebablasan
Tumpek Krulut jatuh pada hari Sabtu Kliwon, wuku Krulut adalah pemujaan kepada Tuhan dalam manisfestasinya sebagai Dewa Iswara, yang telah menciptakan suara-suara suci dalam bentuk Tabuh (kara-wit-an) dan Gamelan (kara-wang).
Krulut memiliki makna RASA, dalam hal ini wujud dari Dewa Iswara merupakan implementasikan dalam bentuk suara yang menimbulkan rasa kasih sayang yang berupa gamelan atau tetabuhan.
Tidak semua masyarakat Hindu Bali melaksanakan Rerainan Tumpek Krulut, Mengapa?
Jika dicermati dari sudut pandang GUGON TUWON sesungguhnya sangat jelas siapa yang melaksanakan RITUS pada saat Tupek Krulut sehingga sangat jelas bagaimana dan siapa saja yang melaksanakan rerainan Tumpek Krulut, yakni LEMBAGA ROHANI YANG MEMPUNYAI SEPERANGKAT GAMELAN
Kembali ke pemahaman tumpek bahwa rerainan Tumpek adalah rerainan yang bersifat LOKA DRESTA (sundarigama) yang artinya tidak semua masyarakat melaksanakan rerainan Tumpek, dan RERAHINAN TUMPEK adalah RITUS NYURUD AYU jadi sesungguhnya upacara yang dilaksanakan pada saat tumpek semestinya di lakukan di Sanggah atau Merajan dari PEMILIK GAMELAN yang akan di buatkan upacara, dan karena sekarang banyak masyarakat dan banjar-banjar membeli sendiri seperangkat gamelan maka etika dalam pelaksanaan upacara ritus tumpek krulut menjadi bias (tidak berdasarkan Tatwa, Susila dan Upacara).
Cara mudah melihat siapa pemilik dari gamelan yang berdasakan GUGON TUWON adalah dengan melihat siapa yang melaksanakan RERAIHAN pada saat tumpek krulut, dialah sesungghnya yang memiliki gambelan (walaupun dimana di tempatkan gamelan tersebut, tidak masalah) dan yang paling penting pada saat upacara TUMPEK adalah proses NYURUD AYU yaitu nunas Tirta Pemuput dan nunas Sesayut serta Ketipat Gong dari pemilik gamelan tersebut.
Dalam kondisi sekarang semestinya di Puri-Puri sejebag Bali dalam perspektif tatwa yang mempunyai otoritas sebagai Sang Prabu yang melaksanakan upacara Tumpek Krulut karena Sang Prabu yang mempunyai dan menjalankan fungsi sebagai lembaga rohani di Bali dan yang memiliki SUARA DAN KEPUTUSAN (ketipat gong)
Via : Aci Skar Dana
Credit : Made Yoga Semadhi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar