Senin, 09 September 2024

MAKNA SIMBOLIS BANTEN OTONAN


Menjelma menjadi manusia merupakan kesempatan yang sangat utama, karena di antara berbagai mahluk hidup di alam semesta ini, hanya manusia yang dapat memperbaiki hidupnya dengan jalan berbuat baik sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Demikian umat Hindu seperti umat beragama lainnya memperingati hari kelahirannya yang disebut “Otonan” yang mengandung makna untuk menyucikan dirinya yang dirayakan pada hari kelahirannya.
Otonan berasal dari kata “wetu” atau “metu” yang artinya keluar, lahir atau menjelma. Dari kata “wetu” menjadi “weton” dan selanjutnya berubah menjadi “oton” atau “otonan”. Hari kelahiran umat Hindu di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali diperingati berdasarkan kalender Bali-Jawa yang disebut pasaran.
Kalender ini mempergunakan perhitungan “Wuku” yang jumlahnya 30 Wuku (210 hari) dalam satu tahun Jawa-Bali, Sapta Wara (Pasaran Tujuh) dan Panca Wara (Pasaran Lima). Jadi hari kelahiran seseorang diperingati setiap enam bulan sekali menurut perhitungan 35 hari sekali). Adapun makna simbolis dari banten Otonan,
sebagai berikut:

#Banten Byakaon ; mengandung makna simbolis untuk menjauhkan kekuatan Bhutakala (kekuatan negatif) yang mengganggu umat manusia..
#Banten Peras, mengandung makna memohon keberhasilan, sukses atau prasidha (Sidhakarya) nya sebuah yadnya..
#Banten Ajuman atau Sodan : maknanya mempersembahkan makanan yang dilengkapi dengan sirih (canang) karena umat manusia diwajibkan mempersembahkan terlebih dahulu apa saja yang mesti dinikmati..
#Pengambeyan, mengandung makna simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan para leluhur..
#Banten Sayut Lara Malaradan, mengandung makna keselamatan, mohon kesejahtraan, dan berkurang serta lenyapnya semua jenis penyakit.. dan
#Banten Dapetan, mengandung makna seseorang hendaknya siap menghadapi kenyataan hidup dalam suka dan duka.
Harapan setiap orang tentunya berlimpahnya kesejhatraan dan kebahagiaan, panjang umur dan kesehatan.
Melalui acara pabligbagan agama Hindu ini diharapkan dapat megilhami pola pikir masyarakat bahwasanya ajaran agama Hindu memberikan kebebasan kepada umatnya untuk memilih pelaksanaan upacara agama baik yang besar (Uttama), menengah (Madya) atau yang sederhana (Kanistama) tanpa mengurangi makna yang terkandung dalam yadnya atau sarana yadnya tersebut.
Dengan adanya tiga macam pilihan di atas, maka tidak ada alasan bagi umat Hindu untuk tidak melaksanakan upacara agama tersebut yang salah satunya adalah otonan, oleh karena itu yang menjadi landasan adalah Sraddha (keimanan) di samping landasan utama adalah kesucian atau ketulusan hati..


 

Taptasurmi, Salah Satu Neraka Untuk Orang yang Suka Selingkuh Menurut Hindu

 



“Dosa selingkuh


arwah-arwah manusia yang selama hidupnya selalu melaksanakan Adharma akan dikukum; tentunya hukuman itu tercipta dari karma sang arwah sepanjang ia hidup.
.
Salah satunya adalah Taptasurmi, Neraka yang dikenal cukup menyeramkan. Neraka ini bertujuan untuk menghukum arwah laki-laki dan perempuan yang pada saat hidupnya tidak setia dan berkhianat terhadap pasangan mereka dengan melakukan hubungan badan dengan orang yang bukan merupakan dari pasangan mereka, disebut dg istilah memitre,,

Memitre diambil dari bahasa Bali yang artinya perselingkuhan. Menurut Ida Pedanda Made Gunung (Almarhum) yang di kutip dari salah satu Dharma wacana Beliau. Dalam ajaran Hindu, dosa yang tidak terampuni adalah perbuatan selingkuh. Manusia yang terjerumus dalam perselingkuhan dan sampai akhir hayatnya tidak ada perbaikan moral, dalam reinkarnasi nanti mereka akan menjelma menjadi makhluk rendah. Sulit untuk menjelma menjadi manusia kembali.
.
"Saya sudah membuka buku segala mantram penglukatan. Dari 125 mantram penglukatan yang ada, tidak satu pun yang dapat digunakan untuk nglukat dosa selingkuh. Maka itu, siapkan mental bagi mereka yang doyan selingkuh untuk menyambut kehidupan mendatang menjadi binatang kelas rendah, seperti lintah misalnya,

Kisah Durga Mahishasura Mardini



Mahishasura Mardini adalah inkarnasi dari Devi Durga yang telah mengambil kelahiran membunuh RajaAsura, Mahishasura. Mahishasura adalah raja yang memerintah Kerajaan Mahisha atau Mahishaka. Dalam cerita pūraṇa, Mahisha adalah anak dari seorang asura, Raja Rambha, yang telah jatuh cinta dengan kerbau betina cantik bernama Shyamala. Shyamala adalah seorang putri yang menjadi kerbau karena kutukan. Rambha karena kekuatan gaibnya menjadi kerbau jantan. Mereka berubah rupa dan anak mereka, Mahisha, lahir dengan kepala kerbau dan tubuh manusia. Mahishasura memiliki kekuatan magis untuk mengambil bentuk kerbau dan manusia sesuai dengan keinginannya. Dalam bahasa Sanskṛta, mahisha berarti kerbau, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 130).

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI






Mahishasura menghancurkan kehidupan manusia dan menaklukkan Bumi (Prithvi Lokam) serta Deva Loka (Swarga Lokam) dengan menyerang Deva Indra, Raja Deva. Semua deva dan devi mendekati Deva Viṣṇu untuk solusi. Dengan kekuasaan Tri Mūrti – Tri tunggal dari Deva Brahmā, Viṣṇu, dan Mahadeva, terjadilah penciptaan Devi Durga (Mahamaya).


Devi Durga yang menjelma dengan sepuluh lengan. Masing-masing lengan Devi Durga memiliki prajurit yang berbeda. Singa sebagai kendaraan Devi Durga menghancurkan Raksasa Mahisha. Devi Durga pergi bertarung dengan Mahisha dan pertarungan dimenangkan oleh Devi Durga. Kemenangan Devi Durga atas Mahishasura sehingga beliau dijuluki sebagai Mahishasuramardini (Orang yang membunuh iblis Mahisha). Devi Durga berhasil menyelamatkan dunia dari kehancuran. Devi Durga kemudian dikenal sebagai Bunda Alam Semesta yang mewujudkan sumber purba dari semua kekuasaan, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 131).


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI




Referensi:


Susila, Komang dan Sri Mulia Dewi, I Gusti Ayu. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti (kelas 3) / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.
Sumber: Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas III
Kontributor Naskah : Komang Susila dan I Gusti Ayu Sri Mulia Dewi
Penelaah : I Wayan Paramartha dan I Made Redana
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015

Aksara KandaTuturJati Manusia

 


Dalam ajaran purba, aksara dikisahkan. Kisahnya termat sangat menakjubkan. Dikisahkanlah aksara adalah benih penciptaan. Artinya, semua keberadaan ini terlahir dari aksara. Teks kuno menyebutkan, bahwa sebelum ada apa yang ada hanya kekosongan. Lalu, dari kekosongan ini ada ruang sunyi yang disebut Sunya Nirbhana. Rupanya seperti Windhu (0). Di dalamnya ada energi yang tidak terlihat wujudnya adalah Nadha atau suara.
Dari bertemunya Windhu Nada terwujud Sanghyang Siwareka. Kemudian, beliau melakukan tapa hebat hingga benih aksara muncul, yakni Wrehastra, Swalalita dan Modre. Dari tiga aksara inilah semua ini mengada. Ketiga aksara ini melambangkan kelahiran, hidup dan kematian kosmos. Sungguh gaib lah ketiga kelompok aksara ini.
Manusia pun tercipta dari aksara ini. Wrehastra aksara yang membentuk selubung badan kasar. Swalalita aksara membentuk badan astral atau halus. Modre aksara membentuk badan terhalus, di mana Sangatmasunya bersthana. Maka dari itu, manusia dalam ajaran purba dinyatakan sebagai selubung aksara.
Aksara Wrehastra menjadikan manusia berbuat. Swalalita berkata dan Modre adalah suksemaning idep atau pikiran. Mereka sungguh ada dalam kegaiban. Menyatulah pada Aksara Modre, yakni Wrehastra kembali pada Aksara ANG, Swalalita pada UNG dan Modre sendiri meleburkan dirinya menjadi MANG. ANG, darinya energi panas bersumber. UNG, darinya energi dalam ruang atau Akasa tercipta. MANG, darinya zat cair sebagai energi memberikan kehidupan manusia.

Ketika semua mengada, aksara ANG sebagai api dalam tubuh ada di nabi/pusar. Aksara UNG dan MANG lebur menjadi aksara AH. Terwujudlah aksara Sang Rwabhineda. Dan, Ah berada pada Siwadwara/ di ubun-ubun. Api menyala dari bawah, air dituangkan dari atas bertemu antar api dan air pada titik Hati yang menyerupai bunga padma. Bertemunya api dan air tercipta asap. Asap putih kemilau samar-samar nyempulung atau tergulung. Asap itulah Sangatma sebagai suksemaning Hurip. Ketika hendak melapasnya, maka tuntunlah asap pada 9 lubang pintu kelepasan.
Kemudian pertemuan dua aksara itu tak ubahnya persengamaan. Dari persenggamaan itu lahirlah kembali Windhu (sunya), Nadha (inti sunya), Ardhacandra (surya dan bulan), Tedung (asas dualitas) dan Okara (asas material). Semuanya itu banyak menjadi satu ONGKARA atau ONG, yakni aksara Mahagaib mewakili manusia dan hubungannya dengan kosmos. Konon, jika manusia berkeinginan mengenal dirinya yang sejati, ONG adalah sasaranya. Dimana idep sebagai busurnya, bayu sebagai tali busurnya, dan sabda sebagai anak panahnya, dan Sangatma sebagai mata anak panahnya. Bidik sasaran dengan tepat dan lepaskan hingga menancap tepat pada sasaran. Maka manunggalah Sangatma dengan ONG.
Demikianlah aksara bertutur dalam kanda. Kembali pada tutur terlahir dari aksara dan ini tidak ubahnya aksara bertutur pada dirinya sendiri tentang diri. Maka, bertuturlah pada diri sebagaimana diri bertutur pada aksara---aksara pada diri.


Senin, 26 Agustus 2024

CERITA RAKYAT BALI "PUTRI AYU" DARI DESA TRUNYAN.

 


Pada zaman dahulu, ratusan tahun yang lalu, Raja Surakarta ( Jawa ) mempunyai empat orang anak.Keempat anak itu selalu tinggal di dalam Istana.Pada suatu hari ketika mereka sedang bercengkrama di Tamansari, mereka mencium
bau harum, bau harum aneh yang sama sekali belum pernah dicium selama hidupnya. Mereka amat tertarik akan bau itu sehingga ingin mencari sumbernya.
Mereka berjalan ke arah timur, menyusuri pantai utara.
Mereka terus berjalan kearah timur, bahkan sampai menyebrangi pulau Bali. Mula-mula mereka menginjak perbatasan pulau Bali sebelah timur, yaitu antara desa-desa Culik Karangasem
dan Buleleng. Disini keempat putra raja itu
mencium bau yang lebih harum lagi. Bau harum itu makin bertambah ketika mereka tiba di daerah Batur.
Mereka berjalan terus tanpa menghiraukan
rintangan dan halangan alam. Tentu saja mereka keluar masuk hutan belantara yang amat lebat dan susah dilalui. Harus berkelahi dengan binatang buas, seperti harimau dan ular.
Setibamya di kaki selatan Gunung Batur, putri Bungsu memutuskan untuk berdiam di Pura Batur di lereng gunung Batur.
“Aku senang melihat daerah ini” kata Putri
Bungsu. “Pemandangan alamnya sungguh
mempesona. Aku ingin tetap tinggal disini. Aku tidak mau meneruskan perjalananku Kanda. Izinkan aku!”
“Kalau memang itu kehendakmu, Dinda, silahkan engkau menetap di sini,” Jawab kakaknya yang tertua.




Kemudian putri itu bergelar sebagai seorang Dewi, Ratu ayu Mas Maketeng namanya.Ketiga saudara laki-lakinya melanjutkan perjalanan.
Kini mereka menyusuri tepi Danau Batur. Ketika mereka tiba di suatu tempat yang datar di sebelah barat daya danau, mereka mendengar suara kicauan seekor burung. Karena girangnya mendengar suara burung, saudara yang termuda berteriak-teriak. “Hai burung bagus! Aku akan menangkapmu!”
Burung itu hinggap di dahan pohon yang rendah, namun ketika hendak di tangkap, tiba-tiba burung itu terbang tinggi.
Si adik berteriak-teriak memanggil si burung itu. Kelakuannya membuat kakaknya yang tertua merasa malu dan geram lalu si kakak menghkumnya.
“Kau jangan ikut mengembara lagi, aku tidak suka melihat tingkah lakumu,” kata kakak yang tertu. “Engkau tidak pantas beserta kami”. “Tidak…..” Aku harus ikut! Aku ingin terus mengembara, ingin tahu asal bau harum itu,” Jawab Adiknya sambil terus merengek minta ikut.
Kemudian kakaknya menyepak adiknya sehingga terjatuh bersila.
Setelah meninggalkan adiknya yang berupa patung, kedua putra raja itu meneruskan pengembaraan mereka, menyusuri tepi danau Batur sebelah timur.
Ketika mereka tiba di suatu daerah lain, mereka menemukan dua orang wanita. Seorang diantaranya sedang mencara kutu di kepala yang lainnya.
Putra kedua merasa senang dengan kedua
perempuan itu. sebab sudah lama mereka tidak bertemu dengan manusia.
Kerena girang bertemu manusia, putra kedua menyapa kedua wanita itu. perbuatan adiknya ini menimbulkan menimbulkan rasa tidak suka kakaknya.
“Engkau jangan ikut lagi” bentak kakaknya.
“Perbuatanmu mengecewakan hatiku. Tidak pantas!”
“Aku ingin ikut terus. Aku tidak mau ditinggal sendiri disini. Tidak!” Rengek adiknya. Akan tetapi si adik terus merengek, tetap ingin ikut terus. Akhirnya si kakak sangat marah lalu di sepaklah adiknya. Oleh karena sepakan yang
keras itu, adiknya terjatuh tertelungkup. Dalam keadaan begitu si kakak meninggalkan adiknya dengan hati yang penuh kemarahan. Setelah menimnggalkan adik-adiknya di desa-desa
itu, putra sulung melanjutkan perjalanan kearah utara, menyusuri pinggir timur Danau Batur yang amat curam. Akhirnya ia tiba di suatu daratan lagi.
Pada saat itu ia merasa kelelahan karena barusan menuruni tebing yang curam.
Ia ingin beristirahat, berteduh dibawah pohon yang rindang.
Namun niat beristirahat itu diurungkan. Sebab bau harum aneh yang mengusik jiwanya di tanah Jawa kini semakin kuat semerbaknya. Ia merasa penasaran, lalu cepat berdiri dan melangkah mendekati seebuah pohon besar yang sangat menarimk perhatiannya. Disana ia menemukan seorang gadis cantik yang
sangat mempesona hatinya. Gadis itu sedang bersimpuh seorang diri di bawah pohon Taru Menyan.
Sementara bau harum semakin kuat dan seakan bergulung-gulung di tempat itu. ternyata pohon itulah yang menjadi sumber bau harum yang dicarinya selama ini.Putra sulung itu terpana melihat gadis cantik yang bagaikan bidadari. Ia mengira gadis itu adalah seorang dewi, ia khawatir jika dewi itu segera terbang ke langit, maka cepat dihampirinya. Bahkan lalu diperluknya sang dewi erat-erat.
Tentu saja si gadis merasa sangat malu
diperlakukan demikian, namun karena pada dasarnya ia merasa suka kepada putra sulung maka dia diam saja, dan memaafkan perbuatan pemuda itu.
“Wahai dewi jelita. Siapakah namamu? Tanya putra sulung. “Engkau ini manusia atau Bidadarikah?”
“Tuan, aku ini adalah manusia biasa. Jika tuan memang menyukai aku, lamarlah aku. Aku masih mempunyai kakak sebagai wakil dari orang tuaku.”Kemudian ia menghadap kakak sang dewi untuk melamar dewi yang cantik itu. “Aku terima lamaranmu. Boleh adikku engkau jadikan istri asal
engkau mau memenuhi syarat-syarat,” kata Kakak sang Dewi.
“Katkan padaku, syarat-syarat apa saja yang harus aku penuhi,” Jawabnya.
“Engkau harus bersedia dijadikan pimpinan Desa Truyan”. “Saya bersedia! Katanya.
Karena putra sulung bersedia menerima tanggung jawab sebagai pemimpin desa maka lamarannya di terima.
Pesta perkawinan segera dilaksanakan dengan meriah.Putra sulung hidup bahagia dengan isrinya. Ia memenuhi janjinya, segala ketrampilan dan pengetahuan bermanfaat, yang didapatkan di tanah jawa, diajarkan kepada penduduk setempat. Sehingga tanah pertanian baik sawah maupun ladang di daerah itu menjadi subur.

Sumber : wikipedia / www.kemudian.com



CERITA RAKYAT BALI Ni Bawang teken Ni Kesuna







"Ada tuturan satua anak makurenan, ngelah
kone pianak luh-luh duang diri. Pianakne ane
kelihan madan Ni Bawang, ane cerikan madan Ni
Kesuna. Akuren ngoyong kone di desa. Sewai-
wai geginane tuah maburuh kauma
Pianankne dua ento matungkasan pesan
solahne. Tan bina cara gumi teken langit. Solah
Ni Bawang ajaka Ni Kesuna matungkasan pesan,
tan bina cara yeh masanding teken apine.
Ni Bawang anak jemet, duweg megae nulungin
reramanne. Duweg masih ia ngraos, sing taen
ne madan ngraos ane jelek-jelek. Jemet
melajang raga, apa-apa ane dadi tugasne dadi
anak luh. Marengin meme megarapan di paon,
metanding canang, sing taen leb teken ajah-
ajahan agamane. Melanan pesan ngajak nyamane
Ni Kesuna. Ni Kesuna anak bobab, male megae,
duweg pesan ngae pisuna, ento makrana
memene stata ngugu pisadun Ni Kesuna ane
ngorahang Ni Bawang ngumbang di tukade
ngenemin anak truna.




Sedek dina anu, dugase ento sujatine Ni
Bawang mara suug nglesung padi laut kayeh
sambilanga ngaba jun anggon ngalih yeh. Krana
ngugu munyin Ni Kesuna, ditu Ni Bawang lantas
tigtiga, siama aji yeh anget tur tundena magedi.
Ni Bwang laut megedi sambilange ngeling
sigsigan. Di subane ngutang umah, neked kone
ye di tukade ketemu ajak kedis crukcuk kuning.
Ditu i Kedis Crukcuk Kuninge kapilasa teken
unduk Ni Bawange. Ni Bawang gotola, baanga
emas-emasan, marupa pupuk, subeng, kalung,
bungkung, gelang muah kain sutra.
Sesukat Ni Bawang ngelah panganggi ane
melah-melah buka keto, ia nongos di umah
dadongne. Tusing taen ye mulih ke umah
reramanne. Kacrita jani Ni Kesuna kone nepukin
embokne mapanganggo melah-melah, laut ia
nakonang uli dija maan panganggo buka keto.
Disubane orahina teken Ni Bawang, ditu laut
Ni Kesuna metu kenehne ane kaliwat loba. Edot
ngelahang penganggo lan priasan ane bungah
buka ane gelahang embokne. Krana ento, lantas
Ni Kesuna ngorahin memenne nigtig ukudane
apang kanti babak belur.
Sesubane katigtig, lantas ia ngeling sengu-
sengu ka tukade katemu teken I Kedis Crukcuk
Kuning. Kacrita jani I Crukcuk Kuning ngotol
ukudan Ni Kesunane, isinina gumatat-gumitit.
Neked jumah ditu lantas gumatat-gumititte ento
ane mencanen Ni Kesuna kanti ngemasin mati.
Keto suba upah anak ane mrekak, setata demen
mapisuna timpal, sinah muponin pala karma ane
tan rahayu. "

Diambil dari buku kusumasari
Gimana manarikkan ceritanya.. Cerita di atas
dapat memberikan kita makna hidup yang
dalam. Siapa yang berbuat jahat akan
mendapatkan hasil yang jahat pula, istilah dalam
hindu disebut karma pala.. Nah, sekian dulu
cerita Bawang teken kesuna”. Semoga dapat
membantu anda yang sedang kesulitan mencari
cerita bali I bawang teken kesuna . Salam
bloggers mania dari iputu dirga blog semoga
dapat membantu anda.. Terima kasih…

Sumber: wikipedia / http://iputu-dirga.blogspot.com/.../cerita-bali-bawang...