Rabu, 22 November 2023

Ada Tiga Jenis Punia, yang Penting Ikhlas, Semampunya, Bukan Pamer

 






KARYA PUNIA: Ngayah dalam sebuah kegiatan yadnya disebut karya punia. Tampak krama Banjar Sedahan Gulingan, Mengwi Badung, saat ngayah jelang pemelaspasan bale banjar, Selasa (23/10). Ida Sire Empu Darma Sunu (foto kanan). (AGUNG BAYU/BALI EXPRESS-ISTIMEWA)





BALI EXPRESS, DENPASAR - Salah satu jalan dharma yang bagi umat Hindu adalah Punia. Apa saja bentuk punia itu? Apakah menunggu kaya dahulu, baru kita layak medana punia? Berikut penjelasannya.



Banyak yang salah kaprah mengenai implementasi yadnya. Yadnya merupakan persembahan tulus ikhlas yang diberikan sebagai tuntunan dalam ajaran Dharma. Salah satu bentuk dalam beryadnya adalah Punia. Punia berasal dari kata nia dengan awalan pun. Dalam kamus besar bahasa Indonesia Punia berarti pemberian yang tulus ikhlas atau bisa dikatakan sebagai sedekah.


Dalam Kitab Atharva Veda dijelaskan punia terbagi menjadi tiga bentuk yaitu Desa Dana, Vidya Dana dan Artha Dana. Hal senada juga disebutkan Sulinggih asal Geriya Pande di Tonja, Ida Sire Empu Darma Sunu, Minggu ( 22/10). Menurutnya punia dalam yadnya terbagi menjadi Karya Punia, Upakara Punia dan Dana Punia.

"Punia itu apa sih artinya? Punia artinya pemberian yang tulus ikhlas. Memberi tidak harus menunggu mampu dulu. Apa yang kita punya saat ini, bisa kita berikan tentunya dengan rasa yang tulus," jelasnya.

Jika saat ini kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban punia berupa uang, menurutnya punia bisa diberikan dalam bentuk karya punia. "Banyak masyarakat yang salah kaprah. Punia itu bukan hanya berbentuk uang lho. Punia bisa kita berikan dalam bentuk tenaga yang disebut karya punia. Kika kita bekerja tidak punya uang dan waktu, kita bisa memberikan upakara atau dalam bentuk benda lain yang kita miliki saat ini," terangnya.

Ida Sire juga mengingatkan me-punia dalam ajaran agama Hindu merupakan sebuah kewajiban. Hal itu juga tertulis dalam kitab Atharva Veda III.2.4.5 yang berbunyi; Sata hasta sama hara sahasrahata sam kira .

"Sloka itu mengajarkan kita untuk mencari rejeki dengan cara dharma, dan tidak melupakan kewajiban kita dalam berdharma yang dalam hal ini mepunia," terangnya.

Dalam Kitab Rgveda,X.117.1 juga tercantum tentang Punia. Yang menyebutkan Kekayaan tidak pernah berkurang oleh kemurahan hati karena didana puniakan. Orang kikir tidak pernah menemukan orang yang belas kasihan.

"Ingat me - punia itu wajib tapi harus didasari rasa yang tulus ikhlas. Jangan sampai kita mepunia hanya dijadikan ajang pamer, mepunia lah dengan apa yang kita miliki saat ini. Jangan mepunia dengan sesuatu yang kita paksakan agar dibilang keren," ujarnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Hal itu juga tertuang dalam Manawa Dharma Sastra I yang berbunyi;

Jaman kertya yuga tapalah yang utama, jaman trata yuga jnanalah yang utama, jaman dwapara yuga yadnyalah yang utama dan pada jaman kali yuga danalah yang utama.

Hidup ini berputar terus seperti roda kadang kita dibawah, kadang di tengah ,kadang di atas dan kemudian turun ke bawah lagi. Ini adalah hukum Tuhan yang disebut dengan Rta. Ketika kita berada di posisi atas (puncak), menolehlah ke bawah dan bantulah orang lain yang membutuhkan, suatu ketika kita pasti akan membutuhkan uluran tangan orang lain.

Ida Seri juga menuturkan banyak implementasi yang salah dimasyarakat mengenai dana punia. "Konsep Tri Hita Karana dalam ajaran agama Hindu sesungguhnya belum kita implementasikan secara maksimal. Contohnya banyak umat berbondong - bondong medana punia

untuk pura A, B dan C, bahkan dengan nominal yang cukup besar. Bagi mereka ada rasa bangga ketika nama dan jumlah nominalnya disebut oleh panitia. Namun ketika tetangga sebelahnya mengalami musibah dan membutuhkan bantuan, tidak ada yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu. Itu artinya apa? Kita berlomba terlihat bagus kepada Tuhan, banten dan karya saling gedenin, tapi mepunia kepada sesama saja kita pilih - pilih," terangnya.


Maka dari itu ia mengingatkan kepada semua umat Hindu di Bali agar mepunia dilakukan dengan tulus ikhlas tanpa memandang tempat dan kepada siapa.

"Seperti yang saya katakan tadi mepunia bisa dalam bentuk karya, dana dan upakara. Contohnya saja, ketika ada mesangih massal di desa pekraman, banyak orang berlomba untuk mepunia uang, padahal belum tentu semua orang di desa itu mapan secara ekonomi. Kalau tidak memiliki uang yang cukup, bisa mepunia tenaga kan karena karya massal tidak hanya butuh uang tetapi juga butuh orang yang melakukan segala persiapannya! Nah bagaimana jika tidak memiliki uang dan tenaga ataupun waktu? Kita bisa memberikan upakara berupa banten atau bahan – bahannya,” katanya.

Misalkan, tambahnya, ia seorang petani yang tidak cukup banyak memiliki uang, dan ia juga tidak punya waktu dan tenaga karena harus bekerja disawah, tapi ia punya buah mangga dari hasil kebunnya, memberi mangga sebagai sarana upakara juga termasuk dalam punia.



(bx/tya/bay/yes/JPR)

Tugas, Peranan dan Fungsi Warna, Bukan Kasta Wangsa

  





Peranan dan Fungsi Brahmana
Brahmana (brh artinya tumbuh), berfungsi untuk menumbuhkan daya cipta rohani umat manusia untuk mencapai katentrama hidup lahir batin. Brahmana juga berate Pendeta, yang merupakan pemimpin agama yang menuntun umat Hindu mencapai ketenangan dan memimpin umat dalam melakukan upacara agamanya. Oleh karena tugasnya itu seorang Brahmana wajib untuk mepelajari dan memelihara Weda, dan tidak melakukan pekerjaan duniawi.

Penjelasan tentang Brahmana ada pada Slokantara sloka I yang berbunyi

“…..tidak ada manusia yang melebihi Brahmana, Brahmana arti (tepatnya) ialah orang yang telah menguasai segala ajaran-ajaran Brahmacari ……….. Brahmana ialah beliau yang mempunyai kebijaksanaan yang lebih tinggi melebihi (pengetahuan) manusia umumnya……”


selanjutnya Mahabharata III. CLXXX, 21, 25 dan 26 menguraikan sifat-sifat dan tanda-tanda Brahmana dan hal itu tidak turun menurun. Bunyinya

“…….jujur, dermawan, suka mengampuni, bersifat baik, sopan, suka melakukan pantangan agama dan pemurah dialah yang hendaknya dipandang Brahmana…..”
“……bila sifat-sifat ini ada pada Sudra dan tidak ada pada Brahmana, Sudra itu bukan Sudra dan Brahmana itu bukan Brahmana”
“Pada siapa tanda ini terdapat, hai ular, dialah yang harus dipandang Brahmana, pada siapa tanda ini tidak terdapat, hai ular, dia harus dipandang sebagai Sudra”.

Dalam Manawa Dharmasastra, X, 65 menjelaskan sifat Warna Brahmana itu tidak ditijau dari keturunan. Sloka tersebut berbunyi

“seorang Sudra menjadi Brahmana dan Brahmana menjadi Sudra (Karena sifat dan kewajiban), ketahuilah sama halnya dengan kelahiran Ksatria dan Waisya”.

Peranan dan Fungsi Ksatria
Ksatria dalam bahasa sansekerta artinya suatu susunan pemerintahan, atau juga berarti pemerintah, prajurit, daerah, keunggulan, kekuasaan dan kekuatan.
Sifat-sifat Ksatria , Bhagavad gita XVIII, 43, menguraikan sebagai berikut

“Berani, pekasa, teguh iman , cekatan dan tak mundur dalam peperangan, dermawan dan berbakat memimpin adalah karma (kewajiban) Ksatria”.

Dalam Manawa Dharmasastra I, 89, menguraikan tentang kewajiban Ksatria. Bunyinya

“ Para Ksatria diperintahkan untuk melindungi rakyat, memberikan hadiah-hadiah, melakukan upacara kurban, mempelajari Weda dan mengekang diri dari ikatan-ikatan pemuas nafsu”.




Dalam lontar Brahmokya Widhisastra lembaran 6a, menyebutkan larangan dan sanksi-sanksi Warna Ksatria, bunyinya

“…. Apabila ada Ksatria berbuat tidak benar………. Diluar sifat Ksatria…… mereka akan menjadi Sudra……”

Peranan dan Fungsi Waisya
Waisya (vic) dalam bahasa sansekerta berarti bermukim diatas tanah tertentu. Dari kata tersebut, kemudian berkembang artinya menjadi golongan pekerja atau seseorang yang mengusahakan pertaniaan.
Dalam Bhagavad gita XVIII, 44, menguraikan kewajiban Waisya, bunyinya

“…Bercocok tanam, berternak sapi dan berdagang adalah karma (kewajiban) Waisya menurut bakatnya….”

Dalam Slokantara sloka 62, diuraikan juga tugas waisya;

"orang waisya bekerja sebagai petani, pengembala, pengumpul hasil tanah, bekerja dalam lapangan perdagangan dan memiliki rumah penginapan. orang yang lahir di keluarga waisya itu lahir sebagai pelindung ladang"

Selain itu dalam Manawa Dharmasastra I, 90, disebutkan pula

“Para waisya ditugaskan untuk memelihara ternak, memberikan hadiah, melakukan upacara korban, mempelajari Weda, meminjamkan uang dan bertani”

Jadi singkatnya fungsi waisya adalah dalam bidang ekonomi.

Peranan dan Fungsi Sudra
Sudra artinya pengbdi yang utama.
Peranan dan fungsi Warna Sudra diuraikan pada Sarasamuccaya, 60, bunyinya

“…….prilahu Sudra, setia mengabdi kepada Brahmana, Ksatria dan Waisya sebagaimana mestinya, apabila puaslah ketiga golongan yang dilayani olehnya, maka terhapuslah dosanya dan berhasil segalanya”

Dalam Bhagavadgita disebutkan bahwa

“…meladeni (menjual tenaga) adalah kewajiban Sudra menurut bakatnya”.

Warna Sudra bukanlah berarti paling buruk dan jelek. Bhagavata Purana, VII, XI, 24, menunjukan cirri-ciri Warna Sudra sebagai mahkluk Tuhan yang utama. Bunyinya

“… kerendahan hati, kesucian, bhakti kepada atasan dengan tulus, ikhlas beryadnya tanpa mantra, tidak mempunyai kecenderungan untuk mencuri, jujur dan menjaga sapi sang Vipra (brahmana) inilah cirri-ciri yang dimiliki oleh Sudra”.

Dalam Slokantara sloka 63, diuraikan juga kewajiban seorang sudra:

"seorang sudra ialah membuat barang pecah belah dan berdagang. ia melakukan pembelian dan penjualan, bekerja dibidang jual beli"

dari slokantara diatas, dikatakan bahwa golongan sudra adalah pedagang, menjual belikan barang dagangannya. dia tidak membuat atau memproduksi barang dagangannya karena itu tugas waisya.

Keempat Warna itu akan dapat saling isi mengisi antara satu dengan yang lainnya. Pengelompokan masyarakat ke dalam empat warna itu akan menumbuhkan hubungan social yang saling membutuhkan. Keretakan diantara profesi itu akan dapat merugikan semua pihak.
lalu adakah golongan selain yang diatas tersebut, selain catur warna...?
tentu ada, yaitu:
golongan CANDALA
dalam slokantara 64 dikatakan bahwa:



"diantara bangsa burung, gagaklah yang candala. diantara binatang berkaki empat, keledailah yang candala. diantara manusia, orang pemarahlah yang candala dan akhirnya orang jahat itulah yang candala"

sebagai imbangan dari sloka diatas, dalam Kitab Niti Sastra I.8 disebutkan bahwa:

"diantara jenis burung jahat, burung gagak yang dianggap candala yang terkenal jahat hatinya. diantara binatang yang berkaki empat, keledailah yang candala karena tersohor rendah budinya. didalam perwatakan, tabiat pemarah itu rendah sekali karena tak mengenal kasih sayang. tetapi candala yang paling rendah melebihi ketiganya diatas itu ialah orang penghianat"

dalam Slokantara 65, kembali ditegaskan lagi bahwa yang bisa dimasukan candala adalah 8 jenis pekerjaan tertentu. adapun bunyinya"

"orang membuat kapur, pembuat arak dan minuman keras lainnya, tukang celup, tukang cuci, pembuat periuk, jagal, tukang mas, tukang celup benang, ini semua termasuk golongan delapan candala"

dan dalam slokantara 66 disebutkan kembali bahwa;

" orang yang membuat minuman keras, pencuci pakaian / penatu, jagal, pembuat periuk belanga dan tukang emas, kelimanya ini dikenal sebagai candala"

Dari sloka diatas dapat dikatakan bahwa yang dinamai candala itu bukan orangnya tetapi pekerjaannya. dia tidak akan lagi dinanai candala jika ia berhenti mengerjakan pekerjaan itu.

Demikianlah tugas, peranan dan fungsi warna, dan ingatlah agama Hindu sanatana dharma tidak mengenal kasta ataupun wangsa, jadi mohon dipilah, jangan sampai terpelosok ke lembah kegelapan. semoga bermanfaat.


Sumber : cakepane.blogspot.com

Dewasa ayu / hari baik untuk buka usaha

 






USAHA : Mencoba berusaha, orang Bali (Hindu) harus mengacu pada Dewasa Ayu untuk memulainya. (agus sueca)





Banyak faktor yang menyebabkan usaha yang ditekuni bisa berjalan lancar. Salah satu yang dilakukan
orang Bali pada umumnya, memakai hitungan wariga agar bisa cocok dengan usaha yang hendak dilakukan.

Saat pandemi banyak yang mencoba peruntungan belajar buka usaha dagang. Pada umumnya, orang Bali senantiasa selalu mencari hari baik (dewasa ayu) dalam setiap kegiatan yang hendak dilakukan. Tujuannya,
agar kegiatan apapun nanti dilaksanakan bisa berjalan sukses. Dalam mencari hari baik ini, menggunakan metode wariga. Wariga adalah pengetahuan yang mengajarkan sistem kalender versi Bali, yang menentukan hari baik dan buruk, dalam berbagai kegiatan dari agama hingga pekerjaan sehari-hari.


Nah, di kalender Bali inilah, seseorang akan mencari Dewasa Ayu atau hari baik. Menurut Penyusun Kalender Bali, yang juga Ketua Prodi Magister Ilmu Komunikasi Hindu Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar,
Dr. I Gede Sutarya, S.ST., Par., M.Ag., jika orang mencari dewasa ayu, maka mulai dilihat dari sasihnya, wuku, hingga wewarannya. Namun secara umum yang mulai dilihat adalah sasih.
Dicontohkannya, ketika hendak melakukan upacara Pitra Yadnya seperti Ngaben, maka akan mencari sasih Kasa dan Kara.
Jika melaksanakan Dewa Yadnya akan bagus ketika sasih Kapat, kalima dan kadasa. “Kalau dalam mencari rezeki, misalnya membuka usaha, hal pertama harus dilihat adalah mencari Ayu Nulus. Ayu Nulus bermakna sebagai hari baik untuk memulai segala usaha. Ini adalah Dewasa Ayu yang paling umum dan bagus untuk membuka usaha,” ujar Gede Sutarya yang juga dosen Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar ini,
kepada Bali Express (Jawa Pos Group) di Denpasar, kemarin.
Jika ingin menguatkan rezeki yang ingin didapatkan, lanjutnya, maka seseorang juga bisa melihat pada wewarannya.
Wewaran ada 10 jenis dari Eka Wara hingga Dasa Wara. Eka Wara terdiri dari Luang. Dwi Wara memiliki bagian Menga dan Pepet.
Tri Wara yaitu Pasah, Beteng, dan Kajeng. Catur Wara ada Sri, Laba, Jaya, dan Menala.
Panca Wara terdiri atas Umanis, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Selanjutnya Sad Eara terdapat Tungleh, Aryang, Urukung, Paniron, Was, dan Maulu.
Sapta Wara bagiannya ada Redite, Soma, Anggara, Buda, Wrespati, Sukra, dan Saniscara.
Asta Wara ada Sri, Indra, Guru, Yama, Ludra, Brahma, Kala, dan Uma. Sanga Wara terdiri dari Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungun, Tulus, dan Dadi. Terakhir ada Dasa Wara memiliki bagian Pandita, Pati, Suka, Duka, Sri, Manah, Manusia, Dewa, Raja, dan Raksasa. “Dari sepuluh itu, lihat Catur Wara dan Asta Wara dan Dasa Wara. Dari ketiga itu, pilih hari yang bisa ada Srinya, karena Dri memiliki arti kemakmuran. Dicontohkannya, Rabu (3/6) ada Sri dua kali muncul dari Catur Wara dan Asta Wara, maka cocok untuk buka usaha karena adanya dua kali Sri alias Sri Tumpuk.
“Jika Dasa Waranya muncul juga Sri, maka tiga kali ada Sri. Itu bisa jadi Sri Dandang,” tambahnya.
Tidak hanya itu saja. Dijelaskan Sutarya, selain Ayu Nulus dan Sri Tumpuk serta Sri Dandang, seseorang juga bisa mencari Dewasa Ayu seperti Sedana Yoga, Kala Rebutan, Srigati Turun, dan Upadana Amerta. Sedana Yoga bermakna bagus mulai membuat peralatan untuk berdagang hingga mulai berjualan.




Kala Rebutan mempunyai arti bagus untuk membuat alat-alat untuk berdagang. “Srigati Turun untuk membuat peralatan berdagang juga. Upadana Amerta bisa buat peralatan dagang sekaligus mulai berdagang,” terang Sutarya.
Khusus untuk Dewasa Ayu membuka usaha, lanjutnya, juga ada Amerta Jati, Amerta Yoga, Ayu Badra, Dewasa Tanian untuk usaha pertanian, Jiwa Meganti, Kala Gotongan dan Kala Olih. "Kalau yang telah disebutkan fokus ke membuka usaha secara umum ya, kecuali Dewa Tanian,” tambahnya lagi.
Disarankan, jika menemukan Dewasa Ayu, maka pastikan untuk tidak menemukan Dewasa Alanya (hari tidak baik) untuk membuka usaha.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sedangkan yang perlu dihindari ketika membuka usaha adalah Pati Paten, Uncal Balung, Kala Dangastra, Kala Ngruda, dan Kala Suwung. Uncal Balung dimulai dari Sugian Jawa sampai Buda Kliwon Pahang. “Pati Panten itu memang tidak bagus untuk memulai usaha apapun, termasuk yadnya. Sama dengan Kala Dangastra itu bermakna tidak boleh melakukan hal penting, buka usaha atau mulai kerjakan hal penting, makanya hindari ini juga,” paparnya. Kala Ngruda, lanjutnya, tidak cocok untuk segala pekerjaan.

(bx/sue/rin/JPR)

Senin, 06 November 2023

Sembahyang Muspa Kramaning Sembah Dalam Agama Hindu


Sembahyang atau sering juga disebut muspa kramaning sembahmerupakan jalan dan salah satu cara Memuja Tuhan

Salah satu hakekat inti ajaran agama Hindu (sanata dharma) adalah sembahyang. setiap orang yang mengaku beragama, ia pasti melakukan sembahyang karena sembahyang menurut agama bersifat wajib (harus). sembahyang intinya adalah iman atau percaya sehingga semua tingkah laku atau perbuatan, pikiran dan ucapan sebagai perwujudan dalam bentuk "bakti" hakekatnya sumber pada unsur iman (sradha).

Menurut kitab Atharwa Weda XI.1.1, unsur iman atau sradha dalam agama hindu meliputi : Satya, Rta, Tapa, Diksa, Brahma dan Yadnya.

Dari keenam unsur srada tersebut, dua ajaran trakhir termasuk ajaran sembahyang.
sembahyang terdiri dari dua suku kata, yaitu:

Sembah yang artinya "sujud atau sungkem" yang dilakukan dengan cara - cara tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau pikiran, baik dengan ucapan kata - kata maupun tanpa ucapan (pikiran atau perbuatan).
Hyang artinya "yang dihormati atau dimuliakan" sebagai obyek pemujaan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang berhak menerima penghormatan menurut kepercayaan itu.Dalam kehidupan sehari - hari, sembahyang kadang sering disebut "muspa, mebakti atau maturan".

Muspa, karena dalam persembahyangan itu lazim dilakukan dengan jalan persembahan kembang, bunga (puspa).
Mebakti, yang berasal dari kata bakti. dikatakan demikian karena inti sembahyang itu adalah untuk memperlihatkan rasa bakti atau hormat yang setulus - tulusnya, sebagai penyerahan diri kepada yang dihormati atau Tuhan YME.
Maturan, artinya menyampaikan persembahan dengan mempersembahkan (menghaturkan) apa saja yang merupakan hasil karya sesuai menurut kemampuan dengan perasaan tulus iklas. intinya adalah perwujudan rasa bakti dan kerelaan untuk beryadnya.Tata Cara dalam Persembahyangan
didalam Reg Weda IX. 113-4 menjelaskan bahwa hidup yang benar merupakan persiapan untuk melakukan persembahyangan. yang diartikan hidup yang benar adalah:

Suci Lahiriah,
Suci Batiniah, dan
Suci Laksana (hidup).Di dalam Yayur Weda 19.30 terdapat juga uraian yang menjelaskan tahap - tahap tingkatan pencapaian realisasi dalam bakti. adapun tahapan itu diantaranya:


Wrata (brata),
Diksa,
Daksina,
Sraddha, dan
SatyaDalam rumusannya dikatakan bahwa

"dengan BRATA orang akan mencapai tingkat DIKSA (orang suci). bila orang hidup dalam kesucian (diksa) maka ia akan memperoleh DAKSINA (rahmat) atau pahala. dengan pahala yang diperoleh ia akan mencapai SRADDHA (peningkatan iman) atau yakin, dan atas dasar keyakinan itulah ia dapat mencapai SATYA atau Tuhan".

Ketika bersembahyang tidak meminta sesuatu kepada-Nya, selain mengucapkan doa-doa seperti tersebut di atas. Perhatikanlah makna Kekawin Arjuna Wiwaha sebagai berikut:


"Hana Mara Janma Tan Papihutang Brata Yoga Tapa Samadi Angetekul Aminta Wirya Suka Ning Widhi Sahasaika, Binalikaken Purih Nika Lewih Tinemuniya Lara, Sinakitaning Rajah Tamah Inandehaning Prihati".

Artinya:
Adalah orang yang tidak pernah melaksanakan brata tapa yoga samadi, dengan lancang ia memohon kesenangan kepada Widhi (dengan memaksa) maka ditolaklah harapannya itu sehingga akhirnya ia menemui penderitaan dan kesedihan, disakiti oleh sifat-sifat rajah (angkara murka/ ambisius) dan tamah (malas dan loba), ditindih oleh rasa sakit hati.

Itu berarti pula bahwa Hyang Widhi mengasihi dan memberkati hamba-Nya yang melaksanakan brata tapa yogi samadi terus menerus tanpa mengharap pahala.

Banyak macam sembahyang, ditinjau dari kapan dilakukannya, dengan cara apa, dengan sarana apa dan di mana serta dengan siapa melakukannya. Kemantapan hati dalam melakukan sembahyang, membantu komunikasi yang lancar dan pemuasan rohani yang tiada terhingga. Kemantapan hati itu hanya dapat kita peroleh apabila kita yakin bahwa cara sembahyang kita memang benar adanya, tahu makna yang terkandung dari setiap langkah dan cara.

Berikut ini adalah pedoman sembahyang yang telah ditetapkan oleh Mahasabha Parisada Hindu Dharma ke VI.

Persiapan Sembahyang
Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan.
Termasuk dalam persiapan lahir pula ialah sarana penunjang sembahyang seperti pakaian, bunga dan dupa sedangkan persiapan batin ialah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana-sarana sembahyang adalah sebagai berikut:

Sarana Persembahyangan :
Bunga dan Kawangen
adalah lambang kesucian, karena itu perlu diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika pada saat sembahyang tidak ada kawangen, maka dapat diganti dengan bunga (kemabang). Bunga yang tidak baik dipersembahkan menurut Agastya Parwa adalah:

"Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada Hyang Widhi, yaitu bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa diguncanng, bunga yang berisi semut bunga yang layau atau yang lewat masa mekarnya, bunga yang tumbuh dikuburan. Itulah bunga yang tidak patut dipersembahkan oleh orang-orang baik"

Dupa
Apinya dupa adalah simbol Sang hyang Agni, yaitu saksi dan pengantar sembah kita kepada Hyang Widhi, sehingga disamping sarana-sarana lain dupa ini juga perlu di dalam sembahyang.

Tirtha
adalah air suci, yaitu air yang telah disucikan dengan suatu cara tertentu dan disebut dengan Tirtha Wangsuh Pada Hyang Widhi (Ida Betara). Tirtha dipercikan di kepala, diminum dan dipakai mencuci muka. Hal ini dumaksudkan agar pikiran dan hati kita menjadi bersih dan suci yaitu bebas dari segala kotoran , noda dan dosa, kecemaran dan sejenisnya.

Bija atau Wija
Adalah Lambang Kumara yaitu putra atau bija Bhatara Siwa. Kumara ini adalah benih ke-Siwaan yang bersemayam di dalam diri setiap orang. Dengan demikian "Mawija" (Mabija) mengandung pengertian menumbuhkembangkan benih ke-Siwaan yang bersemayam didalam diri kita. Benih itu akan bisa tumbuh dan berkembang apabila ditanam di tempat yang bersih dan suci, maka itu pemasangan Bija(Wija) dilakukan setelah metirtha.




Urutan-urutan Sembah
Urutan-urutan sembah baik pada waktu sembahyang sendiri ataupun sembahyang bersama yang dipimpin oleh Sulinggih atau seorang Pemangku adalah seperti berikut ini:

sebelum melaksanakan sembahyang, lakukan dulu TriSandya
Setelah selesai memuja Trisandya dilanjutkan Panca Sembah. Kalau tidak melakukan persembahyangan Trisandya (mungkin tadi sudah di rumah) dan langsung memuja dengan Panca Sembah, maka setelah membaca mantram untuk dupa langsung saja menyucikan bunga atau kawangen yang akan dipakai muspa.
Ambil bunga atau kawangen itu diangkat di hadapan dada dan ucapkan mantram ini:

Om Ang Ung Mang Puspa Danta Ya Namah Swaha

Artinya:
Ya Tuhan, semoga bunga ini cemerlang dan suci.

Urutan sembahyang ini sama saja, baik dipimpin oleh pandita atau pemangku, maupun bersembahyang sendirian. Cuma, jika dipimpin pandita yang sudah melakukan dwijati, ada kemungkinan mantramnya lebih panjang. Kalau hafal bisa diikuti, tetapi kalau tidak hafal sebaiknya lakukan mantram-mantram pendek sebagai berikut:
Sembah puyung (sembah dengan tangan kosong)
Mantram :

Om atma tattvatma suddha mam svaha.

artinya:
Om atma, atmanya kenyataan ini, bersihkanlah hamba.

Menyembah Sanghyang Widhi sebagai Sang Hyang Aditya
Sarana bunga
Mantram:

Om Aditisyaparamjyoti,
rakta teja namo'stute,
sveta pankaja madhyastha,
bhaskaraya namo'stute
Om hrang hring sah parama siwa raditya ya namo namah

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Artinya:
Om, sinar surya yang maha hebat,
Engkau bersinar merah,
hormat padaMu,
Engkau yang berada di tengah-tengah teratai putih,
Hormat padaMu pembuat sinar.

Menyembah Tuhan sebagai Ista Dewata pada hari dan tempat persembahyangan
Sarana kawangen
Ista Dewata artinya Dewata yang diingini hadirnya pada waktu pemuja memuja-Nya. Ista Dewata adalah perwujudan Tuhan dalam berbagai-bagai wujud-Nya seperti Brahma, Visnu, Isvara, Saraswati, Gana, dan sebagainya. Karena itu mantramnya bermacam-macam sesuai dengan Dewata yang dipuja pada hari dan tempat itu. Misalnya pada hari Saraswati yang dipuja ialah Dewi Saraswati dengan Saraswati Stawa. Pada hari lain dipuja Dewata yang lain dengan stawa-stawa yang lain pula.

Pada persembahyangan umum seperti pada persembahyangan hari Purnama dan Tilem, Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Siwa yang berada dimana-mana. Stawanya sebagai berikut:
Mantra

Om nama deva adhisthannaya,
sarva vyapi vai sivaya,
padmasana ekapratisthaya,
ardhanaresvaryai namo namah
Om hrang hring sah parama siwa aditya ya namah swaha.

Artinya:
Om, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang inggi,
kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada dimana-mana,

kepada Dewa yang yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat,
kepada Adhanaresvari, hamba menghormat

bila sembahyang dilaksanakan di rumah / pamerajan tambahkan mantra berikut:
Mantra

om ang geng gnijaya ya namah swaha
om gnijaya jagatpatye namo namah
om ung manikjayas’ca semerus’ca ganas’ca de kuturans’ca adipati beradah ya namo namah

om brahma wisnu iswara dewam,
jiwatmanam trilokanam,
sarwa jagat pratistanam,
suddha klesa winasanam.

Om dewa-dewa tri devanam,
tri murti linggatmanam
tri purusa sudha-nityam,
sarvajagat jiwatmanam.

Om guru dewa guru rupam,
guru padyam guru purvam,
guru pantaram devam,
guru dewa suddha nityam.

Om guru paduka dipata ya namah

Artinya:
ya tuhan, sembah hormat kepada leluhur yang bergelar hyang Gnijaya
ya tuhan, sembah hormat kepada leluhur yang bergelar Gnijaya yang menurunkan kami
dan sembah hormat hyang Manikjaya, Hyang Semeru, hnyang Gana, hyang de kuturan serta hyang bradah

Ya tuhan, yang bergelar brahma, wisnu, iswara,
yang berkenan turun menjiwai isi triloka,
semoga seluruh jagat tersucikan,
bersih serta segala dosa terhapus olehmu,

Ya Tuhan, para dewa dari tiga dewa,
tri murti tiga perwujudan simbul Siwa, Paramasiwa, Sadasiwa dan Siwa,
suci selalu, nyawa dari alam semesta.

Ya Tuhan, gurunya dari Dewa,
Gurunya batara-batari,
junjungan guru permulaan,
guru perantara dewa-dewa,
gurunya dewa yang selamanya suci.

ya tuhan selaku bapak alam, hamba memujamu

Menyembah Tuhan sebagai Pemberi Anugrah
Sarana bunga
Mantra

Om anugraha manohara,
devadattanugrahaka,
arcanam sarvapujanam
namah sarvanugrahaka.

Deva devi mahasiddhi,
yajnanga nirmalatmaka,
laksmi siddhisca dirghayuh,
nirvighna sukha vrddhisca

Om dirgayuastu tatastu astu,
Om awignamastu tatastu astu,
Om subhamastu tatastu astu,
Om sukham bawantu,
Om sriam bawantu,
Om purnam bawantu,
Om ksama sampurna ya namah,
Om hrang hring sah sarwa nugraha ya namah swaha




Artinya:
Om, Engkau yang menarik hati, pemberi anugerah,
anugerah pemberian dewa, pujaan semua pujaan,
hormat pada-Mu pemberi semua anugerah.

Kemahasidian Dewa dan Dewi, berwujud yadnya, pribadi suci,
kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur,
bebas dari rintangan, kegem- biraan dan kemajuan

Semoga panjang umur,
Semoga tiada rintangan,
Semoga baik,
Semoga bahagia,
Semoga sempurna,
Semoga rahayu,
Semoga tujuh pertambahan terwujud

Sembah puyung (Sembah dengan tangan kosong)
Mantram:

Om ayu werdi yasa werdi,
werdi pradnyan suka sriam,
dharma santana werdisyat santute sapta werdayah,

Om devasuksma paramacintya ya nama svaha

artinya:

Om, Semoga Hyang Widhi melimpahkan usia yang panjang, bertambah dalam kemashuran,
bertambah dalam kepandaian, kegembiraan dan kebahagiaan,
bertambah dalam dharma dan keturunan,
tujuh pertambahan semoga menjadi bagianmu.

Semoga panjang umur,
Semoga tiada rintangan,
Semoga baik,
Semoga bahagia,
Semoga sempurna,
Semoga rahayu,
Semoga tujuh pertambahan terwujud


hormat pada yang tak terpikirkan yang maha tinggi yang gaib.

Setelah persembahyangan selesai dilanjutkan dengan mohon tirtaAmrta (ambrosia) dan bija.
pelaksanaan pemberian tirtha amrta inipun memenuhi acara tersendiri, demikian menurut manusmrti dinyatakan:
percikan tiga sampai tujuh kali ke ubun - ubun.
Mantram:

Om Buddha Mahapawitra ya namah
Om Dharma Mahatirtha ya namah
Om Sanggya Mahatoya ya namah

minum tiga kali
Mantram:

Om Brahma Pawaka
Om Wisnu Amrta
Om Iswara Jnana

meraup tiga kali
Mantram:

Om siwa sampurna ya namah
Om sadasiwa paripurna ya namah
Om paramasiwa suksma ya namah

semua acara dapat dan umumnya disempurnakan dengan basma dan menerima wija (bija). yang dilaksanakan dengan mantra:

Om kung kumara wijaya om phat

berikut ini mantra untuk ista dewata

Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang ditujukan kepada Istadewata. Berikut ini contohnya:

Untuk memuja di Padmasana, Sanggar Tawang, dapat digunakan salah satu contoh dari dua mantram di bawah ini:

Om, Akasam Nirmalam Sunyam
Guru Dewa Bhyomantaram
Ciwa Nirwana Wiryanam
Rekha Omkara Wijayam

Artinya:
YaTuhan, penguasa angkasa raya yang suci dan hening. Guru rohani yang suci berstana di angkasa raya. Siwa yang agung penguasa nirwana sebagai Omkara yang senantiasa jaya, hamba memujaMu.

BACA JUGA:
Cara Membuat dan Kajian Filosofis Daksina
Cara Membuat dan Kajian Filosofi Banten
Cara Membuat dan Filosofi Banten Pejati
Om Nama Dewa Adhisthanaya
Sarva Wyapi Vai Siwaya
Padmasana Ekapratisthaya
Ardhanareswaryai Namo’namah

Artinya:
Ya Tuhan, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada di mana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanaresvarì, hamba memujaMu.

Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Desa, digunakan mantram sebagai berikut:

Om Isanah Sarwa Widyanam
Iswarah Sarwa Bhutanam
Brahmano’ Dhipatir Brahma
Sivo Astu Sadasiwa


Artinya:
Ya Tuhan, Hyang Tunggal Yang Maha Sadar, selaku Yang Maha Kuasa menguasai semua makhluk hidup. Brahma Maha Tinggi, selaku Siwa dan Sadasiwa.

Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Puseh, mantramnya begini:

Om, Girimurti Mahawiryam
Mahadewa Pratistha Linggam
Sarwadewa Pranamyanam
Sarwa Jagat Pratisthanam

Artinya:
Ya Tuhan, selaku Girimurti Yang Maha Agung, dengan lingga yang jadi stana Mahadewa, semua dewa-dewa tunduk padaMu.

Untuk memuja di Pura Dalem, masih dalam Kahyangan Tiga:

Om, Catur Diwja Mahasakti
Catur Asrame Bhattari
Siwa Jagatpati Dewi
Durga Sarira Dewi

Artinya:
Ya Tuhan, saktiMu berwujud Catur Dewi, yang dipuja oleh catur asrama, sakti dari Ciwa, Raja Semesta Alam, dalam wujud Dewi Durga. Ya, Catur Dewi, hamba menyembah ke bawah kakiMu, bebaskan hamba dari segala bencana.

Untuk bersembahyang di Pura Prajapati, mantramnya:

Om Brahma Prajapatih Sresthah
Swayambhur Warado Guruh
Padmayonis Catur Waktro
Brahma Sakalam Ucyate

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma Prajapati, pencipta semua makhluk, maha mulia, yang menjadikan diriNya sendiri, pemberi anugerah mahaguru, lahir dari bunga teratai, memiliki empat wajah dalam satu badan, maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma Maha Agung.

Untuk di Pura Pemerajan/Kamimitan (rong tiga), paibon, dadia atau padharman, mantramnya:

Om Brahma Wisnu Iswara Dewam
Tripurusa Suddhatmakam
Tridewa Trimurti Lokam
Sarwa Wighna Winasanam

Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Dewa Tripurusa MahaSuci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana.

Untuk di Pura Segara atau di tepi pantai, mantramnya:

Om Nagendra Krura Murtinam
Gajendra Matsya Waktranam
Baruna Dewa Masariram
Sarwa Jagat Suddhatmakam

Artinya:
Ya Tuhan, wujudMu menakutkan sebagai raja para naga, raja gagah yang bermoncong ikan, Engkau adalah Dewa Baruna yang maha suci, meresapi dunia dengan kesucian jiwa, hamba memujaMu.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Untuk di Pura Batur, Ulunsui, Ulundanu, mantramnya:

Om Sridhana Dewika Ramya
Sarwa Rupawati Tatha
Sarwa Jñana Maniscaiwa
Sri Sridewi Namo’stute

Artinya:
Ya Tuhan, Engkau hamba puja sebagai Dewi Sri yang maha cantik, dewi dari kekayaan yang memiliki segala keindahan. la adalah benih yang maha mengetahui. Ya Tuhan Maha Agung Dewi Sri, hamba memujaMu.

Untuk bersembahyang pada hari Saraswati, atau tatkala memuja Hyang Saraswati. Mantramnya:

Om Saraswati Namas Tubhyam
Warade Kama Rupini
Siddharambham Karisyami
Siddhir Bhawantu Me Sada

Artinya:
Ya Tuhan dalam wujud-Mu sebagai Dewi Saraswati, pemberi berkah, terwujud dalam bentuk yang sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu sukses atas waranugraha-Mu.

Untuk bersembahyang di pemujaan para Rsi Agung seperti Danghyang Dwijendra, Danghyang Astapaka, Mpu Agnijaya, Mpu Semeru, Mpu Kuturan dan lainnya, gunakan mantram ini:

Om Dwijendra Purvanam Siwam
Brahmanam Purwatisthanam
Sarwa Dewa Ma Sariram
Surya Nisakaram Dewam

Artinya:
Ya, Tuhan dalam wujudMu sebagai Siwa, raja dari sekalian pandita, la adalah Brahma, berdiri tegak paling depan, la yang menyatu dalam semua dewata. la yang meliputi dan memenuhi matahari dan bulan, kami memuja Siwa para pandita agung.

Demikianlah beberapa mantram yang dipakai untuk bersembahyang pada tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mantram ini menggantikan “mantram umum” pada saat menyembah kepada Istadewata, yakni sembahyang urutan ketiga pada Panca Sembah.

Terakhir, ini sembahyang ke hadapan Hyang Ganapati (Ganesha), namun dalam kaitan upacara mecaru (rsigana), atau memuja di Sanggah Natah atau Tunggun Karang, tak ada kaitannya dengan Panca Sembah:

Om Ganapati Rsi Putram
Bhuktyantu Weda Tarpanam
Bhuktyantau Jagat Trilokam
Suddha Purna Saririnam

Demikianlah mantram untuk Istadewata.

Sembahyang Muspa Kramaning Sembah Dalam Agama Hindu

Mantra dan Tata Cara Pasupati Saat Tumpek Landep

 






TUMPEK LANDEP: Tumpek Landep adalah hari suci di mana kekuatan manifestasi Tuhan turun ke dunia dalam bentuk ketajaman pikiran, dalam memilih baik dan buruk kehidupan. (DOK. BALI EXPRESS)





Dalam perayaan Tumpek Landep, umumnya yang distanakan pada hari itu adalah Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Pasupati.


Pasupati merupakan senjata berbentuk panah yang ujungnya berupa bulan sabit. Senjata ini dianggap sangat tajam dan dapat memusnahkan adharma (kebatilan) di dunia. Maka dari itu, upacara Pasupati dimaksudkan sebagai pemujaan atau permohonan berkah kepada Sang Hyang Pasupati agar memberikan kekuatan magis pada benda – benda tertentu yang akan dikeramatkan atau dipasupati.




Menurut Ida Pandita Mpu Putra Yoga Parama Daksa, Tumpek Landep adalah saat yang tepat bagi mereka yang ingin nunas penganugerahan pada benda benda pusaka dan juga bagi mereka yang mendalami tatwa.




“Hari yang bagus bagi yang ingin nunas energi untuk mapasupati pusaka,” ungkapnya kepada Bali Express (Jawa Pos Group), kemarin di Mengwi, Badung.


Pusaka yang umumnya dapat dipasupati di ataranya keris, pratima, pis kepeng, barong, rangda, rerajahan, serta penggunaan simbol simbol lainnya.

Lantas seperti apa rangkaian ritual pamasupatian tersebut? Mpu Parama Daksa memaparkan, upacara Pasupati umumnya ada tiga jenis, sederhana, madya, dan utama. “Untuk pelaksanaan sederhana, biasanya hanya dilakukan secara individu di rumah. Benda – benda yang dipasupati juga hanya benda tertentu saja, yaitu pis kepeng dan benda kecil lainnya. Untuk Pasupati pratima atau keris ya harus menggunakan upacara utama,” ujarnya.

Adapun banten Pasupati sederhana yaitu canang sari, dupa (pasupati) dan tirta pasupati.

“Kalau yang madya biasanya hanya menggunakan banten peras dan daksina (pejati). Nah untuk yang utama ini, bantennya agak besar. Biasanya untuk dilakukan di pura,” ujarnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Banten pasupati utama Di antaranya sesayut Pasupati (tumpeng barak, raka – raka , jaja dan kojong balung), prayascita, sorohan alit, banten durmanggala, dan pejati. “Ada baiknya Pasupati ini dipuput oleh pemangku atau mpu dan pandita. Hal itu untuk menteralisasi kesalahan yang akan terjadi,” paparnya.

Mpu Parama Daksa juga memaparkan, mantra yang digunakan ketika menghaturkan banten Pasupati yaitu: Om Sanghyang Pasupati Ang, Ung, Mang ya Namah swaha. Om Brahma Astra Pasupati, Visnu Astra Pasupati, Siva Astra Pasupati, Om ya namah svaha. Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati, Tumurun maring Sanghyang Gana,
Angawe Pasupati mahasakti,
Angawe Pasupati mahasiddhi,
Angawe Pasupati mahasuci,
Angawe pangurip mahasakti,
Angawe pangurip mahasiddhi,
Angawe pangurip mahasuci,
Angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sang Hyang Akasa pertiwi Pasupati, angurip 'nama benda yang akan di pasupati'.
Om eka vastu avighnam svaha
Om sang – bang- tang – ang – ing – nang-mang- sing- wang- yang- ang- ung – mang.
Om Brahma Pasupati, Om Bisnu Pasupati, Om Shiva sampurna ya namah svaha.

Pengertian Nawa Widha Bhakti dan Bagian-Bagiannya Dalam Ajaran Agama Hindu

Pengabdian merupakan sikap dan perbuatan yang sangat mulia dihadapan Tuhan, terhadap negara/pemerintah, orang tua, guru, maupun dihadapan masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaruh kehidupan yang serba instan, pragmatis, meniru budaya-budaya asing menjadikan manusia makin menjauh dari nilai-nilai moral, etika yang sangat luhur berdasarkan ajaran Agama Hindu. Untuk meningkatkan sradha dan Bhakti kepada Sang Hyang Widhi dapat dilakukan melalui pelaksanaan ajaran Nawa Widha Bhakti secara tulus agar tercapainya kehidupan yang santhi atau damai dan sejahtera lahir dan batin.




Foto: @nanda_windu

Pengertian Nawa Wida Bhakti atau Nawa Widha Bhakti

Secara etimologi Nawa widha bhakti adalah sembilan usaha dan upaya, pendekatan, pengetahuan atau jalan berlandaskan cinta-kasih untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa beserta prabhawa-Nya guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat manusia.

Kondra (2015:170-171) menjelaskan Nawa Widha Bhakti atau Nawa Wida Bhakti adalah sembilan bentuk bkati untuk memuja Tuhan diantaranya adalah sravanam, Kirtanam, Smaranam, Padasevanam, Arcanam, Vandanam, Dasya, Sakhyam dan Atmanivedanam.

Kesembilan Bagian Dari Nawa Widha Bhakti akan dijelaskan sebagai berikut:

Bagian Bagian Nawa Widha Bhakti

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
1. Srawanam

Srawanam dapat diartikan sebagai mendengarkan piteket/ pitutur sane rahajeng/ baik. Mendengarkan ‘piteket pitutur sane rahayu’ (Bhs. Bali) mendengarkan wejangan yang baik misalnya; dapat menerima wangsit, senang menerima, mendengarkan dan melaksanakannya yang diajarkan oleh orang tua kita di rumah, oleh guru di sekolah, oleh orang suci, dan para pemimpin yang menjalankan pemerintahan. Berterima kasih kepada siapa saja yang telah memberikan nasihat yang positif untuk kemajuan diri kita.


2. Wedanam

Wedanam artinya membaca kitab kitab suci agama yang kita yakini. Membaca kitab kitab suci Agama Hindu yang kita yakini misalnya; Membiasakan diri suka membaca sloka-sloka kitab Bhagawadgita, Kitab sarasamuscaya, membaca tatwa-tatwa Agama Hindu baik bersumberkan Sruti maupun Smrti, melalui membaca ajaran suci akan dapat memberikan kesucian pikiran, ketenangan batin dan pengetahuan rohani yang lebih luas.

3. Kirthanam

Kirthanam artinya melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani. Melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani misalnya; Melantunkan kidung sebelum dan sesudah melaksanakan persembahyangan, pembacaan wirama dari kekawin baik Ramayana dan Mahabharta. Menyanyikan tembang-tembang yang mengajarkan pitutur, piteket yang mengandung tuntunan hidup, cara mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi/ Tuhan antara lain melalui tembang Sekar alit, Sekar Agung, Sekar madya dan lagu- lagu daerah setempat yang mengandung nilai-nilai budaya (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 224).

DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI

4. Smaranam

Smaranam artinya secara berulang-ulang menyebutkan nama Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Secara berulang-ulang menyebutkan Nama-NYA misalnya; Melakukan japa mantra yaitu mengucapkan mantra-mantra secara berulang-ulang dan terus menerus baik dalam batin maupun melalui ucapan. Mengucapkan Mantra Om bhur bhuwah svah, tat savitur varenyam,bhargo Devasyo dhimahi, dhiyo yo nah pracodayat. Mengucapkan OM Nama Siwa, maupun mantra dan doa yang lainnya yang tujuannya untuk memberikan keselamatan baik jiwa dan raga kita maupun sekitarnya.

5. Padasewanam

Padasewanam artinya sujud bhakti di kaki Nabe. Sujud Bhakti di kaki Nabe misalnya; Menghormati dan melaksanakan ajaran orang suci seperti Pendeta/Pedande, Pinandita/pemangku. Selain itu tugas kita membantu, memberikan pelayanan, memberikan dana punia, untuk kesejahteraan hidup orang suci, sehingga beliau dapat melaksanakan tugasnya untuk keselamatan umat manusia dan seisi alam semesta ini.

6. Sukhyanam

Sukhyanam artinya menjalin persahabatan. Menjalin persahabatan misalnya; Dalam ajaran Catur Paramitha disebutkan Maitri yaitu: Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain karena manusia adalah makluk sosial. Untuk itu kita harus mencari dan menpunyai banyak teman sebagai sahabat. Bersahabatlah dengan orang-orang yang memiliki sifat mulia seperti: susila, pintar, dan saling mengasihi dan menyayangi, suka menolong dan sifat-sifat baik lainnya. Sehingga dalam hidup ini nyaman, damai, tenang, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 225).

7. Dahsyam

Dahsyam artinya berpasrah diri memuja kehadapan para dewa. Berpasrah diri dihadapan para bhatara- bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai sinar suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah sifat dan sikap yang sangat baik. Berpasrah diri adalah wujud dari sikap percaya secara penuh kehadapan Tuhan.

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Berpasrah diri adalah sikap bertanggung jawab penuh kehadapan Tuhan akan segala kemunginan yang terjadi. Berpasrah diri dapat melenyapkan segala keragu-raguan yang ada pada setiap pribadi seseorang. Melaksanakan persembahyangan dengan baik adalah merupakan salah satu wujud dari berpasrah diri. Setiap umat penting berpasrah diri kepada Tuhan beserta dengan manifestasi-Nya karena beliau tidak akan mungkin menyengsarakan umatnya. Setiap siswa perlu berpasrah diri kepada gurunya, karena tidak ada guru yang akan menelantarkan peserta didiknya.

Demikian juga sebaliknya, tidak ada siswa yang baik akan menyia-nyiakan gurunya dalam pembelajaran. Membantu para guru di sekolah yang memberikan ilmunya dengan cara belajar yang tertib, jujur, dan bertanggung jawab adalah cermin siswa yang baik.

Jika menjadi pegawai/karyawan memberikan pelayanan yang menyenangkan penuh dedikasi terhadap yang membutuhkan jasa dan pelayanan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya perlu juga berpasrah diri kepada atasannya, karena tidak ada atasan yang baik yang akan menyengsarakan bawahannya.

8. Arcanam

Arcanam artinya bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol-simbol suci keagamaan. Bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol misalnya: Menghormati dan menjaga kesucian Pura sebagai lambang/simbol perwujudan Sang Hyang Widhi, karena melalui simbol tersebut manusia lebih dekat dengan Tuhan dan manifestasi-Nya. Melalui simbol melakukan pemujaan sebagai wujud rasa bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi, maka dibuatkanlah Pratima atau Patung-patung Deva, termasuk sejajen/banten adalah perwujudan Tuhan (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 226).

9. Sevanam

Sevanam artinya memberikan pelayanan yang baik. Sevanam atau Atmanividanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Memberikan pelayanan misalnya; Memberikan pelayanan dari masing-masing pribadi yang terbaik kepada sesama. Sebagian orang menyebutnya bahwa hidup ini untuk pelayanan (sevanam). Dalam

konteks pelayanan ini, tugas kita adalah memberikan bantuan kepada sesama untuk meringankan bebannya, baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Terwujudnya Doa yang diucapkan tentu menjadi harapan kita bersama untuk meringankan sesama. Pelayanan sebagaimana ditegaskan dalam kitab suci Rgveda, sebagai berikut;


"Svasti na indro vrddhaúravàh svasti nah pùsà viúvavedàh. svasti nas tàrksyo aristanemih svasti no brhaspatir dadhàtu".

Terjemahan:

"Sang Hyang Indra yang berjaya, Sang Hyang Pusan Yang Maha Kuasa, Garuda yang bersayap kuat dan Brhaspati yang berpengetahuan tinggi, semoga memberkahi kami dengan kesejahteraan" (Yajurveda XXV. 19).

Rasa hormat, sujud bakti, sikap welas asih, dan ilmu pengetahuan yang kita miliki akan bermanfaat dalam hidup ini dan kelak apabila dapat kita amalkan dengan sungguh-sungguh untuk kebahagiaan dan kesejahtraan sesama. Lakukanlah demi tegaknya dharma (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 227).

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Perenungan Ågveda IV.17.17

“Tràtà no boghi dadhaúàna àpir abhiravyàtà mardità somyànàm, sakhà pità pitåtamàá pitåóàý kartemu lokam uúate vayodhàá".


Terjemahan:


"Jadilah engkau penyelamat kami; tunjukkanlah bahwa dirimu milik kami, memelihara dan menunjukkan belas kasihan kepada pemuja. Kawan, ayah, pengayom yang maha agung, memberikan kepada pemuja yang menyintai tempat serta kehidupan yang bebas".


Referensi

Kondra, I Nengah. 2015. Kamus Istilah Dalam Agama Hindu. Bandung: -
Ngurah Dwaja, I Gusti dan Mudana, I Nengah. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.


Sumber: Buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas XII
Kontributor Naskah : I Gusti Ngurah Dwaja dan I Nengah Mudana
Penelaah : I Made Suparta, I Made Sutresna, dan I Wayan Budi Utama Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015