Senin, 21 Agustus 2023

RITUS GAMA BALI

 



Ritus GAMA BALI yang dilaksanakan berdasarkan SIMA DRESTA dengan HULU PADA yang jelas (benar) memiliki peranan yang sangat penting dalam keharmonisan hidup masyarakat karena melalui ajaran leluhur yang diwariskan sampai sekarang masyarakat akan terus terkoneksi berhubungan dengan Leluhurnya di masa lalu, masa kini dan masa depan.
Situs dan Ritus adalah data primer yang merupakan jejak asli peradaban leluhur dimasa lampau, karena pengetahuan setiap elemen dari Situs dan Ritus adalah kesastraan dari pengetahuan leluhur yang diimplementasikan untuk sebuah tujuan. Situs merupakan estafet pengetahuan yang dititipkan leluhur pada generasinya, sedangkan Ritus merupakan ritual yang dilaksanakan terkait dengan keberadaan situs tersebut. Leluhur menjabarkan esensi keyakinan masyarakat Gama Bali yang kemudian terpola di dalam kebudayaan, adat tradisi dan ajaran agama yang dapat dilihat dari keberadaan ritus lahir, hidup dan mati.
Situs dan Ritus saling melengkapi, keberadaan situs bisa dilihat dari ritusnya begitu juga sebaliknya ritus bisa menunjukan situs. Melalui situs dan ritus, leluhur telah menanamkan nilai-nilai yang menjadi akar budaya serta pedoman untuk menjaga keharmonisan semesta beserta isinya demi peradaban Bali.
Rahayu semoga selalu sehat dan bahagia
Dalam kesempatan ini tiang akan menyampaikan tentang POLA RITUS MANUSA dan PITRA YADNYA yang dijabarkan menggunakan landasan Tatwa, Susila dan Upa-acara berdasarkan TATWA AJI SARASWATI dengan membuat Batasan di dalam menguaraikan dengan menggunakan konsep SAPTA UPA-YA;
Upawasa, Uparengga, Upakara, Upasedana, Upadesa, Upa-acara, Upapira
dan penjelasanya ditekankan pada SESANA karena kita selama ini diwariskan RITUS yang berbeda-beda serta menguraikan tentang hal tersebut diatas hanya pada perjalanan ROH (Akasara) dari PUTRA menuju PITRA dengan ritus yang telah diwariskan kepada kita diantaranya; Ritus Kelahiran, Ritus Kehidupan dan Ritus Kematian, seperti disebut di bawah ini:
A. RITUS KELAHIRAN (MANUSA YADNYA)
a. Ritus di dalam kandungan
- Pengerujakan (dilakukan pada saat Ngidam)
- Megedong-gedongan
- Ngelukat Bobotan (Purnama dan wuku wayang setelah ritus megedong-gedongan)
b. Ritus setelah lahir
- Mapag Rare/Baru Lahir (matur piuning di kemulan, membuat upakara dapetan dan Ritus Menanam Ari-Ari)
• Pulang dari Rumah Sakit (opsional)
- Penelahan/Kepus pungsed/Ngerorasin (12 hari)
- Pekambuhan/Tutug Kambuhan/Pacolongan/Bulan Pitung Dina (42 hari)
- Penyambutan/Telung Bulanan (105 hari)
- Pewetonan/Otonan/Nem Bulanan (210)
- Ngempugin (Tumbuh Gigi)
- Telung Oton/Ngangkid ke Segara/Tukad/Danau (ritusnya melepaskan jukung dari klopekan kelapa)
- Ketus Untu (gigi lepas pertama)
Catatan Penting; Mepetik, Tuwun ke tanah dan Upasaksi ke Bale Agung (OPSIONAL) biasanya dilakukan pada saat Ritus Penyambutan, Ritus Pawetonan dan pada saat Ritus Ngangkid

B. RITUS KEHIDUPAN (MANUSA YADNYA)
a. Munggah Daha/Teruna (Menek Kelih)
- Raja Singa (laki-laki)
- Raja Swala (wanita)
b. Asalin Panji
- Metatah (Sangging Undagi)
- Mesangih (Sangging Prabangkara)
- Mepandes ( Sangging Meranggi)
c. Sesana Amet Pinet (meminang/ngelamar)
- Ngerorod/Ngerangkat (pengambilan sesana Patih)
- Memadik (pengambilan sesana Prabu)
- Pepadan (tidak ada amet pinet/sesana Bhujangga)
d. Mesakapan
- Mekala-kalaan/Metanjung Sambuk
e. Pawiwahan/Pesta perkawinan
- Mejaya-jaya
- Resespsi pernikahan
f. Mejauman/Metipat Bantal
- Pewarangan
- Serah terima tanggung jawab orang tua dan prejuru Banjar maupun Desa)
g. Nganten/Neteg Pulu
- Membuat Pulu dengan 4 macam beras (injin, ketan, beras putih dan beras merah)
C. RITUS KEMATIAN (PITRA YADNYA DAN SIWA YADNYA)
a. Atiwa-tiwa
- Pebersihan hidup
- Pebersihan mati
- Ngeringkes/Melelet
b. Sawa Wedana/Ngaben
- Sawa Preteka
- Tandang Mantri
- Kumandang Mantri
- Ngelanus
c. Atma Wedana/Nyekah Kurung
- Ngeroras/Ngangseng (tanpa sekah kurung)
- Memukur (membuat bukur)
- Meligya
- Ngeluwer
Rahayu, semoga ada manfaatnya
Kalau kita cermat melihat pola ritus diatas maka sudah menjadi kewajiban kita untuk belajar aksara karena sesungguhnya MANUSA lahir dari akasara sehingga kita tidak begitu mudahnya di bilang salahin ini itu kurang ini itu oleh JIWA yang sakit
Suksme semoga semua roh di semesta ini berbahagia

Mangku Made yoga semadi



Tumpek Krulut

 


Repost: yayasan bakti Pertiwi jati
Krulut, yang sudah kebablasan “Etika”
Tumpek Krulut jatuh pada hari Sabtu Kliwon, wuku Krulut, yaitu setiap 6 bulan Bali atau 210 hari kalender atau menggunakan Rah Candra sebagai perhitungan hari kelahiran dari “rerainan” di Bali dan pada saat rerainan tumpek krulut adalah pemujaan kepada Tuhan dalam manisfestasinya sebagai Dewa Iswara, yang telah menciptakan suara-suara suci dalam bentuk Tabuh (Kara”wit”an) dan Gamelan (Kara”wang”).
Tidak semua masyarakat Hindu Bali melaksanakan Rerainan Tumpek Krulut, Mengapa?
Rahayu semeton bali l
ampura, kami tidak akan membahas terminology dari “Krulut” untuk menghindari dari tafsir
Tumpek Krulut diambil dari nama wuku (penanggalan bali) berdasarkan kalender Bali, yang memiliki makna “rasa” dalam hal ini wujud dari Dewa Iswara yang merupakan “suara” (simak tutur aji saraswati) yang di implementasikan dalam bentuk suara yang menimbulkan “rasa” kasih sayang terhadap dan atau dari alat-alat seni berupa gamel'an atau te'tabuh'an.
Hari Tumpek Krulut jika dicermati secara mendalam berdasarkan “Gugon Tuwon” sesungguhnya sangat jelas dilihat siapa yang melaksanakan “rerainan” pada saat Tupek Krulut sehingga akan jelas bagaimana “Etika” melaksanakan “Upacara” rerainan Tumpek Krulut dan siapa saja yang melaksanakan rerainan Tumpek Krulut.

Rahayu semeton bali lan Bakti Pertiwi Jati, dumugi sami sehat, lan ten keni sosod upradawa olih Ida Bhetara Hyang Guru, tabik pekulun.
Kembali ke pemahaman tumpek bahwa rerainan “Tumpek” adalah rerainan yang bersifat “Loka Dresta” yang artinya tidak semua masyarakat melaksanakan rerainan Tumpek, dan “Tumpek” adalah “upacara nyurud ayu” jadi sesungguhnya upacara yang dilaksanakan pada saat tumpek semestinya di lakukan di Sanggah atau Merajan dari “pemilik gamelan” yang akan di buatkan upacara, dan karena sekarang banyak masyarakat dan banjar-banjar membeli sendiri seperangkat gamelan maka “etika” dalam pelaksanaan upacara “tumpek krulut” menjadi bias (tidak berdasarkan Tatwa, Susila dan Upacara).
Cara mudah melihat siapa pemilik dari gamelan yang berdasakan “gugun tuwon” adalah dengan melihat siapa yang melaksanakan “rerainan” pada saat tumpek krulut, dialah sesungghnya yang memiliki gambelan (walaupun dimana di tempatkan gamelan tersebut, tidak masalah) dan yang paling penting pada saat upacara TUMPEK adalah proses “Nyurud Ayu” yaitu nunas Tirta Pemuput dan nunas Sesayut serta Ketipat Gong dari “pemilik gamelan” tersebut.
Dalam kondisi sekarang semestinya di “Puri-Puri” sejebag Bali dalam perspektif tatwa yang mempunyai otoritas sebagai Sang Prabu yang melaksanakan upacara Tumpek Krulut karena Sang Prabu yang mempunyai dan menjalankan fungsi rohani di Bali dan yang memiliki “suara” berdasarkan Tatwa Bali adalah sang prabu sebagai “Iswara”


Lungsuran - Surud Ayu - Paridan

 


Ketiga hal ini pastinya familiar di telinga wong Bali
LUNGSURAN
Dijaman dahulu disaat raja melakukan Yadnya maka rakyatnya diperbolehkan ngelungsur, atau Jika sebuah Yadnya dilakukan baik itu di lingkungan keluarga, desa atau kelompok maka ada istilah ngelungsur wedang,sanganan , lanjaran dll..
Dan jika kegriya ada istilah ngelungsur (nunas ) Tirta..
Adakah penggunaan kata ngelungsur digunakan untuk hal lain?? Boleh ditambahkan di kolom komentar ngih
SURUDAN(surud ayu)
Surudan adalah Kondisi dimana si pemilik banten menghaturkan sendiri dan menikmati isi dari sesaji nya sendiri, itulah yg disebut nyurud ayu.
Contoh sederhananya, Laku spiritual yg mana saat prosesi seseorang menghaturkan pejati oleh dirinya dan surudannya ( isi sesajen didalam pejati) diijinkan untuk dinikmati untuk dirinya sendiri..
PARIDAN
Paridan arahnya Lebih ke bhuta atau pitra...
Dalam hal ini penentunya lebih kepada etika atau moralitas..
Ini alasan kenapa beberapa orang enggan atau tidak mau menerima paridan dari orang lain
Akan tetapi seperti yang dikatakan oleh narasumber; sujatinya manusia juga adalah dewa ye,bhuta ye..
Jadi menikmati paridanpun sesungguhnya tidak memberikan dampak apa-apa dalam tubuh..
Kecuali,sudahh tersugesti oleh etika atau moral yang sudah ditanamkan,pastinya akan merasakan dampak dari sugestinya sendiri...
Tiga pemilihan kata ini yg diwarisi oleh leluhur wong bali, diluar dari pada ini bisa dikatakan warisan luar... Silahkan di bijaksanai...
Salam berbagi dumogi bermanfaat
Via: gamabali_sesanawongbali


MAKNA BANTEN

 



Asal usul banten pada jaman dahulu diperkenalkan oleh Rsi Markandeya kepada penduduk setempat di Bali. Lama kelamaan tradisi ini berkembang keseluruh pulau sehingga orang-orang yang bersembahyang mulai menggunakan banten ( sesajen ).
Banten diajarkan kepada penduduk setempat karena mereka buta huruf sehingga mereka tidak bisa mengucapkan mantra-mantra dalam persembahyangan.
Jadi fungsi banten yang utama adalah sebagai "pengganti" ucapan mantra yang kemudian berkembang sebagai simbol kemahakuasaan Tuhan.
Ada beberapa jenis banten yang hingga kini digunakan di bali sebagai pengganti ucapan mantra, seperti :
DAKSINA, pengganti Gayatri Mantra :
Om Bhur Bhuwah swah, Tat Savitur Varenyam, Bhargo Devasya Dimahi, Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Unsur-unsur yang terdapat dalam Daksina :
1. Alas Bedogan
Terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya. Alas bedogan ini melambangkan unsur pertiwi ( tanah ).
2. Bedogan / srembeng/ srobong daksina. Terbuat dari janur/slepan yang dibuat melingkar dan tinggi seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini melambangkan Akasa ( angkasa ) yang tanpa tepi. Srembeng daksina melambangkan hukum Rta ( Hukum sebab Akibat ).
3. Tampak dibuat dari dua potong janur lalu dijahit membentuk tanda tambah ( + ) ( tapak dara ). Tampak atau tapak dara adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos. Tampak juga melambangkan Swastika yang artinya semoga dalam keadaan baik.
4. Beras, merupakan makanan pokok yang melambangkan hasil bumi yang merupakan sumber penghidupan manusia.


5. Sirih temple / Porosan terbuat dari daun sirih ( hijau -wisnu ), Kapur ( Putih - Siwa ) dan Pinang ( merah - Brahma ) diikat menjadi satu. Porosan adalah lambang pemujaan.
6. Kelapa adalah buah serbaguna yang juga merupakan simbol Pawitra ( air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan ( sapta loka dan sapta patala ).
7. Telor itik dibungkus dengan ketupat telor adalah lambang awal kehidupan/getar-getar kehidupan. Telor itik dipilih karena itik dianggap suci bisa memilih makanan, sangat rukun dan dapat menyesuaikan hidupnya ( didarat, air bahkan terbang bila perlu ).
8. Pisang, Tebu dan kojong adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari alam buana alit.
9. Buah kemiri adalah simbol Purusa/ kejiwaan / laki-laki dari segi warna putih ( ketulusan ).
10. Buah kluwek / Pangi, lambang dari Pradhana / kebendaan / perempuan dari segi warna merah ( kekuatan ).
11. Gegantusan merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari kacang-kacangan, bumbu-bumbuan, garam dan ikan teri yang dibungkus dengan daun pisang tua / kraras yang merupakan lambang sad rasa dan lambang kemakmuran.
12. Pepeselan terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang Panca Dewata ; daun duku lambang Iswara, daun manggis melambangkan Brahma, daun durian lambang Mahadewa, daun salak lambang Wisnu dan daun nangka lambang Siwa. Pepeselan juga melambangkan kerjasama ( Tri Hita Karana ).
13. Biji ratus adalah campuran dari 5 jenis biji-bijian diantaranya : godem ( hitam - Wisnu ), Jawa ( putih - Iswara ), Jagung Nasi ( Merah - Brahma ), Jagung biasa ( Kuning - Mahadewa ) dan jali-jali ( Brumbun - Siwa ) kesemuanya dibungkus dengan daun pisang tua ( kraras ).
14. Benang Tukelan adalah sebagai simbolis penghubung antara Jiwatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya pralina. Sebelum Pralina Atman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa.
15. Uang kepeng adalah alat penebus segala kekurangan sebagai saraning manah ( sumber kehidupan ).
16. Sesari sebagai lambang saripati dari karma ataupun pekerjaan.
17. Sampyan Payasan, terbuat dari janur dibuat menyerupai segitiga lambang dari Tri Kona ; Utpeti, sthiti dan Pralina.
18. Sampyan Pusung terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut, sesungguhnya tujuan akhir manusia adalah Brahman ( Tuhan ) dan pusungan itu simbol pengerucutan dari indria-indria.
Ini sedikit tentang makna filosofi dari banten daksina yang sering kita pakai dalam upacara. Banggalah dengan warisan yang begitu penuh makna ini.
Walaupun tanpa membaca mantra tetapi banten daksina ini sudah mewakili Mantra Gayatri tanpa kita pernah sadari dan tau.
Dan masih banyak banten-banten yang lain yang mewakili mantra yang maha dasyat walaupun tanpa diucapkan.

Minggu, 20 Agustus 2023

Siapakah gerangan Ayah dari Siwa?

 



Pada suatu waktu ada seorang suci yang mengajukan pertanyaan sama yang telah ditanyakan kepada Wisnu dan Brahma, saat ini dia berada di hadapan Siwa di Kailasa.
Pertanyaan yang diajukan adalah siapakah gerangan Ayah dari Siwa. kita semua pasti memiliki pernyataan umum bahwa Siwa tidak terlahirkan, tapi benarkah demikian?
Orang Suci : "Oh Hyang Agung Mahadewa siapakah sebenarnya AyahMu?"
Siwa : "Dia adalah Brahma" jawab Siwa dengan tegas.
Dari percakapan ini kita bisa mengetahui bahwa Brahma adalah asal mula Siwa.
Kemudian orang suci tadi ingin menggali lebih lanjut.
Orang Suci : "Oh Mahadewa bila Brahma adalah AyahMu lalu siapakah kakekMu?"
Siwa : "Dia adalah Wisnu" Jawab Siwa dengan tegas.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa Wisnu adalah asal mula dari segalanya.
Akan tetapi orang suci ini kembali ingin menggali lebih jauh.
Orang Suci: "Oh Hyang Rudra bersenjatakan Trisula engkau adalah Adi Yogi, lalu siapakah Kakek Buyutmu?"
Siwa: "Dia adalah Aku sendiri!"
Jawaban Siwa ini membuat orang suci tadi terpaku dan terpana.
Siapakah Awal, Pertengahan dan Akhir bila ternyata Ia sang Narayana adalah tiga hal tersebut. Orang suci tadi mendapat jawaban yang sama meski telah mengunjungi Brahma dan Wisnu. semuanya adalah Murti (Satu) baik Awal, Pertengan dan Akhir bagi Ia yang tak terjelaskan.



ILMU YANG MENYERANG BALIK TUBUH

 


Olih: Made Adi Suadnyana, S. Psi.
Pembimbing Perguruan Dasa Dhurga
Pernah menjabat sebagai Duta Bahasa Negara tahun 2014
(Sebentuk tanggung jawab atas isi tulisan)
-o-
Om Suastiastu
Ngawit tresna
Mugi rahayu sareng sami
Mohon ijin untuk mengupas kasus-kasus oknum semeton penekun Dasa Aksara & Kanda Pat yang mengalami fenomena ilmu yang menyerang balik tubuh
-o-
OM
Sugra Tabik Pakulun
Ida Hyang Aji Saraswati
Sang Hyang Dasa Aksara
Sang Hyang Panca Sanak
Mugi nenten keni pinulah
Rikala ngemargiang sarining sastra
Ong Ano Badrah Kratawo Yantu Wiswantah.
*
Semeton sane dahat tresnain tiang
Tulisan ini tiang rangkai melihat banyaknya kasus di lapangan, yang dialami oknum penekun ilmu tersebut di atas, baik di Bali maupun di luar Bali.
Kasus-kasus yang tiang kupas khusus terkait ilmu yang menyerang balik tubuh.
Serta bagaimana menanganinya agar justru menjadi titik pencerahan spiritual.
**
Ilmu Dasa Aksara maupun Kanda Pat merupakan dua dari tak terhitung jumlahnya, ilmu-ilmu yang diciptakan oleh Tuhan dalam personifikasi Beliau sebagai Ida Hyang Aji Saraswati, Sinar Suci Tuhan penguasa ilmu pengetahuan.
Apapun ilmu yang ada
Tujuannya sama yaitu
DHARMA
Segala niat dan kerja/karma tanpa terikat dengan hasil untuk memberi manfaat kepada semua mahluk hidup (all sentient beings) untuk mencapai pelepasan sempurna di alam kehidupan.
Sekali lagi
Memberi manfaat kepada semua mahluk di sekalian alam.
Semua ilmu bertujuan dan bermuara pada DHARMA.
Sehingga setiap pemilik ilmu wajib untuk memiliki spirit DHARMA dengan tujuan menekuni ilmu untuk dan hanya untuk melayani DHARMA.
Lalu apa kebalikan DHARMA?
DOSA
Apa itu DOSA?
Menurut Bhagawad Gita, DOSA adalah segala niat dan karma yang ditujukan hanya untuk kepuasan diri sendiri. Hanya untuk memuaskan hasrat dari seluruh indera dan pencerapan. Atau hanya untuk kepentingan pribadi.
****
Lalu apa hubungan DHARMA, DOSA, dan ilmu yang menyerang balik tubuh?
Semeton-semeton yang sempat mengalami hal ini dan lalu pulih total mengaku bahwa mereka:
1. Belajar ilmu untuk melindungi kepentingan tubuhnya sendiri
2. Belajar ilmu untuk terlihat hebat atau diakui
3. Belajar ilmu untuk menundukkan orang lain, agar patuh dan menurut keinginannya
4. Belajar ilmu untuk balas dendam karena pernah diserang ilmu hitam
5. Belajar ilmu untuk mencari kekayaan pribadi
6. Belajar ilmu untuk memperbanyak pengikut
7. Belajar ilmu sekadar ingin tahu dan mecobai orang lain
Inilah rangkuman tujuh pengakuan rekan-rekan semeton yang sekarang saat ini, atas ijin Tuhan, sembuh dari penyakit-penyakit akibat diserang balik oleh ilmu.
Jika dirangkum, semeton yang pernah sakit tersebut, keliru dalam niatan dasar mempelajari ilmu.
Mereka belum memiliki pondasi filsafat DHARMA.
Mereka belum belajar dengan iringan motivasi untuk melayani DHARMA.
Mereka belajar menuju ke arah yang tidak menjadi tujuan dasar seluruh ilmu yaitu memuaskan hasrat dan kepentingan diri sendiri atau DOSA.
*****
Apa hikmah dari fenomena ini?
Mendasari segala kegiatan hidup khususnya belajar ilmu, untuk pelayanan DHARMA, yaitu memberi manfaat bagi seluruh mahluk di sekalian alam.
Dan
Apabila anda mengalami fenomena ini, cukup anda niatkan untuk minta maaf kepada Sang Hyang Aji Saraswati lalu ubah niatan dasar anda untuk belajar ilmu, dari kepentingan pribadi (DOSA) menuju tindakan karma tanpa terikat hasil,kepada seluruh mahluk dan alam (DHARMA)
Semoga bermanfaat
Tiang berdoa dan selalu berdoa semoga semua mahluk damai berbahagia, bebas derita
Salam hormat
Dengan segala kerendahan hati
Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan di hati


Tatwa dasa aksara dan kanda Pat

 



Kekuatan Sanghyang Licin adalah kekuatan positif yang bisa membebaskan dan melepaskan pengaruh negatif yang datang dari gelombang energy dan kekuatan astral negatif yang bisa menyakiti jasmani dan rohani serta mentalitas manusia.

Menghindarkan diri dari sifat tempramental angkuh, kasar, sombong, gelap mata, gelap hati dan pikiran. Dimana akibat kegelapan itu akan menyebabkan diri tak mampu mengontrol kehidupan keluarga hingga kacau balau.
Dan apabila terkena penyakit dari kekuatan gelombang energy dan mahluk astral itu maka manusia menurut Hindu Bali wajib membutuhkan upacara Dhurmanggala untuk menghilangkan gelombang panas dan selanjutnya membutuhkan Banten Bayakaon untuk mengusir mahluk astral mahluk gaib pada diri, begitu pula pada suatu bangunan yang diganggu mahluk halus dan memiliki hawa panas wajib melakukan ritual bayakaon dhurmanggala yang dirangkai dengan upacara pengendalian energy lima unsur lewat upacara Butha Yadnya.
Maka upacara Butha Yadnya, Bayakaon dan Dhurmanggala merupakan satu rangkaian yang tak terpisahkan.......