Senin, 30 September 2024

Pura Melanting Jambe Pole


Pura Melanting Jambe Pole, satu diantara pura di Bali yang memiliki kisah unik dan menarik untuk dikupas. Kisah mistis juga menjadi bagian pura yang berada di tengah-tengah area, bekas Taman Festival Bali di Padang Galak, Kesiman, Denpasar, Bali.
Walau Taman Festival Bali telah lama mati suri, namun pura ini tetap memiliki denyut nadinya.
Apalagi banyak pamedek dari seluruh Bali, bahkan hingga tanah Jawa datang ke pura ini.
Dahulu sebelum dibangun palinggih, pura ini hanya berisi turus lumbung. Sebagai pertanda bahwa kawasan tersebut memiliki aura niskala yang kuat. Namun saat ini, sudah dalam bentuk bangunan layaknya pura yang ada di Pulau Dewata. Hanya saja, beberapa bagian terlihat mulai rusak dimakan zaman. Kisahnya dahulu dari bapak dari pria bernama Jero Mangku Lilir.

Pria tersebut sering membawa sapi, dan mencari rumput di area sana. Tepat di sebelahnya adalah aliran sungai Ayung, yang langsung bermuara ke pantai Padang Galak. “Turus lumbung itu dibuat, karena ia (ayah Mangku Lilir) melihat pohon pole kembar. Sehingga harus dibuat turus lumbung atau palinggih di sana,” jelasnya.
Setelah itu, Jero Mangku Lilir juga akhirnya sering membawa sapi untuk makan rumput di area sana. Uniknya, ketika ia sedang mandi di sungai Ayung. Entah bagaimana, tiba-tiba saja pohon pole kembar ini hilang. Kagetlah ia karena siang hari bolong, pohon pole kembar ini hilang. Namun anehnya lagi, ketika selesai mandi di sungai Ayung. Pohon pole kembar itu, sudah ada lagi di tempatnya.
“Makanya didirikanlah turus lumbung ini. Sebelum Bali festival ada, nah setelah Bali festival dibangun baru dibuat satu palinggih di ajeng gedong itu,” jelasnya.
Apabila pamedek datang sendiri, bisa membawa peras pejati, canang sari, dan memakai kamen serta selendang. Serta tidak dalam keadaan cuntaka.


 

Minggu, 29 September 2024

Tugu penunggun karang

 



Tugu Karang berasal dari kata ‘tuhu’ yang artinya tahu atau mengetahui dan berpengetahuan. Karang artinya pekarangan atau halaman rumah, bisa juga karang diri atau tubuh. Siapa yang memahami dan mengetahui karang dirinya dengan baik, maka ia adalah yang mencapai keseimbangan sekala dan niskala.
Banyak umat Hindu Bali, akibat pekarangan yang sempit, kesulitan tata ruang, ditambah petunjuk yang keliru, lalu menempatkan penunggun karang pada posisi yang tidak benar. Jika sudah begitu, maka bukan hanya posisi tidak benar saja yang dilihat, namun ada juga yang beberapa hal yang akan sering terjadi jika ada kesalahan penempatan penunggun karang, antara lain:
1. Jika penunggun karang berada di dalam merajan, akibatnya adalah mudah selisih paham. Penghuni rumah sering bertengkar, mudah sakit kepala belakang, inguh, tidak betah di rumah dan pekarangan mudah dimasuki makhluk gaib.
2. Penunggun Karang yang posisinya kaja kangin menyebabkan penghuni mudah selisih paham, sering diganggu manusia sakti, kowos atau boros.

3. Penunggun karang yang posisinya menghadap ke barat menyebabkan penghuni sering sakit kepala belakang, sering mendapat serangan ilmu hitam.
4. Penunggu karang yang tidak memiliki pagar, menyebabkan penghuni kowos atau boros dan sering inguh.
5. Penunggu karang tabrak lebuh, menyebabkan penghuni sering sakit pingganng dan punggung.
Pelinggih tidak perlu mewah, jika posisinya benar, mengetahui siapa yang berstana dan mengerti tata cara berdoa sebagai umat Hindu yang benar, maka pasti akan mendapatkan panugrahan dari beliau.
Selalulah ingat, perbuatan yang baik dan benar akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Rahayu sareng sami!


Nangluk Merana, Pembersihan Pancaroba

 


Selain untuk menetralisasi hal negatif dan terhindar dari mara bahaya, prosesi Nangluk Merana juga diyakini sebagai pembersih pancaroba.

Pancaroba sebagai peralihan antara musim hujan dengan musim kemarau, kerap muncul berbagai macam penyakit yang diakibatkan kondisi alam. Hal itu dipaparkan oleh salah satu anggota Sekaa Teruna Banjar Segara Kuta, I Wayan Pande Budiasa, ketika diwawancarai Bali Express (Jawa Pos Group) di sela-sela upacara Nangluk Merana, Senin (11/12) lalu di Kuta.

Budiasa mengatakan, bahwa upacara Nangluk Merana sebagai media untuk membersihkan Bhuana Agung dan Bhuana Alit, agar tetap terjaga dan selalu menganugerahkan keselamatan. “Ini kan berlangsung sekali dalam setahun, tepatnya pada peralihan musim kemarau dengan musim hujan yang berdampak juga dengan adanya beberapa penyakit yang muncul,” paparnya.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Suasana magis diakuinya kental terasa saat ritual berlangsung, apalagi ada beberapa orang kesurupan. “ Orang yang karauhan atau kesurupan tetap ada, namun jumlahnya tidak bisa dipastikan. Karena sesuai dengan petunjuk Ida Sasuhunan yang memberikan damuhnya (warga) sebuah tanda, di mana beliau datang melalui orang yang kesurupan tersebut,” terang pria 25 tahun ini.

Bahkan ia sendiri menyebutkan, orang yang kesurupan tersebut merupakan orang yang bertugas untuk ngamong sungsungan pura selanjutnya. Tak jarang, lanjutnya,ada orang lain yang ikut karauhan, kemungkinan karena sensitif terimbas vibrasi suasana Nangluk Merana berlangsung.

Terlebih juga di Desa Adat Kuta memiliki palawatan yang berada di masing-masing banjar.

Ditambahkannya, banjar yang memiliki palawatan wajib arahannya untuk mengikuti upacara, sebagai wujud rasa bhakti kepada Tuhan, yang dimanifestasikan berwujud sasuhunan Barong dan Rangda, yang yang menjadi penjaga krama yang menyungsung di desa setempat.

(bx/ade/bay/rin/yes/JPR) –sumber


Sabtu, 28 September 2024

CERITA RAKYAT BALI LEGENDA NAGA DI BALI " Sri Jayengrat "

 

Tradisi Legenda naga tersebar di
berbagai belahan dunia, di Bali, kisah
terlibatnya sang naga dalam
terbentuknya pulau Bali ada dalam
dua kisah. Yang pertama, diawali
menceritakan Sri Jayengrat, raja di
sebuah negeri yang memiliki
kekuasaan luar biasa. Menjadi tanda
betapa bali memiliki berbagai kisah
yang dapat bertanding dengan kisah-
kisah legendaries di dunia.

Suatu hari, Sri Jayengrat dikawal
oleh para patih, punggawa dan rakyat
ditemani pula permaisurinya,
bernama Dewi Manik Galih berburu ke
tengah hutan. Perburuan itu sungguh
menyenangkan hati, karena itu
diputuskan untuk mencari hutan yang
belum terjamah oleh manusia.
Perjalanan jauh pun dilakukan dengan
kegembiraan; melewati gunung,
hutan dan lembah bahkan
beberapakali melewati jurang.
Akhirnya rombongan Sri Jayengrat
tiba di tepi hutan yang belum
terjamah manusia. Hutan itu nampak
lebat namun anehnya demikian
senyap, tak terdengar sekali pun
suara binatang, karena itu diputuskan
untuk menyusup jauh ke tengah
hutan untuk mendapatkan binatang
buruan.
Lalu semua prajurit merabas
semak-semak membuat jalan bagi
rombongan Sri jayengrat. Namun
anehnya, hingga tiba di tengah
hutan, tak juga seekor pun binatang
yang dapat diburu. Sri jayengrat
sungguh penasaran hatinya, dia ingin
melanjutkan perburuannya dengan
memasuki hutan lebih jauh lagi.
Namun permaisurinya menolak ikut, "
hamba merasa sangat lelah, semua
orang juga teramat lelah. Marilah,
istirahat sejenak kanda, di sini
tempat yang cukup bagus dan aman
untuk istirahat setelah segar kita
lanjutkan perjalanan kembali…"
Sri Jayengrat tersenyum, "dinda,
kanda penasaran sekali dengan hutan
ini, janganlah menghalangi niat kanda
berburu dan mencermati isi hutan ini.
Dinda menunggu di sini, dikawal oleh
para prajurit yang kelelahan dipimpin
oleh patih Gajah Para, kanda akan
melanjutkan perburuan…"
Dewi Manik Galih tersenyum,
memahami kekerasan hati suaminya.
Angin semilir mulai mendesir, "
berangkatlah kanda.." Dan Sri
jayengrat berpesan kepada Gajah
Para,"Patih Gajah Para, jagalah istriku
di sini dengan dua puluh prajurit,
jangan lengah walau tempat ini
nampak datar dan nyaman…"
"Tentu tuanku, hamba akan
menjaga permaisuri dengan tak
lengah sedikit pun…"
Berangkatlah Sri jayengrat dikawal
ratusan pasukan merabas semak
belukar, melanjutkan perburuan.
Sementara permaisurinya, Dewi Manik
Galuh dikawal dua puluh orang,
disertai beberapa dayang-dayang
dicarikan tempat yang teduh dan
lebih nyaman. Patih Gajah Para
dengan cermat memeriksa
sekelilingnya. Namun rasa lelah yang
luar biasa, disertai angin semilir terus
menerus mendesir. Rasa kantuk mulai
menyerang semua orang. Dewi Manik
Galuh akhirnya jatuh lelap begitu pula
dayang-dayangnya, tak lama
kemudian semua pengawal ikut pula
tertidur pulas, kecuali Patih Gajah
Para yang merasakan keanehan,
melihat semua pengawal dengan
mudah jatuh tertidur, penuh siaga dia
mengambil sikap waspada. Dengan
hati-hati diamatinya sekeliling.
Namun tak ada tanda-tanda yang
mencurigakan.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Patih Gajah Para pun merasa
teramat tenang, namun saat itulah
tanpa dia sadari seekor naga, tengah
mengamati Dewi Manik Galuh, naga
itu bernama Naga Taksaka. Naga
yang jail dan senang membuat onar.
Melihat Patih Gajah Para yang sibuk
mengamati ke semua arah, Naga
Taksaka dengan senyum nakal
mengubah dirinya menjadi seekor
ular hitam yang kecil, ular tanah yang
berkilau. Dengan penuh kemenangan
Naga taksaka yang sudah berubah
menjadi ular kecil merayap di kaki
Dewi Manik Galuh. Patih gajah Para
merasa ada sesuatu yang aneh, dia
berpaling melihat kiri kanan, lalu
mengamati satu persatu para
pengawal dan dayang-dayang, semua
tertidur lelap. Dan betapa terkejut
hatinya saat melihat ular kecil
merayapi kaki permaisuri.
Digoyangnya tubuh para dayang, tak
ada yang terjaga, ditendangnya para
pengawal, semua lumpuh dalam tidur.
Ular itu makin merayap naik menuju
betis, dengan gugup patih gajah para
mencari ranting yang panjang,
dicukilnya ular itu agar tak menggigit
sang permaisuri. Naga taksaka
tersenyum –senyum di hati dan
sengaja melekatkan dirinya, makin
panik Patih Gajah Para, takut jika ular
itu menggigit junjungannya. Dengan
kuat ujung ranting dicukilkannya, dan
membuat permaisuri terjaga begitu
pula para dayang-dayang begitupula
semua pengawal tiba-tiba seperti
hilang lenyap kantuknya.
Betapa murka Dewi Manik Galih
melihat patih Gajah para berdiri
mengangkang dengan ranting
ditangannya hanya selengan jarak
dari dirinya,"Hah kau patih gajah
para, betapa tak kusangka engkau
ternyata punya hasrat tak baik
kepadaku…"
"Tidak tuanku, hamba akan
mengusir ular kecil…’
"mana ular kecil itu?" sanggah
Dewi Manik Galuh.
Patih Gajah Para tergagap. Ular
kecil itu telah hilang lenyap, tanpa
bekas. Naga Taksaka telah pergi jauh
dengan tawa yang panjang di langit.
Hujan pun turun, dewi manik galuh
dengan amarah luar biasa mengajak
semua dayang dan pasukan menyusul
suaminya. Dan dengan gundah Patih
Gajah para mengikuti dari belakang
akhirnya di suatu tempat sri
jayengrat bersama rombongan
ditemukan oleh permaisuri, betapa
kagetnya sri jayengrat,"adinda,
kenapa menyusul?..."
"Patih Gajah Para berani-berani
menggoda dinda…"
Patih gajah Para dengan gagah
melangkah, menyembah dengan
penuh yakin," demi junjungan dan
para leluhur, tidak benar seperti yang
dipikirkan oleh permaisuri, izinkan
hamba menjelaskan…"
"tidak, dinda telah ternoda…"
Patih Gajah Para berusaha
menjelaskan,"Begini ceritanya
Baginda, semua tertidur, lalu seekor
ular kecil berwarna hitam merayap di
kaki permaisuri, hamba berusaha
mencungkil ular itu agar tidak
menggigit kaki permaisuri…lalu
permaisuri terjaga, semua terjaga,
hamba dalam posisi berdiri di dekat
permaisuri dengan ranting di
tangan…"
Sri Jayengrat mengangguk,
percaya dengan cerita Patih Gajah
Para, namun permaisuri berkata
dengan tangis,"kanda, semua tertidur
lalu terjaga, di belakang hari akan ada
saja cerita yang berbeda mengenai
kejadian ini, hamba tak boleh lalai,
demi kesetiaan hati hamba, hamba
mohon pamit…"
Patih Gajah Para tersentak,"Pikiran
hamba benar, tangan ini yang salah,
baiklah, hamba potong jempol hamba
sebagai bukti hamba setia dan bakti
kepada tuanku…"
Sri jayengrat terkejut,"aku percaya
kesetiaanmu patih, juga aku percaya
kepada istriku…"
Namun Patih gajah para sudah
terlanjur memotong jempolnya dan
permaisuri bersikeras hendak
membuktikan kesetiaannya dengan
membakar diri. Dengan sedih sri
jayengrat memenuhi permintaan
istrinya. Dan setelah permaisurinya
menjadi abu diperintahkannya
membuat dua kapar (rakit besar):
yang satu berisi abu istrinya
dipenuhi oleh berbagai peralatan
upacara, kapar yang lain kapar lebih
kecil ditumpangi oleh gajah para yang
karena memotong tangannya
berganti nama ki demang copong
yang mengajak putranya ikut
dipenuhi bunga. Dengan ribuan
orang, dua kapar itu juga dikawal dan
dipimpin oleh sri jayengrat.
Di tengah lautan yang bernama
jambu dipange, bertepatan disaat itu
Batara pasupati beserta putra-
putranya tengah bersemadi, tengah
menciptakan sebuah pulau di tengah
laut jambu dipange, saat kapar-kapar
itu bergerak ke timur dan ke barat,
cukup jauh jaraknya satu sama lain,
saat itulah kekuatan cipta betara
pasupati tengah bergerak, yang
nampak awalnya adalah lautan
berbuih-buih putih, lama-lama
mendidih, lalu bergetar-getar lautan
oleh gempa yang maha dahsyat
kemudian lautan semakin memutih
dan membuat dua kapar itu terjebak,
tak bisa bergerak, lalu tiba-tiba
terdengar suara," …gelgel jagat
kapar…" dan itulah awalnya
terbentuk pulau bali, gelgel artinya
mengeraslah jagat mengikuti
bentuknya kapar.
Kisah yang lain mengenai
terbentuknya pulau bali dengan
tradisi kisah naga ; adalah kisah yang
bermula dari kekariban hubungan
Batara Basuki yang berdiam di
gunung agung (tohlangkir) dengan
seorang rsi bernama Siddimantra
yang memiliki seorang putra bernama
Bang Manik Angkeran, yang lahir dari
Homa.

Sumber : wikipedia / http://coksawitrisidemen.blogspot.com/.../legenda-naga...