Senin, 06 November 2023

Pengertian Nawa Widha Bhakti dan Bagian-Bagiannya Dalam Ajaran Agama Hindu

Pengabdian merupakan sikap dan perbuatan yang sangat mulia dihadapan Tuhan, terhadap negara/pemerintah, orang tua, guru, maupun dihadapan masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaruh kehidupan yang serba instan, pragmatis, meniru budaya-budaya asing menjadikan manusia makin menjauh dari nilai-nilai moral, etika yang sangat luhur berdasarkan ajaran Agama Hindu. Untuk meningkatkan sradha dan Bhakti kepada Sang Hyang Widhi dapat dilakukan melalui pelaksanaan ajaran Nawa Widha Bhakti secara tulus agar tercapainya kehidupan yang santhi atau damai dan sejahtera lahir dan batin.




Foto: @nanda_windu

Pengertian Nawa Wida Bhakti atau Nawa Widha Bhakti

Secara etimologi Nawa widha bhakti adalah sembilan usaha dan upaya, pendekatan, pengetahuan atau jalan berlandaskan cinta-kasih untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa beserta prabhawa-Nya guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat manusia.

Kondra (2015:170-171) menjelaskan Nawa Widha Bhakti atau Nawa Wida Bhakti adalah sembilan bentuk bkati untuk memuja Tuhan diantaranya adalah sravanam, Kirtanam, Smaranam, Padasevanam, Arcanam, Vandanam, Dasya, Sakhyam dan Atmanivedanam.

Kesembilan Bagian Dari Nawa Widha Bhakti akan dijelaskan sebagai berikut:

Bagian Bagian Nawa Widha Bhakti

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
1. Srawanam

Srawanam dapat diartikan sebagai mendengarkan piteket/ pitutur sane rahajeng/ baik. Mendengarkan ‘piteket pitutur sane rahayu’ (Bhs. Bali) mendengarkan wejangan yang baik misalnya; dapat menerima wangsit, senang menerima, mendengarkan dan melaksanakannya yang diajarkan oleh orang tua kita di rumah, oleh guru di sekolah, oleh orang suci, dan para pemimpin yang menjalankan pemerintahan. Berterima kasih kepada siapa saja yang telah memberikan nasihat yang positif untuk kemajuan diri kita.


2. Wedanam

Wedanam artinya membaca kitab kitab suci agama yang kita yakini. Membaca kitab kitab suci Agama Hindu yang kita yakini misalnya; Membiasakan diri suka membaca sloka-sloka kitab Bhagawadgita, Kitab sarasamuscaya, membaca tatwa-tatwa Agama Hindu baik bersumberkan Sruti maupun Smrti, melalui membaca ajaran suci akan dapat memberikan kesucian pikiran, ketenangan batin dan pengetahuan rohani yang lebih luas.

3. Kirthanam

Kirthanam artinya melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani. Melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani misalnya; Melantunkan kidung sebelum dan sesudah melaksanakan persembahyangan, pembacaan wirama dari kekawin baik Ramayana dan Mahabharta. Menyanyikan tembang-tembang yang mengajarkan pitutur, piteket yang mengandung tuntunan hidup, cara mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi/ Tuhan antara lain melalui tembang Sekar alit, Sekar Agung, Sekar madya dan lagu- lagu daerah setempat yang mengandung nilai-nilai budaya (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 224).

DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI

4. Smaranam

Smaranam artinya secara berulang-ulang menyebutkan nama Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Secara berulang-ulang menyebutkan Nama-NYA misalnya; Melakukan japa mantra yaitu mengucapkan mantra-mantra secara berulang-ulang dan terus menerus baik dalam batin maupun melalui ucapan. Mengucapkan Mantra Om bhur bhuwah svah, tat savitur varenyam,bhargo Devasyo dhimahi, dhiyo yo nah pracodayat. Mengucapkan OM Nama Siwa, maupun mantra dan doa yang lainnya yang tujuannya untuk memberikan keselamatan baik jiwa dan raga kita maupun sekitarnya.

5. Padasewanam

Padasewanam artinya sujud bhakti di kaki Nabe. Sujud Bhakti di kaki Nabe misalnya; Menghormati dan melaksanakan ajaran orang suci seperti Pendeta/Pedande, Pinandita/pemangku. Selain itu tugas kita membantu, memberikan pelayanan, memberikan dana punia, untuk kesejahteraan hidup orang suci, sehingga beliau dapat melaksanakan tugasnya untuk keselamatan umat manusia dan seisi alam semesta ini.

6. Sukhyanam

Sukhyanam artinya menjalin persahabatan. Menjalin persahabatan misalnya; Dalam ajaran Catur Paramitha disebutkan Maitri yaitu: Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain karena manusia adalah makluk sosial. Untuk itu kita harus mencari dan menpunyai banyak teman sebagai sahabat. Bersahabatlah dengan orang-orang yang memiliki sifat mulia seperti: susila, pintar, dan saling mengasihi dan menyayangi, suka menolong dan sifat-sifat baik lainnya. Sehingga dalam hidup ini nyaman, damai, tenang, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 225).

7. Dahsyam

Dahsyam artinya berpasrah diri memuja kehadapan para dewa. Berpasrah diri dihadapan para bhatara- bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai sinar suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah sifat dan sikap yang sangat baik. Berpasrah diri adalah wujud dari sikap percaya secara penuh kehadapan Tuhan.

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Berpasrah diri adalah sikap bertanggung jawab penuh kehadapan Tuhan akan segala kemunginan yang terjadi. Berpasrah diri dapat melenyapkan segala keragu-raguan yang ada pada setiap pribadi seseorang. Melaksanakan persembahyangan dengan baik adalah merupakan salah satu wujud dari berpasrah diri. Setiap umat penting berpasrah diri kepada Tuhan beserta dengan manifestasi-Nya karena beliau tidak akan mungkin menyengsarakan umatnya. Setiap siswa perlu berpasrah diri kepada gurunya, karena tidak ada guru yang akan menelantarkan peserta didiknya.

Demikian juga sebaliknya, tidak ada siswa yang baik akan menyia-nyiakan gurunya dalam pembelajaran. Membantu para guru di sekolah yang memberikan ilmunya dengan cara belajar yang tertib, jujur, dan bertanggung jawab adalah cermin siswa yang baik.

Jika menjadi pegawai/karyawan memberikan pelayanan yang menyenangkan penuh dedikasi terhadap yang membutuhkan jasa dan pelayanan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya perlu juga berpasrah diri kepada atasannya, karena tidak ada atasan yang baik yang akan menyengsarakan bawahannya.

8. Arcanam

Arcanam artinya bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol-simbol suci keagamaan. Bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol misalnya: Menghormati dan menjaga kesucian Pura sebagai lambang/simbol perwujudan Sang Hyang Widhi, karena melalui simbol tersebut manusia lebih dekat dengan Tuhan dan manifestasi-Nya. Melalui simbol melakukan pemujaan sebagai wujud rasa bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi, maka dibuatkanlah Pratima atau Patung-patung Deva, termasuk sejajen/banten adalah perwujudan Tuhan (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 226).

9. Sevanam

Sevanam artinya memberikan pelayanan yang baik. Sevanam atau Atmanividanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Memberikan pelayanan misalnya; Memberikan pelayanan dari masing-masing pribadi yang terbaik kepada sesama. Sebagian orang menyebutnya bahwa hidup ini untuk pelayanan (sevanam). Dalam

konteks pelayanan ini, tugas kita adalah memberikan bantuan kepada sesama untuk meringankan bebannya, baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Terwujudnya Doa yang diucapkan tentu menjadi harapan kita bersama untuk meringankan sesama. Pelayanan sebagaimana ditegaskan dalam kitab suci Rgveda, sebagai berikut;


"Svasti na indro vrddhaúravàh svasti nah pùsà viúvavedàh. svasti nas tàrksyo aristanemih svasti no brhaspatir dadhàtu".

Terjemahan:

"Sang Hyang Indra yang berjaya, Sang Hyang Pusan Yang Maha Kuasa, Garuda yang bersayap kuat dan Brhaspati yang berpengetahuan tinggi, semoga memberkahi kami dengan kesejahteraan" (Yajurveda XXV. 19).

Rasa hormat, sujud bakti, sikap welas asih, dan ilmu pengetahuan yang kita miliki akan bermanfaat dalam hidup ini dan kelak apabila dapat kita amalkan dengan sungguh-sungguh untuk kebahagiaan dan kesejahtraan sesama. Lakukanlah demi tegaknya dharma (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 227).

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Perenungan Ågveda IV.17.17

“Tràtà no boghi dadhaúàna àpir abhiravyàtà mardità somyànàm, sakhà pità pitåtamàá pitåóàý kartemu lokam uúate vayodhàá".


Terjemahan:


"Jadilah engkau penyelamat kami; tunjukkanlah bahwa dirimu milik kami, memelihara dan menunjukkan belas kasihan kepada pemuja. Kawan, ayah, pengayom yang maha agung, memberikan kepada pemuja yang menyintai tempat serta kehidupan yang bebas".


Referensi

Kondra, I Nengah. 2015. Kamus Istilah Dalam Agama Hindu. Bandung: -
Ngurah Dwaja, I Gusti dan Mudana, I Nengah. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.


Sumber: Buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas XII
Kontributor Naskah : I Gusti Ngurah Dwaja dan I Nengah Mudana
Penelaah : I Made Suparta, I Made Sutresna, dan I Wayan Budi Utama Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015



BUDDHA AWATARA DAN BUDDHISME


Pada zaman Kali Yuga, Wisnu dikatakan telah turun ke dunia. Kali ini ia bertugas untuk memperbaiki cara pandangan agama yang keliru. Wisnu turun ke dunia sebagai Buddha.

Buddhisme bermula dari ajaran Buddha dan interpretasi-interpretasi atas ajaran tersebut oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran ini telah mampu membangun tradisi spiritual dan pembelajaran yang khas. Buddha nama awalnya adalah Siddharta Gautama. Ia lahir pada tahun 623 Sebelum Masehi di Kapilavastu, sekarang tempat ini berada di lereng gunung di Nepal perbatasan India dari pasangan Raja Suddhodana dan Permaisurinya Maya. Menurut tradisi Hindu, Buddha Awatara diceritakan di dalam kitab Matsya Purana, Agni Purana, Bhawisya Purana dan Bhagawata Purana.

Beliau mendapatkan pencerahan pada usia 35 tahun di bawah sebuah pohon bodhi di Gaya, sebuah kota kecil di Bihar, setelah melakukan meditasi dan puasa selama 42 hari. Setelah merasa penasaran oleh kenikmatan indriawi, ia meninggalkan istana yang serba mewah pada usia 29 tahun untuk mendapatkan jawaban atas penderitaan hidup dan mencapai kebenaran eternal dan perdamaian, mengikuti cara-cara dan disiplin yang keras disarankan oleh guru-gurunya. Ia menyelinap ke luar istana diiringi oleh kusirnya Channa dan kemudian mengembara, menanggalkan segala atribut kebesaran seorang pangeran. Setelah enam tahun melaksanakan kehidupan yang keras belum juga ada hasil yang nampak, maka ia memutuskan untuk berhenti. Ia memandang menyiksa diri dalam pengekangan diri yang keras dirasakan kurang berhasil dan tidak masuk akal pada aspek transformasi moral. Lalu ia mencari jalannya sendiri dan melalui mediatasi yang intens, maka pada usia 35 tahun ia berhasil mendapatkan pencerahan dengan ditemukannya Empat Ajaran Kebenaran (Catur Arya Satyani). Ajarannya ini mengindikasikan dilaksanakannya jalan tengah untuk menghindari dua ekstrim yaitu self-indulgence dan self-mortification dan eksistensi bergantung dari eksistensi (pratityasamutpada). Realisai ini membentuk pencerahan (Buddha) yang muncul dari usaha sendiri dan kesempurnaan moral. Buddha percaya hanya dengan jalan disiplin diri dan kesempurnaan moral seseorang dapat mencapai Nirvana. Sejak itu Gautama disebut Buddha.


Buddha meninggal dunia pada usia 80 tahun, yaitu pada tahun 543 Sebelum Masehi di Kusinara, sebuah kota di Uttar Pradesh di wilayah Timur Laut India. Kewafatannya disebut Parinibbana. Kelahiran maupun kewafatannya jatuh pada hari purnama. Ia meninggal karena keracunan mengkonsumsi daging babi yang disediakan oleh abdinya di sebuah desa kecil disebut Pava, tujuh mil dari kota Kusinara.

Dalam Mahaparinibbana Sutta, kita diberitahukan bahwa Sang Buddha menderita sakit secara tiba-tiba setelah Beliau memakan suatu hidangan khusus yang lezat, Sukaramaddava, yang secara harafiah diterjemahkan sebagai "daging babi lunak", yang telah disiapkan oleh penjamu dermawanNya, Cunda Kammaraputtra. Nama dari hidangan tersebut menarik perhatian dari banyak sarjana, dan hal itu menjadi fokus dari riset akademis terhadap asal muasal makanan hidangan atau bahan baku yang digunakan di dalam memasak hidangan khusus ini.

Dalam perkembangannya ajaran-ajaran Buddha membentuk suatu tradisi tersendiri yang berbeda dari tradisi Weda. Pada awalnya Buddha mengajarkan etika. Ia percaya kebahagiaan abadi yang disebut Nirvana hanya bisa dicapai melalui berperilaku yang baik dan benar seperti diajarkan oleh Buddha. Oleh karena itu, ia mengajarkan kemandirian. "Atmo deva bhawa" merupakan idium umum ajaran Buddha. Yang bisa menolong diri manusia itu sendiri adalah dia sendiri melalui ajaran etika. Namun dalam perkembangannya, ajaran-ajaran Buddha berkembang menjadi agama, seperti diyakini dan dipraktekkan oleh mazab Mahayana. Buddhisme mencakup berbagai aspek kehidupan mulai dari metafisika, etika, teologi, seni, sastra, arsitektur, pranata sosial, tata pemerintahan dan lain-lain. Banyak mazab atau sub mazab tumbuh dan berkembang di dalam Buddhisme persebarannya hanya mencakup wilayah Asia, namun sekarang ke seluruh dunia.


Awalnya ajaran Buddha hanyalah ajaran untuk mendapatkan kesempurnaan moral dan etika, maka dalam perkembangannya ada sebagian pengikutnya menjadikan ajaran-ajaran tersebut sebagai agama.

Kondisi ini menyebabkan ajaran-ajaran Buddha ditafsirkan sebagai agama yang nampaknya tidak demikian yang diinginkan oleh Sang Buddha. Sesungguhnya Sang Buddha pada awalnya tidak mengajarkan suatu agama, tetapi etika hidup, disiplin diri dan mental dengan mengedepankan intelektualitas.

Malahan Sang Buddha melarang pengikutnya memandang Buddha sebagai Tuhan atau sebagai Guru. Ia menyarankan agar umat manusia menggunakan ajaran-ajaran Buddha sebagai Guru utama (jadikanlah ajaran Buddha sebagai Guru).

Dengan adanya keyakinan bahwa Wisnu telah turun ke dunia pada zaman Kali Yuga sebagai Buddha, maka pada umumnya orang-orang Hindu menganggap ajaran Buddha adalah ajaran agama Hindu pula.

OM Namo Buddhaya.

OM Shanti.

Tradisi Ngurek


Ngurek adalah atraksi menusuk diri dengan menggunakan senjata keris, ini berlangsung ketika para pelaku berada dalam keadaan kerasukan (di luar kesadaran). Ngurek berkaitan erat dengan ritual keagamaan bahkan di sejumlah desa adat di Bali dan tradisi ini wajib dilangsungkan.

Ngurek bisa disebut juga dengan Ngunying. Ngurek merupakan wujud bakti seseorang yang dipersembahkan kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Ngurek termasuk dalam upacara Dewa Yadnya yaitu pengorbanan/persembahan suci yang tulus ihklas. Menurut ajaran agama Hindu, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia, mahluk hidup beserta isinya berdasarkan atas Yadnya, maka dengan itu manusia diharapkan dapat memelihara, mengembangkan dan mengabdikan dirinya kepada Sang Pencipta yakni Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).


Ngurek berasal dari kata ‘urek‘ yang berarti lobangi atau tusuk. Jadi Ngurek dapat diartikan berusaha melobangi atau menusuk bagian tubuh sendiri dengan keris, tombak atau alat lainnya saat berada dalam kondisi kerasukan. Karena Ngurek dilakukan dalam kondisi kerasukan atau di luar kesadaran, maka roh lain yang masuk ke dalam tubuh akan memberi kekuatan, sehingga orang yang melakukan Ngurek ini menjadi kebal, dan ini merupakan suatu keunikan sekaligus misteri yang sulit dijelaskan.

Tradisi Ngurek tidak tahu kapan mulai dilakukan. Konon ini terjadi pada jaman kejayaan kerajaan. Saat itu sang raja ingin membuat pesta yang tujuannya untuk menunjukkan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan sekaligus menyenangkan hati para prajuritnya. Setelah dilakukan sejumlah upacara, kemudian memasuki tahap hiburan, mulai dari sabung ayam, hingga tari-tarian yang menunjukkan kedigdayaan para prajurit, maka dari tradisi ini munculah Tari Ngurek atau Tari Ngunying.

Ngurek, menusuk diri dengan keris dalam keadaan kerasukan atau tidak sadar ini pada zamannya hanya dilakukan oleh para pemangku, namun kini orang yang melakukan Ngurek tak lagi dibedakan statusnya, bisa pemangku, penyungsung pura, anggota krama desa, tokoh masyarakat, laki-laki dan perempuan. Tapi suasananya tetap yaitu mereka melakukannya dalam keadaan kerasukan atau trance. Kendati keris yang terhunus itu ditancapkan ke tubuh, namun tidak setitikpun darah yang keluar atau terluka.

Ngurek ini biasa dilakukan di luar kompleks pura utama. Sebelum Ngurek dilakukan, biasanya Barong dan Rangda serta para pepatih yang kerasukan itu keluar dari dalam kompleks pura utama dan mengelilingi wantilan pura sebanyak 3 kali. Saat melakukan hal itulah, para pepatih mengalami titik kulminasi spiritual tertinggi.




Kerasukan dalam Ngurek, biasanya terjadi setelah melakukan proses ritual. Untuk mencapai klimaks kerasukan, mereka harus melakukan beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut secara garis besar dibagi menjadi tiga yang terdiri dari:

Nusdus adalah merangsang para pelaku ngurek dengan asap yang beraroma harum menyengat agar segera kerasukan.
Masolah merupakan tahap menari dengan iringan lagu-lagu dan koor kecak atau bunyi-bunyian gamelan.
Ngaluwur berarti mengembalikan pelaku ngurek pada jati dirinya
Masuknya roh ke dalam diri para pengurek ini ditandai oleh keadaan: badan menggigil, gemetar, mengerang dan memekik, dengan diiringi suara gending gamelan, para pengurek yang kerasukan, langsung menancapkan senjata, biasanya berupa keris pada bagian tubuh di atas pusar seperti dada, dahi, bahu, leher, alis dan mata. Walaupun keris tersebut ditancapkan dan ditekan kuat kuat secara berulang ulang, jangankan berdarah, tergores pun tidak kulit para pengurek tersebut, roh yang ada di dalam tubuh para pengurek ini menjaga tubuh mereka agar kebal, tidak mempan dengan senjata.

Ngurek mempunyai gaya masing-masing, ada yang berdiri sembari menancapkan keris ke bagian tubuh, seperti dada atau mata, ada pula yang bersandar di pelinggih. Setelah upacara selesai, para pelaku ngurek kembali ke kompleks pura utama.

Tradisi Ngurek ini merupakan kebiasaan masyarakat Bali, dimana saat upacara mengundang roh leluhur dilakukan, para roh diminta untuk berkenan memasuki badan orang-orang yang telah ditunjuk, dan menjadi sebuah tanda, bahwa roh-roh yang diundang telah hadir di sekitar mereka. Tradisi Ngurek juga dipercaya, untuk mengundang Ida Bhatara dan para Rencang-Nya, berkenan menerima persembahan ritual saat upacara. Jika orang-orang yang ditunjuk sudah kerasukan dan mulai Ngurek, maka masyarakat bisa mengetahui dan meyakini kalau Ida Bhatara sudah turun ke marcapada (dunia), maka umat yang mengikuti prosesi ritual kian mantap dengan semangat bhaktinya.


Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, apa pun yang kita lakukan dengan pasrah, berserah diri dan ihklas kepada Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa), maka akan mendapat anugrah dan karunia.
*Adi Sudiatmika

Foto : INDONESIA. Bali. Village of Batubulan.
Barong dance. 1949. The "Kris dancers" in
a trance, they are doing the self-stabbing
with kris, ngurek. From Magnum Photos.

#BALITEMPOEDULOE
#BUDAYA #SENI
#TAKSUHINDUBALI #ADATBUDAYA#

Video Tari Barong dan Ngurek - Bali Tempo Doeloe https://www.facebook.com/108159370949700/posts/202003568231946/

Arti, Makna, Fungsi dan Jenis Jenis Api dalam Upacara Yajna

Berbicara tentang yajna, maka tentu tidak lepas dari sarana atau peralatan yang diperlukan dalam upacara yajna (korban suci). Sarana dapat dikatakan sebagai penentu utama berhasil tidaknya suatu upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu. Sebab Sarana adalah media konsentrasi untuk dapat mendekatkan diri dengan Brahman (Sang Hyang Widhi) serta manisfestasinya yang dipuja.


Selain digunakan sebagai media untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, penggunggunaan sarana juga dapat menciptakan hubungan harmonis antara lingkungan, sesame manusia, tumbuh-tumbuhan, para pitara (roh suci leluhur) serta keharmonisan lainya dalam kehidupan di dunia ini.




Foto: Mutiarahindu.com
Setiap sarana yang digunakan dalam upacara yajna tentunya memiliki arti, fungsi, dan makna masing-masing. Baik dari segi nilai kesucian, kemulian, dan nilai spiritual. Dari setiap sarana yang dipergunakan, tuntunya kita memiliki suatu harapan suci. Untuk itu, sangat penting untuk mengetahui setiap arti, fungsi dan makna dari setiap sarana yang dipergunakan dalam upacara yajna. Sebab tampa mengetahui, arti, fungsi dan makna dari setiap sarana yang digunakan, maka mustahil harapan kita dapat tercapai seperti disebutkan dalam Manawa Dharmasastra 3.97:

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

“Nasyanti hawwyah kawyani naranamawijajanatam, bhasmi bhutesu wipresu mohad dattani datrbhid”


Terjemahan:
“Persembahan kepada Dewa dan Leluhur yang dilakukan oleh orang yang tidak tahu peratunyanya adalah sia-sia, kalau memberi karena kebodohanya memberikan bagianya kepada Brahmana, persembahannya tidak ada bedanya dengan abu.”


Dari sloka yang diambil dari Manawa Dharmasastra 3.97 diatas, dapat disimpulkan bahwa wajib hukumnya untuk mengetahui tujuan dan makna upacara yajna yang dilaksanakan agar tidak sia-sia. Untuk itu melalui artikel ini, mutiara hindu akan membahas arti, fungsi dan makna api dalam upacara yajna.


Arti, Makna dan Fungsi Api



Api merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam upacara agama Hindu. Penggunaan api sangat banyak kita jumpai sesuai dengan jenis yajna yang dilaksanakan. Ada yang menggunakan dupa, dipa, api, takep, pasepan dan lainya sebagainya.


Dhupa atau dupa adalah nyala bara yang berisi wangi-wangian atau astanggi yang dipakai dalam upacara dan untuk menyelesaikan upacara. Dipa yaitu api yang nyalanya sebagai lampu yang terbuat dari minyak kelapa. Api takep yaitu api sebagai sara upacara dengan nyala bara yang terbuat dari kulit kelapa yang sudah kering (sabut kelapa). Pasepan yaitu api sebagai nyala bara yang ditaruh diatas tempat tertentu atau dulang kecil yang di isi dengan potongan kayu kering yang dibuat kecil-kecil. Kayu yang dipergunakan biasanya yang harum seperti kayu menyan, cendana, kayu majegau, dan lainya. Semua penggunaan api diatas memiliki makna tertentu. (Susila, dkk. 2009:77)


Dupa merupakan lambing aksara tattwa, dan dipa adalah lambang sakti tattwa. Dijelaskan arti dupa bahwa:

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

“wijil ing dhupa sakeng wisma, dipa sakeng Ardha candra landepi sembah”.


Terjemahan:
“bahwa tajamnya sembah sakti itu (dengan) dhupa yang tercipta dan Wisma (sarwa alam) dan dipa yang terdiri dan Ardha Candra (bulan sabit) atau dengan istilah lain bahwa terwujudnya cipta pujaan itu akan dapat diintensifkan dengan mempergunakan dhupa dan dipa itu:” (Wedaparikrama:103)


Penggunaan api sebagai sarana upacara agama juga disebut dengan agni. Peranan api dalam upacara agama sangat penting sekali seperti dijelaskan dalam Wedaparikrama:44-45, bahwa api adalah pengantar upacara yang menghubungkan antara manusia dengan Sang HYang Widhi Wasa, Agni adalah Dewa yang mengusir Raksasa dan membakar habis semua mala sehingga menjadikanya suci, Agni adalah pengawas moral dan saksi yang abadi, agnilah yang menjadi pemimpin upacara Yajna yang sejadi menurut Veda.


Dikatakan bahwa suatu upacara yajna belum lengkap kalau tidak ada unsur api di dalamnya, sebab dengan api umat Hindu dapat melaksanakan upacara dengan sempurnah, api untuk penyucian, dapat menghalau roh-roh jahat atau mendatangkan pengaruh-pengaruh baik karena api sebagai pengantar, sebagai pemimpin upacara dan juga saksi.


Dalam agama Hindu api yang sangat diharapkan yakni api yang mengeluarkan asap harum, dan yang tidak diharapkan api yang terbuat dari lilin karena tidak mengeluarkan asap berbau harum. Sedangkan untuk Dipa, Dupa, dan lainya memang sudah dirangkai khusus agar mengeluarkan bauh harum yang dilengkapi dengan kemenyn, gula, kulit duku, kayu cendana, kayu majegau dll.


Jenis-Jenis Api Dalam Upacara Yajna Agama Hindu


Berdasarkan beberapa sastra ada beberapa jenis pembagian api dalam upacara yajna adalah sebagai berikut:


Api yang ada di dapur
Api yang ada pada diri manusia
Api yang ada pada Matahari


Dari semua jenis api diatas, memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia baik dalam keseharian, kehidupan social maupun budaya dan keagamaan. Dalam Kitab Sarasamuccaya: 59 dijelaskan tiga jenis api seperti berikut:


“---Taat mengadapan puja kepada tiga api suci, yang disebut Tryagni: yaitu tiga api suci, perinciannya adalah: ahawaniya, garhaspatya, dan citagni, ahawaniya artinya api tukang masak untuk memasak makanan, garhaspatya artinya api upacara perkawinan,itulah api yang dipakai saksi pada waktu perkawainan dilangsungkan, Citagni artinya api untuk membakar mayat, itulah yang disebut tiga api suci---“

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Dari kutipan Kitab Sarasamuccaya: 59 dijelaskan tiga jenis api yang disebut Sang Hyang Tryagni diantaranya adalah sebagai berikut:

Ahawaniya, yaitu api yang dipergunakan untuk memasak
Garhaspatya adalah api upacara perkawinan
Citagni adalah api yang digunakan dalam upacara pembakaran mayat.

Tryagni diatas merupakan sarana yang sangat penting dalam upacara agama hindu sesuai dengan yajnanya yang dilaksanakan. Api dalam istila ajaran agama hindu juga disebut dengan Apuy, Agni, Wahni.


Dikatakan juga bahwa api adalah sumber kehidupan dan kekuatan Brahma untuk menciptakan alam semesta dan isinya. Dalam Agastya Parwa, juga dijelaskan tentang pentingnya penggunaan Dhupa (api) dalam upacara yajna seperti:


“kita lihat orang kaya, keluarganya tidak kekuarangan suatu apa, sementara ia menikmati kebahagiannya dengan penuh kesenangan, maka ia pun di tawan orang, dirampas, dijual, dituduh berbuat dosa walaupun sesungguhnya ia tidak berdosa. Orang yang demikian di dunia, demikian tingkah lakunya dahulu gemar memuja Bhatara yang menyebabkan bhatara menjadi suka cita. Namun karenya pemujaanya itu dahulu tampa dilengkapi dengan dupa, maka usahanya itu kehilangan makna upacara agama, sebab tujuan adanya dupa itu adalah untuk menjaga pahala pemujaan itu kelak.”

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Fungsi Api Dalam Upacara Yajna


Selain uraian di atas berikut ada beberapa penjelasan tentang pentingnya api dalam dalam upacara yajna agama hindu. Aka diuraikan sebagai berikut:

Api sebagai pendeta pemimpin upacara (Pejelasan baca: Isa Upanisad. 18, Reg Veda Mandala I)
Api sebagai perantara pemuja dan yang dipuja (Penjelasan baca:Mds.I.23, Bhagavad Gita IV.24-25)
Api sebagai pembasmi segala kekotoran dan pengusir roh jahat (Penjelasan baca: Bhagavad Gita IX.26, Wedaparikrama: 102, Reg Veda Mandala I sukta sloka 5,7,10, Reg Veda Mandala I,12.5, Reg Veda Mandala I.12.7, Reg Veda Mandala I.12.10, Lontar Sundarigama,)
Api sebagai saksi upacara dalam kehidupan. (Penjelasan baca: Upadeca.7, Agama Hindu II, Gd. Pudja, M.A., S.H., 167-168)

Demikianlah uraian singkat tentang pentingnya api dalam upacara yajna. Sebenarnya sangat banyak sastra-sastra atau kita suci veda yang mengulas tentang pentingnya penggunaan api dalam upacara Yajna, tetapi dalam artikel ini hanya dijelaskan secara singkat.


Reff: https://www.mutiarahindu.com/2018/02/arti-makna-fungsi-dan-jenis-jenis-api.html
Susila, I Nyoman, dkk. 2009. Materi Acara Agama Hindu. Jakarta: Depag RI Dirjen Bimas Hindu
Transkripsi Lontar Sundari Gama, UNHI Dempasar
Beberapa sumber kitab suci hindu seperti yang tertera di setiap sloka.

Minggu, 29 Oktober 2023

BAYUH OTON "NADI"

 


Saat menyelenggarakan upacara Manusa Yadnya (pawetonan) jatuhnya bertepatan dengan hari purnama, maka pawetonan tersebut disebut “Nadi”, karena pada saat itu semua para Dewa di Sorga turun ke bumi untuk menerima persembahan umatnya, oleh sebab itu upakaranya meningkat dengan pemuput upacaranya adalah seorang Sulinggih. Namun dalam petunjuk Lontar Pelutaning Yadnya upakaranya seharusnya disertakan dengan Banten Pulogembal Bebangkit, memakai guling babi. Demikian juga dalam Lontar tersebut memberikan kebijaksanaan bagi umat yang tidak mampu, dibolehkan membuat upakaranya sesuai dengan kemampuan umat, tetapi banten bebangkitnya diganti dengan segehan sasah putih sebanyak 33 tanding berisi bawang, jahe dan garam, ditujukan kehadapan Sang Kala Greha dan Sang Kala Amangkurat.
Banten ayaban tumpeng 33 bungkul:
a. Daksina gede sarwa 4 lengkap
b. Banten suci gede
c. Banten gebogan
d. Banten pengambean 5 soroh tumpengnya = 10 bungkul
e. Banten soda dan peras 4 soroh tumpengnya = 8 bungkul
f. Banten dapetan:
 Dapetan pokok 5 soroh tumpengnya = 15 bungkul
 Dapetan pengiring tumpengnya = -________
Jumlah = 33 bungkul
Banten sesayut dan tebasan:
Untuk Manusa Yadnya:
 Banten sesayut pebersihan
 Banten sesayut atma rauh
 Banten sesayut sidapurna
 Banten sesayut pageh urip
 Banten sesayut sambut urip
 Banten sesayut pengenteg bayu
 Banten sesayut peneteg urip
 Tebasan pemiak kala
 Tebasan lara meraradan
 Tebasan sapuh lara
 Banten sesayut ngeliwar
 Prayascita, bayekawonan
 Banten pengulapan
 Banten pedudusan alit
 Banten pulogembal, bebangkit
 Banten catur sari
 Sukuning yadnya memakai segehan Manca Warna, segehan sasah 13 tanding
 Banten jerimpeng agung.
Dan Banten Bayuh Oton sesuai kelahiran.
Yan nuju WREHASPATI PAING wenang bayuh ring paibon / Kamulan, sarwa Kutus, sesayut Kusuma Gandawati lan sesayut Pawal Kusuma Jati,

SESAYUT GANDHA KUSUMA JATI:
Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi dadu, ulam nyane ayam wangkas mapanggang, mapukang-pukang dados 5 winangun urip, magenah duwur nasine, peresing tebu ratu, kwangen 8, sesanganan, raka-raka sejangkep nyane, penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1, Sampyan Nagasari, Canang pahyasan tatebus dadu.
SESAYUT PAWAL KUSUMA JATI;
Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi dadu tinelopokan, ulam nyane ayam wangkas mapanggang, mapukang-pukang dados 5, winangun urip, magenah duwur nasine, masambel kacicang, siniyokan lenga/minyak, sesawur, sekar pucuk dadu 8 katih, sasrojan, sesangan, raka-raka sejangkep nyane, penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1, daksina 1, jinah 8888, sampyan nagasari, canang pahyasan tatebus dadu.
Rikala pawetonan nyane ring rahina Wraspati, upakara nyane patut kawewehin antuk banten salah ukur, riantukan pawetonan nyane matehang piodalan Ida Bhatara Guru, sering pacang mamilara. Kawentenan upakaran nyane pateh sekadi tetandingan banten Pengambian sakewanten maweweh bantal pudak 8 besik, yan LANANG sang maweton banten nyane maulam bebek maguling, yan ISTRI sang maweton banten nyane maulam ayam mapanggang, sesampune puput natab bebanten nyane, sang maweton raris ngajeng/ngerayunin ulam nyane matimpal bantal, raka-raka nyane matimpal nasi, sapunika kawentenan pemargin nyane.
Banten Baya Pawetuan nyane ring Sanggah Kamulan;
Metatakan antuk kulit tebasan, duwur nyane dagingin jinah kepeng 99, ring tengah-tengah, raris duwur jinah punika dagingin penek agung asiki, sisin penek punika iterin antuk woh-wohan sarwa 9, godoh 9, tatebus warna barak 9, porosan 9, dagingin ulam ayam biying mepanggang, penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1, Sampyan nagasari, canang pahyasan.
Banten Baya pawetuan nyane ring Bale;Metatakan antuk kulit tebasan, duwur nyane dagingin nasi tumpeng apangkon, maulam bawi maolah aji 99, sambel makukus 9 bungkus, jajangan kacang karo mabasa asem 9 bungkus, woh-wohan sarwa 9, penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1, Sampyan nagasari, canang pahyasan.
Panebusan pawetonan:
Ring Kamulan;
Tumpeng 1, iwak ayam biying pinanggang 1, malih iwak jatah calon 9 katih, katupang rumbah gile, gagodoh tumpi, utangnya sesantun 1, beras duang kulak, sesari jinah 9009, pupuking/tancebin bunga janggutan (bunga pucuk bang), unggwaning acaru ring arepan sanggah kamulan, sambat Sang SEDAHAN SEMAYA,
Kabekelaning Indubang Bajang,tebusanya sega sapucung agung, iwak katupang agung ( tulang pantat babi), balung gagending ( tulang paha babi ), dukut lambayung, sambel kamiri, caru ring paturon/bale, sambat sang indung bajang;BABU JENGGI AMONG, BABU PANGKAH.
malih tebusin ring Jalan mangidul,sega penek 1, iwaknya ayam biying mepanggang, acaru ring marga marep kidul, sambat SANG BHUTA PANGKAH.


NYAMA BAJANG




1. Anggapati = Dengen.... Bajang Papah,

2. Prajapati = Kala .... Bajang Colong.
3. Banaspati = Preta.... Bajang Regek,
4. Banaspati Raja = Anta ... Bajang Pusuh,
Biasanya Uperengge ini dipergunakan pada hari upacara - 105 hari tiga bulan) anak bayi yang lazim di Bali disebut: "Nelubulanin" atau "Nigang sasihin ",
BAJANG PAPAH
Sebuah pelepah yang kering diisi lukisan - manusia yang kini di Bali disebut: "Bajang Papah" yang mengandung simbul Saudara dari si bayi
BAJANG REGEK
Sebuah alay yang dibuat dari daun kelapa yang dianyam, diwujudkan sebagai manusia, yang di Bali disebut "Reregek,
BAJANG PUSUH
Gambar manusia yang digambarkan pada jantung pisang. Ini disebut "Bajang Pusuh"
BAJANG COLONG
Seekor ayam yang disebut "Bajang Colong"
Keempat bajang-bajang itu , disebut dengan " Nyama Bajang ", adalah lambang dari ;
Anggapati atau Dengen
Prajapati atau Kala
Banaspati atau Preta
Banaspati Raja atau Anta
Keempatnya adalah perwujudan dari :
Yeh Nyom ( Air Ketuban),
Getih ( Darah ),
Lamas
Ari - Ari
Yang keluar pada waktu si Ibu melahirkan si bayi.
Wusta veruh maninggalin Bape bunta irika mabatan sira
" Sang Hyang Panon Pandeleng "Wusta kumrah mangiring, irika maharan sira " Sang Hyang Waya wayahan "
Wusta malinggeb mabading, tur manangis, iri ka sira maharan
"Sang Hyang Eta Eto.
Samalih weruh sira keheng-keheng, irika sira maharan
Sang Hyang Japamantra.
Mangke ika ta kaweruhakna kandanira RARE , duk mijil saking guwa garban Ibunta, sawatek ta ma gawe gering ring  Manusia Pandanta liwar ring 11 dina, kawenang kene gering sa-pakardin wang Ala, sadurung ika tan kawenang-
Yening sadurung ika, kena gering, ika pangaban RARE, apan ;
I Buyut Kompyang mwang I Wayah,
Sami padan dane  Istri kakung pada ngerejeg ring awak sariranta.

Rabu, 25 Oktober 2023

Leak keturunan

 


Leak keturunan adalah ilmu pengeleakan yang diterima secara genetik dan bersifat otomatis. Ilmu pengeleakan ini dapat diwariskan dari seorang penekun leak kepada keturunannya yang ia pilih, meskipun dapat saja berubah sifat setelah berpindah tuan.
Ada beberapa cara mewariskan ilmu leak yaitu:
1. Air susu ibu
Bila seorang wanita yang telah menguasai ilmu leak ingin mewariskan ilmunya kepada anaknya, saat sedang menyusui ia akan mentransfer ilmunya kepada sang anak yang masih bayi, sehingga saat dewasa secara tidak sadar sang anak telah menguasai ilmu leak.
2. Cairan orang tua
Seorang penekun leak yang sudah tua akan susah mati akibat ilmu yang telah menguasai di tubuhnya, maka jalan satu-satunya adalah mewariskan ilme leak tersebut, ia menyuruh cucu atau anak yang paling ia sayangi untuk menelan air liur, muntahan atau busa dari mulutnya, otomatis ilmunya berpindah ke anak/cucu tersebut.

3. Mimpi
Seseorang penekun ilmu leak yang telah meninggal akan memilih salah satu keturunannya yang dianggap mampu sebagai pewaris, dengan cara mendatangi si terpilih dalam mimpinya dan memberi suatu jimat, maka secara tidak sadar ia akan mewarisi limu leak milik leluhurnya.
4. Mewariskan ilmu diam-diam
Suatu saat orang yang menguasai ilmu leak berniat mewariskan ilmunya, ia akan mendatangi cucu atau anaknya yang dipilih saat sedang tertidur, kemudian ia akan melakukan ritual untuk mewarisi ilmu leaknya kepada yang bersangkutan.
Di beberapa kasus ilmu leak yang telah diwariskan tanpa disadari oleh keturunan si leak, tidak dipakai oleh pewarisnya namun hanya disungsung sebagai warisan leluhur. Bentuk pewarisan ilmu pengeleakan ini dapat dengan ngelakoni atau hanya sekedar nyungsung atau dihormati semata.