Rabu, 26 April 2023

Makna Meru bagi Tahapan Kehidupan di Bumi

 


Bentuk pelinggih
Meru yang ada di Bali.
Dalam Lontar Andha Bhuwana, kata meru sejatinya disebutkan berasal dari kata :
• me yang berarti ’meme atau ibu’, sedangkan
• ru berarti ’guru atau bapak’ (dalam catur guru disebut mereka yang melahirkan kita);
Dengan demikian meru itu bermakna "ibu bapak" sebagai leluhur’ yang menjadi asal muasal kita sebagai manusia atau cikal bakal kehidupan.
Dalam Lontar Andha Bhuwana ada dinyatakan bahwa meru itu sebagai lambang alam semesta (Meru ngaran pratiwimba Andha Bhuwana).
Dalam lontar yang sama juga dinyatakan sbb:
Pawangunan pelinggih makadi meru muang candi, juga pratiwimba saking pengelukunan wijaksara dasaksara mewastu manunggal dadi Om. Artinya: Bangunan suci (pelinggih) terutama meru dan candi juga simbol dari pemutaran huruf suci wijaksara dasaksara menunggal menjadi Om.
Dari penjelasan Lontar Andha Bhuwana ini yang menyatakan tumpang atap meru di samping melambangkan lapisan alam juga melambangkan pemutaran huruf suci yang disebut wijaksara sampai dasaksara. Huruf suci yang disebut aksara itu dinyatakan sebagai ''ruping bhuwana''.
Pemutaran wijaksara sampai menjadi dasaksara dan kembali menjadi wijaksara Om itu melukiskan
bahwa di setiap lapisan alam ini ada aksara sucinya. Misalnya di Tri Loka ada Tri Aksara Ang Ung Mang sebagai uripnya. Di Panca Loka ada Panca Aksara sebagai uripnya. Demikian seterusnya, di setiap lapisan alam itu ada aksara simbol urip yang menjadi sumber hidup dari setiap lapisan alam tersebut.
Apa yang dinyatakan dalam Lontar Andha Bhuwana ini sebagai penegasan dari pernyataan Mantra Veda yang menyatakan bahwa Tuhan itu ada di mana-mana. Lebih lanjut lontar Andha Bhuwana menyatakan sbb: Sowang panta ika maka sthananira mwah angalih aran. Catur Dasa panta ika, sapta Loka kaluhur mwang sapta Patala ming sor. Artinya, setiap lapisan itu sebagai sthana beliau (Hyang Widhi) yang masing-masing berganti nama.
Empat belas lapisan sthana beliau (Hyang Widhi) yang masing-masing berganti nama. Empat belas lapisan itu Sapta Loka ke atas dan Sapta Patala ke bawah. Apa makna dari pelukisan semua lapisan alam ini sebagai sthana Hyang Widhi Tuhan Yang Mahakuasa dengan sebutan yang berbeda-beda pada setiap lapisan.

Tuhan yang selalu berada di setiap lapisan alam ini hendaknya dimaknai sebagai suatu peringatan agar manusia selalu berlaku baik dan benar di setiap lapisan alam ini. Asih, Punia, dan Bhakti wajib dilakukan oleh umat manusia di setiap lapisan alam.
Asih dan Punia kepada alam dan semua makhluk hidup termasuk manusia di setiap lapisan alam ini. Melakukan Asih dan Punia kepada alam dan sesama umat manusia itu sebagai salah satu wujud bakti pada Tuhan. Tidaklah tepat di suatu lapisan alam tertentu manusia boleh saja berbuat semena-mena demi kenikmatan hidup di lapisan yang lain. Seperti di wilayah pemukimannya, manusia menciptakan berbagai fasilitas hidup yang memberi kenikmatan, tetapi di lapisan lain menimbulkan kerusakan alam yang hebat.
Misalnya manusia ingin memiliki mobil dengan berbagai merek dan jenisnya. Semuanya itu agar mereka dapat dengan mudah ke mana maunya.
Untuk memenuhi itu, berbagai bagian bumi ini dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan akan bijih besi dan minyak bumi. Sudah semakin banyak perut bumi dilubangi dalam-dalam dan luas untuk mendapatkan berbagai mineral yang tak terbarukan yang dijadikan bahan-bahan baku untuk membuat barang-barang industri demi memenuhi kebutuhan umat manusia mendapatkan hidup yang nikmat.
Jika sudah datang gilirannya, maka alam yang dirusak itu akan membawa manusia pada hidup yang duka lebih dalam dari pada kenikmatan yang didapatkan. Demikian juga untuk memiliki rumah yang mewah, indah dan memberikan kenikmatan yang serba wah pada pemukimnya membutuhkan berbagai mineral yang tak terbarukan. Seperti besi, ubin, pasir, semen dan juga kayu yang dapat menimbulkan kerusakan hutan.
Seandainya semakin banyak orang yang mau tinggal di rumah yang tidak terlalu mewah dan serba wah itu, mungkin tidak banyak sumber-sumber alam yang dirusak. Alam pun akan asri dan lestari, hidup tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia pun akan seimbang, tidak saling terancam.
Meru dengan tumpang-tumpang atapnya itu hendaknya dapat memberikan kita pemahaman bahwa hidup di lapisan alam tertentu jangan sampai merusak keadaan hidup di lapisan alam yang lain. Meskipun kita berbuat di Bhur Loka tetapi akibatnya dapat menembus Bhuwah Loka bahkan Swah Loka. Kalau kita berbuat tidak baik dan benar di Bhur Loka ini seperti merabas hutan, menggunakan sarana hidup yang serba mesin tetapi tidak laik operasional juga bias menimbulkan kerusakan di angkasa.
Mesin yang tidak laik jalan misalnya mesin yang menimbulkan gas buang yang melebihi ambang batas dapat merusak langit bahkan menimbulkan gas rumah kaca di udara. Hal ini yang akan menghalangi panas naik ke angkasa dan balik ke bumi menimbulkan pemanasan global membuat suhu bumi meningkat. Udara yang dihirup oleh manusia pun menjadi semakin kotor. Hidup manusia pun akan semakin resah. Konon larutan logam berat yang melebihi ambang batas dalam darah manusia, dapat menimbulkan gangguan mental pada manusia.
Manusia bisa lebih emosional dan meledak-ledak karena ada gangguan mental. Sedih dan gembira akan diekspresikan secara ekstrim oleh manusia yang dalam darahnya mengandung larutan logam berat melebihi ambang batas. Kalau di setiap lapisan bumi ini kita mampu tegakan Rta dan Dharma sebagai dasar berbuat maka durian inilah yang akan menuntun kita menuju alam tertinggi yaitu Satya Loka yang dilukiskan oleh tumpeng meru yang teratas yang juga disebut sebagai lambang Omkara.
Dunia ini dengan semua lapisannya berdimensi ganda. Bisa membawa manusia menuju surga dan bisa juga sebagai sarana mengantarkan menuju neraka. Kalau hukum alam dan hukum manusia (Rta dan Dharma) ditegakkan di setiap lapisan bumi ini maka manusia pun dapat mencapai Satya sebagai dasar menuju surga. *(Buku Bali Tempo Dulu dikompilasi sesuai aslinya oleh I Gusti Bagus Rai Utama)
Dalam Buku Petunjuk Arah Wisata Rohani Pura dan Bangunan Suci Hindu di Pulau Bali-IHDN-PRESS- Koerniatmanto S., disebutkan pula :
a. Meru Tumpang Solas (sebelas) bermakna sebelas aksara suci
1) sa di purwa (timur, dewanya Iswara dan warnanya putih) ;
2) ba di daksina (selatan, Brahma, merah);
3) ta di pascima (barat, Mahadewa, kuning);
4) a di uttara (utara, Wisnu, hitam);
5) i di madhya (tengah, Ciwa, campuran atau panca warna);
6) na di agneya (tenggara, Mahesora, merah muda atau dadu);
7) ma di nairrta (barat daya, Rudra, jingga);
😎 si di bayabya (barat laut, Sangkara, hijau);
9) wa di aisana (timur laut, Sambu, biru) dan
10) ya di madhya (tengah atas, Ciwa, panca warna).
Kesepuluh aksara suci diatas dimanunggalkan menjadi satu aksara suci Omkara sebagai lambang Eka Dasa Dewata
b. Meru beratap 9, lambang 8 huruf di seluruh penjuru (sa, ba, ta, a, na, ma, si, wa) + satu huruf Omkara di tengah, 9 huruf itu lambang Dewata Nawa Sanga.


Pelinggih Dalam Konsep Sanghyang Panca Maha Butha

 



1. PENGLURAH dimerajan dibuat sebagai rasa syukur tubuh kita terbentuk dari unsur BAYU/ANGIN yang memberikan kekuatan pada JANTUNG, Dewanya ISWARA.. maka di pujalah I Ratu Ngurah Sapuh Jagat / IRatu Ngurah Tangkeb Langit.
2. LEBUH di pintu masuk pekarangan sebagai ungkapan rasa syukur tubuh ini terbentuk dari unsur PERTIWI yang memberikan kekuatan pada HATI,dewanya BRAHMA, maka dipujalah I Ratu WayanTabeng Sakti
3. TUGU KARANG( didalam pekarangan rumah arah kaje kauh), unsurnya SINAR/TEJA ,Dewanya MAHADEWA, sebagai ungkapan rasa syukur tubuh terbentuk dari sinar yang memberikan kekuatan pada GINJAL, maka disembahlah I Ratu Made Alang Kajeng atau I Ratu Made Jelawung dalam wujud Dukuh Sakti.
4. TAKSU NATAH/ TAKSU GEGINAN/ SIWA GURU REKA, Dewanya WISNU, (DEWANING SEMUA TAKSU) ..
berada pada area tengah pekarangan rumah menghadap kebarat.
sebagai rasa syukur tubuh terbentuk oleh unsur AIR yang memberi kekuatan pada NYALI/EMPEDU, maka dipujalah di sana IRatu Nyoman sakti Pengadanagan..
#tambahan dari beberapa sumber lainnya mengatakan; dibangunnya Taksu Natah sesuai peruntukan atau geginan yang digelutinya,
misalnya;
Taksu geginan di natah dibagi 2 menurut propesi.
yaitu kalo profesi itu ngiring Balian atau dukun, maka akan menyembah taksu natah menghadap ke seletan,dewanya wisnu.warnanya hitam artinya ( per-megic-an)tentu penugrahannya mawisesa.
Namun jika ngiring dasaran mangku. taksu natah menghadap ke barat.
Dewa nya iswara, warnanya putih aksara nya SANG tentu penugrahannya suci Nirmala.
Dengan kata lain taksu rwabhineda hitam dan putih .
Dikatakan membangun taksu natah itu menurut propesi...

#tambahan dari sumber payanadewa yang mengatakan ;
Pelinggih di Natah Ada Dua Jenis Pelinggih Natah dengan Memakai Atap dan Padma Natah
Memang kedua jenis Pelinggih Natah ini memiliki fungsi yang berbeda.
Sanggah Natah Beratap:
Di Pakai Secara Umum
Sanggah Natah Panda: Digunakan Oleh umat yang memiliki geginan Menjadi Pemangku atau Jro Balian
Letak Pelinggih Natah
Pelinggih Natah ini letaknya di tengah pekarangan antara Bale daje dan bale gede dan menghadap ke arah barat.
Pemujaan Untuk Pelinggih Natah
Pemujaan yang di sembah adalah Siwa Reka dan ada juga yang melakukan memohon/ngayat ke Merajan jika di keluarga ada sebelan/ pakubon (Ngayat), pengayengan leluhur, rikala ring pakubon wenten upacara ngaben/kapialang.
5. TAKSU AGUNG di merajan dibuat sebagai rasa syukur tubuh terbentuk dari unsur,BAYU,PERTIWI,SINAR,AIR, letaknya ring TELENGING ATI( PUSAT HATI) yang memberikan kekuatan pada pancering sarira ( pusat tubuh agar tubuh dapat berdiri tegak ), maka disana dipujalah I ratu Sanghyang GiliMaya atau I Ratu Ketut Petung.
Dengan mendirikan kelima pelinggih tersebut maka sempurnalah rasa syukur kita kepada Tuhan yang telah membentuk tubuh ini dengan sangat sempurna tanpa cela dan selanjutnya berharap tubuh ini selalu sehat dan kuat, terpenuhi kebutuhannya berupa sandang pangan dan papan, dan terhindar dari berbagai gangguan penyakit dan godaan hidup.
kalau salah satu plinggih sang catur Sanak tidak terpenuhi dlm pekarangan rumah maka hilangnya suatu keseimbangan dalam pekarangan dimana KALA dan BHUTA akan menjadi musuh manusia itu sendiri.menimbulkan sakit,mati ekonomi,mati akal,mati perasaan dll...
Kembali pada pelinggih taksu natah yang ada sebagian umat tidak memiliki bangunan ini, dengan berbagai alasan, membangun taksu natah atau surya natah atau sanghyang guru reka dalam sumber kanda pat subhiksa dan kanda pat sari merupakan kewajiban bagi setiap umat yg meyakininya.
Karena semua manusia pasti punya propesi tersendiri di uraikan dalam agama,i gama,u gama.karya alm ida bgus palguna dalam lontar purwaka gumi tua juga dimuat hal yg sama.
lontar wiswa karma prakertih juga memuat hal yg sama.
dalam kanda pat sari juga memuat sama dan tidak ada bahasan kalau tidak ada taksu natah maka tugu karang menjadi ratu nyoman sakti ini perlu DIPERTANYAKAN TATTWANYA.
Dalam kanda sari panwesti dinyatakan bahwa taksu natah bhutanya sang bhuta banaspati raja,ratunya iratu nyoman sakti pengadangan.sangat jelas kedudukannya tidak bisa dirubah dengan alasan apapun..


NAUR SESANGI









Sesangi merupakan sebuah janji yang pernah diucapkan sebagai sebuah permohonan.

Dan apabila terkabul wajib ditepati dengan melaksanakan upacara "mayah/naur sesangi".Seperti halnya :
Ngider Githa sebagai sarana untuk membayar kaul atau sesangi bila berhasil membeli lahan sawah yang ditanami padi.
Sesangi nasi tumpeng dengan menggunakan catu yang bertujuan untuk memohon hasil panen yang berlimpah.
Pada saat-saat dan momen tertentu biasanya digunakan Banten Guling.
Sebagaimana sesangi menurut Bali Magic sesungguhnya dasar pelaksanannya adalah rasa bhakti, rasa syukur atas anugrah atau atas tekabulnya doa atau keinginan, dan sesungguhnya bukalah perjanjian kepada Tuhan, Ida sanghyang Widhi atau Ratu Batara. Sesangi merupakan janji kepada diri sendiri untuk selalu atau senantiasa bersyukur atau mensyukuri atas segala karunia dari Tuhan.
Kapan dan dimana biasanya sesangi dilakukan ??Sesangi biasanya dilakukan pada saat-saat dan momen tertentu seperti misalnya,
Dalam keadaan Sakit, mohon di suatu tempat agar diberikan kesembuhan,
bila sembuh akan menghaturkan Banten Guling dan sebagainya. Bisa juga pada anak sekolahan, anak kulihan, bila lulus ujian berjanji megundul dan lain sebagainya.Wenten satua bawak mayah sesangi dadi PNS aji "joged buang",



Kacrita Madé Loka jani suba dadi PNS. Suud dadi pengangguran kangin kauh. Mirib luung tulis gidatné, nasibné setata mujung, ia maan galah ngecapin dadi pegawé negri.
Ia jani suba maangkat dadi guru di Karawista.
Aget masé ia tusing nganggo pis apésér péngék anggoné nombok pangedéné.
Ia nak mula jlema dueg sangkana bisa lulus tés. Nyidayang nyalip palamaré ané jumlahné siuan.Mantek ngajahin murid SMP aluhina ngajak I Loka. Ngajahin tuah tengah wai, salanturné glindang-glindeng malali. Né penting koné, nyidayang ngaé muridé bisa ngitung satu tambah satu sama dengan dua tur bisa mamaca “Ini Budi” ngajak “Ini Bapak Budi” jeg kanggo suba.

Sekat dadi pegawé, bikas idupné I Loka maganti.
Tusing buin kéweh ngalih pis.
Yén suba teka tanggal ngudané jeg masemu girang wiréh lakar liu nampi gaji. Ento mawinan I Loka jani nyidayang ngrédit sempéda montor baru,
meli HP ané misi kaméra,
sada meli panganggo ané anyar-anyar. Buina jani suba ada sertifikasi guru sinah buin pidan I Loka lakar bareng ngamiluin apang idupné nyumingkin makmur wiréh ngaliunan nampi gaji.
Ento masé ngranang bajang-bajangé makejang dot magegélan buina yén nyak makurenan ngajak Madé Loka.
Nanging Madé Loka suba tangar kén bajang-bajangé jani liunan matré.
Ningalin anak uli kasugihanné dogén.“Béh…, yéh… kéné idupé sawai-wai, beneh suba anaké ngorahang sing ada luungan kén dadi pegawé negri. Dadi guru.
Magaé aluh,
nanging asilné kaliwat gemuh.
Yén seken nyak cara munyin pamerintahé lakar nincapang kesejahteraan para guruné, icang ngelah rencana lakar meli tanah. Nebusin gumi kaja kangin banjaré ané makélo suba gadéanga ngajak bapan icangé. Pang mani puan di subanné pensiun ada anggon tongos maseliahan kangin kauh di tengah tegalé. Cocok asanne!” Madé Loka ngomong padidiana.“Ngudiang semengan kéné suba ngamikmik Dé, cara anak buduh tingalin mémé. Apa ané karaosang?” Mé Jepun maekin pianakné, Madé Loka, ané negak di ampik umahné.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI



“Tiang boya ja buduh Mé, tiang nu makeneh né. Kéné Mé…, yén nyak gajin tiangé terus ngedénang, tiang ngelah rencana lakar nebusin gumin bapané ané kaja kangin banjaré. Uli pidan dot ngelah gumi padidi, med sub nyakapin gumin pisaga. Pang ada masé bekelang di tuané.”“Béh adéng-adéng malu Dé, eda jeg setata tuutina kenehé. Madé nagih ngandong bulan adanné ento. Dong pineh-pinehin malu,

Madé nyidayang suksés buka kéné nak boya ja sangkaning kaduegan Madéné dogén, nanging ingetang masé mayah sangin Madéné. Kadén pidan Madé maan masangi yaning nuju lulus tés CPNS, ento patutné malu bayah, gumi dadi dorinan meli,” Mé Jepun nuturin Madé Loka.“Tiang dadi guru buka jani boya ja ulian sasangi Mé, nanging ulian kaduegan tiangé nyawab soal-soal tésé mimbuh nasibé ja mula luung. Dadinné tiang tusing tuyuh mayah sasangi. Luungan anggo mayah cicilan montoré di déaler.”


“Ngudiang jadig kéto pasaut Madéné? Mémé mantek ngingetang yaning Madé enu ngelah utang adanné tekén Sanghyang Suung, patut bayah manut munyin Madéné i pidan. Raos Madéné suba kadung ulung sing nyidayang buin duduk. Patut isinin amun kén janjin Madé simalu.”Madé Loka ngadebas bangun tusing ngresepang munyin méménné. Ia lantas macelep ka kamarné, nyemak SK pengangkatan. Mirib jengah banga munyi tekén méménné, Madé Loka magedi ka kota ngojog bank.
Ditu lantas Madé Loka nyilih pis liu lakar anggona meli gumi atanding.
Nyak suba misi amun kén ané kenehanga, Madé Loka jani ngelah gumi padidi.Lacur. Telung tiban Madé Loka ngarap gumi,
tusing taén mupu.
Pamulan-mulanné makejang ngresgesang.
Apa ané pulana tusing taén masuang asil, setata mati. Taén mula jagung, telah amah uled.
Taén mula séla, onya rejeng tumisi.
Taén namem ubi, telah rusuhina tekén jéro ketuté. Ulian ento, tegalné Madé Loka jani galang ngluntang tusing misi entik-entikan.
Sadina-dina Madé Loka tuah mapengenan. Ngenehang undukné ané tepukina buka kéné. Ané sanget kenehanga utangné nyumingkin numpuk.
Sekat ento Madé Loka kapah-kapah masuk.
Taén opaka tekén kepala sekolahné wiréh Madé Loka arang ngajahin murid-muridé. Madé Loka jani dadi reraosan di sekolah lan di banjaranné. Ulian kenehné nagih naku pasih, ngandong bulan.

Madé Loka mara ngeh tekén apa ané taén oranga ngajak méménné.

“Uli dija busan Dé? Adi peteng kéné Madé mara teka?” Mé Jepun matakon ngajak pianakné.
“Uli Buléléng, Mé.”
“Nak ngudiang luas ka Dén Bukit?”
“Ngalih jogéd Mé. Anggo mayah sangi. Jani mara tiang maselselan tusing rungu tekén tutur mémé apang inget mayah sasangi.

Jani tiang lakar mayah munyiné ané simalu lakar ngupah jogéd telung barung yaning lulus tés PNS. Apang tusing buin nandang kasengsaran. Minabang ulian tiang lali mayah sangi, tiang mangkin setata tengi nyalanin idup,” kéto Madé Loka masaut.

“Apa Dé? Sangin Madéné ngupah jogéd telung barung? Aidupan mémé tumbén ningeh ada jogéd telung barung. Dong ambat ya liun jogédé,” Mé Jepun kitak-kituk, ngon ningehang sasanginé Madé Loka.

Madé Loka lakar ngupah jogéd telung barung suba maorta midehan. Anaké masé angob mirengang ada jogéd telung barung.

Tumbén jani ada sasangi tawah buka kéto di désanné.
Tukang ibingé suba pada genit limanné tusing sabar lakar ngigelin jogédé.
Buina jogéd ené gratis tusing tuyuh meli kupon, nanging nganggo sistem tepekan.
Nyén aget maan tepekan kepet jogédé ento lakar maan gilihan ngibing.Gambelan jogédé mamunyi renyah nyibakang peteng. Munyin gambelanné macihna pesan nyiriang tetabuhan jogéd Buléléng. Umahné Madé Loka rame pesan.
Cerik kelih tua bajang teka mabalih maekin wantilan jogédé.
Duga madongsok-dongsokan, mapetpet, maseksek di sisin kalangané apang nawang ané kénkén madan jogéd telung barung. Uli tengah rangkiné saget pesu jogéd jegég ngontél. Pangadegné langsir lanjar, pipinné sujénan mimbuh gingsul. Ditu lantas ané muani-muani masuryak girang. Makoplok saling suitin.
Nanging makelo-kelo jogédé tusing katingalin dueg ngigel, nanging dueg katejang-katejing dogén.
Dueg nyingcingang kamben lantas bani ngamalunin nyelegang pangibingé.
Anaké luh-luh né mabalih lantas masuryak lek ningalin igelan jogédé kéto.
Lantas saka besik magedi maid panakné ané nu cerik-cerik.
Jogédé ngansan panes ngigel sada bani ngelésang panganggo pangibingé.“Sujatinné cai masangi jogéd apa, Dé?” Mé Jepun nakonin Madé Loka.
Ampura Mé, tiang nyangiang jogéd buang!”


Kisah lubdaka

 




KIM SANGEH-Lubdaka adalah seorang kepala keluarga yang menghidupi keluarganya dengan berburu binatang di hutan. Hasil buruannya sebagian ditukar dengan barang kebutuhan keluarga dan sebagian untuk dimakan bersama keluarganya. Dia sangat rajin bekerja serta cukup ahli, sehingga tidak heran bila dia selalu pulang membawa banyak hasil buruan.

Hari itu, Lubdaka berburu sebagaimana mestinya di dalam hutan. Dibawanya semua peralatan tanpa mengenal lelah. Akan tetapi hari itu berbeda dengan hari biasanya, hingga menjelang sore lubdaka belum juga memperoleh hasil buruannya. Kalau sampe aku pulang tidak membawa hasil buruan, makan apa keluargaku di rumah? Pikiran itu membuat lubdaka semangat makin tinggi, langka semakin cepat dan pandangan mata terus mencari binatang buruan. Tanpa terasa hari sudah gelap dan lubdaka berada di tengah hutan. Lubdaka memutuskan untuk tinggal di hutan dan mencari tempat yang aman.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Lubdaka melihat ada sebuah pohon bila yang cukup tua dan tampak kokoh di pinggir sebuah telaga air yang tenang. Dia memanjat batang pohon itu dan mencari posisi yang nyaman untuk bersandar. Lubdaka berusaha untuk tidak tidur karena takut bila terjatuh. Agar tidak tertidur lubdaka memetik satu per satu daun bila dan menjatuhkannya ke bawah, sehingga mengenai Lingga yang ada di bawahnya. Lubdaka sendiri tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siwalatri, dimana Dewa Siwa tengah melakukan yoga.

Satu per satu daun berguguran, lubdaka mulai menyesali segala perbuatan jahat yang pernah dia lakukan sepanjang hidupnya. Di atas pohon lubdaka bertekad untuk berhenti menjadi pemburu.Lamunan panjang Lubdaka akan dosa-dosanya seolah mempercepat waktu. Rasanya baru sebentar saja Lubdaka melamun, tapi tahu-tahu pagi pun tiba. Itu menggambarkan bahwa dosa-dosa yang pernah dilakukannya sudah terlalu banyak dan tidak bisa diingatnya satu per satu lagi dalam waktu satu malam. Karena sudah pagi, ia berkemas-kemas pulang ke rumahnya. Sejak hari itu, Lubdaka beralih pekerjaan sebagai petani. Tapi, petani tidak memberinya banyak kegesitan gerak, sehingga tubuhnya mulai kaku dan sakit, yang bertambah parah dari hari ke hari. Hingga, akhirnya hal ini membuat Lubdaka meninggal dunia.

Dikisahkan selanjutnya, roh Lubdaka, setelah lepas dari jasadnya, melayang-layang di angkasa. Roh Lubdaka bingung tidak tahu jalan harus ke mana. Pasukan Cikrabala kemudian datang hendak membawanya ke kawah Candragomuka yang berada di Neraka. Di saat itulah, Dewa Siwa datang mencegah pasukan Cikrabala membawa roh Lubdaka ke kawah Candragomuka. Di situ, terjadi diskusi antara Dewa Siwa dengan pasukan Cikrabala. Menurut pasukan Cikrabala, roh Lubdaka harus dibawa ke neraka. Ini disebabkan, semasa ia hidup, ia kerap membunuh binatang. Pendapat itu mendapat tanggapan lain dari Dewa Siwa. Menurut Dewa Siwa, walaupun Lubdaka kerap membunuh binatang, tapi pada suatu malam di malam Siwaratri, Lubdaka begadang semalam suntuk dan menyesali dosa-dosanya di masa lalu. Sehingga, roh Lubdaka berhak mendapatkan pengampunan. Singkat cerita, roh Lubdaka akhirnya dibawa ke Siwa Loka.

Malam Siwaratri selalu dikaitkan dengan cerita Lubdaka yang dikarang oleh Mpu Tanakung seorang Mpu besar di zamannya. Siwaratri diartikan sebagai “malam Siwa” karena pada hari tersebut Tuhan yang bermanifestasi sebagai Sang Hyang Siwa / Dewa Siwa yang melakukan yoga semalam suntuk untuk melebur dosa manusia. Umat Hindu merayakan Hari Siwaratri untk memohon ampun atas dosa manusia yang telah dilakukan. Di malam Siwaratri ada tiga brata yang harus dilakukan:
1. Mona: Tidak Berbicara
2. Jagra: Tidak Tidur
3. Upavasa: Tidak Makan dan Minum
Siwaratri datang setahun sekali setiap purwani Tilem ke-7 (bulan ke-7) tahun Caka.

Sejalan dengan perkembangan dan kecerdasan spiritual di Jaman Kali, penafsiran kata “peleburan” menjadi kontroversi karena tidak sejalan dengan hukum karma. Semua punya sudut pandang dan cara tafsir yang berbeda-beda. Alangkah baiknya momentum malam Siwaratri guna penyadaran diri untuk memperbaiki kehidupan kita di dunia.




Minggu, 23 April 2023

Tradisi Medeeng

 


Deeng merupakan salah satu bagian yang tidak terlepaskan dari rangkaian upacara Pitra Yadnya atau ngaben pada tingkat utamaning utama.
Medeeng dilakukan sehari sebelum upacara Ngaben dengan iring-iringan berupa bangkit atau wadah berukuran kecil yang biasanya diarak oleh anak-anak dan juga barisan muda-mudi berpasangan mengenakan pakaian adat layaknya sepasang pengantin, para muda-mudi yang merupakan keturunan atau pratisentana sang lina berjalan mengelilingi desa. Selain remaja, deeng juga kerap diikuti oleh anak-anak dengan busana layaknya pengantin cilik..
Di daerah Bali Selatan, khususnya Denpasar dan badung deeng sering disebut Peed atau Mapeed.
Biasanya di daerah ini, peed hanya dilakukan oleh keluarga kerajaan atau puri jika sedang melakukan upacara Palebon.

Berbeda dengan di Buleleng, Deeng bisa dilakukan oleh masyarakat biasa yang sedang melakukan upacara Palebon pada tingkat paling tinggi.
Pesertanya adalah keturunan atau kerabat seperti cucu, kumpi (cicit), buyut dan seterusnya dari orang yang diaben. Mereka berpasangan pria dan wanita dengan mengenakan pakaian layaknya seorang pengantin.
Peserta deeng biasanya menunggu di depan rumah untuk menunggu iring-iringan deeng datang dan ikut bergabung.
Maknanya adalah sebagai tanda bahwa keluarga deeng memiliki hubungan darah dengan orang yang diaben.
Deeng berbaris sesuai pasangan dengan memegang seutas tali yang terbuat dari benang dimana diujungnya diikat pada uang kepeng atau pis bolong.
Maknanya adalah mereka ingin mengantarkan atau nandanin sang lina agar mendapatkan tempat yang layak menuju alam nirwana serta agar upacara Palebon berjalan lancar.
Deeng dilakukan sehari sebelum upacara palebon dengan iring-iringan paling depan berupa Bebangkit sejenis bade kecil yang biasanya diarak oleh anak-anak. selanjutnya disusul dengan dawang-dawang atau sejenis ondel-ondel di Jakarta atau Barong Landung di Bali Selatan.
Dawang-dawang menyerupai pria dan wanita ini memiliki makna sebagai purusa pradana atau Rwa Binedha yaitu dua hal yang berbeda dan selalu berdampingan di dunia ini.
Iringan selanjutnya berupa damar kurung (sejenis kerangjang kecil yang di yang ditutup dengan kain, di dalamnya diletakkan lilin yang sedang menyala seperli Lampion pada Budaya tionghoa).
Damar Kurung memiliki makna sebagai penerangan dengan tujuan agar upacara yadnya berjalan dengan lancar dan digantungkan pada bambu kuning yang masih ada daunnya.
Selanjutnya aneka bambu kuning yang masih ada daunnya digantungi pakaian adat bali pria dan wanita disusul dengan aneka upakara atau banten sebagai bentuk persembahan kepada Tuhan atau Ida sang Hyang Widhi Wasa.
Setelah itu barisan deeng bejalan.
Di belakang barisan Deeng, para keluarga dan kerabat sang lina mengikuti dengan menggunakan pakaian adat Bali lengkap dengan payasan layaknya sembahyang ke Pura.
Hal ini bermakna sebagai bentuk suka cita para keturunan dan kerabat sang lina karena sudah bisa membayar hutang kepada orang tua atau dalam ajaran Hindu dikenal sebagai Pitra Rna.
Di barisan terakhir barulah para sekee gong dengan mebunyikan suara gong sebagai bentuk suka cita dan menambah semarak.
Tradisi deeng belakangan ini sudah mengalami beberapa perubahan.
Dahulu biasanya para deeng tidak menggunakan alas kaki sepanjang perjalanan mengelilingi desa dengan makna sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada sang lina, namun saat ini deeng diperbolehkan menggunakan alas kaki. Hal ini bisa dimaklumi mengingat jalan yang mereka lintasi berupa aspal dan dilakukan pada saat matahari masih terik.
Perubahan lainnya adalah, dahulu deeng dilakukan memang khusus untuk deeng dengan iring-iringannya, namun saat ini sangat jarang yang melakukannya mengingat memerlukan biaya yang cukup besar untuk menyiapkan semuanya. Meski demikian, masyarakat Buleleng tidak meninggalkan begitu saja tradisi tersebut..
Seperti yang dilakukan oleh warga Desa tirtasari Buleleng pada saat melaksanakan upacara ngaben bersama atau sadaya.
Makna deeng masih tetap sama yaitu untuk mengantarkan sang lina menuju alam nirwana serta bentuk suka cita para keturunan dan kerabat karena sudah mampu melakukan upacara pengabenan sebagai bentuk pengamalan ajaran Panca Yadnya dan Tri Rna..


Lekesan









Lekesan adalah simbul dari kekuatan sabda, bayu, idep, rasa dan cita seperti yang digunakan dalam canang pengrawos.

Dalam upacara yadnya : Lekesan sirih dibuat dengan 2 helai daun sirih yang dilengkapi dengan gambir dan kapur dan diikat dengan benang yang menyiratkan arti :

Sirih melambangkan pengetahuan yang baik dan benar atau utama.
Gambir sebagai “gambiraning ati” yang artinya kebahagiaan hati atau batin.
Kapur/Pamor yang mengandung makna universal.
Benang sebagai simbol suci tali pengikat dalam proses kehidupan ini.Dalam rerajahan mewinten, lekesan sirih dirajah dengan aksara suci Ya, Ra, La, Wa dan setelah itu dimantrai, lalu diberikan kepada yang diwinten untuk dimakan/dicicipi, yang mengandung simbol bahwa ilmu pengetahuan sudah masuk ke dalam jiwanya.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI



Lekesan untuk sebagian masyarakat Bali Selatan dihaturkan disetiap Pelinggih/Stana Bhatara-Bhatari yang ada dilingkungan rumah masing-masing terutama di pagi hari disertai dengan persembahan kopi sebagai tanda puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat-Nya.
Lekesan tersebut menghantarkan doa sang pemuja untuk terhindar dari kesalahan, karena dalam rangkaian Lekesan terkandung makna simbol dari Brahma (buah pinang),
Wisnu (daun sirih) dan
Siwa (pamor gambir) sehingga si pemuja mencapai rahmat Tuhan yang melimpah.
Sedangkan tembakau melambangkan makanan/persembahan itu sendiri yang menyiratkan kesejahteraan.



Sabtu, 22 April 2023

SRIMAD BHAGAVATAM CANTO 1 : PENCIPTAAN






OM SWASTYASTU
SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 1 : PERTANYAAN OLEH ORANG BIJAK
SLOKA : 21
* ŚB 1.1.21 *
कलिमागतमाज्ञाय क्षेत्रेऽस्मिन् वैष्णवे वयम् ।
आसीना दीर्घसत्रेण कथायां सक्षणा हरे: ॥ २१ ॥
kalim āgatam ājñāya
kṣetre ’smin vaiṣṇave vayam
āsīnā dīrgha-satreṇa
kathāyāṁ sakṣaṇā hareḥ
SINONIM
kalim—Zaman Kali (zaman besi pertengkaran); agatam—setelah tiba; ājñāya—mengetahui ini; kṣetre—di sebidang tanah ini; asmin—dalam hal ini; vaiṣṇave—dimaksudkan khusus untuk penyembah Tuhan; vayam—kita; āsīnāḥ—duduk; dīrgha—panjang; satreṇa—untuk pelaksanaan pengorbanan; kathāyām—dalam kata-kata dari; sa-kṣaṇāḥ—dengan waktu yang kita miliki; hareḥ—dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
TERJEMAHAN
Mengetahui dengan baik bahwa Zaman Kali telah dimulai, kami berkumpul di sini di tempat suci ini untuk mendengar panjang lebar pesan rohani Ketuhanan dan dengan cara ini melakukan pengorbanan.
PENJELASAN
Zaman Kali ini sama sekali tidak cocok untuk keinsafan diri seperti halnya Satya-yuga, zaman emas, atau Tretā- atau Dvāpara-yuga, zaman perak dan tembaga. Untuk realisasi diri, orang-orang di Satya-yuga, yang hidup selama seratus ribu tahun, dapat melakukan meditasi yang berkepanjangan. Dan di Tretā-yuga, ketika usia hidup adalah sepuluh ribu tahun, keinsafan diri dicapai dengan melakukan pengorbanan besar. Dan dalam Dvāpara-yuga, ketika usia hidup adalah seribu tahun, keinsafan diri dicapai dengan menyembah Tuhan. Tetapi dalam Kali-yuga, durasi hidup maksimum hanya seratus tahun dan digabungkan dengan berbagai kesulitan, proses keinsafan diri yang disarankan adalah mendengar dan mengucapkan nama suci, kemasyhuran, dan kegiatan Tuhan. Para resi Naimiṣāraṇya memulai proses ini di tempat yang khusus diperuntukkan bagi para penyembah Tuhan. Mereka mempersiapkan diri untuk mendengar kegiatan Tuhan selama seribu tahun. Melalui teladan para resi ini, seseorang harus belajar bahwa mendengar dan melafalkan Bhāgavatam secara teratur adalah satu-satunya cara untuk keinsafan diri. Upaya lain hanya membuang-buang waktu, karena tidak memberikan hasil yang nyata. Tuhan Śrī Caitanya Mahāprabhu mengkhotbahkan sistem Bhāgavata-dharma ini, dan Beliau merekomendasikan bahwa semua orang yang lahir di India harus mengambil tanggung jawab untuk menyiarkan pesan-pesan Tuhan Śrī Kṛṣṇa, terutama pesan Bhagavad-gītā . Dan bila seseorang sudah mapan dalam ajaran Bhagavad-gītā , dia dapat mempelajari Śrīmad-Bhāgavatam untuk pencerahan lebih lanjut dalam keinsafan diri.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM

SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 1 : PERTANYAAN OLEH ORANG BIJAK
SLOKA : 22
* ŚB 1.1.22 *
त्वं न: सन्दर्शितो धात्रा दुस्तरं निस्तितीर्षताम् ।
कलिं सत्त्वहरं पुंसां कर्णधार इवार्णवम् ॥ २२ ॥
tvaṁ naḥ sandarśito dhātrā
dustaraṁ nistitīrṣatām
kaliṁ sattva-haraṁ puṁsāṁ
karṇa-dhāra ivārṇavam
SINONIM
tvam—Yang Mulia; naḥ—kepada kami; sandarśitaḥ—pertemuan; dhātrā—oleh takdir; dustaram—tidak dapat diatasi; nistitīrṣatām—bagi mereka yang ingin menyeberang; kalim—Zaman Kali; sattva-haram—sesuatu yang menurunkan sifat-sifat baik; puṁsām—dari seorang laki-laki; karṇa-dhāraḥ—kapten; iva—sebagai; arṇavam—lautan.
TERJEMAHAN
Kami berpikir bahwa kami telah bertemu dengan Kebaikan Anda dengan kehendak takdir, hanya agar kami dapat menerima Anda sebagai kapten kapal bagi mereka yang ingin menyeberangi lautan Kali yang sulit, yang merusak semua kualitas baik manusia.
PENJELASAN
Zaman Kali sangat berbahaya bagi umat manusia. Kehidupan manusia hanya dimaksudkan untuk realisasi diri, tetapi karena zaman yang berbahaya ini, manusia telah sepenuhnya melupakan tujuan hidup. Di usia ini, rentang hidup secara bertahap akan berkurang. Orang secara bertahap akan kehilangan ingatan, sentimen yang lebih halus, kekuatan, dan kualitas yang lebih baik. Daftar anomali untuk zaman ini diberikan dalam Canto Kedua Belas karya ini. Maka usia ini sangat sulit bagi mereka yang ingin memanfaatkan hidup ini untuk realisasi diri. Orang-orang begitu sibuk dengan kepuasan indera sehingga mereka sama sekali lupa akan keinsafan diri. Dari kegilaan mereka terus terang mengatakan bahwa tidak perlu realisasi diri karena mereka tidak menyadari bahwa hidup singkat ini hanyalah sesaat dalam perjalanan besar kita menuju realisasi diri. Seluruh sistem pendidikan diarahkan untuk kepuasan indera, dan jika seorang terpelajar memikirkannya, dia melihat bahwa anak-anak pada zaman ini dengan sengaja dikirim ke rumah jagal yang disebut pendidikan. Oleh karena itu, orang-orang terpelajar harus berhati-hati pada zaman ini, dan jika mereka ingin menyeberangi lautan Kali yang berbahaya, mereka harus mengikuti jejak orang bijak Naimiṣāraṇya dan menerima Śrī Sūta Gosvāmī atau wakilnya yang dapat dipercaya sebagai kapten dari kapal. Kapal itu adalah pesan Tuhan Śrī Kṛṣṇa dalam bentuk Bhagavad-gītā atau Śrīmad-Bhāgavatam .
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM

SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 1 : PERTANYAAN OLEH ORANG BIJAK
SLOKA : 23
* ŚB 1.1.23 *
ब्रूहि योगेश्वरे कृष्णे ब्रह्मण्ये धर्मवर्मणि ।
स्वां काष्ठामधुनोपेते धर्म: कं शरणं गत: ॥ २३ ॥
brūhi yogeśvare kṛṣṇe
brahmaṇye dharma-varmaṇi
svāṁ kāṣṭhām adhunopete
dharmaḥ kaṁ śaraṇaṁ gataḥ
SINONIM
brūhi—tolong beri tahu; yoga-īśvare—Tuhan dari semua kekuatan mistik; kṛṣṇe—Tuhan Kṛṣṇa; brahmaṇye—Kebenaran Mutlak; dharma—agama; varmaṇi—pelindung; svām—memiliki; kāṣṭhām—tempat tinggal; adhunā—saat ini; upete—setelah pergi; dharmaḥ—agama; kam—kepada siapa; śaraṇam—tempat berlindung; gataḥ—pergi.
TERJEMAHAN
Sejak Śrī Kṛṣṇa, Kebenaran Mutlak, penguasa semua kekuatan mistik, telah pergi ke kediaman-Nya sendiri, tolong beri tahu kami kepada siapa prinsip-prinsip keagamaan sekarang berlindung.
PENJELASAN
Pada hakekatnya agama adalah kaidah-kaidah yang ditentukan yang diucapkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri. Setiap kali ada penyalahgunaan atau pengabaian prinsip-prinsip agama, Tuhan Yang Maha Esa muncul sendiri untuk memulihkan prinsip-prinsip agama. Hal ini dinyatakan dalam Bhagavad-gītā . Di sini para resi Naimiṣāraṇya menanyakan tentang prinsip-prinsip ini. Jawaban atas pertanyaan ini diberikan nanti. Śrīmad-Bhāgavatam adalah representasi suara rohani dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan karena itu merupakan representasi penuh dari pengetahuan rohani dan prinsip-prinsip keagamaan.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM

SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 1
* ŚB 1.2.1 *
व्यास उवाच
इति सम्प्रश्नसंहृष्टो विप्राणां रौमहर्षणि: ।
प्रतिपूज्य वचस्तेषां प्रवक्तुमुपचक्रमे ॥ १ ॥
vyāsa uvāca
iti sampraśna-saṁhṛṣṭo
viprāṇāṁ raumaharṣaṇiḥ pratipūjya vacas teṣāṁ
pravaktum upacakrame
SINONIM
vyāsaḥ uvāca—Vyāsa berkata; iti—demikian; sampraśna—penyelidikan yang sempurna; saṁhṛṣṭaḥ—puas secara sempurna; viprāṇām—para resi di sana; raumaharṣaṇiḥ—putra Romaharṣaṇa, yaitu Ugraśravā; pratipūjya—setelah berterima kasih kepada mereka; vacaḥ—kata-kata; tesām—mereka; pravaktum—untuk menjawabnya; upacakrame—dicoba.
TERJEMAHAN
Ugraśravā [Sūta Gosvāmī], putra Romaharṣaṇa, merasa puas sepenuhnya dengan pertanyaan-pertanyaan sempurna dari para brāhmaṇa, berterima kasih kepada mereka dan berusaha menjawab.
PENJELASAN
Orang bijak Naimiṣāraṇya mengajukan enam pertanyaan kepada Sūta Gosvāmī, dan karena itu ia menjawabnya satu per satu.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI



SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 2
* ŚB 1.2.2 *
सूत उवाच
यं प्रव्रजन्तमनुपेतमपेतकृत्यं
द्वैपायनो विरहकातर आजुहाव ।
पुत्रेति तन्मयतया तरवोऽभिनेदु-
स्तं सर्वभूतहृदयं मुनिमानतोऽस्मि ॥ २ ॥
sūta uvāca
yaṁ pravrajantam anupetam apeta-kṛtyaṁ
dvaipāyano viraha-kātara ājuhāva
putreti tan-mayatayā taravo ’bhinedus
taṁ sarva-bhūta-hṛdayaṁ munim ānato ’smi
SINONIM
sūtaḥ—Sūta Gosvāmī; uvāca—berkata; yam—siapa; pravrajantam—sambil pergi untuk meninggalkan tatanan kehidupan; anupetam—tanpa diubah oleh benang suci; apeta—tidak menjalani upacara; kṛtyam—kewajiban yang ditentukan; dvaipāyanaḥ—Vyāsadeva; viraha—pemisahan; kātaraḥ—takut akan; ājuhāva—berseru; putra iti—wahai putraku; tat-mayatayā—terserap dengan cara itu; taravaḥ—semua pohon; abhineduḥ—menanggapi; tam—kepadanya; sarva—semua; bhūta—para makhluk hidup; hṛdayam—hati; munim—orang bijak; ānataḥ asmi—bersujud.
TERJEMAHAN
Śrīla Sūta Gosvāmī berkata: Izinkan saya bersujud dengan hormat kepada resi agung [Śukadeva Gosvāmī] yang dapat memasuki hati semua orang. Ketika ia pergi untuk menjalankan kehidupan meninggalkan keduniawian [sannyāsa], meninggalkan rumah tanpa menjalani perubahan melalui benang suci atau upacara yang dilaksanakan oleh kasta-kasta yang lebih tinggi, ayahnya, Vyāsadeva, karena takut akan berpisah darinya, berteriak, “O putraku !" Memang, hanya pohon-pohon, yang terserap dalam perasaan keterpisahan yang sama, bergema menanggapi ayah yang berduka itu.
PENJELASAN
Institusi varṇa dan āśrama mengatur banyak tugas pengaturan yang harus dipatuhi oleh para pengikutnya. Kewajiban seperti itu mengharuskan calon yang ingin mempelajari Veda harus mendekati seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya dan meminta penerimaan sebagai muridnya. Benang suci adalah tanda dari mereka yang berkompeten untuk mempelajari Veda dari ācārya, atau guru kerohanian yang dapat dipercaya. Śrī Śukadeva Gosvāmī tidak menjalani upacara penyucian seperti itu karena beliau adalah jiwa yang telah terbebaskan sejak kelahirannya.
Umumnya, manusia terlahir sebagai makhluk biasa, dan melalui proses penyucian ia terlahir untuk kedua kalinya. Ketika dia melihat cahaya baru dan mencari arah untuk kemajuan spiritual, dia mendekati seorang guru spiritual untuk instruksi dalam Veda. Guru spiritual hanya menerima penanya yang tulus sebagai muridnya dan memberinya benang suci. Dengan cara ini seseorang menjadi terlahir dua kali, atau dvija. Setelah memenuhi syarat sebagai seorang dvija, seseorang dapat mempelajari Veda, dan setelah menguasai Veda dengan baik, seseorang menjadi seorang vipra. Seorang vipra, atau seorang brāhmaṇa yang memenuhi syarat, dengan demikian menyadari Yang Mutlak dan membuat kemajuan lebih jauh dalam kehidupan spiritual sampai ia mencapai tingkat Vaiṣṇava. Tahap Vaiṣṇava adalah status pascasarjana seorang brāhmaṇa. Seorang brāhmaṇa progresif harus menjadi seorang Vaiṣṇava, karena seorang Vaiṣṇava adalah seorang brāhmaṇa terpelajar dan sadar diri.
Śrīla Śukadeva Gosvāmī adalah seorang Vaiṣṇava sejak awal; oleh karena itu, dia tidak perlu menjalani semua proses lembaga varṇāśrama. Pada akhirnya tujuan varṇāśrama-dharma adalah mengubah orang yang kasar menjadi penyembah Tuhan yang murni, atau seorang Vaiṣṇava. Oleh karena itu, siapa pun yang menjadi Vaiṣṇava yang diterima oleh Vaiṣṇava kelas satu, atau uttama-adhikārī Vaiṣṇava, sudah dianggap sebagai brāhmaṇa, terlepas dari kelahiran atau perbuatannya di masa lalu. Śrī Caitanya Mahāprabhu menerima prinsip ini dan mengakui Śrīla Haridāsa Ṭhākura sebagai ācārya dari nama suci, meskipun Ṭhākura Haridāsa muncul dalam keluarga Islam. Kesimpulannya, Śrīla Śukadeva Gosvāmī terlahir sebagai seorang Vaiṣṇava, dan karena itu, brahminisme termasuk dalam dirinya. Dia tidak harus menjalani upacara apa pun. Setiap orang rendahan — apakah dia seorang Kirāta, Hūṇa, Āndhra, Pulinda, Pulkaśa, Ābhīra, Śumbha, Yavana, Khasa atau bahkan lebih rendah — dapat diangkat ke posisi rohani tertinggi atas karunia para Vaiṣṇava. Śrīla Śukadeva Gosvāmī adalah guru spiritual dari Śrī Sūta Gosvāmī, yang oleh karena itu bersujud dengan hormat kepada Śrīla Śukadeva Gosvāmī sebelum ia mulai menjawab pertanyaan para resi di Naimiṣāraṇya.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM

SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 3
* ŚB 1.2.3 *
य: स्वानुभावमखिलश्रुतिसारमेक- मध्यात्मदीपमतितितीर्षतां तमोऽन्धम् ।
संसारिणां करुणयाह पुराणगुह्यं
तं व्याससूनुमुपयामि गुरुं मुनीनाम् ॥ ३ ॥
yaḥ svānubhāvam akhila-śruti-sāram ekam
adhyātma-dīpam atititīrṣatāṁ tamo ’ndham
saṁsāriṇāṁ karuṇayāha purāṇa-guhyaṁ
taṁ vyāsa-sūnum upayāmi guruṁ munīnām
SINONIM
yaḥ—dia yang; sva-anubhāvam—menyatukan diri (berpengalaman); akhila—di sekeliling; śruti—Veda; sāram—krim; ekam—satu-satunya; adhyātma—rohani; dīpam—lampu obor; atititīrṣatām—berhasrat untuk mengatasi; tamaḥ andham—kehidupan material yang sangat gelap; saṁsāriṇām—milik orang materialistis; karuṇayā—dari belas kasih tanpa sebab; aha—berkata; purāṇa—melengkapi Weda; guhyam—sangat rahasia; tam—kepadanya; vyāsa-sūnum—putra Vyāsadeva; upayāmi—biarkan aku bersujud; gurum—guru spiritual; munīnām—para resi agung.
TERJEMAHAN
Izinkan saya memberikan penghormatan penuh kepadanya [Śuka], guru spiritual dari semua orang bijak, putra Vyāsadeva, yang, karena welas asihnya yang besar kepada para materialis kasar yang berjuang untuk melintasi wilayah tergelap dari keberadaan material, berbicara ini paling banyak. Melengkapi rahasia untuk krim pengetahuan Veda, setelah secara pribadi berasimilasi dengan pengalaman.
PENJELASAN
Dalam doa ini, Śrīla Sūta Gosvāmī secara praktis meringkas pengantar lengkap dari Śrīmad-Bhāgavatam . Śrīmad-Bhāgavatam adalah komentar pelengkap alami atas Vedānta-sūtra. Vedānta-sūtra, atau Brahma-sūtra, disusun oleh Vyāsadeva dengan maksud untuk menyajikan krim pengetahuan Veda saja. Śrīmad-Bhāgavatam adalah komentar alami atas krim ini. Śrīla Śukadeva Gosvāmī adalah seorang guru Vedānta-sūtra yang tercerahkan sepenuhnya, dan akibatnya dia juga secara pribadi menginsafi komentar, Śrīmad-Bhāgavatam . Dan hanya untuk menunjukkan belas kasihannya yang tak terbatas pada orang-orang materialistis yang bingung yang ingin sepenuhnya melampaui kebodohan, dia membacakan untuk pertama kalinya pengetahuan rahasia ini.
Tidak ada gunanya memperdebatkan bahwa orang yang materialistis bisa bahagia. Tidak ada makhluk materialistis — apakah dia Brahmā yang agung atau semut yang tidak penting — yang bisa bahagia. Setiap orang mencoba membuat rencana permanen untuk kebahagiaan, tetapi semua orang dibingungkan oleh hukum alam material. Oleh karena itu dunia materialistis disebut wilayah tergelap dari ciptaan Tuhan. Namun materialis yang tidak bahagia dapat keluar darinya hanya dengan keinginan untuk keluar. Sayangnya mereka sangat bodoh sehingga mereka tidak ingin melarikan diri. Oleh karena itu mereka dibandingkan dengan unta yang menyukai ranting berduri karena menyukai rasa ranting yang bercampur darah. Dia tidak menyadari bahwa itu adalah darahnya sendiri dan lidahnya terpotong duri. Demikian pula, bagi seorang materialis, darahnya sendiri semanis madu, dan meskipun dia selalu diganggu oleh ciptaan materialnya sendiri, dia tidak ingin melarikan diri. Materialis seperti itu disebut karma. Dari ratusan ribu karma, hanya sedikit yang merasa lelah dengan kesibukan material dan keinginan untuk keluar dari labirin. Orang cerdas seperti itu disebut jñānī. Vedānta-sūtra diarahkan pada jñānī semacam itu. Tetapi Śrīla Vyāsadeva, sebagai inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa, dapat memperkirakan penyalahgunaan Vedānta-sutra oleh orang-orang yang tidak bermoral, dan oleh karena itu, beliau secara pribadi melengkapi Vedānta-sūtra dengan Bhāgavata Purāṇa. Dinyatakan dengan jelas bahwa Bhāgavatam ini adalah komentar asli atas Brahma-sūtra. Śrīla Vyāsadeva juga menginstruksikan Bhāgavatam kepada putranya sendiri, Śrīla Śukadeva Gosvāmī, yang sudah berada pada tahap pembebasan transendensi. Śrīla Śukadeva menyadarinya secara pribadi dan kemudian menjelaskannya. Atas karunia Śrīla Śukadeva, Bhāgavata-vedānta-sūtra tersedia bagi semua jiwa yang tulus yang ingin keluar dari kehidupan material.
Śrīmad-Bhāgavatam adalah satu-satunya komentar tentang Vedānta-sūtra yang tidak tertandingi. Śrīpāda Śaṅkarācārya sengaja tidak menyentuhnya karena ia tahu bahwa komentar alami akan sulit dilampaui olehnya. Ia menulis Śārīraka-bhāṣya, dan orang-orang yang disebut pengikutnya mencela Bhāgavatam sebagai suatu penyajian “baru”. Seseorang seharusnya tidak disesatkan oleh propaganda semacam itu yang diarahkan melawan Bhāgavatam oleh aliran Māyāvāda. Dari śloka pengantar ini, siswa pemula harus mengetahui bahwa Śrīmad-Bhāgavatam adalah satu-satunya literatur rohani yang ditujukan bagi mereka yang paramahaṁsa dan terbebas sepenuhnya dari penyakit material yang disebut kejahatan. Para Māyāvādī iri terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa meskipun Śrīpāda Śaṅkarācārya mengakui bahwa Nārāyaṇa, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, berada di atas ciptaan material. Māyāvādī yang iri tidak dapat mengakses Bhāgavatam , tetapi mereka yang benar-benar ingin keluar dari kehidupan material ini dapat berlindung dari Bhāgavatam ini karena hal itu diucapkan oleh Śrīla Śukadeva Gosvāmī yang telah terbebaskan. Ini adalah obor rohani yang dengannya seseorang dapat melihat dengan sempurna Kebenaran Mutlak rohani yang direalisasikan sebagai Brahman, Paramātmā dan Bhagavān.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM

CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 4
* ŚB 1.2.4 *
नारायणं नमस्कृत्य नरं चैव नरोत्तमम् ।
देवीं सरस्वतीं व्यासं ततो जयमुदीरयेत् ॥ ४ ॥
nārāyaṇaṁ namaskṛtya
naraṁ caiva narottamam devīṁ sarasvatīṁ vyāsaṁ
tato jayam udīrayet
SINONIM
nārāyaṇam—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa; namaḥ-kṛtya—setelah bersujud dengan hormat; naram ca eva—dan Nārāyaṇa Ṛṣi; nara-uttamam—manusia yang paling unggul; devīm—dewi; sarasvatīm—nyonya belajar; vyāsam—Vyāsadeva; tataḥ—setelah itu; jayam—semua yang dimaksudkan untuk menaklukkan; udīrayet—diumumkan.
TERJEMAHAN
Sebelum melafalkan Śrīmad-Bhāgavatam ini, yang merupakan sarana penaklukan, seseorang harus bersujud dengan hormat kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Nārāyaṇa, kepada Nara-nārāyaṇa Ṛṣi, manusia tertinggi, kepada ibu Sarasvatī, dewi pembelajaran, dan kepada Śrīla Vyāsadeva, penulisnya.
PENJELASAN
Semua kesusastraan Veda dan Purāṇa dimaksudkan untuk menaklukkan wilayah tergelap dari keberadaan material. Makhluk hidup dalam keadaan lupa akan hubungannya dengan Tuhan karena terlalu tertarik pada kepuasan indera material sejak dahulu kala. Perjuangannya untuk bertahan hidup di dunia material adalah terus-menerus, dan tidak mungkin baginya untuk keluar darinya dengan membuat rencana. Jika dia benar-benar ingin menaklukkan perjuangan abadi untuk eksistensi ini, dia harus membangun kembali hubungannya yang abadi dengan Tuhan. Dan seseorang yang ingin melakukan tindakan perbaikan seperti itu harus berlindung pada literatur seperti Veda dan Purāṇa. Orang bodoh mengatakan bahwa Purāṇa tidak ada hubungannya dengan Weda. Namun, Purāṇa adalah penjelasan tambahan dari Veda yang ditujukan untuk berbagai jenis manusia. Semua laki-laki tidak sama. Ada orang yang dipimpin oleh sifat kebaikan, ada orang yang berada di bawah sifat nafsu dan ada orang yang berada di bawah sifat kebodohan. Purāṇa begitu terbagi sehingga setiap kelas manusia dapat mengambil keuntungan dari mereka dan secara bertahap mendapatkan kembali posisi mereka yang hilang dan keluar dari perjuangan keras untuk bertahan hidup. Śrīla Sūta Gosvāmī menunjukkan cara mengucapkan Purāṇa. Ini mungkin diikuti oleh orang-orang yang bercita-cita menjadi pengajar kesusastraan Veda dan Purāṇa. Śrīmad-Bhāgavatam adalah Purāṇa yang tidak bernoda, dan ini khususnya dimaksudkan bagi mereka yang ingin keluar dari ikatan material secara permanen.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM

OM SWASTYASTU
SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 5
* ŚB 1.2.5 *
मुनय: साधु पृष्टोऽहं भवद्भ‍िर्लोकमङ्गलम् ।
यत्कृत: कृष्णसम्प्रश्नो येनात्मा सुप्रसीदति ॥ ५ ॥
munayaḥ sādhu pṛṣṭo ’haṁ
bhavadbhir loka-maṅgalam
yat kṛtaḥ kṛṣṇa-sampraśno
yenātmā suprasīdati
SINONIM
munayaḥ—Wahai orang bijak; sādhu—ini relevan; pṛṣṭaḥ—ditanyakan; aham—saya sendiri; bhavadbhiḥ—oleh kalian semua; loka—dunia; mangalam—kesejahteraan; yat—karena; kṛtaḥ—dibuat; kṛṣṇa—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa; sampraśnaḥ—pertanyaan yang relevan; yena—dengan mana; ātmā—diri; suprasīdati—sangat senang.
TERJEMAHAN
Wahai orang bijak, saya telah ditanyai dengan benar oleh Anda. Pertanyaan Anda berharga karena berhubungan dengan Tuhan Kṛṣṇa dan relevan dengan kesejahteraan dunia. Hanya pertanyaan semacam ini yang mampu memuaskan diri sepenuhnya.
PENJELASAN
Karena telah dinyatakan di sini sebelumnya bahwa di dalam Bhāgavatam Kebenaran Mutlak harus diketahui, pertanyaan para resi Naimiṣāraṇya adalah tepat dan adil, karena itu berkaitan dengan Kṛṣṇa, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Kebenaran Mutlak. Dalam Bhagavad-gītā (15.15) Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa dalam semua Veda tidak ada yang lain kecuali dorongan untuk mencari Dia, Śrī Kṛṣṇa. Demikianlah pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan Kṛṣṇa adalah jumlah dan inti dari semua penyelidikan Veda.
Seluruh dunia penuh dengan pertanyaan dan jawaban. Burung, hewan, dan manusia semuanya sibuk dengan pertanyaan dan jawaban yang terus-menerus. Di pagi hari burung-burung di sarangnya sibuk dengan tanya jawab, dan di malam hari burung yang sama kembali lagi dan sibuk dengan tanya jawab. Manusia, kecuali dia tertidur lelap di malam hari, sibuk dengan pertanyaan dan jawaban. Para pengusaha di pasar sibuk dengan tanya jawab, demikian pula para pengacara di pengadilan dan para mahasiswa di sekolah dan perguruan tinggi. Para legislator di parlemen juga sibuk dengan tanya jawab, dan para politisi serta perwakilan pers semuanya sibuk dengan tanya jawab. Meskipun mereka terus membuat pertanyaan dan jawaban seperti itu sepanjang hidup mereka, mereka sama sekali tidak puas. Kepuasan jiwa hanya dapat diperoleh dengan tanya jawab tentang Kṛṣṇa.
Kṛṣṇa adalah guru, teman, ayah atau anak kita yang paling intim dan objek cinta suami istri. Dengan melupakan Kṛṣṇa, kita telah menciptakan begitu banyak obyek pertanyaan dan jawaban, tetapi tidak satu pun darinya yang dapat memberikan kita kepuasan sepenuhnya. Semua hal — kecuali Kṛṣṇa — hanya memberikan kepuasan sementara, jadi jika kita ingin mendapatkan kepuasan yang sempurna, kita harus mengajukan pertanyaan dan jawaban tentang Kṛṣṇa. Kita tidak bisa hidup sesaat tanpa ditanyai atau tanpa memberikan jawaban. Karena Śrīmad-Bhāgavatam berurusan dengan pertanyaan dan jawaban yang berhubungan dengan Kṛṣṇa, kita dapat memperoleh kepuasan tertinggi hanya dengan membaca dan mendengarkan sastra rohani ini. Seseorang harus mempelajari Śrīmad-Bhāgavatam dan membuat solusi menyeluruh untuk semua masalah yang berkaitan dengan masalah sosial, politik atau agama. Śrīmad-Bhāgavatam dan Kṛṣṇa adalah jumlah keseluruhan dari segala sesuatu.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM

OM SWASTYASTU
SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 6
* ŚB 1.2.6 *
स वै पुंसां परो धर्मो यतो भक्तिरधोक्षजे ।
अहैतुक्यप्रतिहता ययात्मा सुप्रसीदति ॥ ६ ॥
sa vai puṁsāṁ paro dharmo
yato bhaktir adhokṣaje
ahaituky apratihatā
yayātmā suprasīdati
SINONIM
saḥ—itu; vai—pasti; puṁsām—untuk umat manusia; paraḥ—luhur; dharmaḥ—pekerjaan; yataḥ—yang dengannya; bhaktiḥ—pelayanan bhakti; adhokṣaje—kepada Yang Segalanya; ahaitukī—tanpa sebab; apratihatā—tidak terputus; yayā—dengan itu; ātmā—diri; suprasīdati—puas sepenuhnya.
TERJEMAHAN
Pekerjaan [dharma] tertinggi bagi seluruh umat manusia adalah yang dengannya manusia dapat mencapai bhakti yang penuh kasih kepada Tuhan yang Maha Segalanya. Bhakti seperti itu harus tanpa motivasi dan tanpa gangguan untuk memuaskan diri sepenuhnya.
PENJELASAN
Dalam pernyataan ini, Śrī Sūta Gosvāmī menjawab pertanyaan pertama dari orang bijak Naimiṣāraṇya. Orang bijak memintanya untuk meringkas seluruh jajaran kitab suci yang diwahyukan dan menyajikan bagian yang paling penting sehingga orang yang jatuh atau orang pada umumnya dapat dengan mudah mengambilnya. Veda meresepkan dua jenis pekerjaan yang berbeda untuk manusia. Yang satu disebut pravṛtti-mārga, atau jalan kenikmatan indria, dan yang lainnya disebut nivṛtti-mārga, atau jalan pelepasan keduniawian. Jalan kenikmatan lebih rendah, dan jalan pengorbanan untuk tujuan tertinggi adalah lebih tinggi. Keberadaan material makhluk hidup adalah kondisi sakit dari kehidupan nyata. Kehidupan yang sebenarnya adalah keberadaan spiritual, atau keberadaan brahma-bhūta, di mana kehidupan itu abadi, penuh kebahagiaan dan penuh pengetahuan. Keberadaan material bersifat sementara, ilusi, dan penuh kesengsaraan. Tidak ada kebahagiaan sama sekali. Yang ada hanyalah upaya sia-sia untuk menyingkirkan kesengsaraan, dan lenyapnya kesengsaraan untuk sementara secara keliru disebut kebahagiaan. Oleh karena itu, jalan kenikmatan material bertahap, yang bersifat sementara, sengsara dan ilusi, adalah rendah. Tetapi bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menuntun seseorang menuju kehidupan yang kekal, bahagia, dan serba tahu, disebut kualitas unggul kesibukan. Ini kadang-kadang tercemar bila dicampur dengan kualitas rendah. Sebagai contoh, pengadopsian bhakti demi keuntungan materi tentu saja merupakan halangan bagi jalan progresif pelepasan keduniawian. Pelepasan atau penyangkalan untuk kebaikan tertinggi tentu saja merupakan pekerjaan yang lebih baik daripada kenikmatan dalam kondisi hidup yang sakit. Kenikmatan seperti itu hanya memperburuk gejala penyakit dan memperpanjang waktu penyajiannya. Oleh karena itu, bhakti kepada Tuhan haruslah murni dalam kualitas, yakni tanpa sedikit pun keinginan untuk kenikmatan material. Oleh karena itu, seseorang harus menerima kualitas unggul dari kesibukan dalam bentuk bhakti kepada Tuhan tanpa sedikit pun keinginan yang tidak perlu, tindakan yang membuahkan hasil, dan spekulasi filosofis. Ini saja dapat menuntun seseorang pada penghiburan abadi dalam pelayanan-Nya.
Kami dengan sengaja menunjukkan dharma sebagai pekerjaan karena akar arti dari kata dharma adalah “apa yang menopang keberadaan seseorang.” Makanan keberadaan makhluk hidup adalah untuk mengoordinasikan kegiatannya dengan hubungannya yang kekal dengan Tuhan Yang Maha Esa Kṛṣṇa. Kṛṣṇa adalah poros utama makhluk hidup, dan Kṛṣṇa adalah makhluk hidup atau bentuk kekal yang paling menarik di antara semua makhluk hidup atau bentuk kekal lainnya. Setiap makhluk hidup memiliki bentuknya yang kekal dalam keberadaan rohaninya, dan Kṛṣṇa adalah daya tarik abadi bagi mereka semua. Kṛṣṇa adalah keseluruhan yang lengkap, dan segala sesuatu yang lain adalah bagian tak terpisahkan dari-Nya. Hubungannya adalah salah satu dari pelayan dan yang dilayani. Itu rohani dan sama sekali berbeda dari pengalaman kita dalam keberadaan material. Hubungan pelayan dan yang dilayani ini adalah bentuk keintiman yang paling menyenangkan. Seseorang dapat menyadarinya seiring kemajuan bhakti. Setiap orang harus menyibukkan diri dalam pelayanan cinta kasih rohani kepada Tuhan, bahkan dalam keadaan bersyarat dari keberadaan material saat ini. Itu secara bertahap akan memberi seseorang petunjuk tentang kehidupan nyata dan menyenangkannya untuk kepuasan penuh.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM



- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


OM SWASTYASTU
SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 7
* ŚB 1.2.7 *
वासुदेवे भगवति भक्तियोग: प्रयोजित: ।
जनयत्याशु वैराग्यं ज्ञानं च यदहैतुकम् ॥ ७ ॥
vāsudeve bhagavati
bhakti-yogaḥ prayojitaḥ
janayaty āśu vairāgyaṁ
jñānaṁ ca yad ahaitukam
SINONIM
vāsudeve—kepada Kṛṣṇa; bhagavati—kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa; bhakti-yogaḥ—kontak bhakti; prayojitaḥ—diterapkan; janayati—memproduksi; āśu—segera; vairāgyam—pelepasan; jñānam—pengetahuan; ca—dan; yat—yang; ahaitukam—tanpa sebab.
TERJEMAHAN
Dengan memberikan bhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Śrī Kṛṣṇa, seseorang segera memperoleh pengetahuan tanpa sebab dan ketidakterikatan dari dunia.
PENJELASAN
Mereka yang menganggap bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa Śrī Kṛṣṇa sebagai sesuatu seperti urusan emosional material mungkin berpendapat bahwa dalam kitab suci yang diwahyukan, pengorbanan, kedermawanan, penghematan, pengetahuan, kekuatan mistik dan proses realisasi rohani lainnya yang serupa dianjurkan. Menurut mereka, bhakti, atau bhakti kepada Tuhan, dimaksudkan bagi mereka yang tidak dapat melakukan kegiatan bermutu tinggi. Secara umum dikatakan bahwa budaya bhakti dimaksudkan untuk śūdra, vaiśya dan golongan wanita yang kurang cerdas. Tapi itu bukan fakta yang sebenarnya. Pemujaan bhakti adalah yang tertinggi dari semua kegiatan rohani, dan oleh karena itu bhakti sekaligus luhur dan mudah. Sangat mulia bagi para penyembah murni yang serius ingin berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, dan mudah bagi para pemula yang baru saja berada di ambang rumah bhakti. Untuk mencapai kontak dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Śrī Kṛṣṇa, adalah ilmu pengetahuan yang besar, dan terbuka untuk semua makhluk hidup, termasuk para śūdra, vaiśya, wanita dan bahkan mereka yang lebih rendah dari śūdra yang berkedudukan rendah, jadi apa yang harus dikatakan tentang orang-orang kelas atas seperti para brāhmaṇa yang memenuhi syarat dan raja-raja besar yang sadar diri. Kegiatan bermutu tinggi lainnya yang ditetapkan sebagai pengorbanan, amal, penghematan, dll., semuanya merupakan faktor wajar yang mengikuti budaya bhakti yang murni dan ilmiah.
Prinsip pengetahuan dan ketidakmelekatan adalah dua faktor penting di jalan realisasi rohanj. Keseluruhan proses spiritual mengarah pada pengetahuan yang sempurna atas segala sesuatu yang material dan spiritual, dan hasil dari pengetahuan yang sempurna tersebut adalah seseorang menjadi terlepas dari kasih sayang material dan menjadi terikat pada aktivitas spiritual. Terpisah dari hal-hal materi tidak berarti sama sekali tidak bergerak, seperti yang dipikirkan oleh orang-orang yang kekurangan pengetahuan. Naiṣkarma berarti tidak melakukan kegiatan yang akan menghasilkan akibat baik atau buruk. Negasi tidak berarti negasi dari yang positif. Meniadakan yang tidak esensial tidak berarti meniadakan yang esensial. Demikian pula, pelepasan dari bentuk materi tidak berarti meniadakan bentuk positif. Budaya bhakti dimaksudkan untuk realisasi bentuk positif. Ketika bentuk positif direalisasikan, bentuk negatif secara otomatis dilenyapkan. Oleh karena itu, dengan berkembangnya budaya bhakti, dengan penerapan pelayanan positif pada bentuk positif, seseorang secara alami menjadi terlepas dari hal-hal yang rendah, dan ia menjadi melekat pada hal-hal yang lebih tinggi. Demikian pula, pemujaan bhakti, sebagai pekerjaan tertinggi dari makhluk hidup, menuntunnya keluar dari kenikmatan indria material. Itulah tanda seorang penyembah yang murni. Dia bukan orang bodoh, juga tidak terlibat dalam energi rendah, juga tidak memiliki nilai material. Ini tidak mungkin dengan penalaran kering. Itu sebenarnya terjadi atas izin Yang Maha Kuasa. Kesimpulannya, seorang penyembah murni memiliki semua kualitas baik lainnya, yaitu pengetahuan, ketidakmelekatan, dll., tetapi seseorang yang hanya memiliki pengetahuan atau ketidakterikatan belum tentu mengetahui dengan baik prinsip-prinsip budaya bhakti. Bhakti adalah pekerjaan tertinggi manusia.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM
[20/4 10.31] +62 813-3745-6652: OM SWASTYASTU
SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 8
* ŚB 1.2.8 *
धर्म: स्वनुष्ठित: पुंसां विष्वक्सेनकथासु य: ।
नोत्पादयेद्यदि रतिं श्रम एव हि केवलम् ॥ ८ ॥
dharmaḥ svanuṣṭhitaḥ puṁsāṁ
viṣvaksena-kathāsu yaḥ
notpādayed yadi ratiṁ
śrama eva hi kevalam
SINONIM
dharmaḥ—pekerjaan; svanuṣṭhitaḥ—dilakukan sesuai dengan kedudukannya sendiri; puṁsām—dari umat manusia; viṣvaksena—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (bagian paripurna); kathāsu—dalam pesan dari; yaḥ—apa itu; na—tidak; utpādayet—memproduksi; yadi—jika; ratim—ketertarikan; śramaḥ—pekerjaan yang sia-sia; eva—hanya; hai—tentu saja; kevalam—sepenuhnya.
TERJEMAHAN
Kegiatan pekerjaan yang dilakukan seseorang menurut posisinya sendiri hanya merupakan pekerjaan yang sia-sia jika tidak menimbulkan ketertarikan pada pesan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
PENJELASAN
Ada aktivitas pekerjaan yang berbeda dalam hal konsepsi hidup manusia yang berbeda. Bagi seorang materialis kasar yang tidak dapat melihat apapun di luar badan material kasar, tidak ada apapun di luar indera. Oleh karena itu aktivitas pekerjaannya terbatas pada keegoisan yang terkonsentrasi dan meluas. Keegoisan terkonsentrasi berpusat di sekitar tubuh pribadi — ini umumnya terlihat di antara hewan yang lebih rendah. Keegoisan yang diperluas dimanifestasikan dalam masyarakat manusia dan berpusat di sekitar keluarga, masyarakat, komunitas, bangsa, dan dunia dengan pandangan untuk kenyamanan jasmani yang kasar. Di atas materialis kasar ini adalah para spekulan mental yang melayang tinggi di bidang mental, dan tugas pekerjaan mereka melibatkan membuat puisi dan filsafat atau menyebarkan beberapa paham dengan tujuan egois yang sama terbatas pada tubuh dan pikiran. Tetapi di atas tubuh dan pikiran adalah jiwa roh yang tidak aktif yang ketiadaan dari tubuh membuat seluruh rangkaian keegoisan tubuh dan mental benar-benar batal demi hukum. Tetapi orang yang kurang cerdas tidak memiliki informasi tentang kebutuhan sang roh.
Karena orang bodoh tidak memiliki informasi tentang jiwa dan bagaimana jiwa berada di luar jangkauan tubuh dan pikiran, mereka tidak puas dalam melaksanakan tugas pekerjaan mereka. Pertanyaan tentang kepuasan diri diangkat di sini. Diri berada di luar tubuh kasar dan pikiran halus. Dia adalah prinsip aktif yang kuat dari tubuh dan pikiran. Tanpa mengetahui kebutuhan jiwa yang tertidur, seseorang tidak bisa bahagia hanya dengan peningkatan tubuh dan pikiran. Tubuh dan pikiran hanyalah penutup luar yang berlebihan dari jiwa roh. Kebutuhan jiwa roh harus dipenuhi. Hanya dengan membersihkan sangkar burung, seseorang tidak memuaskan burung itu. Seseorang harus benar-benar mengetahui kebutuhan burung itu sendiri.
Kebutuhan jiwa roh adalah bahwa ia ingin keluar dari lingkungan terbatas dari ikatan material dan memenuhi keinginannya akan kebebasan sepenuhnya. Dia ingin keluar dari dinding tertutup alam semesta yang lebih besar. Dia ingin melihat cahaya bebas dan semangat. Kebebasan penuh itu dicapai ketika dia bertemu dengan roh yang lengkap, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Ada kasih sayang yang tidak aktif kepada Tuhan dalam diri setiap orang; keberadaan spiritual dimanifestasikan melalui tubuh dan pikiran kasar dalam bentuk kasih sayang yang menyimpang untuk materi kasar dan halus. Oleh karena itu kita harus melibatkan diri kita dalam keterlibatan kerja yang akan membangkitkan kesadaran rohani kita. Hal ini hanya mungkin dilakukan dengan mendengar dan mengucapkan kegiatan-kegiatan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dan kegiatan pekerjaan apa pun yang tidak membantu seseorang mencapai kemelekatan untuk mendengar dan mengucapkan pesan rohani Tuhan Yang Maha Esa dikatakan hanya membuang-buang waktu. Ini karena tugas-tugas pekerjaan lainnya (apa pun itu) tidak dapat memberikan pembebasan bagi jiwa. Bahkan aktivitas para penyelamat dianggap tidak berguna karena kegagalan mereka mengambil sumber dari semua kebebasan. Seorang materialis kasar secara praktis dapat melihat bahwa perolehan materialnya hanya terbatas pada ruang dan waktu, baik di dunia ini maupun di dunia lain. Bahkan jika dia naik ke Svargaloka, dia tidak akan menemukan tempat tinggal permanen untuk jiwanya yang mendambakan. Jiwa yang mendambakan harus dipuaskan dengan proses ilmiah yang sempurna dari bhakti yang sempurna.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM

[20/4 22.00] +62 813-3745-6652: OM SWASTYASTU
SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 9
* ŚB 1.2.9 *
धर्मस्य ह्यापवर्ग्यस्य नार्थोऽर्थायोपकल्पते ।
नार्थस्य धर्मैकान्तस्य कामो लाभाय हि स्मृत: ॥ ९ ॥
dharmasya hy āpavargyasya
nārtho ’rthāyopakalpate
nārthasya dharmaikāntasya
kāmo lābhāya hi smṛtaḥ
SINONIM
dharmasya—keterlibatan pekerjaan; hai—tentu saja; āpavargyasya—pembebasan tertinggi; na—tidak; arthaḥ—akhir; arthāya—untuk keuntungan material; upakalpat—dimaksudkan untuk; na—bukan keduanya; arthasya—dari perolehan materi; dharma-eka-antasya—untuk orang yang menekuni pelayanan pekerjaan tertinggi; kāmaḥ—kepuasan indera; lābhāya—pencapaian; hai—tepatnya; smṛtaḥ—dijelaskan oleh para resi agung.
TERJEMAHAN
Semua keterlibatan kerja tentu dimaksudkan untuk pembebasan tertinggi. Itu tidak boleh dilakukan untuk keuntungan materi. Selanjutnya, menurut orang bijak, orang yang menekuni pelayanan pekerjaan utama tidak boleh menggunakan perolehan materi untuk mengembangkan kepuasan indera.
PENJELASAN
Kita telah membahas bahwa bhakti yang murni kepada Tuhan dengan sendirinya diikuti oleh pengetahuan yang sempurna dan ketidakterikatan dari kehidupan material. Tetapi ada orang lain yang menganggap bahwa semua jenis pekerjaan yang berbeda, termasuk agama, dimaksudkan untuk keuntungan materi. Kecenderungan umum setiap orang biasa di belahan dunia mana pun adalah untuk mendapatkan keuntungan materi sebagai imbalan atas pelayanan keagamaan atau pekerjaan lainnya. Bahkan dalam kesusastraan Veda, untuk semua jenis pertunjukan keagamaan ditawarkan daya pikat keuntungan materi, dan kebanyakan orang tertarik oleh daya pikat atau berkah religiusitas semacam itu. Mengapa orang-orang yang mengaku beragama terpikat oleh keuntungan materi? Karena perolehan materi dapat memungkinkan seseorang untuk memenuhi keinginan, yang pada gilirannya memuaskan kepuasan indera. Siklus keterlibatan pekerjaan ini mencakup apa yang disebut religiusitas yang diikuti oleh perolehan materi dan perolehan materi yang diikuti dengan pemenuhan keinginan. Pemuasan indera adalah cara umum untuk semua jenis manusia yang sibuk. Tetapi dalam pernyataan Sūta Gosvāmī, sesuai keputusan Śrīmad-Bhāgavatam , hal ini dibatalkan oleh śloka yang sekarang.
Seseorang seharusnya tidak menyibukkan diri dalam bentuk pelayanan pekerjaan apa pun hanya untuk keuntungan materi. Perolehan materi juga tidak boleh digunakan untuk kepuasan indera. Bagaimana keuntungan materi harus dimanfaatkan dijelaskan sebagai berikut.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM


OM SWASTYASTU
SRIMAD BHAGAVATAM
CANTO 1 : PENCIPTAAN
BAB 2 : PENGABDIAN DAN PELAYANAN PADA TUHAN
SLOKA : 10
* ŚB 1.2.10 *
कामस्य नेन्द्रियप्रीतिर्लाभो जीवेत यावता ।
जीवस्य तत्त्वजिज्ञासा नार्थो यश्चेह कर्मभि: ॥ १० ॥
kāmasya nendriya-prītir
lābho jīveta yāvatā
jīvasya tattva-jijñāsā
nārtho yaś ceha karmabhiḥ
SINONIM
kāmasya—keinginan; na—tidak; indriya—indra; prītiḥ—kepuasan; lābhaḥ—mendapatkan; jīveta—pemeliharaan diri; yavatā—sangat banyak; jīvasya—tentang makhluk hidup; tattva—Kebenaran Mutlak; jijñāsā—pertanyaan; na—tidak; arthaḥ—akhir; yaḥ ca iha—selain itu; karmabhiḥ—dengan kegiatan pekerjaan.
TERJEMAHAN
Keinginan hidup tidak boleh diarahkan pada kepuasan indera. Seseorang seharusnya hanya menginginkan kehidupan yang sehat, atau pelestarian diri, karena manusia dimaksudkan untuk menyelidiki Kebenaran Mutlak. Tidak ada lagi yang harus menjadi tujuan dari pekerjaan seseorang.
PENJELASAN
Peradaban material yang benar-benar bingung diarahkan secara salah menuju pemenuhan keinginan dalam kepuasan indera. Dalam peradaban seperti itu, di semua bidang kehidupan, tujuan akhir adalah kepuasan indera. Dalam politik, pelayanan sosial, altruisme, filantropi dan akhirnya dalam agama atau bahkan dalam penyelamatan, warna kepuasan indera yang sama semakin dominan. Di bidang politik para pemimpin manusia berperang satu sama lain untuk memenuhi kepuasan indria pribadinya. Para pemilih memuja yang disebut pemimpin hanya ketika mereka menjanjikan kepuasan indria. Segera setelah para pemilih tidak puas dengan kepuasan indra mereka sendiri, mereka menurunkan para pemimpin dari tahta. Pemimpin harus selalu mengecewakan pemilih dengan tidak memuaskan akal sehatnya. Hal yang sama berlaku di semua bidang lainnya; tidak ada orang yang serius dengan masalah hidup. Bahkan mereka yang berada di jalan keselamatan berkeinginan untuk menjadi satu dengan Kebenaran Mutlak dan berkeinginan untuk bunuh diri secara spiritual demi kepuasan indera. Tetapi Bhāgavatam mengatakan bahwa seseorang hendaknya tidak hidup untuk kepuasan indera-indera. Seseorang harus memuaskan indria-indria hanya sejauh yang diperlukan untuk mempertahankan diri, dan bukan untuk kepuasan indera-indera. Karena tubuh terbuat dari indera-indera, yang juga membutuhkan sejumlah kepuasan, ada petunjuk-petunjuk pengaturan untuk kepuasan indera-indera tersebut. Tetapi indera tidak dimaksudkan untuk kesenangan yang tidak terbatas. Sebagai contoh, pernikahan atau kombinasi antara laki-laki dan perempuan diperlukan untuk keturunan, tetapi tidak dimaksudkan untuk kenikmatan indria. Dengan tidak adanya pengekangan sukarela, ada propaganda untuk keluarga berencana, tetapi orang bodoh tidak tahu bahwa keluarga berencana secara otomatis dilaksanakan segera setelah ada pencarian Kebenaran Mutlak. Para pencari Kebenaran Mutlak tidak pernah terpikat oleh kesibukan yang tidak perlu dalam kepuasan indera karena siswa yang serius mencari Kebenaran Mutlak selalu kewalahan dengan pekerjaan penelitian Kebenaran. Oleh karena itu, dalam setiap bidang kehidupan, tujuan akhir harus mencari Kebenaran Mutlak, dan kesibukan semacam itu akan membuat seseorang bahagia karena dia akan kurang sibuk dalam berbagai kepuasan indera. Dan apakah Kebenaran Mutlak itu dijelaskan sebagai berikut.
OM SANTHI SANTHI SANTHI HARI OM