PAWIWAHAN: Upacara Pawiwahan yang dilangsungkan umat Hindu Bali beberapa waktu lalu. (dok Bali Express)
Pandemi Covid-19 yang masih merebak di tahun 2021 ini tidak menyurutkan niat umat Hindu, khususnya di Bali untuk menggelar upacara (yadnya), termasuk Pawiwahan atau pernikahan. Selain mesti ketat melaksanakan protokol kesehatan, juga harus memperhatikan hari baik (Dewasa Ayu), agar biduk rumah tangga berjalan dengan baik. Apa saja acuan menentukan baik buruknya hari pernikahan?
Ada sejumlah padewasaan yang bisa menjadi rujukan dalam upacara Pawiwahan. Pertimbangannya memperhatikan ala ayuning dewasa, lantaran pawiwahan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis. Tetapi juga bertujuan mendapatakan keturunan yang suputra.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI |
Penyusun Kalender, Bali Gede Marayana mengatakan, penentuan dewasa Pawiwahan didasari oleh perhitungan berbagai unsur. Diantaranya wewaran, pawukon, tanggal, sasih, dan dauh. Atau biasa diistilahkan dengan Wapatangsada.
“Artinya wewaran harus baik, pawukon harus baik, tanggalnya juga baik, sasih harus baik, dan dauhnya juga baik,” ujar Gede Marayana kepada Bali Express (Jawa Pos Group), Kamis (3/4) siang.
Wewaran yang baik dikatakan Gede Marayana, adalah menitikberatkan pada Saptawara atau hari-hari dalam seminggu. Diantara Saptawara yang dipilih adalah Senin, Rabu, Kamis, dan Jumat. “Hari-hari itu diyakini mengandung unsur kebaikan,” ungkapnya.
Sedangkan perhitungan Pawukon yang wajib dihindari, jika ingin menggelar upacara Pawiwahan adalah Ingkel Wong, Was Panganten, Rangda Tiga, Nguncal Balung, dan paling dihindari adalah Wuku Wayang.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
“Itu wajib dihindari. Apalagi Wuku Wayang dianggap cemer (kotor) untuk Pawiwahan,” imbuhnya.
Sedangkan Rangda Tiga merupakan wuku tertentu yang dianggap buruk untuk melangsungkan pernikahan. Wuku-wuku itu yakni Wariga, Warigadean, Pujut, Pahang, Menail, dan Prangbakat. Ada keyakinan, jika menikah pada saat Rangda Tiga, perkawinan bisa berakhir dengan perceraian.
“Rangda itu artinya janda atau duda. Rangda Tiga artinya tiga kali menjadi janda atau duda. Artinya pernikahan akan selalu gagal,” beber Marayana.
Kemudian Was Panganten merupakan hari-hari tertentu, seperti Minggu Kliwon dan Jumat Pon wuku Tolu, Minggu Wage dan Sabtu Kliwon wuku Dungulan, Minggu Umanis dan Sabtu Pahing wuku Menail, serta Minggu Pon dan Sabtu Wage wuku Dukut. Hari-hari ini juga dianggap kurang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Sedangkan Nguncal Balung, yakni hari sepanjang 35 hari, sejak Buda Pon Sungsang atau sehari sebelum Sugihan Jawa atau seminggu sebelum Galungan, hingga Buda Kliwon Wuku Pahang yang juga kerap disebut sebagai Buda Kliwon Pegat Wakan.
Marayana menegaskan, pada hari itu, umat Hindu biasanya dipantangkan untuk melaksanakan upacara-upacara besar, utamanya yang bersifat ngawangun, seperti Ngaben dan pernikahan.
Begitupun dengan Ingkel Wong, artinya hari-hari naas bagi manusia. “Karenanya, saat itu tidak baik melaksanakan kegiatan atau upacara yang berkaitan dengan manusia termasuk pernikahan,” imbuhnya.
Selain itu, perhitungan sasih tidak boleh diabaikan dalam menentukan hari baik melaksanakan upacara perkawinan. Disebutkan Marayana, dari 12 sasih dalam setahun, umat Hindu di Bali meyakini pelaksanaan upacara Panca Yadnya hanya boleh dilaksanakan dari Sasih Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kaulu, Kasanga, dan Kadasa.
“Itu wajib dihindari. Apalagi Wuku Wayang dianggap cemer (kotor) untuk Pawiwahan,” imbuhnya.
Sedangkan Rangda Tiga merupakan wuku tertentu yang dianggap buruk untuk melangsungkan pernikahan. Wuku-wuku itu yakni Wariga, Warigadean, Pujut, Pahang, Menail, dan Prangbakat. Ada keyakinan, jika menikah pada saat Rangda Tiga, perkawinan bisa berakhir dengan perceraian.
“Rangda itu artinya janda atau duda. Rangda Tiga artinya tiga kali menjadi janda atau duda. Artinya pernikahan akan selalu gagal,” beber Marayana.
Kemudian Was Panganten merupakan hari-hari tertentu, seperti Minggu Kliwon dan Jumat Pon wuku Tolu, Minggu Wage dan Sabtu Kliwon wuku Dungulan, Minggu Umanis dan Sabtu Pahing wuku Menail, serta Minggu Pon dan Sabtu Wage wuku Dukut. Hari-hari ini juga dianggap kurang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Sedangkan Nguncal Balung, yakni hari sepanjang 35 hari, sejak Buda Pon Sungsang atau sehari sebelum Sugihan Jawa atau seminggu sebelum Galungan, hingga Buda Kliwon Wuku Pahang yang juga kerap disebut sebagai Buda Kliwon Pegat Wakan.
Marayana menegaskan, pada hari itu, umat Hindu biasanya dipantangkan untuk melaksanakan upacara-upacara besar, utamanya yang bersifat ngawangun, seperti Ngaben dan pernikahan.
Begitupun dengan Ingkel Wong, artinya hari-hari naas bagi manusia. “Karenanya, saat itu tidak baik melaksanakan kegiatan atau upacara yang berkaitan dengan manusia termasuk pernikahan,” imbuhnya.
Selain itu, perhitungan sasih tidak boleh diabaikan dalam menentukan hari baik melaksanakan upacara perkawinan. Disebutkan Marayana, dari 12 sasih dalam setahun, umat Hindu di Bali meyakini pelaksanaan upacara Panca Yadnya hanya boleh dilaksanakan dari Sasih Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kaulu, Kasanga, dan Kadasa.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
Sedangkan Sasih Jyestha dan Sadha dikatakan sasih sebel, sehingga dihindari untuk menggelar upacara Panca Yadnya, termasuk Pawiwahan.
Tetapi untuk melaksanakan Pawiwahan, sasih yang direkomendasikan adalah Sasih Katiga, Kapat, Kalima, Kapitu, dan Kadasa.
“Sasih Katiga itu bulan Agustus-September, Kapat itu bulan September-Oktober, Sasih Kalima adalah Oktober-November. Lalu untuk Sasih Kapitu adalah Desember-Januari, dan Sasih Kadasa antara bulan Maret-April,” beber Marayana.
Kemudian terkait perhitungan dauh untuk menentukan padewasaan. “Dauh itu hanya satu hari saja. Jadi sering diabaikan,” pungkasnya.
Sedangkan Sasih Jyestha dan Sadha dikatakan sasih sebel, sehingga dihindari untuk menggelar upacara Panca Yadnya, termasuk Pawiwahan.
Tetapi untuk melaksanakan Pawiwahan, sasih yang direkomendasikan adalah Sasih Katiga, Kapat, Kalima, Kapitu, dan Kadasa.
“Sasih Katiga itu bulan Agustus-September, Kapat itu bulan September-Oktober, Sasih Kalima adalah Oktober-November. Lalu untuk Sasih Kapitu adalah Desember-Januari, dan Sasih Kadasa antara bulan Maret-April,” beber Marayana.
Kemudian terkait perhitungan dauh untuk menentukan padewasaan. “Dauh itu hanya satu hari saja. Jadi sering diabaikan,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar